Project xCloud Siap Meluncur 15 September Sebagai Bagian dari Xbox Game Pass Ultimate

Hampir dua tahun setelah diumumkan pertama kali, Project xCloud akhirnya punya jadwal rilis resmi. Layanan cloud gaming besutan Microsoft tersebut bakal tersedia untuk publik secara luas mulai 15 September mendatang sebagai bagian dari Xbox Game Pass Ultimate.

Konsumen yang sudah berlangganan Xbox Game Pass Ultimate ($15 per bulan) tidak perlu membayar biaya tambahan untuk bisa menikmati xCloud. Layanan ini akan tersedia di 22 negara pada hari peluncurannya: Amerika Serikat, Austria, Belanda, Belgia, Denmark, Finlandia, Hungaria, Inggris, Irlandia, Italia, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Norwegia, Perancis, Polandia, Portugal, Republik Ceko, Slovakia, Spanyol, Swedia, Swiss.

Ya, sangat disayangkan Indonesia belum termasuk dalam daftar, akan tetapi negara-negara Asia Tenggara lainnya pun juga demikian. Dari 22 negara tersebut, satu-satunya negara Asia yang kebagian jatah baru Korea Selatan.

Terlepas dari itu, cukup wajar apabila banyak gamer yang menaruh harapan besar terhadap xCloud. Layanan ini pada dasarnya dirancang untuk melengkapi pengalaman para konsumen Xbox, memungkinkan akses ke katalog game Xbox yang masif di mana saja dan kapan saja. Pada hari peluncurannya, Microsoft sudah menjanjikan ada lebih dari 100 game yang bisa dinikmati via xCloud.

Project xCloud on Xbox Game Pass Ultimate

Microsoft belum membeberkan isi katalog game xCloud secara lengkap, akan tetapi mereka sudah mengonfirmasi setidaknya tiga lusin judul, termasuk halnya judul-judul AAA macam Destiny 2, Forza Horizon 4, Gears 5, Hellblade: Senua’s Sacrifice, The Outer Worlds, Ori and the Will of the Wisps, Sea of Thieves, State of Decay 2, Wasteland 3, dan bahkan yang masih sangat gres seperti Grounded.

Jadi tanpa harus berada di depan TV, deretan game ini bisa dimainkan melalui smartphone atau tablet Android – belum diketahui kapan xCloud akan tersedia di iOS. Semua progres yang dicatatkan pemain akan disimpan dan disinkronisasikan, yang berarti save game di console dapat langsung dilanjutkan di perangkat mobile via xCloud, demikian pula sebaliknya.

Juga menarik adalah kompatibilitas xCloud dengan game multiplayer. Jadi ke depannya kalau Anda berjumpa dengan pemain lain di suatu game multiplayer, belum tentu orang itu bermain di console Xbox atau PC, tapi bisa juga malah menggunakan smartphone dengan bantuan controller.

Controller memang bukanlah suatu keharusan, akan tetapi konsumen xCloud dipastikan bisa mendapatkan pengalaman yang lebih baik dengan memanfaatkan controller. Microsoft cukup inklusif soal ini; selain controller Xbox One, konsumen bahkan dipersilakan untuk memakai controller PlayStation 4.

Alternatifnya, konsumen juga bisa membeli controller dari brandbrand seperti Razer, 8BitDo maupun PowerA yang secara khusus memang dirancang untuk mobile gaming. Controller bikinan PowerA misalnya, dilengkapi power bank terintegrasi sehingga perangkat bisa dipakai bermain sambil di-charge.

Mobile gaming controller

Microsoft kelihatannya benar-benar memanfaatkan waktunya untuk mematangkan xCloud. Mereka sepertinya belajar banyak dari Google Stadia, yang perilisannya terkesan tergesa-gesa dan pada akhirnya dinilai kurang sesuai ekspektasi.

Dari segi model bisnis, arahan yang diambil Microsoft untuk xCloud juga sangat berbeda. Ketimbang menarik biaya untuk satu per satu judul game seperti yang Google terapkan pada Stadia, Microsoft memilih untuk menetapkan tarif flat $15. Jadi cukup membayar biaya berlangganan Xbox Game Pass Ultimate saja setiap bulannya, konsumen sudah bisa menikmati semua game yang tersedia melalui console Xbox, PC, ataupun perangkat mobile – benar-benar sesuai dengan visi Microsoft untuk mewujudkan “Netflix-nya video game“.

Kata “semua” ini penting untuk disoroti, sebab Microsoft sebelum ini sudah berjanji supaya semua game keluaran Xbox Game Studios bisa tersedia di Xbox Game Pass pada hari yang sama, dan ini termasuk deretan game baru yang sedang dikembangkan untuk Xbox Series X. Jadi untuk game seperti Halo Infinite misalnya, pelanggan Xbox Game Pass tidak perlu membeli game-nya secara terpisah untuk bisa menikmatinya langsung di hari peluncurannya dan di berbagai platform sekaligus.

Sumber: Xbox.

Gabe Newell Pilih Xbox Series X Ketimbang PlayStation 5

Anggap Anda Gabe Newell, sosok yang kerap ‘didewakan’ di ranah PC gaming. Saat ada jurnalis yang menanyakan mengenai console next-gen pilihan Anda, apa jawaban paling diplomatis yang bisa Anda berikan? Berhubung bisnis Anda berhubungan langsung dengan platform PC, sudah pasti jawaban yang paling aman ya “PC” itu sendiri.

Namun ternyata Gabe Newell yang sebenarnya tidak semembosankan itu. Dalam sebuah acara TV Selandia Baru berjudul The Project, beliau sempat ditanya persis soal itu, soal mana yang menurutnya lebih baik antara Xbox Series X atau PlayStation 5. Tanpa menunjukkan sedikit pun keraguan, Gabe menjawab “Xbox”.

Gabe tidak menjelaskan lebih lanjut alasannya kenapa, dan ia tidak lupa mengklarifikasi bahwa ia sebenarnya tak punya kepentingan apa-apa terkait perang console next-gen tersebut. Namun seandainya ia harus memilih, pilihannya jatuh pada Xbox Series X.

Kemungkinan, preferensi Gabe mengacu pada fakta bahwa di atas kertas, Xbox Series X memang punya kinerja CPU dan GPU yang lebih unggul daripada PS5. Ini kontras dengan preferensi bos Epic Games, Tim Sweeney, yang beberapa kali tidak segan memuji performa SSD milik PS5 yang luar biasa cepat.

Kemungkinan yang kedua sepertinya berkaitan dengan fakta bahwa hampir semua game eksklusif milik Xbox kini sudah tersedia di PC (dan dipasarkan melalui Steam, platform distribusi game milik Valve, perusahaan yang Gabe Newell dirikan). Ke depannya, Microsoft malah bakal membawa semua penawaran eksklusifnya untuk Xbox Series X ke PC, seperti yang sudah diumumkan pada acara Xbox Games Showcase belum lama ini.

Microsoft dan Valve selama ini memang tergolong cukup akrab. Markas besar kedua perusahaan itu saling berdekatan di provinsi Washington, dan sebelum mendirikan Valve, Gabe Newell sendiri merupakan mantan programmer Microsoft yang secara langsung terlibat dalam pengembangan beberapa versi sistem operasi Windows selama 13 tahun karirnya di sana.

Juga lucu adalah jawaban Gabe ketika ditanya soal kiat untuk mengurangi rasa mual yang muncul setelah menggunakan VR headset. “Beli perangkat yang lebih baik,” jawab Gabe, dan ini tentu saja mengacu pada fakta bahwa salah satu nilai jual utama VR headset Valve Index adalah display dengan refresh rate 120 Hz, yang dipercaya mampu meminimalkan rasa mual semacam itu.

Sumber: VG247.

Peluncuran Handheld Console Analogue Pocket Ditunda Sampai Tahun Depan

Kabar buruk bagi yang sudah tidak sabar menanti kedatangan Analogue Pocket. Reinkarnasi modern Game Boy itu terpaksa harus ditunda perilisannya sampai tahun depan akibat pandemi. Untungnya, Analogue memanfaatkan waktu ekstra ini untuk menyempurnakan beberapa aspek dari handheld console perdananya tersebut.

Dari segi fisik, Pocket masih kelihatan sama elegannya seperti sebelumnya. Yang diubah hanyalah lokasi tombol Start, Select, dan Home, yang sekarang ditempatkan di tengah ketimbang ujung kanan. Desain aksesori Dock-nya juga sedikit dimodifikasi supaya Pocket bisa berdiri dengan lebih stabil selama ditancapkan.

Beralih ke software, Pocket kini dilengkapi mode standby yang dapat diaktifkan hanya dengan mengklik tombol power-nya yang berwarna hijau muda. Selama perangkat dalam posisi standby, progres permainan otomatis akan disimpan, dan pengguna bisa langsung melanjutkannya sesaat setelah menekan tombol power kembali.

Fitur lain yang tak kalah menarik adalah Original Display Modes. Fitur ini memungkinkan Pocket untuk mengubah tampilan layarnya menjadi sama persis seperti Game Boy, Game Boy Color, dan Game Boy Advance orisinal. Cocok buat yang benar-benar ingin merasakan pengalaman bermain autentik dari puluhan tahun yang lalu.

Tampilan layarnya pun juga dapat dirotasikan sehingga Pocket bisa dipakai untuk bermain game yang memang mengadopsi format vertikal, yang cukup populer di era console Atari Lynx. Bukankah Pocket cuma bisa dipasangi cartridge milik Game Boy, Game Boy Color dan Game Boy Advance? Ya, secara default, tapi Analogue juga akan menawarkan aksesori berupa adaptor untuk cartridge Atari Lynx, Sega Game Gear, dan Neo Geo Pocket Color, masing-masing seharga $30.

Spesifikasi layarnya sendiri tidak disentuh, masih 3,5 inci dengan resolusi 1600 x 1440 pixel, dan Analogue tak lupa melapisinya dengan kaca Gorilla Glass setebal 1,5 mm (kurang lebih tiga kali lebih tebal ketimbang kaca yang sama di mayoritas smartphone. Detail lain yang sebelumnya tidak diungkap adalah, Pocket dibekali baterai berkapasitas 4.300 mAh yang diyakini sanggup bertahan selama 6 – 10 jam pemakaian.

Fitur menarik lainnya mencakup fitur multiplayer hingga empat orang menggunakan kabel yang dijual terpisah seharga $16. Nanoloop, yang pada dasarnya merupakan digital audio workstation (DAW) khusus musik chiptune, tetap tersedia secara cuma-cuma di Pocket seperti pada pengumuman awalnya, akan tetapi Analogue nantinya juga akan menjual kabel sync MIDI maupun analog untuk menyambungkan Pocket ke berbagai hardware di samping laptop dan PC.

Terakhir, dalam rangka semakin memperkaya konten buat Pocket, Analogue memutuskan untuk bermitra dengan GB Studio. GB Studio sederhananya merupakan software untuk membuat game secara sederhana menggunakan mekanisme drag-and-drop. Software ini tersedia di Windows, macOS, maupun Linux, dan nantinya semua hasil kreasi GB Studio bisa dikemas menjadi file berformat .pocket untuk dijalankan via microSD.

Meski harus menunda peluncuran Pocket, Analogue masih cukup percaya diri dan bakal membuka gerbang pre-order Pocket mulai 3 Agustus mendatang meski barangnya baru akan dikirim ke konsumen mulai bulan Mei 2021. Beruntung harganya tidak berubah dan masih $200.

Sumber: Engadget.

Microsoft: Eksklusif untuk Xbox Series X Bukan Berarti Tidak Akan Dirilis di Xbox One

PlayStation 5 dan Xbox Series X boleh memiliki spesifikasi yang mirip-mirip, akan tetapi saat bicara mengenai konten, strategi yang diterapkan masing-masing produsennya rupanya sangatlah berbeda.

Dari kubu PlayStation, taktik yang Sony ambil cukup gamblang: deretan game terbaru yang dikerjakan oleh studio-studio internal PlayStation Studios, macam Horizon Forbidden West maupun Ratchet & Clank: Rift Apart, adalah game yang dikhususkan untuk PS5. Sejauh ini tidak ada wacana untuk menghadirkan kedua game tersebut (maupun sejumlah judul lainnya) ke PS4.

Alasannya bukan sebatas bisnis, tapi memang sejumlah judul cuma bisa terwujud berkat peningkatan performa yang PS5 hadirkan, khususnya SSD super-cepatnya. Salah satu contohnya adalah Ratchet & Clank: Rift Apart itu tadi, yang gameplay-nya bakal melibatkan petualangan lintas dimensi tanpa sisipan loading screen. Hal ini tentu tidak memungkinkan pada PS4 yang masih menggunakan HDD piringan yang lambat.

Tidak ada keterangan "Xbox One" di laman Forza Motorsport maupun sejumlah judul first-party lain yang sedang dikembangkan studio internal Xbox Game Studios / Microsoft
Tidak ada keterangan “Xbox One” di laman Forza Motorsport maupun sejumlah judul first-party lain yang sedang dikembangkan studio internal Xbox Game Studios / Microsoft

Sebaliknya, kalau dari kubu Xbox, strategi Microsoft agak lebih rumit. Di satu sisi, mereka tidak mau memaksa konsumen untuk meng-upgrade console lamanya sesegera mungkin. Alhasil, setidaknya selama beberapa tahun ke depan, mereka berkomitmen untuk menghadirkan deretan game garapan studio-studio internalnya di Xbox Series X dan Xbox One sekaligus.

Di sisi lain, dari sederet judul permainan yang sudah diumumkan, beberapa di antaranya secara spesifik dikembangkan untuk Xbox Series X. Forza Motorsport adalah salah satunya, yang disebut bakal memaksimalkan kapabilitas Series X demi menyuguhkan visual yang menawan di resolusi 4K 60 fps, lengkap beserta efek ray tracing.

Jadi mana yang benar? Apakah semua game first-party Xbox Series X juga akan dirilis untuk Xbox One sesuai dengan komitmen Microsoft? Atau beberapa judul memang eksklusif untuk Series X saja? Sayangnya tidak ada jawaban yang pasti. Bahkan Aaron Greenberg yang merupakan petinggi divisi marketing Xbox pun juga tidak berani memastikan.

Lewat Twitter, beliau cuma bisa memberikan sedikit klarifikasi bahwa deretan game first-party anyar itu lebih dulu disiapkan untuk Xbox Series X, namun itu tak harus berarti gamegame tersebut tidak akan dirilis di Xbox One ke depannya. Semua keputusan ada di tangan masing-masing tim developer, dan itu berarti setiap game punya peluang untuk dibuatkan versi Xbox One-nya.

Microsoft pada dasarnya terkesan ingin menjadi good guy jika dibandingkan dengan Sony, namun strategi semacam ini bisa menjadi senjata makan tuan seumpama tidak dieksekusi dengan baik. Kalau ternyata dalam satu-dua tahun ini Xbox Series X punya banyak game first-party yang tidak tersedia di Xbox One, mungkin Phil Spencer bakal menyesal pernah bilang bahwa mereka tak berniat memaksa konsumen Xbox One untuk membeli Series X demi bisa menikmati judul-judul eksklusif terbaru dari mereka.

Via: Video Games Chronicle.

Xbox One X dan Xbox One S All-Digital Edition Resmi Berhenti Diproduksi

Perang console next-gen edisi 2020 sepertinya bakal segera dimulai tidak lama lagi. Setelah Sony dilaporkan sibuk menggenjot produksi PlayStation 5 baru-baru ini, sekarang giliran kubu Microsoft yang mendapat sorotan. Kepada The Verge, Microsoft secara resmi menyatakan bahwa mereka telah menghentikan produksi Xbox One X dan Xbox One S All-Digital Edition.

Meski Microsoft sampai saat ini masih belum memberikan kepastian, pengumuman ini jelas merupakan pertanda akan semakin dekatnya peluncuran Xbox Series X. Sebelum ini, banyak yang memprediksi bahwa console next-gen dari kedua kubu bakal meluncur di musim liburan 2020, tapi kalau melihat situasi pandemi yang tak kunjung berakhir, bukan tidak mungkin Sony dan Microsoft bakal memajukan jadwalnya.

Tentu saja ini merupakan situasi yang cukup rumit. Di satu sisi, demand atas perangkat gaming, termasuk halnya PC, meningkat drastis karena kita butuh hiburan selama mengarantina diri di kediaman masing-masing. Di sisi lain, produsen pasti cukup kewalahan memenuhi demand tersebut karena tidak bisa mengoperasikan pabriknya secara maksimal seperti biasanya.

Xbox One S masih akan diproduksi / Microsoft
Xbox One S masih akan diproduksi / Microsoft

Kalau melihat situs resmi Xbox, semua varian Xbox One X rupanya sudah terjual habis, demikian pula Xbox One S All-Digital Edition. Yang masih tersedia stoknya adalah Xbox One S, dan ternyata Microsoft memang masih lanjut memproduksi console tersebut. Bisa jadi ini merupakan salah satu strategi Microsoft untuk memenuhi tingginya permintaan konsumen.

Kemungkinan lain, ini berkaitan dengan komitmen Microsoft untuk tidak memaksa konsumen meng-upgrade ke Xbox Series X. Dijelaskan bahwa setidaknya sampai beberapa tahun ke depan, judul-judul eksklusif yang diterbitkan Xbox Game Studios akan hadir di Xbox Series X dan Xbox One sekaligus.

Tentu saja kita juga tidak boleh lupa dengan rumor bahwa Microsoft sedang menyiapkan alternatif Xbox Series X yang lebih terjangkau, yang kemungkinan bakal dinamai Xbox Series S, dan kabarnya akan diungkap pada bulan Agustus mendatang. Berhubung Xbox One X sekarang sudah resmi di-discontinue, Microsoft tentu bisa mengalokasikan lebih banyak waktunya untuk segera meluncurkan Xbox Series X dan Series S ke pasaran.

Sumber: The Verge.

Astro City Mini Adalah Versi Mungil dari Mesin Arcade Sega yang Populer di Tahun 90-an

Tren console lawas yang dihidupkan kembali sebagai perangkat berukuran mini terus berlanjut sampai di tahun 2020 ini. Yang diciutkan pun sekarang bukan cuma console mainstream seperti NES dan PlayStation saja, melainkan juga mesin arcade.

Itulah yang dilakukan Sega baru-baru ini. Mereka sedang bersiap untuk meluncurkan Astro City Mini, sebuah miniatur dari mesin arcade retro Astro City yang diluncurkan pertama kali di tahun 1993. Tentunya Sega bukan yang pertama menyusutkan mesin arcade lawas menjadi perangkat untuk konsumsi modern, sebab di tahun 2018 SNK sempat merilis Neo Geo Mini.

Seperti mesin aslinya, Astro City Mini turut mengemas panel display-nya sendiri, meski tentu ukurannya jauh lebih mungil. Sejauh ini belum ada informasi terkait ukuran dan resolusinya, tapi yang pasti ia juga dapat disambungkan ke TV via HDMI jika mau, atau jika seandainya konsumen merasa layar bawaannya terlampau kecil.

Sega Astro City Mini

Kontrolnya sendiri mengandalkan joystick 8 arah plus 6 buah tombol (2 tombol lebih banyak ketimbang Neo Geo Mini). Sega tak lupa membekali Astro City Mini dengan dua colokan USB supaya konsumen dapat menyambungkan joystick tambahan, yang kabarnya bakal dijual secara terpisah. Asupan dayanya sendiri mengandalkan sambungan micro USB, sayang tidak ada info apakah perangkat juga dibekali unit baterai yang rechargeable (jadi bisa portable).

Astro City Mini menawarkan 36 game yang berbeda. Semuanya merupakan judul-judul klasik yang kerap dijumpai di mesin arcade lawas macam Golden Axe atau Virtua Fighter. Daftar lengkapnya belum ada, tapi beberapa yang sudah dikonfirmasi di antaranya adalah Alien Syndrome, Alien Storm, Altered Beast, Columns II, Dark Edge, Tant R, dan Fantasy Zone. Berhubung perangkat ini dimaksudkan untuk konsumsi rumahan, tentu saja ada fitur save state untuk tiap judul.

Sega dilaporkan bakal memasarkan Astro City Mini di Jepang mulai akhir tahun ini. Harganya dipatok 12.800 yen, atau setara dengan Rp 1,7 juta. Belum ada kabar soal ketersediaannya di kancah global, akan tetapi perilisan Sega Genesis Mini untuk pasar global tahun lalu seharusnya bisa menjadi indikasi akan kemungkinannya untuk dijual di negara-negara lain. Baru-baru ini, Sega juga sempat merilis Game Gear Micro yang imut-imut.

Sumber: VGC dan Sega Driven.

Harga Game PS5 dan Xbox Series X Bakal Lebih Mahal?

Usai melihat kapabilitas PlayStation 5 dan Xbox Series X, wajar apabila kita menduga harganya bakal lebih mahal daripada pendahulunya masing-masing. Yang mungkin tidak terpikirkan adalah apakah harga game-nya juga bakal ikut lebih mahal, sebab harga game PS4 dan Xbox One pun sama persis seperti game PS3 dan Xbox 360 (sekitar $60).

Baik Sony maupun Microsoft sama sekali belum menyinggung soal ini, namun ada satu game yang setidaknya dapat menjadi indikasi, yakni NBA 2K21. Di situs resminya, NBA 2K21 untuk PS5 maupun Xbox Series X dibanderol seharga $70, sedangkan versi current gen-nya yang dijadwalkan meluncur pada 4 September mendatang cuma $60.

Jadi apakah trennya bakal seperti itu ke depannya? Apakah semua game console next-gen bakal lebih mahal $10 daripada game yang sama untuk console current-gen? Menurut pendapat IDG Consulting, sepertinya memang begitu. Kepada Games Industry, Yoshio Osaki selaku pimpinan IDG mengatakan bahwa sejumlah publisher juga tengah mempertimbangkan untuk menaikkan harga game keluarannya di platform next-gen.

Alasannya sederhana: ongkos produksi yang dibutuhkan untuk pengembangan game sudah naik sekitar 200% sampai 300% dibandingkan 15 tahun yang lalu. 2005 dan 2006 merupakan era Xbox 360 dan PS3, dan itu merupakan terakhir kalinya pasar melihat kenaikan harga game console (dari $50 menjadi $60).

Pendapat yang sama juga diutarakan oleh eks bos Sony Interactive Entertainment Worldwide Studios, Shawn Layden, dalam wawancaranya dengan VentureBeat. Menurutnya, biaya pembuatan game sudah naik sampai 10x lipat, sedangkan harga jualnya masih tetap di kisaran $60. Shawn juga menambahkan bahwa salah satu solusi yang bisa diambil developer adalah mengembangkan game yang berdurasi lebih singkat, namun saya yakin sebagian besar gamer akan lebih memilih harganya dinaikkan saja daripada kontennya dipangkas.

Bersiaplah membayar $100 kalau mau memainkan NBA 2K21 di console current-gen dan next-gen sekaligus / 2K Games
Bersiaplah membayar $100 kalau mau memainkan NBA 2K21 di console current-gen dan next-gen sekaligus / 2K Games

Menariknya, tren ini justru berbanding terbalik dari salah satu fitur yang ditawarkan Xbox Series X, yaitu Smart Delivery. Fitur tersebut sejatinya dirancang supaya pemain tak perlu membayar dua kali untuk memainkan game yang sama di Xbox One dan Series X. Beberapa judul telah dikonfirmasi bakal memanfaatkan fitur ini, termasuk halnya Cyberpunk 2077. Cukup bayar satu kali di Xbox One, maka game yang sama juga dapat dinikmati di Series X nantinya.

Kembali membahas NBA 2K21, 2K Games sebenarnya juga mengamini konsep “bayar satu kali untuk bermain di dua generasi console” ini, meski eksekusinya sedikit berbeda. Jadi bagi konsumen yang hendak memainkan NBA 2K21 di console current-gen terlebih dulu sebelum nantinya upgrade ke console next-gen, mereka bisa membeli bundel khusus NBA 2K21 Mamba Forever Edition seharga $100. Hemat $30 daripada harus membeli judul yang sama di masing-masing console ($60 + $70).

Pertanyaan berikutnya adalah, bagaimana dengan harganya di PC? Apakah akan mengikuti harga di console current-gen atau next-gen? Kalau merujuk pada NBA 2K21, harganya justru mengikuti harga di platform current-gen. Apakah ini berarti versi PC-nya kalah canggih dari versi PS5 atau Xbox Series X?

Kedengarannya sangat aneh kalau benar demikian, sebab pemain yang spesifikasi PC-nya di atas PS5 atau Xbox Series X tentu akan sangat kecewa melihat game yang dibelinya tidak tersaji secara maksimal pada PC kelas sultannya. Sebaliknya, kalau ternyata versi PC-nya dapat menyuguhkan pengalaman yang sama persis seperti versi next-gen tapi dengan harga yang lebih murah, pastinya konsumen PS5 dan Xbox Series X bakal mempertanyakan motif dari kenaikan harga tersebut.

Terlepas dari itu, tren kenaikan harga game untuk console next-gen ini sepertinya tidak akan terhindari. Meski begitu, kenaikannya mungkin tidak akan sampai sejauh $10 untuk game non-AAA. Game AAA pun tidak semuanya pantas dinaikkan harganya. Salah satu contohnya adalah Grand Theft Auto V, yang kabarnya akan tersedia untuk PS5 tahun depan dengan sejumlah penyempurnaan teknis.

Sungguh sangat tidak adil jika konsumen PS5 harus membayar $70 lagi untuk memainkan game yang sudah berusia tujuh tahun tersebut, dengan perbedaan mungkin hanya di kualitas lighting dan dukungan resolusinya (4K 60 fps) saja. Lebih tidak adil lagi adalah, semua itu sudah bisa didapatkan di PC tanpa harus membayar lebih.

Sumber: Games Industry.

Microsoft Dirumorkan Sedang Siapkan Alternatif Xbox Series X yang Lebih Murah

Dari segi teknis, Xbox Series X dan PlayStation 5 mungkin terdengar mirip karena keduanya sama-sama mengusung spesifikasi yang mumpuni ala gaming PC, akan tetapi Microsoft dan Sony tentu memiliki strategi yang berbeda dalam menjangkau pasar.

Di kubu Sony, strategi mereka terkesan simpel: PS5 akan hadir dalam dua varian, salah satunya yang tidak dibekali optical drive sama sekali buat mereka yang ingin menghemat ongkos. Di kubu Microsoft, mereka nampaknya punya rencana yang lebih kompleks demi menjangkau lebih banyak kalangan konsumen.

Andai rumor yang beredar tidak meleset, Xbox Series X bakal meluncur ke pasaran bersama Xbox baru lain yang dibanderol lebih murah. Menurut laporan Eurogamer, perangkat tersebut akan dinamai Xbox Series S dan diumumkan pada bulan Agustus mendatang. Kemungkinan besar Microsoft juga akan mengumumkan harga jual Series X pada saat itu sehingga kita bisa paham selisihnya sejauh apa.

Detail pendukung rumor ini datang dari bocoran dokumen yang Microsoft tujukan kepada para developer. Disebutkan bahwa pada development kit Series X, pihak developer bisa mengaktifkan mode “Lockhart” yang menyimpan profil performa yang berbeda. Berdasarkan profil tersebut, Xbox Series S yang lebih murah ini diprediksi bakal menawarkan performa CPU yang sama seperti Series X, tapi dengan GPU dan RAM yang lebih inferior.

Konsep gambar Xbox Series S / Reddit
Konsep gambar Xbox Series S / Reddit

Persisnya, Series S disebut mengemas kapasitas RAM yang usable sebesar 7,5 GB dan GPU bertenaga 4 teraflop. Sebagai perbandingan, Xbox Series X dibekali 13,5 GB usable RAM dan GPU berdaya 12 teraflop. Kalau Series X berniat menyuguhkan pengalaman gaming yang wah di resolusi 4K, Series S akan menarget resolusi 1080p atau 1440p, menjadikannya sebagai alternatif yang ideal bagi konsumen yang tidak mempunyai TV 4K.

Tentu saja ini bukan pertama kalinya Microsoft menggunakan huruf “X” untuk menandai model unggulan, dan “S” untuk model yang lebih terjangkau, sebab Xbox One X dan Xbox One S memang seperti itu kenyataannya, dan keduanya juga memiliki perbedaan performa GPU yang drastis – One X menawarkan true 4K, sedangkan One S cuma mengandalkan metode upscaling.

Andai Microsoft benar-benar belajar dari pengalaman, ada kemungkinan juga Xbox Series S bakal ditawarkan dalam dua varian, yakni standar dan Digital Edition (tanpa optical drive), sehingga pada akhirnya lineup next-gen Xbox bakal mencakup tiga perangkat sekaligus: Series X, Series S, dan Series S Digital Edition.

Tentu saja semua ini baru sebatas spekulasi, dan kita masih harus menunggu setidaknya sampai Agustus untuk mempelajarinya lebih lanjut.

Sumber: The Verge.

Sony Resmi Perkenalkan PlayStation 5 Beserta Lusinan Game-nya

Yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Lewat sebuah live stream, Sony resmi menyingkap wujud PlayStation 5 secara utuh setelah sebelumnya lebih dulu mengungkap spesifikasi beserta controller-nya.

Kalau Xbox Series X kelihatan seperti sebuah gaming PC, PS5 sebenarnya juga demikian, tapi yang biasanya berasal dari brand Alienware. Ya, desainnya langsung mengingatkan saya pada PC besutan divisi gaming Dell tersebut, dan meskipun gambar-gambar promonya menunjukkan PS5 dalam posisi vertikal, ia sebenarnya juga bisa diposisikan secara horizontal.

Satu hal yang sangat mengejutkan (dan sangat cerdas menurut saya) adalah adanya dua varian PS5: satu dengan Blu-ray disc drive, satu lagi tanpa optical disc drive sama sekali dengan label “Digital Edition”. Spesifikasi dan performa keduanya dipastikan identik, tapi tentu saja varian Digital Edition tidak bisa merangkap fungsi sebagai Blu-ray player. Buat yang penasaran dengan performanya, demonstrasi Unreal Engine 5 (yang dijalankan di PS5) belum lama ini semestinya bisa memberikan gambaran.

PlayStation 5 Digital Edition ini merupakan langkah yang sangat cerdas, sebab saya yakin ada banyak konsumen di luar sana yang benar-benar sudah malas berkutat dengan media penyimpanan fisik (saya salah satunya). Harga jualnya juga sudah pasti lebih terjangkau daripada varian standar yang dilengkapi Blu-ray drive.

Namun perlu diingat juga, keuntungan lain membeli versi fisik suatu game adalah, game-nya itu bisa kita jual saat kita sudah bosan atau sudah menamatkannya. Di Indonesia, pasar game PS4 bekas (secondhand) tergolong cukup besar, dan saya yakin kasusnya bakal sama untuk PS5 nanti.

Sony PlayStation 5

PS5 versi standar yang dilengkapi Blu-ray drive mungkin punya banderol lebih mahal daripada PS5 Digital Edition – sayangnya Sony belum merincikan harga masing-masing varian – akan tetapi konsumennya punya opsi untuk menjual koleksi game fisiknya jika mau.

Selain console PS5 itu sendiri, Sony juga mengungkap sejumlah aksesori yang bakal mendampinginya. Mulai dari charging dock untuk controller DualSense, wireless headset dengan dukungan 3D audio, media remote dengan dukungan perintah suara, sampai sepasang webcam 1080p, semuanya akan dipasarkan bersama PS5 memasuki musim liburan nanti.

9 game eksklusif dari PlayStation Studios

Masih ingat dengan PlayStation Studios? Nama baru dari Sony Interactive Entertainment Worldwide Studios itu telah menyiapkan 9 judul eksklusif untuk dinikmati di PS5. Yang pertama adalah Horizon Forbidden West, sekuel Horizon Zero Dawn yang memukau dari sisi grafik, cerita maupun gameplay.

Dalam Forbidden West, pemain akan kembali menjalankan Aloy, kali ini di lokasi-lokasi baru yang lebih bervariasi. Petualangan yang lebih besar menanti para penggemar action RPG garapan Guerilla Games ini.

Selanjutnya, ada Marvel’s Spider-Man: Miles Morales, sekuel dari Marvel’s Spider-Man karya Insomniac Games. Buat yang pernah menonton Spider-Man: Into the Spider-Verse, nama Miles Morales semestinya terdengar tidak asing. Ya, tokoh utama film animasi dari tahun 2018 itu bakal menjadi protagonis utama di game ini.

Selain Spider-Man, suguhan lain Insomniac Games buat PS5 adalah Ratchet & Clank: Rift Apart. Anda tak harus menjadi penggemar seri Ratchet & Clank untuk bisa mengapresiasi game terbarunya ini; Insomniac berhasil memanfaatkan narasi game yang bertema petualangan lintas dimensi untuk memaksimalkan kapabilitas hardware PS5, terutama SSD super-cepatnya yang memungkinkan sang lakon untuk berpindah dari satu dunia ke yang lain tanpa diinterupsi loading screen sekali pun.

Berikutnya, ada Demon’s Souls yang merupakan remake dari game berjudul sama karya FromSoftware. Grafik yang ditawarkan versi remake-nya ini terlihat istimewa, dan reputasi pengembangnya (Bluepoint Games) yang jadi taruhan. Yup, mereka adalah studio yang sama yang mengerjakan remake Shadow of the Colossus buat PS4 dua tahun lalu.

PlayStation baru tanpa Gran Turismo baru terkesan tidak afdal, dan untuk itulah Gran Turismo 7 eksis. Selain grafik yang makin memukau, Gran Turismo 7 juga akan kembali menghadirkan mode GT Simulation yang legendaris, pengalaman menyetir yang lebih realistis berkat haptic feedback pada controller DualSense, serta dukungan 3D audio untuk menunjukkan posisi mobil-mobil kompetitor.

Game selanjutnya pasti terdengar tidak asing bagi penggemar seri LittleBigPlanet. Sackboy A Big Adventure siap mengajak pemain bertualang bersama maskot imut LittleBigPlanet tersebut. Petualangannya juga tak perlu dijalani sendirian; game ini turut mendukung co-op multiplayer hingga empat pemain sekaligus.

Berikutnya, ada Returnal yang merupakan third-person shooter tapi dengan elemen roguelike. Jadi setiap kali karakter utamanya mati, permainan bukannya berakhir, melainkan justru membawa kita ke dunia baru yang berubah total. Returnal dikerjakan oleh Housemarque, studio asal Finlandia yang portofolionya mencakup gamegame seperti Resogun maupun Nex Machina.

Twisted Metal dengan nuansa konyol ala Rocket League, itulah kesan yang saya dapat setelah menonton trailer Destruction AllStars. Jujur saya sudah lupa kapan terakhir memainkan permainan vehicle-based combat seperti ini.

Terakhir, ada Astro’s Playroom yang akan tersedia secara cuma-cuma (pre-loaded) di PS5. Game ini melanjutkan petualangan sang robot lucu bernama Astro yang sebelumnya hanya bisa dinikmati lewat medium VR.

Game-game lain dari developer pihak ketiga

Di luar PlayStation Studios, sederet developer dan publisher lain turut memamerkan sejumlah karyanya buat PS5, termasuk komunitas developer indie. Kita mulai dari yang paling ajaib, yakni Grand Theft Auto V. Ajaib karena game garapan Rockstar ini seakan tidak mau mati dimakan usia.

GTA V pertama dirilis untuk PS3 di tahun 2013, sebelum akhirnya dirilis ulang di PS4 dengan peningkatan kualitas visual. Tahun depan, GTA V (plus GTA Online) akan dirilis kembali untuk kali kedua di PS5, dan lagi-lagi dengan janji kualitas visual yang lebih baik, beserta sejumlah penyempurnaan teknis lainnya. Tebakan saya: GTA V bakal berjalan di resolusi 4K 60 fps pada PS5.

Lanjut ke Godfall, game terbitan Gearbox ini bakal menjalani debutnya di PS5 sekaligus PC. Permainan menyuguhkan latar medieval yang apik, dan bakal mengawinkan combat ala Dark Souls dengan elemen looting equipment legendaris ala seri Borderlands. Trailer terbarunya di atas akhirnya menunjukkan model gameplay-nya, setelah sebelumnya cuma hadir dalam wujud trailer sinematik.

Resident Evil Village alias Resident Evil 8 bakal melanjutkan kembali perspektif first-person yang diperkenalkan game sebelumnya. Capcom menjanjikan porsi yang lebih besar pada elemen eksplorasi dan combat, dan jalan ceritanya sendiri melanjutkan peristiwa yang terjadi pada Resident Evil 7.

Sci-fi tapi dengan bumbu mistis, kira-kira seperti itu gambaran yang saya dapat setelah menonton trailer Pragmata di atas. Sejauh ini tidak banyak yang diketahui tentang game bikinan Capcom ini, sebab jadwal perilisannya sendiri masih jauh (2022).

Jujur saya paling excited dengan yang satu ini. Deathloop digarap oleh Arkane Studios, developer di balik seri Dishonored. Kalau melihat trailer-nya, Deathloop akan kembali menerapkan formula stealth yang serupa, lengkap dengan sejumlah skill yang sangat menarik dan menggugah hasrat bermain. Yang sedikit berbeda, selain setting dan persenjataannya, adalah tempo permainan yang sepertinya lebih cepat pada Deathloop.

Shinji Mikami kembali memeriahkan kategori game horor dengan Ghostwire: Tokyo. Protagonisnya merupakan seorang pemuda dengan beragam kemampuan telekinesis dan sihir, dan tugasnya adalah menyelamatkan Tokyo dari kepunahan sekaligus menguak misteri di balik hilangnya 99% dari populasi kota tersebut.

Kalau Oddworld: New ‘n’ Tasty yang dirilis di tahun 2014 merupakan remake dari Oddworld: Abe’s Oddysee, maka Oddworld: Soulstorm ini bisa dilihat sebagai remake dari sekuelnya, Oddworld: Abe’s Exoddus. Namun ketimbang sebatas merombak visual dan gameplay, Soulstorm juga bakal menghadirkan sejumlah elemen yang benar-benar baru.

Judul indie yang paling menarik kalau menurut saya, Kena: Bridge of Spirits dikerjakan oleh Ember Lab, studio yang sebelumnya menekuni bidang animasi dan perfilman. Permainan mengisahkan perjalanan seorang pemuda yang mencoba menguak misteri di balik peristiwa mengenaskan yang menimpa desanya.

Visualnya terlihat begitu menarik, dan developer-nya juga menjanjikan narasi yang mendalam. Combat yang disajikan juga cukup memikat, terutama berkat sejumlah skill yang sanggup memanipulasi kondisi lingkungan di sekitar sang protagonis.

Gameplay lengkapnya belum diungkap, namun teaser di atas sudah bisa menggambarkan grafik menawan yang NBA 2K21 tawarkan. 2K sepertinya sengaja menampilkan adegan-adegan penuh bayangan, sebab seperti yang kita tahu, dukungan ray tracing bakal menjadi salah satu fitur unggulan PS5 di samping waktu loading yang luar biasa cepat.

Digarap oleh pengembang Octodad: Dadliest Catch, Bugsnax mengisahkan petualangan seorang jurnalis ke Snaktooth Island untuk bertemu dan mewawancara langsung makhluk jenaka bernama Bugsnax, yang dideskripsikan sebagai separuh serangga (bug), separuh jajanan (snack). Meski sepintas terlihat penuh kekonyolan, Bugsnax disebut juga bakal menjadi panggung demonstrasi yang pas buat kapabilitas controller DualSense.

Action RPG dengan dunia semi-open world dan elemen survival, deskripsi itu saja sebenarnya sudah membuat Little Devil Inside sangat menarik perhatian, apalagi ditambah dengan grafik poligonal yang apik. Trailer-nya bisa dibilang penuh intrik: sesekali menampilkan setting fantasi dengan beragam monster ala The Witcher, tapi beberapa saat juga menunjukkan suasana kehidupan urban.

Goodbye Volcano High terdengar sangat cocok dijadikan judul sebuah serial TV, dan ternyata developer game ini juga ingin memberikan pengalaman yang serupa seperti kegiatan binge watching drama romansa. Bedanya, berhubung pemain bakal dihadapkan dengan banyak pilihan di sepanjang permainan, narasinya otomatis bakal bercabang dan pada akhirnya menuntut lebih dari satu playthrough untuk mendalami cerita lengkapnya.

Hitman 3 bakal menjadi penutup dari trilogi World of Assassination dan kembali menempatkan pemain sebagai Agent 47, dan kontrak yang dijalaninya dalam game ini disebut sebagai yang terpenting di sepanjang kariernya. Permainan sekali lagi bakal membebaskan kita dalam memilih solusi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan misi, dan itu membuka potensi agar game bisa kita tamatkan lebih dari satu kali (dengan cara penyelesaian misi yang berbeda tentu saja).

Project Athia, judulnya terkesan seperti belum final (dan memang kenyataannya demikian), namun teaser singkatnya di atas berhasil menarik perhatian saya, terutama berkat sejumlah cuplikan gameplay yang turut dihidangkan – biasanya kalau game masih dalam tahap pengembangan, kita hanya akan diberi trailer sinematiknya saja.

Fakta menarik lain seputar game ini adalah, ia dikerjakan oleh Luminous Productions, studio baru yang Square Enix dirikan di tahun 2018, dengan sejumlah personil yang berasal dari tim pengembang Final Fantasy XV.

Apa jadinya kalau Shadow of Colossus mengambil tema sci-fi dengan setting antariksa dan gaya visual cel-shaded? Kemungkinan hasil jadinya mirip game berjudul Solar Ash ini. Solar Ash merupakan game kedua Heart Machine, kreator game indie yang cukup populer dari tahun 2016, yaitu Hyper Light Drifter.

Temanya petualangan lintas planet, tapi ketimbang menyajikan potret galaksi yang penuh warna, Jett: The Far Shore lebih memilih menampilkan suasana kelam di suatu planet mirip Bumi. Trailer-nya penuh dengan misteri, dan itulah yang harus pemain pecahkan dalam permainan bergaya sinematik ini.

Persembahan terbaru Annapurna Interactive berjudul Stray ini menempatkan pemain sebagai seekor kucing yang tersesat di sebuah kota di masa depan. Tujuannya tidak lebih dari sebatas pulang dan berjumpa kembali dengan keluarganya, meski itu tentu bukanlah hal yang mudah, apalagi mengingat kotanya mirip Kowloon Walled City versi cyberpunk.

Pertama diumumkan di akhir 2018, The Pathless mengisahkan petualangan seorang pemanah bersama burung elang peliharaannya di dunia yang penuh keajaiban. Awalnya game ini ditujukan buat PS4, namun sekarang developer Giant Squid mengumumkan bahwa The Pathless juga akan hadir di PS5, dan bakal memaksimalkan kapabilitas hardware-nya, terutama controller DualSense demi semakin menumbuhkan kesan immersive.

Sumber: PlayStation Blog 1, 2.

Bang & Olufsen Sedang Garap Perangkat Gaming Audio Premium untuk Xbox

Bang & Olufsen sedang bersiap untuk terjun ke ranah gaming. Namun ketimbang bekerja sendiri, dedengkot audio asal Denmark itu memilih berkolaborasi dengan Xbox.

Tanpa harus terkejut, produk gaming B&O ini disebut bakal menyasar segmen high-end, dengan fokus pada aspek kualitas suara, desain, dan craftsmanship. Timing-nya tentu sudah diperhitungkan; produk baru ini semestinya bakal meluncur berbarengan dengan Xbox Series X.

Kolaborasi langsung dengan Xbox ini nantinya bakal berujung pada label “Designed for Xbox”, yang pada dasarnya bisa kita lihat sebagai jaminan atas kompatibilitas dan konektivitas yang seamless, serta pengalaman penggunaan yang lebih baik.

Awalnya saya menduga perangkat yang digarap merupakan sebuah soundbar, tapi kemudian di siaran persnya, Matt Kesselring selaku Head of Hardware Partnerships Xbox menyinggung soal perangkat yang siap “mendampingi pemain ke mana saja mereka pergi”. Headset wireless? Sepertinya begitu.

B&O cukup antusias melihat pasar perangkat gaming, yang menurut mereka terus bertumbuh secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Namun yang mungkin menjadi pertanyaan adalah, mengapa harus bermitra dengan Xbox?

B&O hanya bilang bahwa Xbox merupakan partner yang ideal buat merealisasikan potensi besarnya di industri gaming. Namun kalau saya boleh menebak, alasannya adalah supaya produk mereka bisa lebih dilirik oleh konsumen. Produk yang kelewat mahal mungkin bakal kurang dilirik, dan di sinilah kemitraannya dengan Xbox bakal membantu.

Dengan mengusung label “Designed for Xbox”, perangkat gaming audio B&O ini bakal terkesan seperti produk dari pihak pertama, dan itu semestinya akan lebih mengundang perhatian. Ini penting mengingat B&O membidik segmen high-end, yang sendirinya tentu tidak seramai segmen di bawahnya.

Sumber: TechRadar.