3 Organisasi Esports Terpopuler Dunia di Tahun 2020

Akhir tahun 2020 yang lalu, Hybrid.co.id sudah sempat membahas berbagai pencapaian besar dari ekosistem esports terutama dari ranah lokal. Kami mencoba membuat daftar tim esports lokal tersukses, turnamen esports dengan hadiah terbesar, kesepakatan bisnis esports terbesar pada tahun 2020, dan lain sebagainya.

Dari semua itu, satu yang mungkin masih jadi pertanyaannya adalah siapa tim esports terpopuler pada tahun 2020 kemarin? Mengutip data dari Esports Charts, berikut 3 organisasi esports terpopuler dunia beserta skena game yang jadi andalan dari masing-masing organisasi.

 

#3 – Team Liquid

Sumber Gambar - Esports Charts.
Sumber Gambar – Esports Charts.

Sebenarnya ada banyak indikator yang bisa digunakan dalam menentukan popularitas sebuah organisasi esports. Jumlah pengikut media sosial mungkin bisa menjadi salah satunya, namun dalam hal ini yang jadi indikator adalah seberapa tertarik para penggemar esports untuk menyaksikan tim tersebut berlaga dengan menggunakan metrik total watch hours.

Pada peringkat ketiga ada Team Liquid dengan catatan mencapai 81 juta lebih total watch hours. Dari total watch hours tersebut, 32,7% datang dari skena Dota 2, 27.1% datang dari skena League of Legends, 28.6% dari CS:GO, dan sisanya dari berbagai cabang game lain sebesar 11.8%.

Team Liquid tercatat memiliki 13 divisi yang bertanding di 13 cabang game berbeda. 13 Cabang tersebut termasuk Free Fire ataupun Super Smash Bros. Cukup menarik melihat bagaimana divisi Dota 2 Team Liquid menjadi divisi yang banyak ditonton oleh para penggemar esports. Padahal divisi Dota 2 Team Liquid terbilang sedang cukup terseok pasca ditinggal roster bintangnya (Kuroky, Miracle, dan kawan-kawan) pada tahun 2019 lalu.

Sementara itu divisi CS:GO dan League of Legends memang juga merupakan beberapa divisi kuat milik Team Liquid. Divisi CS:GO punya karisma seorang Stewie2K dan divisi League of Legends memiliki karisma seorang Doublelift pada musim tersebut. Namun demikian, divisi CS:GO memiliki nasib yang kurang baik karena harus puasa gelar di musim 2020. Sementara divisi League of Legends sendiri berhasil menjadi juara di babak liga dan mendapat peringkat 3 di babak Playoff LCS 2020 Summer. Sayangnya Team Liquid sendiri mendapat hasil yang kurang memuaskan pada Worlds 2020 karena tidak berhasil lolos dari babak grup.

Dengan angka 81 juta lebih total watch hours, 54% di antaranya menonton pertandingan Team Liquid yang ditayangkan dengan menggunakan bahasa Inggris, 17,7% menggunakan bahasa Rusia, dan 12,9% menggunakan bahasa Portugis, dan 15,4% adalah sisanya.

 

#2 – Natus Vincere

Sumber Gambar - Esports Charts.
Sumber Gambar – Esports Charts.

Organisasi esports asal Ukraina ini ternyata masih memiliki tajinya, walau memang popularitasnya di Indonesia menurun setelah sang mega bintang Dendi meninggalkan divisi Dota 2.

Navi mencatatkan 86 juta lebih total watch hours dengan 71.9% di antaranya berasal dari divisi CS:GO, 27.9 % dari Dota 2, 2% dari Rainbow 6, dan 0.3% dari divisi lainnya.

Divisi CS:GO Natus Vincere memang sedang kuat-kuatnya pada musim 2020 lalu. S1mple dan kawan-kawan berhasil mengantongi salah satu gelar juara terbesar di skena CS:GO yaitu Intel Extreme Masters XIV. Tak hanya itu, divisi CS:GO Navi juga berhasil menjuarai babak liga dan turnamen BLAST Premier: Global Final 2020 secara keseluruhan. Karena prestasi tersebut, tim CS:GO Navi pun kini berada di peringkat 3 dunia berdasarkan hltv.org.

Pada sisi lain, Dota 2 adalah mata tombak lain dari tim Navi. Setelah ditinggal Dendi pada sekitar tahun 2018, roster Dota 2 Navi terbilang cukup compang-camping, terus bergonta-ganti pemain, dan masih belum menemukan performa terbaiknya. Tahun 2020 pun juga terbilang bukan musim yang terbaik bagi Navi dengan sedikitnya gelar juara yang mereka dapatkan. Namun sepertinya mengingat nama Navi yang sudah begitu mengakar di kancah Dota 2 membuat tim tersebut tetap menjadi favorit tersendiri di hati penggemar esports Dota terutama di Rusia.

Dari total 86 juta lebih total watch hours, mayoritas penggemar menonton pertandingan Navi dengan bahasa Rusia yaitu sebanyak 43.4%. Lalu dilanjut dengan penonton pertandingan berbahasa Inggris sebanyak 41.3%, penonton berbahasa Portugis sebanyak 7.4%, dan sisanya sebesar 7.8% tergolong sebagai penonton bahasa lainnya digabungkan.

 

#1 – G2 Esports

Sumber Gambar - Esports Charts.
Sumber Gambar – Esports Charts.

Tahun 2020 mungkin bisa dibilang sebagai tahunnya bagi G2 Esports. Organisasi esports asal Jerman tersebut mungkin tidak selamanya berhasil menjadi juara di sepanjang tahun 2020. Namun G2 Esports berhasil mendapatkan nama sebagai tim yang kuat di beberapa skena esports.

G2 Esports berhasil mencatatkan 92 juta lebih total watch hours dengan proporsi terbesar sebanyak 52.8% berasal dari League of Legends. Mengikuti setelahnya adalah sebesar 35.5% berasal dari CS:GO, 4.2% berasal dari Rainbow 6, dan dari beberapa game sisanya sebesar 6.9%.

Divisi League of Legends G2 Esports adalah salah satu yang terbaik di skena Eropa. Hal tersebut terbukti lewat usaha mereka yang hampir menyapu bersih seluruh gelar esports LoL Eropa di musim 2020.

PERKZ, Caps dan kawan-kawan berhasil menjadi juara di babak liga dan playoff dari LEC (Liga LoL Eropa) Spring, mendapat peringkat 3 di babak liga dan menjuarai babak playoff LEC Summer 2020. G2 Esports juga tampil dengan baik di gelaran Worlds 2020 kemarin. Menjadi harapan terakhir penggemar esports League of Legends barat, G2 Esports berhasil mencapai babak semi-final walau akhirnya harus tumbang 1-3 oleh Damwon Gaming.

Pada sisi lain roster CS:GO menjadi divisi lain yang cukup menarik perhatian para penggemar esports. Pencapaian terbesar mereka di musim 2020 adalah keberhasilan mereka mencapai puncak babak liga dari BLAST Premier: Spring. Sementara itu mereka juga berhasil mencapai babak final Intel Extreme Masters walau akhirnya harus terlibas 0-3 oleh Navi.

Dari total 92 juta lebih total watch hours, mayoritas penonton pertandingan mereka menonton tayangan berbahasa Inggris sebesar 57.6%. Penonton sisanya datang dari beberapa bahasa, mulai dari Portugis sebesar 8.3%, Rusia 6.3%, Spanyol 5.9%, Korea 5.6%, Prancis 4.9%, dan sisanya sebesar 11.6%.

 

Dota, CS:GO, dan League of Legends Masih Jadi 3 Besar Esports Dunia

Selain mempertunjukkan tim esports terpopuler, data tersebut juga menunjukkan tiga game esports terpopuler secara tidak langsung. Melihat dari game yang jadi mayoritas dan berdasarkan dari peringkat tim, bisa dibilang bahwa Dota 2 ada di peringkat ketiga, CS:GO berada di peringkat kedua, dan League of Legends berada di peringkat pertama.

Sumber Gambar - Esports Charts
Sumber Gambar – Esports Charts.

League of Legends dengan liga yang konsisten dan tersebar di berbagai wilayah sepertinya memang masih menjadi liga esports raksasa. Apalagi juga apabila kita melihat daftar tim esports terpopuler secara keseluruhan, 8 dari 10 tim yang berada di dalam daftar memiliki divisi League of Legends. Navi dan OG menjadi 2 tim yang tidak memiliki divisi League of Legends di dalam daftar tersebut. Namun dua tim tersebut memiliki aset di cabang lain berupa roster yang kuat di CS:GO bagi tim Navi dan dan pesona juara The International 2019 bagi tim OG.

*Disclosure: Esports Charts adalah partner dari Hybrid.co.id

Sumber Gambar Utama – gamesradar.co.uk

Daftar Pemain Serta Tim Esports Tersukses di Tahun 2020

Masih dalam suasana akhir tahun, kali ini saya akan kembali menyajikan daftar-daftar menarik seputar game dan esports yang sudah kita lewati sepanjang tahun 2020. Setelah daftar turnamen terpopuler 2020, kali ini saya akan mencoba melakukan sedikit rekap terhadap sosok pemain serta tim esports asal Indonesia tersukses di tahun 2020. Tidak banyak tim ataupun pemain mampu sekonsisten seperti mereka, apalagi mengingat situasi pandemi yang terjadi di tahun 2020 ini. Tanpa berlama-lama lagi, berikut daftarnya:

 

Bigetron RA (PUBG Mobile)

Sumber: Bigetron Official
Sumber: Bigetron Official

Dari kancah PUBG Mobile, nama Bigetron RA mungkin terbilang sudah menjadi nama yang tak terbantahkan lagi prestasi serta konsistensinya. Sejak mendapatkan prestasi pertama mereka di tingkat dunia pada tahun 2019, Bigetron RA semakin melejit di tahun 2020. Tahun ini mereka berhasil mendapatkan prestasi yang mereka idam-idamkan sejak lama, yaitu gelar juara Asia Tenggara lewat pertandingan PMPL SEA 2020 pada bulan Oktober 2020. Mereka juga berhasil jadi yang terbaik di Asia setelah berhasil melibas lawan-lawannya dalam pertandingan PUBG Mobile World League Season Zero pada bulan Agustus 2020.

Bigetron Red Aliens bahkan masih bisa mendapatkan satu prestasi lagi di akhir tahun 2020 ini. Zuxxy, Luxxy, Ryzen, dan Microboy berhasil mendapat posisi Runner Up pada babak liga PUBG Mobile Global Championship 2020 yang baru saja berakhir akhir pekan lalu. Melihat jajaran prestasi yang mereka dapatkan, jadi tak terbantahkan juga bahwa Bigetron Red Aliens adalah tim esports tersukses sepanjang tahun 2020 ini.

 

RRQ Hoshi (MLBB)

Sumber: ONE Esports Official
Sumber: ONE Esports Official

Kalau ditanya siapa tim paling sukses dari kancah esports MLBB, saya akan menjawabnya dengan dua tim. Tim yang pertama adalah RRQ Hoshi. Tahun ini adalah tahun di mana RRQ Hoshi berhasil memecahkan kutukan juara Mobile Legends Professional League (MPL) Indonesia dan menjadi tim pertama yang meraih gelar keduanya di sepanjang MPL berjalan.

Tak hanya itu, RRQ Hoshi juga menjadi yang mempertahankan posisi Indonesia sebagai negara kompetitif MLBB terbaik di kawasan Asia Tenggara lewat gelaran MPL Invitational  4 Nations Cup. Walaupun hanya dua turnamen yang dimenangkan RRQ Hoshi, namun dua turnamen tersebut adalah turnamen official yang merupakan kasta tertinggi di skena esports MLBB saat ini. Berkat prestasi dan konsistensi tersebut, RRQ Hoshi pun berhak masuk ke dalam daftar ini.

 

Alter Ego (MLBB)

Sumber: Alter Ego Official
Sumber: Alter Ego Official

Setelah RRQ Hoshi, saya merasa Alter Ego selaku pesaing terberatnya di musim kompetisi MLBB 2020 juga patut dimasukkan ke dalam daftar ini. Jika bicara tersukses secara jumlah piala yang diperoleh, Alter Ego mungkin hanya akan terkesan sebagai tim yang biasa saja. Pada MPL ID Season 5 yang berlangsung di awal 2020, Alter Ego harus puas tersungkur di hari pertama babak playoff. Kejadian tersebut terulang kembali pada MPL Invitational 4 Nations Cup. Alter Ego kembali tumbang sejak hari pertama, kali ini dipulangkan oleh ONIC Esports.

Baru pada MPL ID Season 6 tim Alter Ego mulai melesat dengan cepat. Pada musim tersebut mereka berhasil mendapatkan peringkat pertama di akhir babak Regular Season. Pada babak playoff, Alter Ego berhasil mendapatkan peringkat runner-up walau harus merangkak lewat lower-bracket terlebih dahulu.

Puncak kejayaan mereka terjadi pada ONE Esports MPL Invitational 2020. Pada pertandingan tersebut mereka berhasil mengalahkan RRQ Hoshi yang notabene musuh bebuyutan Udil dan kawan-kawan, serta memboyong piala ONE Esports MPL Invitational 2020 pada 6 Desember 2020 kemarin. Jadi, saya merasa Alter Ego patut masuk daftar ini karena perjuangan para pemain serta manajemen untuk terus berusaha menjadi lebih baik. Karena itu saya berpikir bahwa Alter Ego adalah tim esports yang paling sukses perkembangannya di tahun 2020 ini.

 

BOOM Esports (Dota 2)

Sumber: ESL Official
Sumber: ESL Official

Tahun 2020 sebenarnya bisa dibilang bukan tahun yang terbaik bagi divisi Dota 2 BOOM Esports. Namun sebagai satu-satunya tim Dota 2 dengan roster berisikan 5 pemain Indonesia, saya merasa prestasi BOOM Esports Dota 2 di Asia Tenggara terbilang sudah cukup sukses pada tahun 2020 ini.

Jika kita melihat daftar prestasinya di Liquidpedia, kita bisa melihat sendiri bagaimana BOOM Esports berkali-kali harus puas dengan perolehan runner-up. Namun, BOOM Esports tampil konsisten mendapatkan runner-up tersebut hampir di kebanyakan kompetisi online yang diselenggarakan selama pandemi ini. Mulai dari ESL One Online hingga BTS Pro Series. Prestasi terbaik mereka di tahun 2020 ada pada turnamen ESL SEA Championship 2020, ketika Mikoto dan kawan-kawan berhasil melibas Geek Fam 3-2 pada bulan Maret 2020 lalu. Sayangnya di akhir tahun 2020 ini kita harus mendengar kabar yang cukup mengecewakan yaitu kepergian sang bintang, Dreamocel, dari divisi Dota 2 BOOM Esports. Akankah prestasi BOOM Esports divisi Dota 2 bertahan di tahun 2021 mendatang?

 

Kenny Deo “Xepher” (Dota 2)

Sumber: Liquidpedia
Sumber: Liquidpedia

Dari sisi individu, sosok Kenny “Xepher” Deo saya rasa pantas untuk mendapat gelar sebagai pemain esports tersukses di tahun 2020 dari kancah Dota 2. Puncak kesuksesan Xepher adalah ketika dia bersama dengan tim Geek Fam. Jika kita melihat jajaran prestasinya pada laman Liquidpedia, kita bisa melihat sendiri bagaimana Xepher bersama Geek Fam berhasil mendapatkan dua kali gelar juara dari bulan Juni hingga Juli 2020.

Pada bulan Juni, Xepher bersama Geek Fam berhasil mendapat gelar juara di gelaran BTS Pro Series Season 2 setelah melibas BOOM Esports 3-0. Pada bulan Juli, Xepher bersama Geek Fam menjadi juara di ONE Esports Dota 2 SEA League setelah mengalahkan Fnatic 3-1. Sayangnya kebersamaan Xepher dengan Geek Fam kini hanya tinggal kenangan saja. Sejak 27 November 2020, Xepher diumumkan akan membela organisasi esports asal Korea Selatan yaitu T1. Akankah prestasi Xepher bisa tetap cemerlang di tahun-tahun ke depannya?

 

Andika Rama Maulana (Sim Racing)

Sumber Gambar: Andika Rama Maulana
Sumber Gambar: Andika Rama Maulana

Dari skena balapan simulasi ada sosok Andika Rama Maulana. Sosok yang satu ini terbilang menjadi salah satu pebalap simulasi asal Indonesia yang paling aktif serta berprestasi. Pencapaian terbesar terbarunya adalah ketika ia berhasil memenangkan seri GT World Challenge Asia Esports Championship kelas SIM-Pro. Walaupun ia sempat tersendat di seri balapan tersebut, namun Rama akhirnya menjadi juara setelah melakukan balapannya secara konsisten.

Selain pertandingan tersebut, Andika Rama juga beberapa kali mengikuti pertandingan-pertandingan balap simulasi tingkat internasional. Salah satunya seperti Logitech McLaren G Challenge saat dirinya berhasil mendapat peringkat 6 di balapan tersebut. Ia juga sempat diundang untuk mengikuti salah satu balap simulasi bergengsi yaitu Forza LeManz Esports Championship. Tidak hanya di luar negeri, Rama juga mendapatkan prestasinya di kancah lokal. Salah satu turnamen lokal terbesar yang ia menangkan adalah Honda Racing Simulator Championship pada kategori Pro-Class.

 

Rizky Faidan (Pro Evolution Soccer)

Sumber: Esports ID
Sumber: Esports ID

Dari skena sports game, kita tentunya tidak bisa melewatkan nama Rizky Faidan yang bertanding di dalam skena Pro Evolution Soccer. Setelah berhasil meraih runner-up di PES World Finals 2019 bersama tim Indonesia, prestasi serta kehadiran Rizky Faidan menjadi semakin diakui lagi di tahun 2020 ini.

Mengawali tahun 2020, nama Rizky Faidan kembali mencuat setelah kabar peminjaman dirinya untuk liga esports Pro Evolution Soccer Thailand. Membela Buriram Esports, Rizky Faidan dan kawan-kawan berhasil memboyong titel juara di dalam pertandingan Toyota Thai E-League 2020. Kembali ke tanah air, Faidan kini membela PSS Sleman untuk kompetisi iFel 2020. Dalam pertandingan tersebut, Faidan pun lagi-lagi berhasil menorehkan prestasi dan membawa piala juara iFel 2020 untuk PSS Sleman. Dengan dua gelar juara berturut-turut, sepertinya tak tertampikkan lagi bahwa Rizky Faidan adalah pemain esports tersukses pada tahun 2020 dari kancah Pro Evolution Soccer.

 

Raja.Pugu (FIFA Esports)

Sumber: RAJA Esports Official
Sumber: RAJA Esports Official

Masih dari skena sports game, kini giliran Raja.PUGU yang merupakan pemain di skena esports game FIFA masuk ke dalam daftar. Pugu Mujahid Mantang terbilang sebagai pemain esports FIFA tersukses karena beberapa hal. Pugu membuka tahun 2020 dengan kelolosan dirinya ke FUT Championship Cup 4. Pada bulan Juli 2020, Pugu kembali menunjukkan prestasinya dan berhasil menjadi wakil Indonesia untuk FIFA 20 Summer Cup.

Walaupun Pugu mungkin belum bisa mendapatkan prestasi yang terbaik pada saat bertanding di panggung internasional, namun pencapaiannya membuat Pugu terbilang sebagai yang tersukses di tahun 2020 pada skena esports game FIFA. Menghadapi tahun 2021, mampukah Pugu mempertahankan prestasinya dengan kehadiran FIFA 2021 dan beberapa perubahan yang dialami ekosistem esports FIFA?

 

Hansel Ferdinand “BnTeT” (CS:GO)

Sumber:
Sumber: Liquidpedia

Nama yang satu ini sepertinya sudah sering sekali disebut apabila kita membicarakan sosok pemain esports lokal yang bertanding di kancah dunia. Setelah membela tim Tyloo pada 2 tahun terakhir, BnTeT akhirnya pindah ke Gen.G Esports untuk bertanding di panggung esports CS:GO Amerika Serikat pada akhir tahun 2019 lalu.

Bersama Gen.G, BnTet malah jadi semakin bersinar lagi. Pencapaian terbesarnya adalah ketika dirinya bersama Autimatic dan kawan-kawan berhasil memenangkan salah satu panggung terbesar di kancah CS:GO internasional yaitu Dreamhack Open Anaheim 2020 pada bulan Februari lalu. Prestasi terbesar kedua dari seorang BnTeT ada pada bulan Mei 2020 ketika ia bersama tim Gen.G kembali berhasil menjadi juara, kali ini di turnamen ESL One: Road to Rio North America.

Kenapa Orang-Orang Menonton Esports dan Dampaknya Terhadap Konsumsi Game

Esports sedang menjadi industri yang terlihat menjanjikan belakangan ini. Newzoo salah satu perusahaan riset pasar esports dan gaming terkemuka meramalkan esports akan menjadi industri senilai US$1,1 miliar pada tahun 2020. Melihat hal tersebut, agaknya jadi tidak heran apabila banyak orang memutuskan untuk berbisnis di esports setelah melihat proyeksi nilai industri yang fantastis tersebut. Ditambah lagi keadaan pandemi juga membuat kegiatan gaming cenderung jadi pilihan aktivitas pengisi waktu luang utama karena banyaknya aktivitas luar ruangan yang tidak bisa dilakukan.

Walaupun demikian, satu yang patut disadari mungkin adalah posisi esports yang terbilang sebagai perkembangan vertikal dari industri game. Walaupun esports diramalkan akan menjadi industri raksasa, tapi kenyataannya adalah tidak semua pemain game mengikuti, mengerti, atau bahkan mengetahui soal esports. Menyadari keadaan tersebut, saya pun jadi melontarkan satu pertanyaan. Kenapa orang-orang menonton esports? Jika memang esports diramalkan akan menjadi sebegitu besar, apa yang membuat esports menjadi begitu menggugah bagi orang-orang? Jika memang esports digunakan developer sebagai sarana marketing, seberapa efektif hasilnya?

 

Membahas Singkat Sejarah Kompetisi Game Sebagai Sarana Pemasaran

Sebelum menuju pembahasan utama, mari kita sedikit mundur ke belakang untuk melihat fenomena kompetisi di dalam ranah video game. Walaupun esports terlihat sangat baru dan segar, tapi kompetisi video game adalah sebuah fenomena yang sudah terjadi bahkan sejak dari tahun 1990an. Jika ingin tahu lebih lanjut Anda bisa membaca artikel saya yang membahas soal sejarah esports secara internasional atau sejarah perkembangan esports Counter-Strike di Indonesia.

Saya merasa satu perubahan esensial dari kompetisi video game di era 90an dengan esports di zaman modern adalah fungsi dan tujuan dari pembuatan kompetisi tersebut. Pada masanya, kompetisi video game dilakukan sebagai sarana marketing bagi developer/publisher game. Jika Anda ingin tahu sejarahnya dari sudut pandang budaya barat, saya menyarankan Anda untuk menonton film dokumenter berjudul High Score.

Sedikit spoiler, dari dokumenter tersebut Anda bisa melihat bagaimana kompetisi video game sudah ada sejak dari tahun 1990an di Amerika Serikat. Pada tahun 1990, perusahaan konsol game Nintendo membuat turnamen bertajuk Nintendo World Championship di Amerika Serikat. Beberapa tahun setelahnya, SEGA yang merupakan perusahaan konsol game lain asal Jepang juga tak mau kalah. SEGA pun akhirnya membuat kompetisi serupa dengan tajuk SEGA World Championship di tahun 1994.

Lompat beberapa tahun ke depan, kompetisi game masa kini berubah jadi esports. Esensi esports sebagai kompetisi video game masih tidak berubah. Namun sedikit demi sedikit, esports mengalami pergeseran fungsi. Dari awalnya yang hanya berfungsi sebagai sarana marketing developer game saja, menjadi sebuah industri yang bisa berdiri sendiri. Buktinya mungkin bisa kita lihat dari Riot Games yang menjadikan esports sebagai salah satu pilar bisnis mereka.

Karena perubahan fungsi dan tujuan, tidak heran apabila esports kini tidak lagi jadi monopoli developer game semata. Banyak pihak terlibat dan ingin terus memupuk sisi kompetitif sebuah game agar esports bisa terus bertahan hidup sebagai industri. Maka dari itu saya merasa menjawab alasan orang-orang menonton tayangan esports menjadi suatu pembahasan yang perlu, agar bisa mencapai tujuan tersebut.

Apa jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut? Apakah esports masih bisa menjadi sarana marketing yang efektif? Mari kita berlanjut ke pembahasan berikutnya.

 

Alasan Kenapa Orang Orang Menonton Esports

Untuk menjawab pertanyaan tersebut saya mengutip salah satu jurnal ilmiah berjudul Does esports spectating influence game consumption (Tyrväinen, Pirkkalainen, dan Hamari 2020). Seperti apa yang tertera pada judul, inti pembahasan jurnal tersebut adalah untuk menemukan jawaban atas pertanyaan apakah menonton esports mempengaruhi konsumsi video game.

Lebih lengkap, jurnal ilmiah tersebut juga mencoba untuk mencari tahu hubungan antara tingkat konsumsi esports dengan tingkat pembelian konten in-game serta hubungan antara tingkat konsumsi video game terhadap tingkat pembelian konten in-game. Lalu untuk melengkapi pembahasan, jurnal tersebut juga membahas apa-apa saja yang menjadi alasan orang menonton esports.

Menurut sang peneliti, ada 9 faktor yang mungkin menjadi alasan orang jadi mengkonsumsi tayangan esports. 9 faktor tersebut diadaptasi dari teori bernama Motivation Scale for Sport Consumption yang kerap kali digunakan dalam ranah olahraga tradisional.

Penjelasan singkat dari 9 faktor tersebut adalah sebagai berikut: Faktor pertama adalah achievement yang menghubungkan keinginan menonton esports dengan pencapaian yang didapat oleh sebuah tim. Faktor ke-2 adalah acquisition of knowledge yang menghubungkan keinginan menonton esports dengan mengambil informasi seputar teknik permainan dari sang profesional. Faktor ke-3 adalah aesthetic appreciation yang menghubungkan keinginan menonton esports dengan keindahan estetik dari suatu pertandingan.

Sumber: Official Riot Games
Sumber: Official Riot Games

Faktor ke-4 adalah drama yang menghubungkan keinginan menonton esports dengan dinamika relasi antar para profesional. Faktor ke-5 adalah escape yang menghubungkan keinginan menonton esports dengan keinginan untuk melepas penat dari rutinitas. Faktor ke-6 adalah friends and family yang menghubungkan keinginan menonton esports karena pengaruh teman atau keluarga. Faktor ke-7 adalah physical attraction yang menghubungkan keinginan menonton esports dengan daya tarik fisik dari sang profesional. Faktor ke-8 adalah player skills yang menghubungkan keinginan menonton esports dengan keinginan melihat kemampuan main dari sang profesional. Faktor ke-9 adalah social interaction yang menghubungkan keinginan menonton esports dengan kebutuhan terhadap interaksi sosial.

Riset tersebut menggunakan 222 responden yang merupakan pemain game bersifat F2P dan dikumpulkan melalui media sosial serta forum online. Riset berhasil menemukan beberapa pengaruh positif dari indikator-indikator yang digunakan. Riset menemukan bahwa menonton esports ternyata berdampak positif kepada keinginan untuk memainkan game yang ditonton. Namun demikian, riset tidak berhasil menemukan dampak positif antara menonton esports dengan keinginan untuk membeli konten digital dari game yang ditonton. Pada sisi lain, pemain dengan keinginan bermain game yang tinggi memiliki pengaruh positif terhadap keinginan membeli konten game yang dimainkan.

Maka dari itu, riset tersebut kurang lebih berhasil menjawab pertanyaan kita di awal artikel. Esports ternyata terbilang masih cukup efektif jika digunakan sebagai sarana marketing sang developer. Walaupun demikian, esports butuh jalan sedikit berputar untuk bisa memberi dampak terhadap penjualan barang digital di dalam game (in-app purchase). Hal tersebut terjadi karena riset mengatakan bahwa esports tidak memberi dampak positif terhadap pembelian konten digital, melainkan intensitas main game yang memberi dampak positif tersebut.

Lalu, apa saja yang membuat seseorang jadi menonton esports. Riset hanya menemukan 3 faktor yang memberi pengaruh positif terhadap keinginan menonton esports. Tiga faktor tersebut adalah acquisition of knowledge, family and friends, dan escape.

Maksud temuan acquisition of knowledge dalam riset tersebut adalah bahwa salah satu alasan responden menonton esports adalah untuk mengumpulkan informasi. Dalam riset, tujuan acquisition of knowledge bermaksud dua hal yaitu mengambil informasi untuk mempelajari cara main para profesional atau mengambil informasi untuk dibagi ke dalam perbincangan antar kawan.

Dalam hal faktor family and friends, riset menemukan bahwa salah satu alasan menonton esports adalah untuk memperkuat hubungan sosial antar pertemanan. Temuan tersebut jadi menarik karena pada sisi lain, menonton esports ternyata tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap faktor social interaction. Temuan tersebut sedikit banyak bisa diartikan bahwa salah satu tujuan menonton esports adalah untuk memperkuat relasi yang sudah ada dengan orang yang dikenal (keluarga/teman) dibanding membuat relasi baru dengan orang baru. Faktor terakhir adalah temuan positif antara menonton esports dengan faktor escape. Temuan tersebut berarti bahwa salah satu alasan responden menonton esports adalah karena sekadar ingin melepas penat dari rutinitas yang mereka lakukan.

Sumber: DSResearch
Sumber: DSResearch

Memang ada banyak faktor yang menjadi alasan orang-orang menonton esports. Hybrid.co.id bersama dengan Dailysocial.id juga sempat melakukan riset terkait dalam Esports Market Trend 2019. Dari riset tersebut, kami menemukan 3 alasan terbesar orang menonton esports adalah karena untuk hiburan, ada tim favorit, atau ada pemain favorit. Dari 1.445 responden, sebanyak 57,2 persen menonton karena menggunakan tayangan esports sebagai sarana hiburan, 43,1 persen mengaku menonton esports karena ada tim favorit mereka, dan 42,1 persen mengaku menonton esports karena ada pemain favorit mereka.

Sumber: Battlefy
Sumber: Battlefy

Selain itu, Battlefy yang merupakan salah satu platform esports berbasis di Kanada juga sempat melakukan riset serupa. Dari riset tersebut ditemukan 3 alasan terbesar orang menonton tayangan esports. Faktor terbesar pertama yaitu sebesar 89 persen dari 345 responden mengaku menonton esports karena ia ingin bisa bermain lebih baik pada game esports yang ia tonton. Faktor terbesar kedua yaitu sebanyak 83 persen mengaku menonton tayangan esports karena ia turut berpartisipasi secara aktif (bermain dan berkompetisi) terhadap game esports yang ia tonton. Faktor terbesar ketiga yaitu sebanyak 58% dari total responden mengaku menonton esports karena menyukai komunitas serta budaya interaksi di dalam esports.

 

Antara Esports dan Gaming

Melihat dari temuan-temuan di atas, sepertinya kita bisa mengerucutkan alasan orang menonton esports ke dalam tiga hal. Pertama karena ingin belajar cara para profesional game terkait bermain, kedua menonton esports sebagai sarana hiburan, ketiga menonton esports sebagai sarana berinteraksi sosial.

Apabila Anda adalah seorang praktisi industri esports, Tiga alasan tersebut mungkin bisa jadi hal-hal yang Anda tanyakan kepada diri sendiri sebelum berencana membuat sebuah tayangan esports. Apakah tayangan esports Anda menghibur? Apakah tayangan esports Anda bisa dijadikan sarana belajar bagi pemain lainnya? Apakah tayangan esports Anda mendorong interaksi sosial di dalamnya?

Saya sendiri tidak bisa bilang bahwa tiga alasan tersebut akan menjadi resep jitu dalam menciptakan tayangan esports yang sukses. Namun setidaknya tiga faktor tersebut bisa menjadi landasan awal sebelum membuat sebuah tayangan esports.

Jika berkaca ke diri sendiri, saya juga merasa bahwa salah satu dari faktor tersebut biasanya juga menjadi alasan kenapa saya menonton suatu tayangan esports. Misalnya alasan saya dalam menonton tayangan Worlds 2020. Walaupun League of Legends mungkin tidak seterkenal itu di Indonesia namun saya tetap mengikuti gelaran Worlds 2020 kemarin. Salah satu alasannya adalah karena beberapa kawan saya juga mengikuti esports League of Legends. Jadi supaya bisa membicarakan hal tersebut dan tidak merasa FOMO (Fear of Missing Out) , saya pun sedikit-sedikit ikut menonton tayangan esports tersebut. Juga mengingat pekerjaan saya, menonton tayangan Worlds 2020 ternyata juga memberi inspirasi untuk membahas alasan kenapa anak muda Korea Selatan begitu mahir bermain League of Legends.

Lalu bagaimana hubungan antara esports dengan tingkat konsumsi game? Dari riset yang dilakukan kita bisa melihat bagaimana esports mempengaruhi keinginan responden dalam bermain game. Contoh kasus atas hal tersebut mungkin bisa kita lihat sendiri dari skena PUBG Mobile.

PUBG Mobile Global Championship
PUBG Mobile dan esports seakan menjadi satu kesatuan yang membuat game tersebut jadi semakin kokoh di pasar gaming dunia.

Dari data tayangan esports terpopuler bulan Agustus 2020, PUBG Mobile berhasil mengisi peringkat pertama dengan catatan 1,1 juta peak viewers. Sementara pada sisi lain, kita juga melihat bahwa jumlah pemain game PUBG Mobile terus berkembang seiring dengan usaha Tencent terus memupuk sisi kompetitif dari game tersebut. Data menunjukkan PUBG Mobile sudah diunduh sebanyak 400 juta kali dengan jumlah pemain aktif harian sebanyak 50 juta orang pada Juni 2019 ketika Tencent sudah memulai inisiatif esports game tersebut.

Data tersebut tidak bisa memastikan bahwa tayangan esports akan membuat orang jadi main game tertentu. Malah bisa jadi penonton esports PUBG Mobile adalah orang-orang yang sudah memainkan game-nya terlebih dahulu. Namun demikian, riset tersebut setidaknya memberi gambaran bagaimana esports bisa membantu developer untuk membuat para pemainnya tetap bertahan memainkan game yang mereka mainkan.

Terakhir dalam hal dampaknya terhadap tingkat konsumsi barang digital di dalam game, riset menunjukkan bahwa keinginan memainkan suatu game yang memberi pengaruh positif terhadap hal tersebut. Kembali menggunakan PUBG Mobile sebagai contoh, kita bisa melihat bagaimana game tersebut sudah mengumpulkan US$3 milllar setelah beroperasi selama sekitar 2 tahun lamanya. Esports mungkin tidak memberikan dampak langsung, namun bisa jadi punya perannya tersendiri dalam membuat PUBG Mobile jadi sukses seperti sekarang.

Pada kenyataannya ada banyak faktor yang membuat seseorang jadi bermain game/membeli konten game. Esports bisa jadi faktor besar atau malah tidak jadi faktor penting apapun. Pada satu sisi kita mungkin bisa melihat Ubisoft yang berhasil membuat Rainbow Six: Siege jadi lebih diminati para pemain gara-gara esports. Tapi pada sisi lain ada juga Mihoyo yang sukses meraup US$100 juta lewat Genshin Impact, tanpa melakukan inisiatif esports apapun.

Genre game bisa jadi variabel tambahan lain yang mungkin akan membuat pembahasan artikel ini jadi lebih panjang lagi. Pada akhirnya, kehadiran esports tetap saja berhasil menciptakan peluang tersendiri di zaman modern ini. Perkembangan teknologi mungkin bisa dibilang jadi pendorong dari perubahan yang membuat esports tak lagi sekadar menjadi sarana marketing, tetapi juga menjadi industri dengan banyak potensi yang kini bisa berdiri sendiri.

Tayangan Esports Terpopuler September 2020: MPL ID Season 6 Masih Bertahan

Esports Charts baru saja mengeluarkan daftar turnamen esports paling populer bulan September 2020. Kali ini, Mobile Legends Professional League Indonesia 2020 Season 6 menjadi satu-satunya esports game mobile yang masuk ke dalam daftar. Sisanya, pertandingan didominasi oleh berbagai bagian dari pertandingan esports League of Legends, mulai dari babak grup World Championship 2020, gelaran LCK Korea Selatan, dan LEC Eropa.

Bulan Agustus lalu, masih ada dua esports game mobile yang masuk ke dalam daftar. Dua game tersebut adalah PUBG Mobile lewat tayangan PMWL East 2020 dengan peak viewers sebanyak 1.153.865 orang di peringkat 1, dan pertandingan El Clásico MPL ID 2020 Season 6 dengan peak viewers sebanyak 884.898 orang di peringkat 3.

Sumber: Instagram @mpl.id.official
Pertandingan ini berhasil masuk daftar 5 tayangan esports paling populer bulan September 2020. Sumber: Instagram @mpl.id.official

Sementara daftar 5 turnamen esports terpopuler bulan September 2020 hanya tinggal menyisakan MPL ID 2020 Season 6 saja yang masuk ke dalam daftar. Pertandingan yang masuk daftar adalah pertandingan antara RRQ Hoshi melawan ONIC Esports, yang terjadi pada pekan ke-5 tanggal 13 September 2020 lalu. Pertandingan tersebut menyedot perhatian banyak orang berkat karisma tim RRQ di komunitas MLBB, sehingga berhasil mencatatkan peak viewers sebanyak 1.092.949 orang, dan mengisi peringkat 2 daftar tersebut.

Pada bulan September, pertandingan League of Legends World Championship 2020 sudah dimulai. Jadi tidak heran jika tayangan salah satu ajang esports terbesar di dunia tersebut menarik perhatian banyak khalayak. Pertandingan yang menjadi sorotan adalah pertandingan antara Team Liquid dari LCS Amerika Serikat, melawan MAD Lions dari LEC Eropa. Walaupun dominasi Team Liquid terbilang cukup kuat dalam pertandingan tersebut, namun tayangan tersebut berhasil mencatatkan peak viewers sebanyak 1.168.105 orang, dan masuk peringkat 1 dalam daftar.

Sumber: Esports Charts
Sumber: Esports Charts

Kembali membahas MPL ID, masuknya salah satu liga esports terbesar di Indonesia ke dalam daftar terbilang jadi pembahasan yang menarik. Penyebabnya adalah, karena MPL ID 2020 Season 6 bisa dibilang sebagai salah satu turnamen esports dengan penonton Indonesia terbanyak. Namun, Esports Charts tidak menjelaskan secara gamblang, apakah angka peak viewers tersebut terdiri dari penonton Indonesia saja, atau bercampur dengan penonton internasional.

Penikmat esports Indonesia juga terbilang sebagai salah satu yang berpengaruh, karena jumlah dan antusiasnya yang cukup tinggi. Bukti atas pernyataan tersebut terlihat dari tayangan PMWL 2020 East Region Opening Weekend, yang berhasil menarik perhatian khalayak esports Indonesia, sehingga negara kita jadi negara konsumen tayangan PMWL terbesar kedua di dunia.

Game Mobile Kuasai Tayangan Esports Terpopuler Bulan Juli 2020

Beberapa waktu belakangan kita sudah melihat bagaimana tayangan esports game mobile mendapat sorotan yang besar, karena jumlah penontonnya yang kini bahkan bisa menyalip esports game PC. Pembuktian tersebut jadi lebih menarik lagi karena ternyata, penonton Indonesia mendominasi di dua tayangan turnamen esports besar di skena game mobile tersebut.

Dari game MLBB kita melihat bagaimana jumlah penonton tayangan MPL Invitational 4 Nations Cup menyalip jumlah penonton liga League of Legends Korea Selatan, LCK. Pertandingan EVOS vs RRQ, dua tim asal Indonesia, menjadi pertandingan yang paling banyak ditonton. Dari sisi PUBG Mobile, kita juga melihat bagaimana Indonesia menjadi salah satu negara dengan konsumsi terbesar terhadap tayangan PUBG Mobile World League 2020 Season 0 – East Region.

Melanjutkan dua pencapaian tersebut, Esports Charts baru-baru ini membuat rangkuman 5 tayangan esports paling populer bulan Juli 2020 ini. Tanpa diduga, 4 dari 5 daftar peringkat tersebut berisi game mobile. Pengisi peringkat 1 adalah MPL Invitational 4 Nations Cup dengan 1.032.379 penonton terbanyak di saat bersamaan (Peak Viewers).

Sumber: Esports Charts
Sumber: Esports Charts

Sayangnya PUBG Mobile World League East tidak bisa mengisi peringkat 1 untuk bulan Juli. PMWL 2020 Season Zero – East Region sebenarnya mencetak rekor baru dengan 1,1 juta penonton terbanyak di saat bersamaan. Namun momen tersebut terjadi di babak Final, yang digelar pada bulan Agustus 2020.

Selain penonton Indonesia yang menguasai peringkat tersebut, hal menarik lain yang patut disorot mungkin adalah berkurangnya penonton LCK, dan gelaran C.O.P.A Free Fire. Pada daftar tayangan esports terpopuler bulan Juni 2020 lalu, kita dapat melihat LCK juga berada di dalam daftar. Dari bulan Juni ke bulan Juli, jumlah penonton LCK mengalami penurunan yang luar biasa.

Penonton LCK di bulan Juni sebanyak 672.362 penonton di saat bersamaan, sementara penonton di bulan Juli adalah 584.303 penonton di saat bersamaan. Artinya, penonton LCK berkurang cukup drastis, dengan selisih 88.059 orang penonton dari bulan Juni ke Juli. Hal menarik lain adalah, pertandingan T1 bertahan dari bulan Juni ke Juli sebagai pertandingan LCK dengan jumlah penonton terbanyak.

Sumber: Esports Charts
Rangkuman tayangan esports terpopuler bulan Juni 2020. Sumber: Esports Charts

C.O.P.A Free Fire juga jadi sorotan menarik pada daftar ini, karena turnamen tersebut merupakan pertandingan Free Fire lokal Brazil, namun berhasil menembus daftar tersebut. Mengutip dari Esports Charts, 570.074 orang penonton pertandingan C.O.P.A Free Fire itu merupakan penonton lokal Brazil saja. Jumlah penonton Brazil di C.O.P.A Free Fire terhitung 57.019 orang lebih banyak dibanding penonton Indonesia di PMWL 2020 East Region Finals, yang berjumlah 513.055 orang penonton.

Data ini menjadi menarik karena menunjukkan potensi fanatisme fans esports Indonesia terhadap tim kesayangannya. Dari daftar ini kita juga dapat melihat bagaimana tayangan esports game mobile akan dapat bicara lebih banyak di masa depan.

Menilik Potensi Esports dari Game Brawl Stars di Tahun 2020

Tahun 2020 menandai 10 tahun eksistensi pengembang game asal Finlandia, Supercell. Sejak pertama kali didirikan di tahun 2010, Supercell sudah menelurkan karya game yang terbilang laku di pasaran seperti game Clash of Clans. Secara fenomenal game Clash of Clans meledak di pasaran dan dimainkan oleh banyak orang. Sampai akhirnya di tahun 2017, mereka merilis game baru bernama Brawl Stars.

Jika Anda cukup akrab dengan mobile games dan pengembang game Supercell, tentu saja Anda pernah mendengar game berjudul Brawl Stars. Jika diperbandingkan dengan deretan game lainnya hasil karya pengembang asal Helsinki tersebut, Brawl Stars menunjukkan potensi perkembangan yang cukup untuk menjadi cabang esports di waktu mendatang.

Sejak peluncurannya, Brawl Stars menjadi sangat populer karena gameplay yang terasa ringan. Dengan tampilan yang menarik dan navigasi yang user friendly, Brawl Stars bisa memberikan efek yang adiktif. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan sebuah match juga terbilang cukup singkat. Brawl Stars menjadi sangat cocok dimainkan secara casual maupun secara serius.

Saat ini tidak bisa dipungkiri bahwa mobile esports sangat berpotensi untuk tumbuh dengan pesat. Faktanya sejak diluncurkan di tahun 2017, Brawl Stars sudah didownload lebih dari 75 juta kali. Sedangkan saat Brawl Stars baru-baru ini memasuki pasar Tiongkok, Supercell disinyalir sudah mendapat pemasukan sebesar 17 juta Dolar Amerika.

Tahun 2019 yang lalu babak final Brawl Stars World Championship berhasil diadakan di Busan, Korea Selatan. Tim Nova bisa mendominasi babak final dengan kemenangan beruntun 3-0 atas lawannya tim Animal Chanpuru dan menyabet gelar juara dunia. Menariknya, berdasarkan data viewership, jumlah penonton dari kanal YouTube di gelaran tersebut berhasil menembus angka 5 juta orang.

Pada awal tahun ini Supercell mengumumkan dimulainya sirkuit Brawl Stars World Championship 2020. Seluruh gamers Brawl Stars berhak ikut ke dalam kualifikasi berjenjang yang dimulai dari bulan April 2020 dan masih terus berlangsung dengan antusiasme yang tinggi dari komunitasnya.

Gelaran turnamen Brawl Stars World Championship 2020 dibagi ke dalam 4 tahapan yaitu, championship challengeregional online qualifier, regional monthly finals, dan world finals, yang rencananya diadakan di bulan November 2020 nanti. Seluruh gelaran turnamen Brawl Stars World Championship 2020 dilaksanakan bekerja sama dengan esports organizer ESL. Dengan merebaknya pandemi COVID-19 akan ada penyesuaian dan kompetisi berpindah sepenuhnya secara online seperti pada gelaran turnamen lainnya.

Jika mengacu pada data klasemen Brawl Stars World Championship 2020, region Asia Pasifik berpeluang besar menjadi juara dengan adanya tim Jupiter asal Jepang dan tim PSG Esports asal Singapura di peringkat atas klasemen. Sedangkan di atasnya masih tim CODEMAGIC Purple asal Prancis masih unggul tipis secara angka.

 

 

Ninjas in Pyjamas Kolaborasi dengan Esports Charts

Organisasi esports asal Swedia, Ninjas in Pyjamas, mengumumkan kerja samanya dengan Esports Charts, perusahaan analitik. Melalui kerja sama ini, Esports Charts akan memberikan data analitik pada Ninjas in Pyjamas. Data tersebut kemudian akan digunakan oleh Ninjas in Pyjamas untuk mengambil keputusan internal.

“Dunia esports kini menjadi semakin profesoinal, membuat data yang akurat menjadi semakin berarti,” kata Michael Tidebäck, Head of Product and Relations, Ninjas in Pyjamas, seperti dikutip dari Dot Esports. “Semakin banyak data yang tersedia, semakin baik. Dan tak bisa dipungkiri, ESCharts merupakan yang terbaik dalam menyediakan statistik pertandingan esports.” Alasan lain mengapa Ninjas in Pyjamaas memilih untuk bekerja sama dengan Esports Charts adalah karena perusahaan analitik itu juga menyediakan data terkait hiburan dan olahraga tradisional.

Sebelum berkolaborasi dengan Ninjas in Pyjamas, Esports Charts juga sudah menjalin kerja sama dengan beberapa organisasi esports lainnya, seperti Astralis Group, Natus Vincere, Alliance, dan Team Liquid. Keempat organisasi esports tersebut bekerja sama dengan Esports Charts dengan harapan untuk mendapatkan data statistik tentang tim-tim esports yang menjadi pesaing mereka atau data tentang penonton esports, lapor Esports Insider.

Selain bekerja sama dengan organisasi esports, Esports Charts juga bekerja sama dengan beberapa penyelenggara turnamen esports, contohnya Flashpoints dan StarLadder. Dalam satu tahun belakangan, semakin banyak pelaku esports yang menggandeng perusahaan analitik. Misalnya, pada tahun lalu, Nielsen mendapatkan tawaran kerja sama dari Activision Blizzard dan Riot Games.

Industri esports mungkin dimulai karena passion. Namun, seiring dengan berkembangnya esports sebagai industri, passion saja tak lagi cukup. Sama seperti industri lain, esports juga bisa diuntungkan dengan penggunaan data yang akurat. Bagi organisasi esports, data bisa digunakan untuk menganalisa permainan lawan. Sementara bagi penyelenggara turnamen atau sponsor, target mereka biasanya adalah data tentang audiens esports.

IDC: Viewership Turnamen Esports Naik 2 Kali Lipat Selama Pandemi Corona

IDC dan Esports Charts bekerja sama untuk membuat laporan tentang pengaruh pandemi virus corona pada viewership dari esports. Berdasarkan laporan tersebut, total durasi video ditonton (hours watched) di Twitch mencapai 1,72 miliar jam, naik 98 persen jika dibandingkan dengan hours watched pada Desember 2019, yang dijadikan sebagai tolak ukur.

Namun, dalam laporan itu, juga terlihat bahwa total durasi video ditonton pada Mei 2020 turun 3 persen jika dibandingkan dengan bulan April. Hal ini berarti, ke depan, corona mungkin tidak lagi membuat viewership esports naik. Pada Q1 2020, total durasi video ditonton Twitch menembus 3 miliar jam untuk pertama kalinya. Namun, rekor tersebut kembali dipecahkan pada Q2 2020, saat total durasi video ditonton Twitch mencapai 5 miliar jam.

Untuk membuat laporan ini, IDC dan Esports Charts juga memantau 15 turnamen esports yang diadakan sepanjang karantina. Mereka lalu membandingkan jumlah penonton dari turnamen-turnamen tersebut dengan kompetisi yang sama saat diadakan pada 2019. Sebanyak 8 dari 15 turnamen mengalami kenaikan dalam total durasi video ditonton.

viewership esports corona
Viewership turnamen esports IEM Katowice 2020 naik 461 persen karena pandemi corona.

Kenaikan hours watched dari masing-masing turnamen beragam. Misalnya, League of Legends Spring European Championship hanya mengalami kenaikan viewership sebesar 17 persen. Sementara turnamen Counter-Strike: Global Offensive, Intel Extreme Masters Katowice mengalami kenaikan hingga 461 persen. IEM Katowice diadakan pada akhir Februari 2020. Ketika itu, izin ESL untuk mengadakan turnamen esports mendadak dicabut sehingga IEM Katowice harus diadakan tanpa penonton di tempat acara.

Sayangnya, tidak semua turnamen esports mendapatkan dampak positif akibat pandemi corona, menurut laporan Games Industry. Contohnya, turnamen Arena of Valor dan Garena Free Fire justru kehilangan para penontonnya. Namun, secara keseluruhan, total viewership turnamen esports mengalami kenaikan. Dari 15 turnamen esports yang diteliti oleh IDC dan Esports Charts, secara rata-rata, total hours watched naik hingga 114 persen sementara jumlah rata-rata penonton naik 67 persen.

Dalam laporan terbarunya, IDC juga memasukkan hasil survei yang mereka lakukan pada September 2019. Survei ini diajukan pada 2.500 gamer PC dewasa di 5 negara, yaitu Amerika Serikat, Brasil, Jerman, Rusia, dan Tiongkok. Selain itu, mereka juga mengadakan survei pada 7.500 gamer di Amerika Serikat.

Di AS, IDC menemukan bahwa 72 persen gamer yang menonton esports merupakan laki-laki. Hal ini berarti, jumlah fans esports perempuan mengalami kenaikan. Pada 2016, survei yang dilakukan oleh Nielsen menunjukkan bahwa 81 persen penonton esports adalah laki-laki. Menariknya, jumlah gamer perempuan dalam grup yang mengaku bukan fans esports justru jauh lebih tinggi, mencapai 52 persen.

Apa sajakah Metrik di Esports yang Bisa Digunakan untuk Mengukur Kesuksesannya?

Beberapa tahun belakangan, esports menjadi kian populer, baik sebagai kompetisi maupun sebagai konten hiburan. Seiring dengan meroketnya popularitas esports, semakin banyak juga perusahaan yang tertarik untuk menjadi sponsor atau investor bagi pelaku esports. Perusahaan-perusahaan tersebut juga tidak melulu perusahaan yang bergerak di bidang game atau esports. Semakin banyak perusahaan besar non-endemik yang mulai tertarik untuk masuk ke dunia esports. Sebut saja BMW yang langsung menggandeng 5 organisasi esports sekaligus, atau Lamborghini yang mengadakan turnamen balapan esports sendiri.

Tidak heran jika semakin banyak perusahaan yang tertarik untuk masuk ke industri esports, mengingat Newzoo memperkirakan nilai industri esports akan menembus US$1 miliar pada tahun 2020. Memang, saat ini, sponsorship masih menjadi pemasukan utama dari organisasi esports dan kebanyakan pelaku esports belum mendapatkan untung. Namun, para investor tetap percaya, industri esports akan menjadi industri besar di masa depan. Salah satu alasannya adalah karena jumlah penonton yang terus naik.

Di Indonesia, populer atau tidaknya sebuah program televisi ditentukan oleh rating yang dikeluarkan oleh Nielsen. Menurut laporan CNN Indonesia, untuk mengukur rating, Nielsen memasang alat khusus bernama people meter di 2.273 rumah tangga sebagai sampel. Ribuan sampel itu tersebar di 11 kota besar. Namun, metode untuk menentukan popularitas konten esports tidak sama dengan rating televisi. Pasalnya, sebagian besar konten esports ditayangkan di platform streaming, seperti YouTube, Facebook Gaming, serta Twitch; bukannya televisi.

Jumlah penonton esports kini terus bertambah. | Sumber: Polygon
Jumlah penonton esports kini terus bertambah. | Sumber: Polygon

Di platform streaming, tidak ada “rating” yang menentukan popularitas sebuah video, yang ada adalah jumlah view. Namun, jumlah view bukanlah satu-satunya metrik yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat popularitas sebuah turnamen atau game esports. Ada beberapa satuan lain yang digunakan untuk mengukur popularitas acara esports.

Apa saja metrik yang digunakan untuk mengetahui popularitas esports?

AMA (Average Minute Audience)

AMA, yang juga dikenal dengan sebutan Average Concurrent Viewers (AVC) adalah metrik yang paling sering digunakan untuk menentukan tingkat popularitas konten esports. Ada dua cara untuk menghitung AMA. Pertama, membagi total jam video ditonton dengan durasi video. Kedua, menghitung rata-rata jumlah penonton pada setiap menit dari video. Salah satu alasan mengapa AMA menjadi metrik terpopuler adalah karena ia bisa dibandingkan dengan jumlah rata-rata penonton, yang biasa digunakan pada televisi.

Ketika masih menjabat sebagai Managing Director di Nielsen Esports, Nicole Pike menjelaskan bahwa menggunakan AMA untuk menghitung viewership memudahkan pengiklan mengerti tingkat popularitas konten esports. “Kami menggunakan metrik AMA agar para perusahaan dapat membandingkan data kami dengan jumlah penonton rata-rata dari berbagai acara televisi yang mereka tahu,” ujar Pike pada Esports Insider.

Remer Rietkerk, Head of Esports, Newzoo setuju dengan perkataan Pike. “AMA memudahkan Anda untuk mengetahui program mana yang memiliki viewership lebih tinggi,” katanya. Dia menambahkan, AMA juga membantu pengiklan untuk tahu lama durasi sebuah konten. Sayangnya, AMA bukanlah metrik sempurna untuk mengetahui popularitas konten esports.

Turnamen esports paling populer pada 2019. | Sumber: Esports Charts
Turnamen esports paling populer pada 2019. | Sumber: Esports Charts

Artyom Odintsov, CEO Esports Charts berkata, “AMA tidak bisa digunakan untuk membandingkan turnamen esports dari game yang berbeda-beda, seperti Fortnite World Cup (FWC) dan League of Legends World Championship (LWC).” Alasannya, dua turnamen tersebut memiliki format yang sama seklai berbeda. Dia menjelaskan, jika membandingkan FWC dan LWC dari segi AMA, FWC akan mendapatkan nilai yang lebih bagus. Bukan karena Fortnite lebih populer sebagai game esports, tapi karena LWC memiliki babak Play-In dan Group Stages, yang memperpanjang durasi turnamen tersebut. “Metrik AMA hanya bisa digunakan untuk membandingkan turnamen pada tahap yang sama. Misalnya, pada babak akhir atau group stages,” ujar Odintsov.

Menurut Games Impact Index yang dibuat oleh The Esports Observer pada Q1 2020, League of Legends masih menjadi game esports paling berpengaruh pada ekosistem esports, diikuti oleh Counter-Strike: Global Offensive, Dota 2, Rainbow Six Siege, dan Fortnite. Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan daftar tersebut, seperti jumlah pemain aktif bulanan, jumlah total hadiah turnamen, jumlah jam ditonton, jumlah turnamen, dan lain sebagainya.

Odintsov mengatakan, jika hanya menggunakan AMA sebagai tolak ukur popularitas game esports, League of Legends dan CS:GO mungkin justru tidak akan mendapatkan nilai paling baik karena dua game tersebut memiliki banyak turnamen. “Game dengan sistem turnamen terpusat seperti Overwatch mungkin justru terlihat lebih populer daripada LoL dan CS:GO hanya karena Overwatch tidak memiliki banyak turnamen,” ungkapnya.

Unique Viewers

Selain AMA, metrik lain yang biasa digunakan di dunia esports adalah Unique Viewers. Biasanya, metrik ini digunakan untuk mengetahui berapa banyak orang yang menonton sebuah konten esports dan berapa lama dia menonton video tersebut. Rietkerk mengatakan, metrik Unique Viewers biasanya digunakan untuk mengetahui tingkat efektivitas dari sebuah kampanye marketing.

Memang, Unique Viewers akan memudahkan sponsor untuk mengetahui apakah kampanye marketing mereka jalankan sukses atau tidak. Sementara bagi publisher game, Unique Viewers membantu mereka untuk tahu berapa banyak orang yang tertarik dengan game mereka. Masalahnya, sulit untuk membandingkan metrik Unique Viewers dengan metrik yang biasa digunakan di televisi.

League of Legends World Championship pada 2018. | Sumber: LOL Nexus
League of Legends World Championship pada 2018. | Sumber: LOL Nexus

“Muncul klaim bahwa League of Legends World Championship lebih populer dari Super Bowl, tapi ketika Anda meneliti datanya, Anda menemukan bahwa popularitas Super Bowl dihitung menggunakan metrik jumlah rata-rata penonton sementara LWC menggunakan Unique Viewers,” kata Pike. “Padahal, keduanya adalah metrik yang sama sekali berbeda dan tidak seharusnya dibandingkan.”

Peak Concurrent Users (PCU)

Peak Concurrent Users mengacu pada jumlah penonton tertinggi dari sebuah siaran. Odintsov berkata, “PCU dipengaruhi banyak faktor. Faktor utamanya adalah zona waktu dari tempat turnamen diselenggarakan. Metrik ini cocok untuk membandingkan popularitas turnamen-turnamen yang diadakan di region yang sama. Tujuannya, untuk mengetahui turnamen mana yang lebih populer.”

Hours Watched (HW)

Terakhir, metrik yang biasa digunakan dalam dunia esports adalah Hours Watched atau lama durasi video ditonton. “Bagi sponsor, Hours Watched dapat membantu mereka mengetahui berapa lama para penonton melihat merek mereka,” ujar Rietkerk. “Metrik ini juga cocok untuk digunakan jika Anda ingin membandingkan popularitas dua game dengan genre yang berbeda.”

Hanya saja, metrik HW tidak bisa digunakan sendiri. “Metrik Hours Watched tidak bisa digunakan tanpa dukungan data jumlah rata-rata penonton atau lama durasi konten,” kata Odintsov. Dia menjelaskan, 1 juta Hours Watched bisa dicapai dengan 8 jam siaran dan AMA 125 ribu orang atau 100 jam siaran dengan AMA 10 ribu orang. Dalam kasus ini, kedua acara memang sama-sama mendapatkan 1 juta total jam ditonton. Namun, keduanya memiliki jumlah rata-rata penonton yang jauh berbeda.

Kenapa Ada Begitu Banyak Metrik yang Digunakan Dalam Esports?

Menurut Pike. alasan mengapa ada banyak metrik yang digunakan dalam industri competitive gaming adalah karena esports dimulai dari komunitas akar rumput. Pada awalnya, data terkait esports juga datang dari para pemegang kepentingan di ekosistem esports, sepreti publisher game atau penyelenggara turnamen. “Dalam industri TV, pihak ketiga akan menyajikan data secara konsisten untuk memberikan kejelasan bagi pihak yang ingin membuat iklan atau menjadi sponsor,” ujarnya. “Tanpa adanya pihak ketiga untuk memberikan data, pihak publisher atau penyelenggara turnamen bebas untuk memberikan laporan sendiri-sendiri.”

Overwatch League adalah salah satu turnamen dengan model franchise. | Sumber: Variety
Overwatch League adalah salah satu turnamen dengan model franchise. | Sumber: Variety

Lebih lanjut Pike menjelaskan, “Data yang diberikan oleh publisher dan penyelenggara turnamen tidak salah. Namun, Anda bisa menarik perhatian banyak orang dan sponsor dengan memberikan data yang bombastis. Karena metrik yang digunakan tergantung pemangku kepentingan, maka penggunaan metrik menjadi tidak konsisten.” Misalnya, jika Overwatch League memiliki jumlah rata-rata penonton yang tinggi, maka tentunya, hal itu yang akan Activision Blizzard tonjolkan. Sementara jika turnamen League of Legends bsia mendapatkan Hours Watched yang tinggi, maka Riot akan menggunakan metrik tersebut.

Kabar baiknya, seiring dengan semakin berkembangnya ekosistem esports, semakin banyak perusahaan game dan esports yang tertarik untuk bekerja sama dengan perusahaan analitik pihak ketiga. Beberapa perusahaan game yang telah melakukan itu antara lain Riot Games dan Activision Blizzard. Salah satu tujuan mereka adalah untuk menjamin validitas data yang mereka berikan.

Tak hanya publisher, pelaku esports seperti ESL dan Astralis pun mulai bekerja sama dengan perusahaan analitik. Melalui kerja samanya dengan Newzoo, Astralis akan saling bertukar data dengan perusahaan analitik tersebut. Harapannya, Newzoo akan dapat membuat perkiraan akan dunia esports dengan lebih akurat menggunakan data dari Astarlis. Sementara Newzoo akan memberikan insight pada Astralis untuk membantu organisasi esports itu mengambil keputusan di masa depan.

Esports Perlu Satuan Standar untuk Mengukur Popularitas Konten

Dalam industri esports, ada berbagai game dengan genre yang berbeda-beda. Biasanya, masing-masing game esports juga memiliki format turnamen dan target penonton yang berbeda-beda. Misalnya, kebanyakan liga regional League of Legends menggunakan model franchise, sementara turnamen Dota 2 justru bersifat terbuka. Karena itu, sulit bagi sponsor untuk menghitung ROI (Return of Investment) ketika mereka mendukung sebuah turnamen esports. Menggunakan metrik yang sama untuk mengukur popularitas konten esports bisa membantu memecahkan masalah itu.

“Keuntungan terbesar dari penggunaan metrik yang sama adalah kita dapat mengerti satu sama lain,” kata Rietkerk. “Jika semua pelaku menggunakan metrik yang berbeda untuk mendsikusikan hal yang sama, hal ini justru akan membuat para sponsor bingung.” Memang, seiring dengan semakin banyak perusahaan besar yang menginvestasikan dana marketing mereka di esports, maka para pelaku esports semakin sadar bahwa mereka harus dapat menyediakan data yang valid dan menjamin bahwa investasi para sponsor tidak sia-sia.

“Di dunia esports, data viewership turnamen akan memberikan dampak langsung pada jumlah rekan yang bisa didapatkan oleh sebuah tim atau penyelenggara turnamen,” ujar Odintsov. Dia mengatakan, data media sosial kini tak lagi terlalu diminati. Sebagai gantinya, pengiklan tertarik dengan acara live, seperti livestreaming yang dibuat oleh para streamer atau turnamen yang disiarkan langsung.

Kesimpulan

Industri esports tumbuh dari komunitas akar rumput. Seiring dengan meningkatnya minat untuk menonton pertandingan esports, semakin banyak pula perusahaan yang tertarik untuk menjadi sponsor. Karena itu, para pelaku esports juga dituntut untuk dapat memberikan data yang valid sehingga pihak sponsor bisa memastikan bahwa investasi mereka tidak sia-sia.

Sekarang, telah ada beberapa metrik yang digunakan untuk mengukur popularitas acara esports, seperti jumlah rata-rata penonton atau total durasi video ditonton. Sayangnya, penggunaan metrik yang berbeda-beda justru akan membuat sponsor dan pengiklan bingung. Karena itu, sebaiknya pelaku industri esports menentukan metrik yang akan mereka gunakan sebagai standar.

Sumber header: PCMag

NAVI Kerja Sama Dengan Esports Charts, Bantu Analisis Data Penggemar

Salah satu organisasi esports besar di dunia, Natus Vincere, mengumumkan kerja sama dengan perusahaan analitik data ternama untuk esports, yaitu Esports Charts. Kerja sama ini akan memberikan Natus Vincere analisis dan statistik dari roster, competitor, dan event milik NAVI.

Belakangan, data memang sedang menjadi salah satu komoditas penting di dalam ekosistem esports. Maka dari itu, kini banyak esports company yang bekerja sama dengan perusahaan penyedia data, untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dalam mengarungi bisnis di ekosistem esports.

Beberapa esports company sudah melakukan kerja sama serupa, seperti Twitch yang kerja sama dengan Comscore yang akan mengumpulkan data perbandingan durasi konten dan iklan di video Twitch. Atau selain itu ada juga ESL dan DreamHack yang kerja sama dengan Nielsen, untuk mendapatkan nilai valuasi sponsorship.

Mengutip dari Esports Insider, kerja sama NAVI dengan Esports Charts ini juga berarti akan memberikan tim asal Ukraina tersebut data statistik streaming yang up-to-date, preferensi penonton, dan dinamika data dari tayangan streaming para pemain tim tersebut.

Terkait kerja sama ini, Aleksey Kucherov (xaoc) COO Natus Vincere mengatakan. “Memahami penonton esports dan keinginan mereka adalah salah satu bagian kerja terpenting bagi kami. Esports Charts akan membantu kami berkembang ke arah tersebut. Kami berharap ini bisa menjadi kerja sama yang produktif, dan tentunya kami berharap kerja sama ini akan memberi benefit terhadap para penggemar dan sponsor kami.”

Xaoc, mantan CEO Hellraisers yang kini bergabung dengan tim Natus Vincere. Sumber: Hellraisers.gg
Xaoc, mantan CEO Hellraisers yang kini menjadi CEO Natus Vincere. Sumber: Hellraisers.pro

Lebih lanjut Artyom Odinstov, CEO Esports Charts juga memberikan komentarnya. “Kami sangat senang dapat berkolaborasi dengan Natus Vincere, tim dengan basis penggemar yang besar dan berdedikasi. Tim kami telah mengikuti fenomena popularitas tim ini selama beberapa tahun belakangan. Kami akan membantu NAVI untuk memahami siapa penonton mereka dan apa yang ingin mereka tonton. Kami juga akan memberikan pandangan yang kompleks terhadap esports events, untuk membantu organisasi ini mempertahankan posisinya sebagai tim papan atas.”

Ini bukan pertama kalinya Esports Charts bekerja sama dengan esports company. Esports Charts sebelumnya juga sempat bekerja sama dengan Team Liquid untuk dapatkan data tentang penonton, juga dengan StarLadder untuk memberikan laporan tren industri esports kepada esports organizer ternama asal Ukraina.

Kerja sama ini tentu akan menjadi sesuatu yang berdampak baik jika NAVI bisa menginterpretasi data yang mereka dapatkan. Dari sisi Esports Charts, kerja sama dengan organisasi esports papan atas seperit NAVI juga memberikan portfolio data yang baik bagi mereka, yang akan membuat data Esports Charts jadi semakin akurat.