Model Bisnis C2B, Cara Kerja dan Contohnya

C2B atau Consumer to Business adalah model bisnis yang relatif baru. Berbeda dengan B2C atau Business to Consumer yang lebih tradisional, C2B hadir seiring perkembangan teknologi, yang memungkinkan konsumen menjual value yang dimilikinya.

Umumnya, konsumen mendapatkan produk yang ditawarkan oleh suatu bisnis. Lain dengan itu, pada model bisnis C2B, konsumen lah yang bertindak dalam memberikan produk atau layanan bagi suatu bisnis.

Berikut adalah penjelasan terkait model bisnis C2B, mulai dari pengertian, konsep dan cara kerja, hingga contoh-contoh bisnisnya.

Pengertian C2B (Consumer to Business)

C2B (Consumer to Business) atau konsumen ke bisnis ini merupakan model bisnis di mana transaksi bisnis atau kegiatan jual belinya terjadi antara konsumen sebagai penyedia produk atau layanan kepada bisnis berupa perusahaan atau organisasi.

Model bisnis C2B fokus pada menghasilkan nilai dari basis pelanggan, dengan ide crowdsourcing, meminta umpan balik, dan banyak lagi. Bentuknya dapat berupa produk atau layanan seperti konten, yang diperlukan oleh perusahaan atau organisasi, dalam menjalankan bisnisnya.

Konsep dan Cara Kerja C2B

Cara kerja C2B yakni dengan konsumen yang mendapatkan untung dari penyediaan produk atau layanan yang ditawarkan kepada perusahaan. Sementara, perusahaan akan mendapatkan untung dari kesediaan konsumen untuk memberikan produk atau layanannya bagi kelangsungan bisnis perusahaan.

Keuntungan yang diperoleh konsumen dalam menyediakan produk dan layanannya dapat berupa fleksibilitas, biaya pembayaran, atau produk dengan potongan harga bahkan gratis dari perusahaan dengan maksud barter.

Misalnya, suatu perusahaan meminta konsumen yang memiliki banyak pengikut di media sosial, untuk mengulas dan mengenalkan produk bisnis mereka melalui eksposur di media sosialnya tersebut.

Tujuan dari konsep C2B ini adalah meningkatkan brand awareness perusahaan. Saat ini perusahaan sangat menjunjung tinggi aspek tersebut, guna menanamkan rasa kepercayaan konsumen terhadap produk bisnisnya.

Contoh Bisnis Consumer to Business

Ada pun contoh bisnis yang termasuk menerapkan konsep Consumer to Business ini, antara lain seperti:

  • Influencer Marketing

Influencer marketing adalah bentuk pemasaran yang dilakukan di media sosial oleh seseorang yang mempunyai pengaruh sosial dan banyak dukungan dari audiensnya. Seorang Influencer dapat memengaruhi kebiasaan membeli orang yang mempercayai konten dan testimoninya.

Kepercayaan tersebut yang dibutuhkan oleh bisnis dari seorang influencer, guna meningkatkan brand awareness juga penjualan bisnis. Perusahaan biasanya menjangkau influencer secara individu dan menjalin hubungan dengan mereka.

  • Affiliate Marketing

Affiliate marketing adalag bentuk pemasaran dimana perusahaan selaku bisnis yang membutuhkan seorang affiliate marketer selaku konsumen untuk mempromosikan produknya kepada khalayak luas.

Promosi dapat dilakukan dengan cara membagikan link produk bisnis, menarik khalayak untuk mengunjungi dan membeli produk dari link yang dibagikan, lalu affiliate marketer akan diberi komisi sebagai imbalan.

Memahami Model Bisnis C2C, Begini Karakteristik dan Cara Kerjanya

Kemajuan internet saat mempermudah kegiatan masyarakat termasuk pada kegiatan jual beli. Beriringan dengan hal tersebut, muncul sebuah model bisnis yang dinamakan Customer to Customer atau kerap juga disebut Consumer to Consumer (C2C).

Hingga kini, pelaku bisnis C2C sudah banyak, namun sebagian masyarakat masih awam dengan istilah ini, bahkan pelaku bisnisnya sendiri kerap tak menyadari bahwa mereka adalah bagian dari bisnis C2C.

Maka dari itu, penjelasan terkait pengertian, karakteristik hingga cara kerja dari model bisnis Customer to Customer akan dijelaskan, sebagaimana berikut ini.

Pengertian Customer to Customer (C2C)

Customer to Customer (C2C) adalah model bisnis di mana kegiatan atau transaksi bisnisnya terjadi antar sesama pelanggan atau konsumen. Dengan kata lain, satu konsumen menjual produk barang atau jasa yang ditawarkannya kepada konsumen lainnya, atau saling menjual kepada satu sama lain.

Contoh pelaku bisnis C2C ini dapat ditemukan di e-commerce seperti Tokopedia, Shopee, dan lain sejenisnya. Pada platform e-commerce tersebut, konsumen yang bertindak sebagi penjual dapat mengunggah produknya untuk dibeli oleh konsumen lainnya.

Model bisnis ini dapat dibilang memudahkan kedua belah pihak konsumen, baik yang berlaku sebagai pembeli maupun penjual. Keduanya tak perlu mengeluarkan tenaga lebih untuk bertemu satu sama lain dalam melakukan transaksi.

Karakteristik Model Bisnis C2C

Bisnis yang banyak ditemui di masyarakat ini memiliki berbagai karakteristik, antara lain sebagai berikut:

  • Dapat dilakukan oleh perorangan atau kelompok kecil.
  • Proses transaksi yang sederhana karena tidak melibatkan perusahaan dalam proses transaksinya.
  • Konsumen dapat membandingkan harga dan kualitas dari barang atau jasa yang ditawarkan konsumen lainnya.
  • Pelaku bisnis dapat memperluas jaringan atau target pasarnya secara mudah melalui situs atau platform perantara.

Cara Kerja Bisnis dari Konsumen ke Konsumen

Ada pun cara kerja model bisnis Customer to Customer ini, antara lain sebagai berikut:

  • Satu konsumen membutuhkan produk barang atau jasa.
  • Konsumen itu mencari produk barang atau jasa yang dibutuhkannya melalui situs atau platform C2C.
  • Lalu, ditemukan ada konsumen lainnya yang menawarkan barang tersebut kepada konsumen yang membutuhkan.
  • Terjadi transaksi antar konsumen, di mana konsumen membeli barang dari kosumen lainnya.
  • Transaksi bisnis itu terjadi di platform pihak ketiga yang memfasilitasi transaksi.

Dari transaksi bisnis tersebut, konsumen satu dan konsumen lainnya saling diuntungkan. Di satu sisi, konsumen mendapatkan barang atau jasa yang dibutuhkan, yang sering kali sulit ditemukan secara langsung atau melalui pasar tradisional. Di sisi lain, konsumen penyedia barang atau jasa juga mendapatkan penghasilan dari penjualan yang terjadi.

Pengertian B2C, Ini Karakteristik hingga Bentuk Layanannya

Istilah B2C adalah akronim dari Business to Consumer. Berbeda dengan b2b, b2C merupakan salah satu model bisnis  e-commerce yang paling umum dan populer. Ada pun beberapa model bisnis lain, selain B2C, antara lain yakni B2B, C2B, C2C.

Model Business to Consumer disebut merupakan kebalikan dari B2B atau Business to Business. Keduanya memiliki konsep dan cara kerja yang sangat berbeda. Lantas, seperti apa konsep, karakteristik B2C hingga bentuk layanannya? Berikut penjelasannya.

Pengertian B2C (Business to Consumer)

Business to Consumer adalah model bisnis di mana transaksi bisnis atau kegiatan jual belinya terjadi secara langsung, dari perusahaan penyedia barang atau jasa ke konsumen akhir. Umumnya, perusahaan B2C menyediakan barang atau jasanya untuk keperluan pribadi konsumen.

Konsep Business to Consumer dapat dengan mudah dijumpai di pusat perbelanjaan seperti mall, pasar, hingga di restoran. Tak hanya pada perusahaan dengan metode penjualan tradisional, model bisnis ini juga dapat ditemui pada perusahaan dengan penjualan online.

Ada pun perusahaan dengan model Business to Consumer dapat ditemukan secara online melalui e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, dan Lazada dan lainnya. Tak hanya perusahaan besar, e-commerce juga memberi kesempatan bagi UMKM untuk terlibat dalam model bisnis B2C.

Karakteristik Model Bisnis B2C

Bisnis yang dianggap paling familiar di masyarakat ini memiliki karakteristik, antara lain sebagai berikut:

  • Terbuka untuk umum, di mana informasi terkait produk barang atau jasa yang disediakan perusahaan disebarkan kepada masyarakat luas.
  • Transaksi B2C dilakukan dengan prosedur yang sederhana, serta tidak melulu didasari atas hubungan atau relasi antara perusahaan dan kosumen.
  • Produk barang dan jasa yang disediakan berdasarkan permohonan (on demand) dan digunakan untuk keperluan pribadi konsumen akhir.
  • Persaingan tinggi antar sesama pemain, seiring dengan permintaan yang tinggi akibat produk B2C yang banyak dibutuhkan masyarakat secara perorangan.

Tipe Pelayanan Business to Consumer

Secara garis besar, ada beberapa tipe pelayanan B2C yang dapat dijalankan secara online melalui e-commerce. Antara lain:

  • Online Stores

Cara kerja layanan toko online ini adalah konsumen melakukan kegiatan jual beli barang secara digital. Dimulai dari memilih barang, memesan barang, hingga melakukan transaksi pembelian secara online tanpa bertatap muka.

  • Online Services

Cara kerja layanan jasa online ini adalah customer melakukan permintaan jasa kepada perusahaan penyedia jasa, yang transaksinya dilakukan secara online. Misalnya, pemesanan tiket perjalanan, pemesanan kamar hotel, pemesanan jasa pengantaran dan lainnya.

  • Subscription

Cara kerja layanan berlangganan berbayar ini adalah dengan perusahaan menyediakan konten atau fitur tertentu secara khusus yang hanya dapat diakses oleh konsumen yang telah membayar untuk menjadi pelanggan yang berlangganan. Misalnya, berlangganan film di Netflix atau berlangganan berita eksklusif di media online.

ASUS Kuasai 43,59% Pasar Laptop Consumer di Indonesia

Bicara mengenai laptop consumer dari ASUS, pilihan yang tersedia memang sangat banyak. Mulai dari laptop ‘everyday use‘, kemudian di atasnya adalah seri VivoBook yang dirancang untuk generasi muda dengan performa cukup kencang dan dikemas dalam desain stylish.

Selanjutnya ada seri ZenBook, lini laptop premium dengan desain tipis, ringan, dan elegan. Sementara, untuk para profesional di berbagai industri, ASUS menyiapkan laptop ProArt Studiobook dengan akurasi layar tinggi dan performa ekstrem.

Selain itu, laptop gaming ASUS juga sangat populer di Indonesia karena berbagai inovasi yang dihadirkan pada laptop gaming ROG. Sementara, bagi yang punya budget terbatas masih dapat menjangkau laptop TUF gaming yang dibanderol belasan juta.

Ya, variasi produk yang lengkap dan inovasi tanpa henti membuat laptop consumer ASUS tetap menjadi pilihan utama para pengguna di Indonesia. Berbagai inovasi dari ASUS antara lain ASUS Intelligent Performance Technology (AIPT) di VivoBook, layar sekunder ScreenPad Plus untuk kemudahan multitasking di ZenBook, kontrol intuitif ASUS Dial di ProArt, hingga layar ASUS OLED.

Berdasarkan data aktivasi dari Microsoft hingga tanggal 21 November 2021, ASUS mencatat penguasaan pasar laptop consumer hingga 43,59% di Indonesia. Angka tersebut menandakan bahwa ASUS tetap menjadi brand laptop nomor satu di Indonesia sejak akhir tahun 2013.

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada masyarakat Indonesia atas kepercayaan dan dukungannya yang sangat besar terhadap ASUS. Pencapaian kali ini membuat kami semakin berkomitmen dalam menghadirkan produk yang lebih baik, lebih inovatif, memiliki layanan terbaik, serta dapat semakin dijangkau oleh masyarakat Indonesia,” ujar Jimmy Lin, ASUS Regional Director Southeast Asia.

Peningkatan market share sampai menjelang akhir tahun tersebut tentunya merupakan angin segar yang membuktikan bahwa lini produk terbaru ASUS seperti laptop ASUS OLED series mendapatkan penerimaan yang sangat baik dari masyarakat. Semua tentu tak lepas dari dukungan dari pengguna serta para partner dan mitra distribusi ASUS di Indonesia.

Sepanjang tahun 2021, lini laptop consumer ASUS termasuk seri ZenBook dan VivoBook adalah yang paling diminati di Indonesia. Meski market share sempat turun di awal tahun 2021, laptop ASUS tetap tampil dominan di pasar Indonesia. Laptop ASUS berhasil mencatat peningkatan market share yang signifikan, yaitu lebih dari 14% sejak awal tahun 2021 hingga bulan November 2021.

ASUS OLED

ASUS OLED merupakan inovasi terkini dari ASUS. Teknologi layar terbaru tersebut mampu menghadirkan kualitas visual terbaik dengan tingkat reproduksi dan akurasi warna yang tinggi.

Tak hanya itu, ASUS OLED mampu mengurangi radiasi cahaya biru hingga 70%, sehingga laptop dengan layar ASUS OLED dapat mengurangi risiko gangguan kesehatan mata dalam jangka panjang. Fitur tersebut telah mendapatkan sertifikasi dari TÜV Rheinland.

Untuk memastikan inovasi tersebut dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, ASUS OLED tidak hanya dihadirkan pada laptop kelas premium tetapi juga laptop kelas pemula. Salah satunya adalah VivoBook Ultra 15 OLED (K513) yang dibanderol dengan harga mulai dari Rp8 jutaan.

Purna Jual

ASUS juga berkomitmen untuk memberikan pelayanan purna jual terbaik melalui program ASUS Perfect Warranty untuk untuk seluruh lini laptop consumer ASUS. Program tersebut merupakan layanan perlindungan ekstra untuk pengguna laptop ASUS jika terjadi kerusakan pada unit yang tidak ter-cover oleh garansi standar ASUS, termasuk kerusakan akibat kelalaian pengguna.

Setiap pembelian laptop ASUS resmi otomatis akan mendapatkan garansi perbaikan selama 2 tahun baik di dalam negeri maupun secara global. Namun garansi ini tentu saja berlaku apabila kerusakan yang terjadi bukan karena kelalaian pengguna.

Di tahun 2021 ini selain garansi resmi tersebut, ASUS melengkapi layanan dengan memberikan ASUS Perfect Warranty. ASUS Perfect Warranty ini adalah layanan garansi ekslusif dari ASUS di tahun pertama masa garansi notebook ASUS. Layanan ini merupakan layanan premium dimana ASUS akan menanggung 80% biaya jasa perbaikan dan spare part untuk kerusakan-kerusakan yang disebabkan kelalaian pengguna.

Sementara khusus untuk pengguna ZenBook, ASUS akan memberikan layanan ASUS VIP Perfect Warranty. Layanan tersebut akan menanggung 100% biaya jasa perbaikan dan spare part untuk kerusakan-kerusakan yang disebabkan kelalaian pengguna.

[Manic Monday] Your Fans Are Your Monetization Strategy

I come from a corporate background, but somehow I really hate the word ‘monetization’. The word is somehow soulless in its way that categorizes everything into things that can make money for you, and things that cannot. As if, the merit of a certain idea, creation, program, strategy, or product, solely depends on how it can make money for you. And the people who are the object of monetization – the consumers – are somehow treated just as a factor, that they would mindlessly spend money for no reason. But of course, this is all in my head. The ‘monetization’ term is not a greedy capitalist term, but it’s a business term that we should get used to.

Continue reading [Manic Monday] Your Fans Are Your Monetization Strategy

Nielsen Rilis Laporan Konsumen Digital di Indonesia

Nielsen baru-baru ini menerbitkan whitepaper mengenai Digital Consumer di Asia tenggara dan ada beberapa fakta yang sangat menarik dan baru mengenai pasar digital di Indonesia.

Pertama, Singapura masih memimpin tingkat penetrasi di Asia tenggara dengan 67% dari populasi yang terhubung ke internet dan Indonesia dengan 21% penetrasi. Meskipun 21% bukanlah angka yang besar, namun jumlah mencapai 53 juta pengguna, sebuah angka yang lebih besar dari populasi kebanyakan negara di Asia tenggara.

Nielsen juga menemukan fakta bahwa di Indonesia, kepemilikan telepon seluler yang terhubung ke internet jumlah lebih dari dua kali lipat dari komputer desktop dan laptop. Perangkat seluler yang terhubung dengan internet merupakan sebuah hal yang sangat besar di Indonesia, meskipun sayangnya pasar yang dilayani masih kebanyakan di segmen atas (smartphone) namun saya yakin hal ini akan segera berubah terutama melihat tingginya adopsi telepon seluler level menengah ke bawah.

Continue reading Nielsen Rilis Laporan Konsumen Digital di Indonesia

Nielsen Reports on Indonesia’s Digital Behavior

Nielsen recently published their Digital Consumer Whitepaper for South East Asia, and there are several interesting things they find about the Indonesian market.

First, Singapore has the highest Internet penetration at 67 percent, whilst Indonesia trails the region with just 21 percent penetration. Although 21 percent is not a big of a number, but it’s still 53 million people which is a lot bigger than most countries in the region. This huge market is slowly growing at the annual rate of around 20%.

Continue reading Nielsen Reports on Indonesia’s Digital Behavior

Developing a Sophisticated Demand Culture

Editorial: This time, Razi Thalib wrote an interesting article about the development of a service/product from the consumer side, that consumers should also educate themselves in order to raise demand for the service/product quality, on the other hand this will encourage the company/startup to create/develop great services or products.

I feel like some development projects in Indonesia might as well be chaired by monkeys: show them bananas and they’ll dance, describe the possibility of a better banana and they’ll throw crap at you.

I am concerned at times to meet people who focus on the “how” over the “why” of a project. They prefer copying existing examples over exploring real problems and identifying the appropriate solution. They dwell on immediate rewards and neglect future impact. They think in terms of price and expenses rather than on value and investments.

I have seen a form of this in every industry (that I’ve been a part of) that there is a general lack of awareness and therefore lower expectations that lead to a lack of demand for innovation and change. For instance I’ve read that people in remote regions of Indonesia are generally very satisfied with their access to education. This probably does not mean they receive world class services but instead they just feel lucky to have a school building in their district.

Continue reading Developing a Sophisticated Demand Culture