Industri E-Commerce Keluar dari DNI di Paket Kebijakan Ekonomi Edisi XVI

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi tahap XVI pada minggu ketiga November 2018. Di dalamnya ada beberapa kebijakan yang berkaitan dengan industri digital dan teknologi, di antaranya adalah pemberian tax holiday untuk bidang usaha ekonomi digital dan penghapusan bidang usaha Perdagangan Eceran Melalui Pemesanan Pos dan Internet dari DNI (Daftar Negatif Investasi).

Di dalam paket kebijakan tersebut pemerintah mengeluarkan 54 bidang usaha dari DNI. Meskipun demikian, dari 54 bidang tersebut baru 28 bidang usaha yang sudah pasti, sisanya Kemenko masih menunggu konfirmasi dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Komunikasi dan informasi.

Konfirmasi yang dimaksud adalah terkait dengan KBLI (Klasifikasi Buku Lapangan Usaha Indonesia) dan persyaratan.

Keluarnya bidang usaha Perdagangan Eceran Melalui Pos dan Internet dari DNI memungkinkan bidang tersebut menerima PMA (Penanaman Modal Asing) hingga 100%.

Di tahun 2016 silam pemerintah mengeluarkan Perpres 44/2016 yang juga relaksasi dan keterbukaan bidang usaha yang diatur dalam DNI. Kebijakan tersebut akhirnya menghasilkan peningkatan minat investasi PMA sebesar 108% dan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) meningkat 82,5% dalam 2 tahun.

Dalam dokumen paket kebijakan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian disebutkan bahwa kebijakan DNI 2018 dimaksudkan untuk meningkatkan daya tarik dan daya saing yang dapat menjadi selling point dalam memperluas sumber investasi baru dan pengembangan kegiatan ekonomi masyarakat.

Di dalamnya termasuk mendorong penyebaran investasi melalui kawasan-kawasan ekonomi, menyederhanakan dan memperjelas ketentuan pelaksanaan DNI dan melakukan pengawalan pelaksanaan investasi. Perubahan DNI 2018 ini bertujuan untuk mempercepat peningkatan perluasan investasi langsung secara signifikan, meningkatkan kemampuan UMK, UMKM dan Koperasi, juga diharapkan bisa memproduksi produk baru yang memiliki jaringan pasar internasional.

Tax holiday untuk industri ekonomi digital

Paket Kebijakan Ekonomi tahap XVI juga berisi tentang pemberian tax holiday di dua sektor usaha, yakni sektor pengolahan berbasis hasil pertanian, perkebunan dan kehutanan, dan sektor ekonomi digital.

Keduanya bergabung dengan belasan sektor lain yang sudah lebih dulu mendapat tax holiday di paket kebijakan ekonomi edisi sebelumnya. Berikut kutipan salah satu pokok kebijakan mengenai tax holiday di Paket Kebijakan Ekonomi tahap XVI.

Perluasan sektor usaha yang dapat diberikan fasilitas tax holiday meliputi:

  1. penambahan dua sektor usaha (yaitu sektor industri pengolahan berbasis hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan; serta sektor ekonomi digital); dan
  2. penggabungan dua sektor usaha dalam PMK Nomor 35/PMK.010/2018 (yaitu sektor komponen utama komputer dan sektor komponen utama smartphone menjadi sektor komponen utama peralatan elektronika/telematika). sehingga jumlah sektor usaha yang dapat diberikan tax holiday berubah dari 17 sektor usaha menjadi 18 sektor usaha.

Resmikan Kepengurusan Baru, idEA Fokus ke Pengembangan Ekonomi Digital

Pasca terpilihnya Country General Manager Rumah123 Ignatius Untung sebagai  Ketua Umum idEA (Asosiasi E-Commerce Indonesia) untuk masa bakti 2018-2020, idEA secara resmi memperkenalkan kepengurusan yang baru dan menyampaikan sejumlah rencana yang akan dijalankan.

Salah satu fokus utama idEA saat ini adalah mengubah konsep asosiasi yang dulunya hanya fokus ke layanan e-commerce. Kini mereka memfasilitasi semua bisnis ekonomi digital, bahkan di luar layanan e-commerce. Termasuk yang dicakup adalah sharing economy, on demand service, health technology, agriculture, internet of things, game, content. Istilah yang nantinya akan diterapkan adalah Digital Economy Association.

Perubahan tersebut dianggap relevan dilakukan idEA untuk kebutuhan yang akan datang. Di kepengurusan kali ini, Asosiasi e-commerce Indonesia memiliki visi mengakselerasi keberpihakan terhadap industri ekonomi digital.

“Secara khusus idEA ingin mengajak stakeholder untuk berpihak kepada teknologi digital. Bukan cuma fokus kepada layanan e-commerce, tapi juga semua pihak terkait yang masuk dalam ekonomi digital,” kata Untung.

Kepengurusan periode ini akan lebih comprehensive mendorong kedaulatan ekonomi yang bertumpu pada ekonomi digital, meliputi pendampingan pemerintah dalam penciptaan aturan dan iklim bisnis yang mendukung tumbuh kembang industri ekonomi digital.

Membuat portal komunitas

Fokus lain yang akan dilancarkan idEA adalah membentuk sebuah wadah berbentuk komunitas, agar perusahaan teknologi, termasuk di dalamnya pekerja, bisa bertemu dan melakukan diskusi. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya kompetisi sengit antar perusahaan. Di sisi lain, startup juga bisa dengan mudah menemukan talenta yang dibutuhkan berdasarkan rekomendasi sesama pekerja.

“Dari pengalaman saya pribadi bekerja di portal properti, banyak sekali benturan dan persaingan bisnis. Melalui komunitas ini harapannya semua bisa didiskusikan, agar persaingan bisa berjalan lebih positif,” kata Untung.

idEA juga secara khusus akan melakukan consumer research, market education, public relation dan market research. Harapannya kegiatan ini bisa membantu regulator mengumpulkan data dan melakukan sosialisasi ke pelaku usaha.

“Tentunya tantangan kami dari idEA adalah mengumpulkan data transaksi yang akurat dan lengkap dari layanan e-commerce. Bersama BPS diharapkan hal tersebut bisa memberikan hasil lebih cepat,” kata Untung.

Mengeluarkan standarisasi layanan e-commerce

Ketua Umum idEA Ignatius Untung
Ketua Umum idEA Ignatius Untung

Meneruskan program yang diusung sejak kepemimpinan Daniel Tumiwa, yaitu standarisasi layanan e-commerce, layanan e-commerce bisa mendapatkan peringkat atau grade berdasarkan rekomendasi dan standarisasi yang dikeluarkan idEA, termasuk soal pembelian dan pengantaran.

Masih dalam tahapan sosialisasi dan diskusi, peringkat atau grade tersebut akan terbagi menjadi grade A, B, C.

“Misalnya ketika pembeli melakukan pembelian hingga pengiriman, seberapa cepat respon dari penjual hingga barang tiba di rumah. Semua proses tersebut bisa masuk dalam standarisasi idEA,” kata Untung.

Layanan e-commerce bisa mengajukan standarisasi tersebut kepada idEA, namun mereka tidak memaksa semua layanan e-commerce untuk comply dengan standarisasi yang nantinya akan serupa konsep ISO (International Organization for Standardization). Targetnya hingga tahun 2020, sosialisasi dan pembagian kategori standarisasi tersebut bisa final.

Hal lain yang menjadi fokus idEA adalah penerapan tarif bawah. idEA akan memonitor adanya pemberian subsidi dari layanan e-commerce terkait penjualan produk impor dengan harga yang jauh lebih murah daripada harga aslinya di pasaran.

Jika terbukti memberikan subsidi, layanan tersebut akan diperiksa, apakah masih memberikan keuntungan atau merugi. Di sisi lain, kegiatan ini bisa meminimalisir kegiatan pemberian subsidi yang makin masif di kalangan layanan e-commerce di Indonesia.

“Pada dasarnya tidak ada layanan e-commerce hingga transportasi online yang ingin memberikan subsidi. Namun semakin ketatnya persaingan menjadikan kegiatan ini tidak bisa dihindari. Untuk itu idEA akan melakukan monitoring dan memastikan semua bisnis tetap mendapatkan keuntungan dan tentunya tidak merugi dengan memberikan subsidi tersebut,” kata Untung.

Ambisi Menaklukkan Ekonomi Digital Lewat Wacana “Silicon Valley”

Beberapa kali mungkin kita pernah mendengar inisiatif untuk mengangkat kota tertentu di Indonesia untuk menjadi pusat kewirausahaan digital, atau istilah kerennya “Silicon Valley-nya Indonesia”. Di Bandung dan Yogyakarta misalnya, pemerintah setempat mencanangkan kehadiran hub industri digital, dimulai dengan membangun fasilitas dan mencoba memberikan akses bisnis yang dibutuhkan.

Di Yogyakarta, dua lokasi di daerah Piyungan (Bantul) dan Sentolo (Kulon Progo) disiapkan dengan luas total wilayah mencapai 25,86 hektar untuk hub seperti ini. Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda DIY Budi Wibowo menyebutkan bahwa dua area tersebut akan menjadi Silicon Valley-nya Indonesia. Investasi yang digelontorkan tidak sedikit, yakni senilai 7 triliun Rupiah.

Kondisi di Indonesia

E-Commerce menjadi salah satu industri yang sudah dalam tahap matang di Asia Tenggara dan di Indonesia. Perkembangannya kini dapat menjadi sebuah tolok ukur tentang bagaimana para pemainnya mampu menguasai pasar internet. Menariknya, pangsa pasar e-commerce di Indonesia didominasi kekuatan pemain lokal.

Top 2 Shopping App in SEA / DailySocial
Top 3 Shopping App in SEA / DailySocial

GO-JEK, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak menjadi startup yang telah mencapai gelar “unicorn”. Tahun ini beberapa startup juga tengah merencanakan untuk melakukan IPO (Initial Public Offering) untuk memperkuat permodalan guna melakukan ekspansi. Tahapan tersebut dibutuhkan, karena jika melihat data, pemain lokal telah mampu menjadi “raja” di Indonesia untuk beberapa lanskap penting, termasuk on-demand, hospitality, dan digital technology.

Sayangnya permasalahan justru hadir dari ketidaksiapan pasar. Sebagai contoh, setelah isu seputar persaingan layanan transportasi berbasis aplikasi dan konvensional mereda, kini permasalahan justru datang dari dalam. Mitra pengemudi menuntut upah yang lebih layak. Lagi-lagi ini tentang bagaimana regulasi selayaknya berperan menjadi kanopi bisnis digital itu sendiri.

Inovasi berjalan kencang, regulasi selalu berusaha untuk mengiringi, walaupun tidak mungkin secepat itu. Perbedaannya adalah seberapa fleksibel pemerintah menanggapi berbagai dinamika perubahan dari digitalisasi itu sendiri.

Silicon Valley sebagai role model

Kunjungan Presiden Jokowi ke Silicon Valley / Facebook Mark Zuckerburg
Kunjungan Presiden Jokowi ke Silicon Valley / Facebook – Mark Zuckerburg

Pada pertengahan Februari 2016 lalu, Presiden Joko Widodo menyambangi daerah selatan San Francisco Bay Area untuk melihat secara langsung geliat ekosistem digital di sana. Jokowi bertemu dengan beberapa petinggi perusahaan teknologi, termasuk Mark Zuckerburg dan Sundar Pichai. Selain menjajal Oculus Rift untuk permainan virtual di kantor Facebook, kunjungan tersebut membawa pulang beberapa inisiatif, salah satunya upaya peningkatan kuantitas developer di Indonesia dan kegiatan akselerasi startup.

Pemerintah sendiri mencanangkan di tahun 2020 mendatang Indonesia akan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi digital terkuat di Asia Tenggara. Area digital dinilai penting menjadi ujung tombak ekonomi Indonesia, didasarkan pada kondisi populasi pengguna internet yang terus merangkak naik. Harapannya, persentase konsumen digital yang besar dapat diakomodasi dengan produk dan inovasi dari dalam negeri.

Indonesia Internet Market Overview / DailySocial
Indonesia Internet Market Overview / DailySocial

Inovasi, regulasi, dan akses menjadi sebuah sinergi yang kini tengah terus diupayakan berbagai pihak di Indonesia untuk mewujudkan cita-cita Silicon Valley tersebut. Penguatan inovasi dilakukan dengan berbagai program berbentuk inkubasi dan akselerasi. Di sisi lain, kendati belum sempurna, kebijakan pemerintah sudah mulai mengarah ke dukungan perkembangan teknologim misalnya aturan soal fintech, transportasi daring, atau investasi startup.

Beberapa pemain lokal tengah bersiap melakukan ekspansi ke wilayah regional. Hal ini menjadi kabar baik, karena ekspansi berarti menunjukkan operasi bisnis tersebut sudah menancapkan akar yang kuat di basis utamanya. Namun ekonomi digital tidak bisa ditopang melalui segelintir pemain saja. Definisi ekosistem adalah ketika banyak pemain terlibat di dalamnya untuk mendongkrak kemapanan industri digital itu sendiri.

Ada dua hal yang menjadi pusat perhatian ketika ingin mengadopsi “konsep Silicon Valley”, yaitu penataan industri digital dan kultur pengembangan bisnis yang ada di sana. Desain area bisnis di Silicon Valley memperlihatkan tentang bagaimana keteraturan diciptakan, memungkinkan kolaborasi dan kompetisi beradu bersama. Implikasinya dapat menciptakan pergerakan inovasi dan adopsi yang cepat untuk tren-tren digital terbaru.

Akhir-akhir ini “kerasnya” hidup dan bisnis di Silicon Valley membuat banyak startup hengkang. Salah satunya disebabkan gaya dan biaya hidup yang dirasa makin memberatkan para pelaku bisnis startup di sana.

Yang perlu dilakukan

Dalam laporan tahunan DailySocial, beberapa isu dipetakan sepanjang tahun 2017. Ada empat hal yang digarisbawahi, yakni Talent Shortage, Regulatory Hurdles, Matchmaking between Investors & Founders, dan Paradox of Unicorn. Terkait dengan talenta misalnya, permasalahannya bukan soal jumlah ketersediaan, melainkan soal kualifikasi. Hal ini menjadi PR bersama, khususnya pemerintah harus mengupayakan sistem pendidikan (kurikulum) yang mampu menunjang kebutuhan SDM yang berkualifikasi.

Jika melihat semangat yang dicetuskan pemerintah tentang “Silicon Valley”, ada kecenderungan hanya pada penyediaan infrastruktur tempat berkumpulnya para pelaku digital. Di luar fasilitas megah yang diciptakan, ada hal-hal fundamental yang perlu dioptimalkan terlebih dulu. Blok industri megah untuk bisnis teknologi tidak akan menunjukkan kemajuan tanpa diimbangi oleh hasil inovasi yang menakjubkan. Inovasi tersebut baru dapat tercetus jika isu mendasar, seperti SDM, regulasi, atau akses terhadap bantuan yang mendukung sudah berproses dengan baik.

Riset FEB UI: Go-Jek Sumbang Rp9,9 Triliun untuk Ekonomi Indonesia

Riset Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) menunjukkan Go-Jek telah berkontribusi sebesar Rp9,9 triliun per tahun untuk perekenomian Indonesia. Angka ini bila dijabarkan berasal dari kontribusi penghasilan mitra pengemudi Go-Jek sebesar Rp8,2 triliun dan mitra UMKM untuk Go-Food sebesar Rp1,7 triliun.

Secara bulanan diperkirakan mitra pengemudi memberikan tambahan Rp682,6 miliar sejak mereka bergabung dengan Go-Jek. Bagi mitra pengemudi, penambahan tersebut selaras dengan peningkatan pendapatan sebesar 44% yang dirasakan mitra.

Dipaparkan lebih jauh, pendapatan rata-rata mitra pengemudi mencapai Rp3,31 juta dalam sebulannya. Sedangkan untuk mitra pengemudi penuh waktu sebesar Rp3,48 juta atau 1,25 kali lebih besar dari rata-rata upah minimum kota di 9 wilayah survei sebesar Rp2,8 juta.

“Mitra pengemudi merasa bahwa kualitas hidupnya lebih baik (80%) dan jauh lebih baik (10%) setelah bergabung dengan Go-Jek,” terang Peneliti LD FEB UI Paksi C.K Walandaow, Kamis (22/3).

Paksi melanjutkan dari penghasilan yang diperoleh mitra, mereka merasa puas (70%) dan sangat puas (16%). Mereka juga merasa puas (74%) dan sangat puas (23%) dengan fleksibilitas yang didapat. Berkat hubungan kemitraan dengan Go-Jek, mitra juga merasa diuntungkan (47%) dan sangat diuntungkan (5%).

Bila dilihat dari dampak sosial lainnya seperti penekanan jumlah pengangguran, disebutkan bahwa sebanyak 15% mitra pengemudi yang bergabung sebelumnya tidak memiliki pekerjaan.

Dari demografi lainnya, mitra pengemudi yang berasal dari lulusan SMA (75%), perguruan tinggi (15%), usia produktif 20-39 tahun (77%). Lalu, berstatus kerja penuh waktu (65%) dan memiliki tanggungan dua orang atau lebih (78%).

“Dengan fleksibilitas waktu yang ditawarkan Go-Jek, mereka bisa berkumpul dengan keluarga dan memanfaatkan waktu lainnya untuk melakukan hal lainnya.”

Penjabaran untuk mitra UMKM dan konsumen

Go-Jek ingin merajai sektor on-demand di Asia Tenggara / Go-Jek
Go-Jek ingin merajai sektor on-demand di Asia Tenggara / Go-Jek

Bagi mitra UMKM, diperkirakan ada penambahan ekonomi nasional sebesar Rp138,6 miliar per bulannya. Sebanyak 76% mitra UMKM mengaku tidak melayani pengiriman pesan antar, dan 70% mitra UMKM terjun go online karena Go-Jek.

Dijabarkan produk Go-Jek yakni Go-Food membantu meningkatkan kesempatan usaha bagi mitra UMKM yang baru berdiri (57% baru memulai usaha di tahun 2016/2017). Dari segi peningkatan bisnis, 82% mitra UMKM mengaku dapat beroperasi lebih efisien dan mendapatkan pangsa pasar lebih besar dan 30% pengurangan biaya mitra UMKM. Sebanyak 43% mitra UMKM mengaku mengalami kenaikan omzet pasca bergabung dengan Go-Jek.

Mereka juga merasa setelah bergabung, 30% merasa diuntungkan dengan menjadi mitra dan 64% merasa diposisikan setara.

“Go-Jek membuka akses pasar, ini paling penting untuk UMKM. Sebab salah satu masalah UMKM adalah akses pasar.”

Di sisi lain bagi konsumen, sebanyak 89% konsumen menyatakan bahwa Go-Jek telah memberikan dampak yang agak baik s.d sangat baik bagi masyarakat secara umum. 78% konsumen merasa jika Go-Jek berhenti beroperasi akan membawa dampak agak buruk s.d sangat buruk bagi masyarakat.

Berdasarkan skala usia konsumen Go-Jek didominasi oleh masyarakat di usia produktif (77% usia 20-39 tahun), berpendidikan tingkat SMA ke atas (96%), dan berasal dari kelas menengah dan menengah ke bawah (rata-rata pengeluaran per bulan Rp2,55 juta), dan 68% konsumen adalah perempuan.

Metode riset

Kepala LD FEB UI Turro S. Wongkaren menuturkan Go-Jek menjadi pihak sponsor yang turut berpartisipasi dalam riset ini. Perusahaan tersebut bertindak sebagai sumber data responden yang bisa ditelusuri lebih dalam oleh tim LD FEB UI. Hanya saja, diklaim Go-Jek tetap netral terhadap hasil akhirnya, meski jika hasilnya negatif.

“Dalam menyelenggarakan riset apapun, kami butuh sumber data makanya harus bekerja sama. Kami sumbang tenaga, pikiran, dan sumber daya, sedangkan Go-Jek bertindak sebagai sumber data. Independensi tetap kami jaga, di awal kesepakatan sudah diterangkan apapun hasil akhirnya harus tetap diterima,” ujar Turro.

Dia menerangkan riset ini dilakukan sepanjang Oktober-Desember 2017 terhadap 3.315 mitra pengemudi yang bekerja selama 10 jam per harinya, 806 mitra UMKM, dan 3.465 konsumen. Lokasinya terbagi jadi 9 wilayah, yaitu Bandung, Bali, Balikpapan, Jabodetabek, Yogyakarta, Makassar, Medan, Palembang, dan Surabaya.

Di setiap wilayah hanya diambil sampel 330 mitra pengemudi, 80 mitra UMKM, 340 konsumen yang aktif dalam satu bulan terakhir. Metode yang digunakan adalah kuantitatif dengan wawancara tatap muka yang menggunakan metode sampling pencuplikan acak murni dengan margin of error +/-5%.

“Kami sangat konservatif dalam mengambil sampel, makanya kami pakai rentang tengah tidak mengambil rentang atas ataupun bawah. Masih banyak sebenarnya yang bisa kita gali selain dampak ekonomi dan sosialnya, misalnya dampak negatif dari kehadiran Go-Jek bagi bisnis konvensional. Tapi terbentur karena tidak ada data yang valid untuk sumbernya,” pungkasnya.

Indonesia Ajak India Bentuk Ekosistem Ekonomi Digital

Untuk mengakselerasi target pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada 2020 mendatang, kini pemerintah berencana untuk mengajak kerja sama dengan India di bidang pengembangan ekonomi digital dan layanan e-commerce.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas T Lembong mengatakan peluang Indonesia untuk bisa bekerja sama dengan India cukup besar dan sangat prospektif, mengingat kedua negara sedang mengalami perkembangan pesat di bidang tersebut.

Dia juga menilai beberapa perusahaan digital seperti Tokopedia, Traveloka, dan Go-Jek jadi contoh yang cukup sukses di Indonesia. Hal yang sama juga terjadi di India, banyak perusahaan digital yang cukup sukses lahir di sana.

Tak hanya itu, Lembong melihat sejumlah perusahaan e-commerce lokal telah menggunakan jasa programmer dan coder yang didatangkan langsung dari Negeri Bollywood tersebut. Tujuannya untuk memecahkan permasalahan utama kekurangan talenta yang sesuai kebutuhan industri.

“Indonesia sedang mengalami kekurangan programmer tatkala pertumbuhan ekonomi digital di negara ini sedang booming. Hal yang sama juga terjadi di India, tapi permasalahan ini bisa mereka atasi,” ucapnya seperti dikutip dari Antara.

Menurut Lembong, kerja sama dengan India bisa dijalankan sepenuhnya karena India sudah memiliki pengalaman lebih banyak mengenai pengembangan teknologi informasi (TI). Ia menilai kerja sama seperti ini akan sangat prospektif bagi Indonesia.

Go-Jek menjadi contoh

Go-Jek jadi salah satu startup digital yang belakangan ini rajin mengakuisisi sekaligus mempekerjakan (acquihire) talenta asal India. Malah, niatan pihak Go-Jek makin besar setelah meresmikan kantornya perwakilannya di sana dengan nama GoProducts Engineering India LLC.

CEO Go-Jek Nadiem Makariem bilang pembukaan kantor ini erat kaitannya dengan pengembangan layanannya. Pasalnya, sebagian programmer Go-Jek berasal dari India. CTO Go-Jek juga kerap menjalin komunikasi dengan developer di sana, sehingga kantor barunya tersebut diharapkan pengembangan layanan ride sharing bisa lebih cepat dilakukan.

Pembukaan kantor di India juga diharapkan jadi langkah mencari bibit-bibit baru developer dan menjadi pusat pelatihan untuk seluruh engineer Go-Jek, baik dari India maupun Indonesia.

“Kami telah melihat bagaimana kolaborasi dan berbagi pengetahuan antara engineer kami di Indonesia dan India. Hal tersebut telah bantu mempercepat inovasi produk, data mining, dan meningkatkan pengalaman konsumen di Go-Jek,” katanya dikutip dari Detik.

Setidaknya tahun ini Go-Jek sudah mengakuisisi empat perusahaan dari India. Pianta, perusahaan yang bergerak di bidang home healthcare. Dua startup konsultan teknologi C42 dan CodeIgnition. Terakhir, startup pengembangan produk LeftShift.

Potensi dan Tantangan Indonesia Menghadapi Penguatan Ekonomi Digital

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan industri berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) selama lima tahun terakhir (2011-2015) mengalami lonjakan hingga 10,7 persen. Lebih tinggi dari perekonomian nasional sebesar 6,56 persen. Diperkirakan angka ini masih akan terus bertumbuh bebarengan dengan berbagai insiatif nasional seperti cita-cita Presiden menjadikan Indonesia kuat di ekonomi digital pada tahun 2020.

Selain regulasi, dukungan infrastruktur yang mulai merata turut memberikan sumbangsih. Pasalnya dengan akses ke teknologi yang lebih mudah, digitalisasi layanan bisa dinikmati oleh berbagai kalangan. Dari kelas atas hingga akar rumput. Yang paling signifikan tak lain adalah pemanfaatan internet. Peningkatan penggunaannya mengantarkan berbagai peluang di bisnis digital nasional.

Dalam diskusi yang diikuti oleh Menkominfo, pakar, dan perwakilan korporasi beberapa waktu lalu, disampaikan bahwa saat ini sudah banyak indikasi kemajuan industri TIK Indonesia. Alokasi belanja modal di sektor TIK pun terpantau naik. Data IDC menunjukkan tahun ini nilainya akan mencapai Rp 201,76 triliun atau mengalami pertumbuhan 8,5 persen dari tahun sebelumnya.

Peluang, tantangan dan keyakinan terhadap sektor TIK

Presiden meyakini bahwa kekuatan ekonomi digital Indonesia dapat menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Tahun 2020 ditargetkan potensi industri tersebut mencapai $130 miliar. Untuk merealisasikan visi tersebut, Presiden memprioritaskan startup digital agar mudah mendapatkan akses permodalan. Salah satunya lewat deregulasi besar-besaran terhadap bisnis e-commerce.

Berbagai rancangan, roadmap, perundangan, hingga sokongan terus digencarkan melalui bermacam program. Terlihat cukup ideal saat melihat ragam industri teknologi yang terus berkembang memberikan solusi alternatif di Indonesia. Pemodal pun tak sepi meramaikan hiruk-pikuk ini. Artinya kepercayaan mulai terbentuk, dari sisi konsumen, pemangku, hingga investor. Nyatanya keyakinan saja tak cukup menjadi awal cerita manis.

Banyak tantangan yang juga harus diselesaikan. Yang sudah jelas di depan mata ialah persaingan. Untuk mengukuhkan sektor digital sebagai tonggak ekonomi nasional, diperlukan keterlibatan yang besar dari stakeholder dan penggerak ekonomi nasional. Jika melihat lanskap digital di Indonesia saat ini, di setiap segmen sudah hadir para pemain asing memperebutkan potensi yang sama.

Persaingan tak bisa dihindari karena menjadi simpul penggerak bisnis. Hal ini bisa diantisipasi dengan berbagai pendekatan yang telah tersusun sejak dini. Bisa dikatakan bahwa sektor ini masih hijau, belum terlalu carut-marut. Peran regulator untuk mengkaryakan sektor ini menjadi subur adalah prioritas, baik melalui regulasi yang tepat, akses yang dipermudah, dan upaya peningkatan kualitas di sektor pendukungnya.

Konsumen menyadari pentingnya digitalisasi

Berbagai hasil survei mengemukakan bahwa konsumen Indonesia sudah mulai membentuk pola konsumsi yang relevan. Berbagai pertumbuhan terjadi di sana-sini. Pada dasarnya konsumen sudah mulai paham tentang peranan teknologi digital dalam mempermudah kehidupannya dan pelaku digital menangkap dengan baik kesempatan tersebut. Kekuatan konsumen Indonesia ini yang banyak disebutkan juga menjadi magnet para perusahaan dan investor asing untuk datang.

Salah satu contoh indikasi menguatnya konsumsi digital nasional adalah hasil riset DailySocial terkait keyakinan masyarakat terhadap alat pembayaran non-tunai untuk beragam kebutuhan. Pertumbuhan ini sejalan dengan kebutuhan para pemain digital dalam mendapatkan traksi layanannya. Kendati layanan on-demand dan e-commerce masih menjadi yang terfavorit diyakini kategori lain tengah menyusul popularitasnya dalam akuisisi pengguna.

Konsumen telah menyadari pentingnya digitalisasi untuk membuat kesehariannya lebih efektif. Kesadaran tersebut kini menjadi potensi besar yang diburu banyak pihak. Sudah selayaknya apa yang dibutuhkan oleh konsumen dapat dipenuhi oleh penyedia jasa dan produk dalam negeri. Banyak yang masih perlu dimatangkan untuk merealisasikan cita-cita itu semua dengan uluran berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, hingga insan mandiri sebagai inovator.

Peran Aktif Pemerintah Indonesia Dukung Industri Startup dan Ekonomi Digital

Industri digital di Indonesia tengah berada dalam tahap fase berkembang, banyak aplikasi maupun layanan digital yang muncul dalam menghilang dalam kurun waktu sepuluh tahun belakang. Untuk terus menjaga ekosistem digital di Indonesia, perlu peran banyak pihak, salah satunya adalah pemerintah. Pemerintah sekarang mulai menunjukkan tanda-tanda sangat proaktif mendukung industri kreatif dan digital. Bukti nyatanya adalah didirikannya Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan beberapa kebijakan yang dikeluarkan pihak-pihak pemerintahan terkait, termasuk Presiden.

Jika ditengok ke belakang sudah banyak upaya dan komentar yang dilontarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai industri digital, khususnya startup. Mulai dari kunjungannya ke markas startup ternama Amerika Serikat, Silicon Valley, menyempatkan diri hadir di pembukaan acara Fintech Festival yang digelar baru-baru ini, dan yang paling baru keputusannya menggelar rapat terbatas tentang perkembangan ekonomi digital di Indonesia.

Khusus untuk momen terakhir, Presiden Jokowi memberikan kabar menggembirakan bagi para startup tanah air. Pasalnya seperti diberitakan di berbagai media dalam rapat tersebut Presiden Jokowi meminta jajaran kabinetnya untuk memanfaatkan potensi yang ada untuk meningkatkan pelaku ekonomi digital di Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari anggapan Jokowi yang menilai bahwa potensi pasar Indonesia bisa menjadi fondasi bagi Indonesia untuk menjadi ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara.

“Potensi pasar yang sangat besar ini tidak boleh ditinggal begitu saja. Saya yakin potensi itu akan bisa menjadi fondasi bagi Indonesia untuk menjadi ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara,” terang Presiden Jokowi.

Dalam rapat itu Presiden juga meminta ekonomi digital ini bisa membawa manfaat bagi rakyat, khususnya UMKM dan para pelaku startup. Salah satu yang diharapkan Presiden Jokowi adalah Indonesia bisa mengembangkan channel antara sistem platform logistik dunia dengan produk-produk yang berada di desa-desa. Kabar yang paling melegakan bagi penggiat startup adalah Presiden Jokowi meminta pelaku startup bisa diprioritaskan dan difasilitasi untuk mendapatkan akses permodalan agar bisnisnya bisa tetap tumbuh dan berkembang.

Masalah modal ini memang menjadi krusial bagi beberapa startup. Banyak startup yang tumbang bukan hanya tidak bisa mendapatkan pasar dan pengguna tetapi juga kehabisan modal. Apa yang disampaikan Presiden Jokowi ini, jika bisa terealisasi, jelas menjadi kabar menggembirakan.

Presiden Jokowi juga mengingatkan pentingnya dukungan pemerintah dalam upaya memperkuat pelaku ekonomi digital dengan melakukan deregulasi dan juga memberikan pelatihan pengembangan kapasitas untuk berkompetisi. Ia juga meminta dilakukannya percepatan jangkauan infrastruktur telekomunikasi untuk membantu pelaku-pelaku industri e-commerce.

“Lakukan deregulasi besar-besaran untuk mendukung berkembangnya industri e-commerce. Satu hal lain yang tidak boleh dilupakan adalah pelatihan untuk mengembangkan kapasitas bagi pelaku pemula e-commerce sehingga akan semakin mampu bersaing di dunia bisnis,” ungkap Presiden.

Riset CA Technologies Perlihatkan Kesiapan Indonesia Menuju Era Ekonomi Digital

CA Technologies baru saja meluncurkan edisi perdana Application Economy Index (AEI) Asia Pasifik & Jepang (APJ) 2016, yang dirancang untuk mengidentifikasi kesiapan pasar di dunia digital. Dalam survei ini ditemukan bahwa Indonesia berada di urutan terakhir di antara negara-negara tetangga dalam hal kesiapan integrasi, pengembangan dan mengambil manfaat dari penggunaan aplikasi.

CA Research 1

“Terlepas dari apakah mereka merupakan berada pada kelompok Disruptors, Challengers atau Mainstream, pasar masih harus fokus untuk menciptakan kondisi bagi kalangan bisnis untuk berkembang dalam era application economy. Mereka dapat melakukannya dengan terus melakukan yang terbaik sesuai dengan karakteristik kunci sukses mereka, sambil terus mengatasi hambatan saat ini dan masa yang akan datang,” kata Managing Director TRPC Lim May-Ann selaku rekanan CA Technologies dalam melakukan riset.

Indeks tersebut mengevaluasi tiga pilar utama yang penting untuk sebuah application economy yang dinamis. Masing-masing pilar tersebut terdiri dari berbagai parameter, yakni (1) keterlibatan dan dukungan pemerintah dalam inovasi teknologi, (2) infrastruktur internet dan seluler dan (3) kejelian bisnis. Sayangnya di setiap parameter nilai Indonesia jeblok dengan peringkat terendah dalam poin pertama.

“Kinerja Indonesia tidak mencerminkan potensi Indonesia yang sepenuhnya. Hasil riset tersebut menunjukkan gambaran dari situasi saat ini, dan menunjukkan perekonomian negara-negara Asia dalam hal seberapa kondusif situasi pasar mereka untuk pengembangan aplikasi dan akses ke pasar saat ini,” kata Nick Lim selaku Vice President Asia South CA Technologies.

Bagian kedua penelitian CA menelaah mengenai pemimpin masa depan dari application economy dengan menggunakan Market Potential Accelerators (MPA). Indeks ini mengevaluasi faktor-faktor yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi dan mempercepat potensi pasar dalam application economy yang baru.

CA Research 2

Ketika MPA mulai digunakan, Indonesia siap untuk melompat tujuh posisi ke posisi ke-3 jika kesenjangan pasar dapat ditangani. Beberapa peluang yang menguntungkan Indonesia termasuk dukungan yang kuat dari dalam negeri bagi iklim usaha, dan populasi pengguna media sosial yang cerdas yang menggunakan internet seluler, aplikasi dan jaringan sosial di dunia maya setiap hari. Indonesia juga memiliki populasi terbesar ketiga pengguna ponsel pintar dan populasi demografis usia muda terbesar ketiga di kawasan ini.

Kenaikan peringkat Indonesia dalam MPA menggarisbawahi bagaimana disruption dapat membantu pasar bergerak maju dalam application economy, meskipun terlihat lambat pada saat awal. Perusahaan harus bertindak cepat untuk menangkap pangsa pasar dan pemerintah perlu mendukung dengan kebijakan untuk mendorong infrastruktur lebih dari yang diperlukan saat ini.