Mengenal Jumpstart, Startup Smart Vending Machine untuk Kopi

Menjamurnya kedai kopi di berbagai pelosok kota di Indonesia mencerminkan betapa tingginya peminat kopi. International Coffee Organization (ICO) mencatat konsumsi kopi Indonesia periode 2016/2017 mencapai 4,6 juta kemasan 60 kg/lb, masuk dalam urutan ke-6 dari jajaran 10 besar negara dengan konsumsi kopi terbesar di dunia.

Menyambut tingginya permintaan kopi dalam negeri, inovasi teknologi dibutuhkan untuk berlomba-lomba menarik konsumen baru. Konsep penyajian kopi yang berbeda ditawarkan Jumpstart dengan menghadirkan mesin penjual pintar (smart vending machine) khusus kopi tanpa pelayan alias self service.

Kepada DailySocial, seorang Co-Founder Jumpstart, yang tidak ingin disebutkan namanya, bercerita perusahaan didirikan oleh tiga orang founder penyuka kopi yang peduli pada kenyamanan minum kopi freshly brewed di kantor tanpa harus datang ke gerai dan mengantre. Solusi ini sebenarnya bisa dijawab lewat kehadiran mesin penjual (vending machine) yang belum hadir di Indonesia.

Ia mengadopsi konsep vending machine yang ada di negara maju lalu disesuaikan dengan kebutuhan lokal. Setelah melalui banyak proses iterasi, mesin pertama Jumpstart pertama kali hadir pada 2017 secara publik.

“Persiapannya butuh setahun karena kita belum ada data mengenai kebiasaan orang Indonesia seperti apa. Jadi banyak tes, dari segi rasa, cari bahan, pelajari mesin, dicek semua apakah ada error atau tidak,” terangnya.

Dijelaskan lebih jauh, mesin Jumpstart dibekali dengan internet of things (IoT) untuk mengatur seluruh proses pembuatan kopi sampai pengecekan stok. Teknologi seperti ini memudahkan tim dalam menjaga kualitas kopi tetap baik dan higienis. Setiap dua kali dalam seminggu akan ada tim yang membersihkan mesin dan mengisi ulang semua bahan-bahan yang kosong.

Kopi merupakan sebuah seni yang penanganannya perlu teknik khusus, baik saat menakar, menggiling, tekanan, suhu air panas, dan lainnya. Semua hal tersebut harus ada takaran yang pas agar memberikan kualitas terbaik. Makanya, dia mengklaim Jumpstart menggunakan metode freshly brewed.

“Kita punya tim expert yang membuat menu kopi. Jenis kopi apa saja yang orang Indonesia suka, kebanyakan tidak suka kopi yang asam, lebih cenderung manis tapi strong [kafein]. Secara harga jauh lebih terjangkau dari harga secangkir di coffee shop, kita dimulai dari Rp10 ribu sampai Rp15 ribu.”

Dalam pengembangannya hingga sekarang, Jumpstart telah mengembangkan 20 menu tidak hanya kopi, tapi juga non-kopi seperti cokelat, matcha, dan dapat diseduh panas maupun dingin.

Co-Founder Jumpstart ini enggan merinci lebih jauh persebaran mesinnya sejauh ini maupun model bisnisnya seperti apa. Saat ini nereka masih bermain di Jakarta dengan titik kehadiran di perkantoran, atau tempat publik seperti mal, kampus, rumah sakit atau sebagainya.

Jumpstart bersaing dengan pemain startup kedai kopi lainnya yang mengadopsi teknologi digital seperti Fore dan Kopi Kenangan.

Bersyukur dengan kehadiran pemain e-money

Perjalanan Jumpstart sejatinya tidak langsung menyediakan opsi pembayaran dengan e-money. Awalnya mereka mengadopsi pembayaran dengan uang tunai.  Dia menerangkan proses edukasi dengan aplikasi jauh lebih mudah ketimbang uang tunai karena didukung berbagai faktor.

Terlebih masih banyak konsumen yang belum paham dengan konsep vending machine bahwa semuanya self service. Kebiasaan yang belum terbentuk ini menimbulkan perasaan takut ditipu.

Dicontohkan, saat harus membayar secara tunai, ada banyak kerumitan yang akhirnya menghalangi niatan pembeli. Seperti, uang tidak boleh lecek, harus menyediakan uang pas, saat memasukkan uangnya pun harus satu per satu tidak bisa sekaligus. Ketika terjadi kesalahan tersebut, pembeli akhirnya komplain karena tidak ada penjaga.

“Sekarang dengan kehadiran pemain e-money jauh lebih convenient prosesnya. Kami cukup terbantu karena timing kami hadir [seiring] dengan kehadiran pemain e-money.”

Rencana berikutnya

Dia menyebut Jumpstart berencana memperluas kehadirannya ke kota besar lainnya, termasuk Bandung. Berikutnya perusahaan akan merilis aplikasi untuk mempermudah pemesanan minuman.

“Kemungkinan saat kita ekspansi, akan adjust rasa kopi menyesuaikan dengan selera masing-masing penduduk di sana karena tiap daerah punya selera yang berbeda.”

Tidak hanya menjual lewat smart coffee machine di berbagai titik, perusahaan juga membuka gerai offline seperti kebanyakan kedai kopi lainnya. Gerai tersebut berfungsi untuk melayani pembeli yang memesan lewat platform online seperti GoFood. Lokasinya tersebar di gedung perkantoran, mal, atau tempat publik.

Situs resmi Jumpstart kini sudah mengakomodasi untuk pemesanan secara online.

Jumpstart telah menerima pendanaan dari investor dengan detail yang tidak disebutkan. Total tim Jumpstart kini berjumlah sekitar 40 orang.

Kopi Kenangan Receives Funding Worth of 282 Billion Rupiah from Sequoia India

Kopi Kenangan today (7/25) announced funding in the closing of “growth round” from Sequoia India. It’s worth $20 million or around 282 billion Rupiah. This is the follow-on funding of the previous $8 million from Alpha JWC Venture in October 2018.

Post funding, the startup founded by Edward Tirtanata and James Prananto is to focus on making the more personalized experience and efficient production process. The realization is on the app development and IoT implementation in outlets.

This app will be developed further to be “private barista” for consumers. They can have information on the coffee recipe or taste – as if they asking the real barista at the cafe.

Founded in 2017, Kopi Kenangan has opened 80 outlets in 8 cities. Based on the data, the average order has reached 1 million per month. Aside from perfecting the app, the fresh fund will also be used for expansion to more cities, opening 150 new outlets by the end of this year.

We’ve been informed that the startup is at a “profitable” stage. It boosts their confidence to the level of Southeast Asia expansion in the next few years.

Since the debut, Kopi Kenangan has been offering “new retail” concept, by elaborating online technology but keep the offline shop experience. Consumers can order coffee through the app and pick it up from the selected outlet – or using a delivery service like Grab or Gojek.

There is a competitor, with a similar business model and concept, named Fore Coffee. The new retail concept is there with business support and funding from East Ventures. In addition, Anomali Coffee has offered a similar online-offline model for coffee orders.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Kopi Kenangan Umumkan Perolehan Pendanaan 282 Miliar Rupiah dari Sequoia India

Kopi Kenangan hari ini (25/7) mengumumkan perolehan pendanaan dalam penutupan “growth round” dari Sequoia India. Nilainya mencapai $20 juta atau setara dengan 282 miliar Rupiah. Pendanaan ini menjadi lanjutan putaran sebelumnya senilai $8 juta dari Alpha JWC Venture pada Oktober 2018 lalu.

Pasca penambahan modal, startup yang didirikan oleh Edward Tirtanata dan James Prananto tersebut akan fokus membuat pengalaman yang makin dipersonalisasi dan efisiensi proses produksi. Realisasinya pada pengembangan aplikasi dan penerapan teknologi IoT di gerai.

Aplikasi akan dikembangkan sedemikian rupa hingga berasa menjadi “barista pribadi” para konsumen. Melalui aplikasi, konsumen bisa mendapatkan informasi mengenai takaran atau rasa dari kopi yang dipesan — layaknya mereka bertanya kepada barista di cafe.

Sejak berdiri pada tahun 2017, Kopi Kenangan telah memiliki 80 gerai di 8 kota. Dari data yang dikirimkan, rata-rata pemesanan kopi hampir mencapai 1 juta cangkir per bulannya. Selain menyempurnakan aplikasi, dengan pendanaan ini Kopi Kenangan juga akan menggencarkan ekspansi ke berbagai kota dengan membuka 150 gerai baru hingga akhir tahun.

Diinformasikan saat ini startup juga sudah dalam kondisi “profitable“. Capaian tersebut membuat Kopi Kenangan percaya diri untuk segera melakukan ekspansi ke Asia Tenggara dalam beberapa tahun ke depan.

Sejak debutnya, Kopi Kenangan menawarkan konsep “new retail”, yakni dengan mengelaborasikan kapabilitas teknologi online dengan tetap menyediakan pengalaman berbelanja offline. Konsumen dapat memesan kopi melakukan aplikasi, untuk selanjutnya diambil dari kedai yang dipilih — atau meminta untuk diantarkan melalui jasa Grab atau Gojek.

Dengan konsep dan model bisnis yang nyaris sama, ada juga pemain lain yakni Fore Coffe. Konsep new retail turut ditawarkan dengan dukungan bisnis dan pendanaan dari East Ventures. Selain itu ada juga Anomali Coffee yang menawarkan model online-offline serupa untuk pemesanan produk kopi.

Application Information Will Show Up Here

Kiat Fore Coffee Optimalkan Bisnis Melalui Teknologi

Fore Coffee merupakan startup kopi binaan East Ventures. Belum lama ini mereka mendapatkan pendanaan lanjutan senilai 118 Miliar Rupiah dari sejumlah investor, termasuk East Ventures, SMDV dan lain-lain. Hal menarik dari startup ini ialah konsep bisnis yang dihadirkan, yakni dengan memanfaatkan kapabilitas teknologi secara menyeluruh dalam operasionalnya.

Dalam sebuah kesempatan, Co-Founder & Deputi CEO Fore Coffee Elisa Suteja menceritakan tentang kiatnya mengelola bisnis. Usaha ritelnya mencoba menerapkan transformasi digital secara end-to-end, mulai dari pemrosesan pesanan, pengantaran, hingga pengalaman pelanggan.

“Merbaknya aplikasi on-demand mengubah pola konsumsi pelanggan dalam cara memesan makanan dan minuman sehari-harinya,” ujar Elisa.

Fore Coffee memulai bisnisnya pada Agustus 2018, sebulan kemudian mereka meluncurkan aplikasi mobile untuk menangani pesanan di tokonya. Melalui aplikasi tersebut, konsumen bisa membeli kopi atau biji kopi.

“Orang-orang kantoran (target pasar utamanya) inginnya serba cepat, tulah mengapa kami memutuskan untuk meluncurkan aplikasi mobile untuk menangani order yang masuk ke toko,” lanjut Elisa.

Dalam jangka waktu lima bulan, Fore Cofee telah membuka 16 gerai di Jakarta dan menjual lebih dari 100 ribu cangkir kopi per bulannya. Investasi yang baru didapatkan juga akan difokuskan untuk pengembangan mempercepat inovasi dalam memberikan pengalaman online-to-offline.

Teknologi sebagai kunci bisnis

Elisa mengatakan bahwa teknologi menjadi salah satu kunci utama dalam menjalankan bisnis saat ini, “Tidak hanya untuk delivery saja kami memanfaatkan aplikasi yang ada, tapi mulai dari pemesanan di tempat untuk memudahkan pegawai, sampai dengan urusan administrasi dan kegiatan operasional seperti stok barang dan laporan penjualan.”

Selain menggunakan aplikasi yang dikembangkan sendiri, Elisa mengaku bahwa untuk urusan operasional, ia mempercayakan bisnisnya pada penyedia jasa sistem kasir digital Moka — keduanya sama-sama startup portofolio East Ventures. Ia memanfaatkan fitur laporan penjualan ​real-time​ untuk memantu pendapatan penjualan secara lebih akurat dalam kurun waktu tertentu. Selain fitur laporan, Elisa juga memanfaatkan fitur ​ingredient inventory yang sangat membantu dari segi pergudangan.

Dengan jumlah cabang Fore Coffee yang cukup banyak, ia tentu harus melakukan pengecekan secara berkala untuk setiap tokonya. Di fitur​ inventory management, ia bisa menghitung harga dasar setiap produk dengan lebih komprehensif sehingga dapat menentukan harga jual. Dengan kata lain, fitur ini membantunya mengelola stok dan keuangan bisnisnya secara seimbang.

Selain bercerita tentang bisnisnya, Elisa juga memberikan tips untuk pemula yang ingin membangun bisnis di luar sana, “Mulai dulu dengan ide yang sudah dibangun, akan banyak hal yang kita gak tau kalau kita gak coba.”

Disclosure: Artikel ini hasil kerja sama Moka POS dan DailySocial

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Fore Coffee Dapatkan Pendanaan Lanjutan Senilai 118 Miliar Rupiah

Fore Coffee, startup “on-demand specialty coffe” hari ini (31/1) mengumumkan perolehan pendanaan lanjutan senilai $8,5 juta (setara dengan 118.7 miliar Rupiah). Pendanaan kali ini didapat dari sejumlah investor, meliputi East Ventures, SMDV, Pavilion Capital, Agaeti Venture Capital, Insignia Ventures Partners, dan beberapa angel investor.

Sebelumnya Fore Coffe telah terlebih dulu mendapatkan pendanaan awal dari East Ventures pada September 2018 lalu. Sebagai informasi, Fore Coffee adalah proyek binaan East Ventures, setelah Ev Hive dan Warung Pintar.

Dana modal baru ini akan dimanfaatkan Fore Coffee untuk mempercepat inovasi dalam memberikan pengalaman online-to-offline (O2O) untuk penjualan produknya. Selain itu pihaknya mengaku akan mempergunakan dana untuk berinvestasi pada mesin teknologi guna menghasilkan kopi yang lebih berkualitas.

Startup ini didirikan oleh tiga orang co-founder, yakni Robin Boe, Jhoni Kusno, dan Elisa Suteja — Elisa adalah mantan Associate East Ventures. Visinya ingin mengembalikan kejayaan kopi di Indonesia, khususnya biji kopi arabika untuk specialty coffee.

“Kami menggunakan berbagai teknologi, mulai dari aplikasi mobile yang kami buat sendiri, serta teknologi yang telah ada, seperti MokaPOS untuk memantau pembayaran, Member.id untuk loyalty platform, serta GO-FOOD, GrabFood, dan TravelokaEats sebagai platform distribusi,” terang CEO Fore Coffee Robin Boe menerangkan pemanfaatan teknologi dalam startupnya. Jika diperhatikan, mitra penyedia teknologi tersebut kebanyakan bagian dari portofolio East Ventures.

“Visi kami adalah untuk menjadikan Fore Coffee sebagai pemain penting yang bisa memperkuat posisi Indonesia sebagai produsen kopi berkualitas tinggi nomor satu di dunia. Berbeda dengan pemain lain, kami tidak melihat kopi sebagai tren minuman yang hanya bersifat sementara, namun sebagai sebuah komoditas penting yang bisa mendorong ekonomi domestik dan bisa dinikmati sebagai gaya hidup masyarakat Indonesia untuk jangka panjang,” lanjut Co-Founder Fore Coffee lainnya Elisa Suteja.

Gunakan strategi O2O, Fore Coffee mengintegrasikan teknologi seperti aplikasi mobile dengan kehadiran toko ritel. Aplikasi dibuat untuk memudahkan pelanggan dalam mendapatkan produk yang diinginkan. Di sisi outlet, Fore Coffee mendesain beberapa kedai hanya untuk melayani pemesanan secara online saja. Saat ini pihaknya telah mengoperasikan 16 outlet di berbagai lokasi di Jakarta.

Menanggapi investasi ini, Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengatakan, Fore Coffee merupakan persilangan hipotesis antara industri kopi dan ekonomi digital Indonesia. Pihaknya terus berusaha untuk memperbaiki rantai industri kopi melalui konteks ekonomi digital masa kini.

“Fore Coffee adalah UKM baru yang tidak bisa eksis di Indonesia beberapa tahun lalu. Namun sekarang, ekosistem digital yang telah berkembang di Indonesia membuat UKM seperti Fore Coffee mendapatkan momentum […] Fore Coffee adalah sebuah model ‘UKM Super’, sebuah UKM yang berhasil memanfaatkan teknologi dan ekosistem digital. Bila kami bisa melakukannya, UKM lain tentu juga bisa,” ujar Willson.

Soal investasi untuk startup pengembang kedai kopi, ini bukan satu-satunya di Indonesia. Sebelumnya Alpha JWC Ventures juga telah mengucurkan pendanaan senilai $8 juta untuk Kopi Kenangan. Industri kedai kopi secara kasat mata memang tengah menggeliat naik, khususnya di kalangan konsumen milenial – baik berbentuk cafe maupun brand minuman kopi.

Application Information Will Show Up Here

Gordi Hadirkan Layanan Pembelian Biji Kopi Berlangganan Secara Online

Mengklaim sebagai layanan berlangganan biji kopi online pertama di Indonesia, Gordi hadir untuk memenuhi rasa penasaran para pencinta kopi Indonesia akan variasi biji kopi. Startup teranyar yang baru dirilis pertengahan tahun 2016 ini, memberikan layanan pengiriman kopi pilihan lokal hingga mancanegara.

“Keberadaan Gordi dicetus dengan semangat merayakan keragaman kopi yang ada di Indonesia saat ini. Sebagai penyeduh kopi di rumah, saya selalu mencari kopi yang manis dengan “wow” factor dalam bentuk rasa maupun cerita latar belakang biji kopinya sendiri. Jadi saat ini, itu lah yang kami coba berikan kepada subscribers kami,” kata Founder Gordi Arief Said kepada DailySocial.

Model bisnis Gordi mengingatkan kami akan Tonx yang diakuisisi Blue Bottle Coffee di tahun 2014.

Melalui Gordi, individu pecinta kopi Indonesia mendapat hak istimewa untuk menjelajahi dan mencicipi berbagai macam biji kopi setiap dua minggu sekali sesuai kebutuhan. Para pecinta kopi dapat menyesuaikan kebiasaan minum kopi sehari-hari dengan dua pilihan berlangganan yang ditawarkan oleh Gordi. Pilihan pertama adalah Everyday Coffee Subscription, para pecinta kopi akan mendapatkan variasi biji kopi khas Indonesia dari Aceh sampai Papua yang berbeda-beda di setiap pengiriman.

Pilihan kedua adalah Gordi’s Premium Subscription, paket premium yang menyajikan variasi biji kopi pilihan khas Indonesia dan internasional. Dua paket yang ditawarkan ini siap memuaskan rasa penasaran para pencinta kopi yang ingin mencoba variasi citarasa kopi dan dapat dinikmati di rumah.

“Setiap dua minggu sekali, kami akan mengirimkan biji kopi yang selalu berbeda kepada para subscriber. Dengan begini, subscriber dapat menemukan cita rasa yang baru terus menerus selama berlangganan,” kata Arief.

Bootstrapping dan pilihan pembayaran

Berangkat dari pengalamannya sebagai coffee roaster di Sensory Lab, salah satu roaster terbaik di Melbourne, Australia, Arief kemudian membawa ide untuk memberikan layanan penjualan kopi secara online kepada masyarakat Indonesia. Dalam menjalankan bisnisnya Gordi saat ini masih dalam tahap bootstrapping dan belum berencana untuk melakukan penggalangan dana.

Untuk memudahkan pembayaran, Gordi menyediakan layanan pembayaran yang pada umumnya banyak digunakan oleh konsumen di Indonesia yaitu transfer bank. Ke depannya, Gordi sedang mengembangkan sistem wallet dan dalam proses integrasi kartu kredit secara recurring.

“Untuk fulfillment, kita mengurus dan packing sendiri. Sedangkan untuk pengiriman, kita menggunakan pihak ketiga, TIKI / JNE atau ojek services,” kata Arief.

Arief juga menambahkan untuk kemasan kopi bisa disesuaikan dengan keinginan konsumen, apakah membeli biji kopi asli atau yang sudah digiling langsung oleh Gordi, yang bisa membantu untuk menggiling kopi tersebut dengan tingkat kehalusan yang dapat disesuaikan kebutuhan.

Proses kurasi yang dilakukan tim kurator Gordi setiap dua minggu sekali diharapkan bisa memperkenalkan konsumen Indonesia akan pilihan kopi di Indonesia yang beragam jenisnya, demikian pula dengan kopi dari mancanegara.

“Target kami adalah lebih banyak lagi peminum kopi Indonesia atau home brewers yang tereskpos akan keragaman rasa kopi. Selain itu, kami ingin juga showcase berbagai roaster Indonesia. Saat ini saja, sudah ada lebih dari 40 roaster specialty coffee di Jakarta,” tutup Arief.