Transformasi Digital Hutchison 3 Indonesia di Masa Pandemi

PT Hutchison 3 Indonesia (H3I) telah melakukan transformasi jaringan untuk bersiap menggelar 5G. Operator berlambang angka “3” ini juga secara paralel melakukan transformasi jaringan lainnya sebagai langkah antisipasi di masa pandemi Covid-19.

Melanjutkan wawancara sebelumnya dengan DailySocial, pada bagian kedua ini, Chief Technical Officer H3I Desmond Cheung kembali memaparkan tentang upaya perusahaan dalam mengimplementasikan solusi inovatif selama masa krisis kesehatan global ini.

Antisipasi lonjakan lalu lintas internet pada empat area utama

Di catatannya, H3I mengalami kenaikan trafik di jaringannya hingga 60% pada masa Ramadan dibandingkan hari normal. Sementara, mengutip data di 2020, trafik Tri melonjak 25% saat Lebaran dibandingkan awal pandemi di Februari. Kenaikan ini terutama terjadi pada lalu lintas internet mengingat 95% pelanggan Tri adalah pengguna smartphone. Faktor utamanya adalah karena kegiatan perkantoran dan belajar-mengajar dirumahkan sejak Maret tahun lalu.

Kenaikan signifikan trafik data banyak disumbang dari penggunaan aplikasi  sejak awal pandemi, seperti video conference untuk kerja dan sekolah dari rumah, aplikasi streaming untuk hiburan, dan media sosial.

Desmond menyadari adanya perubahan perilaku pengguna seluler mengingat lalu lintas trafik data mulai tersentralisasi di area residensial akibat pembatasan sosial. Dengan pola baru ini, pihaknya mengaku melakukan sejumlah langkah mitigasi untuk memastikan pengguna dapat terlayani dengan baik.

“Untuk memastikan kami dapat deliver layanan baik, kami terus melakukan inovasi sehingga dapat menyediakan kecepatan tinggi dan kapasitas lebih kepada pengguna yang kerja dan sekolah dari rumah,” ungkap Desmond.

Ada empat langkah transformasi digital yang menjadi fokus utama perusahaan. Pertama, Tri fokus untuk meningkatkan customer experience pengguna dengan mengadopsi arsitektur jaringan terdistribusi yang 5G-ready. Tujuannya adalah mendorong network intelligence dan kekuatan komputasi jaringan sedekat mungkin dengan pengguna Tri.

Pihaknya menambah data center baru di Malang pada akhir 2020 sebagai tambahan dari lebih dari 25 data center yang sudah beroperasi di seluruh Indonesia. Dengan tambahan ini, jaringan Tri dapat merespon lonjakan permintaan layanan yang belum pernah terjadi sebelumnya secara lebih cepat.

Kedua, Tri memastikan untuk membuat jaringan mobile lebih stabil. Menurut Desmond, baru-baru ini pihaknya meluncurkan Digital Network Operation Center (DNOC) di Jakarta yang berfungsi untuk meningkatkan kestabilan jaringan. Fasilitas ini dibangun dengan sistem daya redundan dan standar reliablitas tinggi yang beroperasi selama 24/7.

Selain itu, DNOC juga diperkuat dengan solusi berbasis Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning (ML) untuk memonitor, mengontrol, dan mengoperasikan jaringan di sejumlah area di Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

“Ketiga, kami fokus menghadirkan cakupan jaringan yang luas dan ke wilayah pedalaman. Meski kami sudah meningkatkan pembangunan jaringan 4G hingga dua kali lipat sejak 2019, kami terus menambah cakupan jaringan selama pandemi. Beberapa di antaranya adalah pembangunan Cell on Wheels (COW) di sejumlah fasilitas Covid-19, termasuk rumah sakit dan Wisma Atlet,” jelasnya.

Keempat, perusahaan juga melakukan digitalisasi pada sejumlah customer touch point. Tri meluncurkan digital vending machine 3DigiBox untuk mempermudah customer membeli produk-produknya tanpa kontak fisik. Saat ini, 3DigiBox terdapat di 41 lokasi strategis termasuk bandara, mal, dan kampus.

Lebih lanjut, Tri juga mendistribusikan beberapa teknologi baru pada jaringannya, yaitu Dual-Band Massive MIMO untuk meningkatkan efisiensi penggunaan spektrum dan mendorong user experience dan Compact Active Antenna (CAA) untuk memperluas kapasitas jaringan.

“Teknologi ini ditempatkan terutama di wilayah perkotaan yang padat di mana trafik tinggi menjadi tantangan besar ketika kapasitas spektrum terbatas. Solusi ini menambah kapasitas jaringan kami hingga 25% dengan konsumsi lebih rendah 40% dibandingkan solusi yang sudah kami terapkan sebelumnya,” papar Desmond.

Terakhir, Tri juga memperluas kemampuan akses layanan bagi pengguna yang tinggal wilayah terpencil di Indonesia dengan membangun LTE Base Station melalui solusi Public Backhaul, seperti di area pertambangan besar di Morowali, Sulawesi Tengah.

Mendorong segmen korporat

Di luar pembangunan jaringan dan penambahan kapasitas untuk pengguna retail, Desmond juga menyoroti fokus lainnya di segmen korporat (B2B). Ia menyebut akan memperkuat bisnis solusi untuk SME dan perusahaan berskala besar.

Selama beberapa tahun terakhir, Tri mulai gencar menawarkan solusi 3Business bagi pengguna korporat yang ingin bertransformasi digital dan mencapai efisiensi bisnis. 3Business menawarkan solusi TIK bagi sektor retail yang ingin meningkatkan produktivitas dan menjaga efisiensi biaya operasional.

Tahun lalu, Tri telah berkolaborasi dengan platform penyedia solusi IoT untuk menunjang sektor bisnis dan profesional. Kemudian, Tri juga bermitra dengan layanan manajemen IoT terintegrasi yang berfungsi untuk mengontrol dan melacak perangkat IoT dan aset secara real-time.

Desmond juga menyebut, pihaknya juga menyediakan solusi SD-WAN-based solution untuk FamilyMart di mana mitranya dapat menyederhanakan dan mengotomatisasi manajemen jaringan WAN dan operasional. Dengan solusi ini, FamilyMart disebut dapat memperluas gerai tokonya dalam hitungan hari dibandingkan sebelumnya yang membutuhkan waktu berminggu-minggu.

“Saat ini, kami menjadi mobile network ketiga terbesar di Indonesia. Kontribusi pendapatan H3I dari korporat juga naik dua kali lipat. Kemudian, jaringan kami sekarang semakin kuat dan lebih luas sehingga kami sekarang dapat meningkatkan jumlah pengguna kami dari consumer ke corporate.

Agresif Ekspansi dan Transformasi Jaringan, Hutchison 3 Indonesia Bersiap Gelar 5G

Di paparan studi ITB tahun lalu, layanan 5G diperkirakan komersial secara penuh paling cepat pada akhir 2021. Salah satu operator memang telah meluncurkan layanan 5G baru-baru ini, tetapi penggunaannya masih terbatas pada cakupan kota dan perangkat tertentu.

Pemerintah juga sebetulnya masih memiliki banyak PR untuk mengakomodasi kebutuhan operator telekomunikasi dalam menggelar 5G. Sembari menanti hal ini terealisasi, operator sudah mulai mempersiapkan infrastruktur jaringannya untuk menyambut teknologi telekomunikasi generasi kelima tersebut.

Di antaranya adalah PT Hutchison 3 Indonesia (Tri) yang tengah mentransformasikan jaringannya selama beberapa tahun terakhir. Chief Technical Officer H3I Desmond Cheung memamparkan rencana ekspansi jaringan dan pandangan lebih dalam terkait 5G secara eksklusif dengan DailySocial.

Ekspansi jaringan berkelanjutan

Meski telah komersial sejak 2014, penetrasi 4G baru mencapai 73% pada 2019 sebagaimana dilaporkan Katadata. Kondisi geografis Indonesia masih menjadi salah satu tantangan terbesar. Namun, operator telekomunikasi harus dapat memenuhi kebutuhan jaringan seiring dengan meningkatnya jumlah pengguna smartphone. Kemkominfo mencatat penetrasi smartphone mencapai 89% atau 167 juta dari total populasi Indonesia.

Desmond mengungkapkan, sejak 2019 pihaknya telah menambah jaringan 4G hingga dua kali lipat. Penambahan ini sudah termasuk perluasan cakupan jaringan ke wilayah luar Pulau Jawa, seperti Kalimantan Selatan dan Sulawesi Tengah. Bahkan baru-baru ini, H3I juga menambah lebih dari 200 hotspot di Jabodetabek, Jawa Barat, Bali, dan Nusa Tenggara.

Awal tahun ini, ungkapnya, H3I telah mengomersialisasikan jaringan seluler di Sulawesi Tengah yang disebut dapat menjangkau sebanyak 1,5 juta populasi di lima kota dan kabupaten, seperti Palu, Sigi, Donggala, Parigi, Moutong, dan Poso. Saat ini, pihaknya tengah fokus menyelesaikan rollout jaringan 4G di 70 desa pada akhir Oktober.

H3I telah menjangkau sebanyak 80% dari total populasi Indonesia. Per Desember 2020, H3I tercatat sudah membangun lebih dari 44.000 BTS 4G di seluruh Indonesia. Sementara, per Maret 2021 H3I telah memiliki sebanyak 39,8 juta pengguna.

“Kami terus mengembangkan BTS 4G untuk menyediakan konektivitas broadband di daerah terpencil dan kepulauan Indonesia. Ini adalah salah satu komitmen kami mendukung program pemerintah untuk mengakselerasi transformasi digital di daerah 3T. Kami akan terus memperkuat kapasitas jaringan kami di daerah dense dan yang memiliki trafik tinggi,” jelasnya.

Transformasi jaringan untuk kesiapan 5G

Meski belum ada ketok palu mengenai penetapan frekuensi 5G dan aturan turunannya, operator sudah mulai melakukan mentransformasikan infrastruktur jaringannya. Desmond mengungkap bahwa H3I juga telah melakukan transformasi besar-besaran sembari menanti komersialisasi 5G secara serentak.

“Kami melakukan peningkatan jaringan pada Core, lalu mentransformasikan jaringan PS Core ke Control and User Plane Separation (CUPS) pada arsitektur jaringan terdistribusi kami. Transformasi ini dilakukan untuk lebih jauh memperpendek latensi 5G,” jelasnya.

Selain itu, pihaknya juga melakukan transformasi pada jaringan Transport dengan Segment Routing IPv6. Tujuannya adalah untuk menyederhanakan jaringan protokol, mengotomatisasi ketersediaan layanan, hingga meningkatkan konsistensi jaringan sehingga dapat memenuhi permintaan kapasitas tinggi di 5G sebagai Ultra-Reliable Low Latency Services (URLLC).

Menurut Desmond, pihaknya berupaya secara efisien untuk melayani permintaan layanan data dengan ketersediaan spektrum saat ini. Pihaknya mengoptimalkan spektrum yang ada untuk meningkatkan kapasitas jaringan. Desmond mengklaim H3I sebagai operator seluler yang memiliki tingkat efisiensi penggunaan spektrum tertinggi dibanding operator seluler lainnya di Indonesia.

Hanya saja, spektrum yang ada belum cukup untuk menggelar 5G. Untuk dapat memberikan kecepatan data 5G, teknologi ini membutuhkan bandwith lebih besar dari spektrum baru. Maka itu, ketersediaan spektrum 5G baru, terutama di 3.500MHz yang dipilih sebagai frekuensi emas, sangat penting untuk mempercepat pengembangan 5G di Indonesia

“Sebelum frekuensi emas ini mendapatkan lisensi resmi untuk 5G, kami akan terus mentransformasikan jaringan kami untuk kesiapan 5G sehingga nantinya akan menjadi salah satu operator yang lebih dulu memimpin penyelenggaraan 5G,” papar Desmond.

Dukungan pemerintah pada penyelenggaraan 5G

Dengan berbagai manfaat yang ditawarkan, 5G diyakini dapat mentransformasikan berbagai aspek kehidupan, mulai dari kegiatan sehari-hari, bisnis, hingga cara industri beroperasi. Hal ini karena teknologi 5G mampu menghubungkan jutaan perangkat dengan kecepatan tinggi dan latensi rendah yang dimilikinya.

Desmond menilai operator seluler punya peluang untuk menghadirkan Enhanced Mobile Broadband (eMBB) untuk pasar consumer. Bentuk pemanfaatannya, misalnya, adalah layanan VR/AR dan video streaming 8K. Dengan berbagai use case ini, operator dapat menghasilkan sumber pendapatan baru dari segmen pasar baru, yaitu korporat dan industrial.

“5G akan menjadi enabler bagi sektor manufaktur, kesehatan, agrikultur, atau pendidikan. Tak hanya itu, 5G dapat dimanfaatkan untuk mengadopsi smart city di ranah transportasi, keamanan publik, dan pelayanan publik. Bagi negara kepulauan seperti Indonesia, jarak menjadi tantangan besar dan 5G bisa mengatasi tantangan itu,” jelasnya.

Kendati demikian, dari segala asas manfaat yang diberikan, tak dimungkiri implementasi 5G membutuhkan banyak pertimbangan. Pertama, soal besarnya investasi yang dikeluarkan. Menurutnya, banyak infrastruktur jaringan yang harus dibangun dan beberapa elemen jaringan harus di-upgrade. Maka itu, menurunkan elemen pada biaya pembangunan akan membantu operator telekomunikasi untuk mengakselerasi pembangunan 5G.

“Pemerintah punya peran besar untuk mengatasi isu ini. Melalui UU Cipta Kerja, dan ini adalah regulasi turunan, pemerintah telah memberikan dukungan untuk menciptakan efisiensi di industri telekomunikasi. Regulasi ini dapat mengizinkan berbagi jaringan di antara operator seluler, termasuk berbagi infrastruktur pasif dan aktif, serta transfer spektrum,” ujar Desmond.

Selain UU Cipta Kerja, Desmond juga menilai bahwa pemerintah sebetulnya dapat membantu lebih banyak memfasilitasi operator seluler dan industri dalam memahami kebutuhan pasar 5G. Menurutnya, upaya ini akan sangat dibutuhkan alih-alih cenderung banyak mempromosikan 5G dengan berbagai use case bermanfaat, seperti telemedicine atau smart farming.

“Demi membantu industri seluler melakukan kick start di 5G, pemerintah mungkin dapat mempertimbangkan untuk menurunkan biaya spektrum 5G. Hal ini terutama pada tahap awal selama beberapa tahun ke depan ketika demand 5G belum besar. 5G akan membutuhkan peningkatan signifikan pada kapasitas transport dan aspek infrastruktur jaringan lainnya. Artinya, license fee mungkin dapat diubah tanpa membebankan industri,” tambahnya.

Belum lagi bicara kesiapan kesiapan ekosistem yang menjadi kunci utama untuk membuat 5G lebih accessible untuk siapapun, baik consumer maupun enterprise. Ekosistem 5G akan selalu dikaitkan pada ketersediaan perangkat dan aplikasi untuk penggunaan berbagai macam use case. Desmond menekankan pentingnya kerja sama dari para pemangku kepentingan di berbagai level dan lintas industri untuk mengawal pengembangan ekosistem 5G dari awal.

“Tak cuma operator dan dukungan pemerintah, pengembangan 5G butuh kerja sama yang melibatkan banyak pihak, mulai dari pabrik manufaktur perangkat, pengembang software, hingga penyedia konten. Pemerintah sudah meletakkan pondasi yang bagus untuk mengakselerasi pengembangan infrastruktur broadband. Kami yakin ini dapat menekan gap digital dan konektivitas di Indonesia.”