Rekapitulasi Sejumlah Kemeriahan April Mop 2018 di Industri Teknologi Indonesia

Seperti tahun-tahun sebelumnya, kemeriahan April Mop selalu diikuti para pemain di ekosistem startup di Indonesia. DailySocial mencoba merangkum beberapa inisiatif yang dilakukan oleh para startup dalam merayakan April Mop. Berikut ini daftarnya.

Chief Everything Officer DailySocial

Episode khusus DSTour di tanggal 1 April 2018 menampilkan kantor DailySocial sekaligus memperkenalkan sosok penting yang menjadi tulang-punggung produktivitas di dalamnya. Secara khusus Chief Everything DailySocial, Hendro Saputro, memandu video kali ini. Ia memperkenalkan setiap sudut ruangan kantor DailySocial dan menjadi semua orang yang mengerjakan seluruh aktivitas bisnis.

Penasaran? Simak video di bawah ini.

Layanan berlangganan berbayar JagatPlay J.E.M.B.U.T.

Secara khusus JagatPlay meluncurkan J.E.M.B.U.T. akronim dari “JANGAN ENAK MEMBACA doank, BUTUH UANG TAUUU!!”, yakni sebuah layanan berita yang disajikan untuk pelanggan premium/berbayar. Dengan logo yang sangat ikonik, fitur ini menjanjikan paket berlangganan 1 bulanan, 6 bulanan, dan 1 tahunan. Informasi lebih lanjut seputar paket berlangganan ini, bisa diakses melalui tautan berikut ini.

Headgear 2.0 buatan GO-JEK

Helm pintar ini didesain dengan teknologi GO-JEK Dynamic Glass untuk menampilkan data digital dan holographic di dalam kaca helm. Produk ini bernama Headgear 2.0, dapat digunakan oleh konsumen GO-JEK untuk menikmati entertainment on the go dan membuat konsumen tetap stylish.

Headgear 2.0 dari GO-JEK / GO-JEK
Headgear 2.0 dari GO-JEK / GO-JEK

DycodeX kembangkan SMARTLover

SMARTLover adalah perangkat berbasis pelacak untuk membantu seseorang menemukan pasangan. Dari rilisnya di Facebook, DycodeX mengatakan perangkat tersebut dikembangkan untuk kemajuan hubungan manusia yang lebih baik di masa depan. DycodeX juga mengaku menjalin kerjas sama khusus dengan pengembang perangkat keras asal Tiongkok untuk memproduksi perangkat ini secara masal.

SMARTLover dari DycodeX / DycodeX
SMARTLover dari DycodeX / DycodeX

ASUS Indonesia ubah nama dan logo

ASUS Indonesia melalui akun Twitter-nya mengumumkan perubahan nama sekaligus logo menjadi SNSV. Sekilas mirip dengan sebuah grup musik girl-band asal Korea Selatan. Dengan logo barunya ini ASUS Indonesia mengharapkan pamor yang lebih meningkat di tahun 2018 ini.

Perubahan logo ASUS / ASUS Indonesia
Perubahan logo ASUS / ASUS Indonesia

Techinasia Indonesia kenalkan koin kripto

Techinasia Indonesia pada tanggal 1 April 2018 ini secara resmi mengumumkan TIA COIN. Yang menarik, koin ini dibangun berlandaskan asas kekeluargaan yang hakiki, tentu selain mengadopsi konsep cyrptocurrency. Untuk kegiatan penyebaran, TIA COIN juga dilengkapi aktivitas Airdrop, yakni bagi-bagi koin secara gratis. Tertarik untuk mendapatkan koinnya? Klik tautan berikut untuk informasi selengkapnya.

GrabMudik oleh iPrice Indonesia

Secara khusus iPrice mengirimkan rilis kepada beberapa media soal inisiasi GrabMudik, sebuah layanan baru di layanan on-demand Grab yang menyediakan akses kendaraan khusus untuk mudik. GrabMudik terdiri dari beberapa layanan, yakni GrabHeli, GrabDelman, dan GrabTruk Pasir. Dari namanya sudah bisa ditebak, moda transportasi apa yang ditawarkan.

Tampilan aplikasi GrabMudik yang didesain iPrice / iPrice
Tampilan aplikasi GrabMudik yang didesain iPrice / iPrice

Kejutan April Mop iPrice ini tidak ditanggapi baik pihak Grab, karena iPrice dianggap tidak meminta izin ke manajemen Grab di Indonesia. Kendati demikian, pihak iPrice sudah menyampaikan permohonan maaf resmi untuk Grab.

Mengungkap Mitos dan Fakta Kondisi IoT di Indonesia

Persebaran produk internet of things (IoT) di Indonesia memang kian berkembang. Produk yang paling familiar dari IoT adalah perangkat wearable smartwatch. Untuk skala rumah tangga, ada remote yang dapat mengatur televisi, air conditioner (AC), jendela, garasi, dan lainnya.

Berkembangnya teknologi ini rupanya tidak sejalan dengan kondisi nyata yang terjadi di lapangan. Dalam salah satu sesi di Social Media Week Jakarta 2017, menghadirkan Dyan R. Helmi dari DycodeX, salah satu perusahaan pengembang teknologi IoT dari Bandung, banyak berbicara mengenai mitos dan fakta kondisi IoT di Indonesia. Berikut rangkumannya:

Mitos

Banyak hasil riset yang mengemukakan bahwa potensi bisnis IoT baik di Indonesia maupun secara regional pada 2020 dapat bernilai miliaran dolar Amerika Serikat.

Coba tengok hasil riset yang dipaparkan Cisco. Di sana menyebutkan secara global, obyek penggunaan perangkat IoT pada 2020 tembus 50 miliar obyek pintar. Angka ini diprediksi tumbuh lima kali lebih cepat dibandingkan perkembangan listrik dan telepon.

Bila dikerucutkan hingga skala APJC (Asia Pasifik, Jepang, dan China), potensi bisnis yang bisa ditangkap dari IoT sekitar US$1,5 miliar di 2020.

Dari hasil tersebut, Helmi, panggilan akrab Dyan, mengatakan angka tersebut masih menjadi mitos dan dapat ditangkap sebagai peluang yang bisa ditangkap oleh seluruh pihak di Indonesia.

Sementara ini, bentuk nyata dari pemanfaatan IoT belum begitu terasa bila dilihat dari kacamata industri. Masih sedikit perusahaan yang menerapkan IoT dalam proses bisnis mereka.

Perlu diketahui, untuk menyebut apakah sebuah perangkat dapat disebut dengan IoT harus memenuhi tiga unsur, yakni things (sensor, actuator, MCU/MPU, network, energy, firmware), connectivity (PAN, LPWAN, cellular), dan people and process (IoT Cloud, machine learning, AI).

“Belum banyak industri yang sudah pakai IoT, sehingga lebih tepat disebutnya dengan sample case. Tantangannya terletak di edukasinya ke masyarakat yang PR sekali. Padahal, tujuannya IoT adalah bantu produktivitas mereka. [Edukasi] memang tidak mudah,” terangnya, Kamis (14/9).

Dukungan dari pemerintah untuk pemain IoT pun belum terasa banyak, meski sudah ada kehadiran Bekraf dan Kominfo. Helmi menilai masih banyak instansi pemerintah serta kementerian yang belum paham dengan arti dari IoT sendiri. Malah ada yang salah kaprah, mengira IoT apakah itu Android maupun iOS.

Fakta

Di balik mitos, ada beberapa fakta yang masih membutuhkan banyak perhatian dari seluruh pihak. Helmi mengungkapkan pengembang hardware (makers) IoT masih sangat minim, tidak sampai ribuan. Ambil contoh, untuk komunitas IoT di Bandung bisa dibilang terbesar di Indonesia, namun anggotanya hanya sekitar 50-an orang.

Daerah lainnya, semisal Semarang, juga cukup besar bisa mencapai 100-an. Namun level anggota di sana belum ingin menyeriusi IoT dan menjadikannya sebagai bisnis. Pasalnya, rata-rata dari mereka masih pelajar sehingga belum permanen.

Untuk perusahaan yang menekuni IoT juga tidak banyak, beberapa nama di antaranya Geeknesia, Cubeacon, Bluino, DycodeX, Callysta, Gravicode, Rantonic, eFishery, dan lainnya.

Di samping itu, kesadaran dunia pendidikan untuk memulai kurikulum mengenai IoT juga mulai ada, meski baru sedikit, dengan diprakarsai oleh Sekolah Kristen Kalam Kudus di Medan.

Pihak sekolah meminta bantuan dari Helmi untuk dibuatkan kurikulum untuk diajarkan ke siswa SMP dan SMA. Kampus Binus juga mulai menaruh perhatian untuk dunia IoT dengan mengadakan seminar singkat untuk mahasiswanya.

Di luar itu, terdapat platform edukasi Makestro. Di dalamnya, tidak hanya edukasi saja tapi terdapat kebutuhan untuk pengadaan perangkat dan kebutuhan lain untuk pengembangan hardware. Ada tiga fitur yang dihadirkan, yakni shop, cloud dan learn.

“Intinya adalah bagaimana kita [Indonesia] bisa mencetak lebih banyak makers. Sebab akar masalahnya ada di situ. Dari potensi yang disebut hasil riset sebelumnya, cuma akan jadi mitos bila akar masalah tidak diselesaikan. Sekarang pertanyaannya, apakah Indonesia hanya akan jadi konsumen saja?,” pungkas Helmi.


Disclosure: DailySocial merupakan media partner Social Media Week Jakarta 2017. Dapatkan diskon 30% untuk pembelian tiket melalui laman Deals DailySocial.

Daftar Produk Keren yang Menjuarai R-IoT Hackathon 2017

Belum lama ini ajang Republic Internet of Things (R-IoT) Hackathon 2017 digelar di Bandung. Ajang ini diselenggarakan untuk menantang para penggiat IoT di Indonesia untuk berinovasi, diselenggarakan Makestro bekerja sama dengan MyIoTC dari Malaysia. Hackathon yang dilakukan selama 22 jam tersebut, berhasil melahirkan 3 juara utama dan 1 juara favorit pilihan juri.

Juara pertama berhasil digaet tim Ex, disusul juara kedua tim Deadliner, dan juara ketiga tim AIM. Sedangkan untuk juara favorit jatuh pada tim CIKUR.

Alat pendeteksi slot tempat parkir kendaraan

Juara Pertama

Tim Ex berasal dari Jurusan Teknik Komputer, Universitas Brawijaya Malang, terdiri dari empat anggota yakni Fungki Pandu, Rafi Fajar, Mukmin dan Tiara. Produk yang dikembangkan berupa perangkat pendeteksi slot parkir dengan teknologi IoT. Dengan perangkat tersebut, masyarakat akan dibantu untuk mengetahui apakah slot parkir tersedia di tempat tujuan mereka atau tidak. Informasi akan ditransmisikan melalui aplikasi berbasis Android. Selain informasi, aplikasi juga dibubuhi fungsionalitas lebih, yakni untuk pemesanan slot parkir, pembayaran dengan e-money, dan fitur untuk menemukan letak mobilnya.

“Untuk produknya harapan kami bisa cepat dikembangkan dan masuk ke pasar di Indonesia, dan kami sangat mengharapkan adanya perusahaan yang ingin bekerja sama,” ujar Rafi selaku perwakilan dari tim Ex.

Alat pengatur penggunaan daya listrik

Juara Kedua

Juara kedua mengembangkan Smart P-Man (Smart Power Management), yaitu sebuah sistem manajemen daya listrik pintar. Produk ini ditujukan untuk monitoring dan mengatur penggunaan listrik dalam suatu rumah atau bangunan, dengan kemampuan kendali nyala-mati listrik untuk tiap stop kontak baik secara manual maupun otomatis mengikuti batasan daya yang diatur. Produk ini ke depannya mampu menggantikan kWh meter yang digunakan PLN saat ini.

Tim Deadliner terdiri dari tiga mahasiswa tingkat akhir, yakni Mochamad Faisal, Irham Fauzan dan Musa Abdul Aziz. Kepada DailySocial, Faisal mengungkapkan bahwa harapannya ke depan akan ada lebih banyak lagi acara sejenis ini dan disertai follow up baik dari pemerintah ataupun industri agar karya yang dihasilkan dapat berkembang menjadi produk yang dapat dimanfaatkan masyarakat luas.

Alat fitnes yang lebih efisien dan terukur

Juara Ketiga

Untuk juara ketiga, tim AIM mengembangkan produk bernama AIMuscle, yakni sebuah smart personal muscle trainer. Tingginya biaya personal trainer dan akses ke fitness center, membuat banyak milennials kesulitan untuk mendapatkan akses untuk menjaga tubuh tetap fit. Solusi yang ada sekarang yaitu aplikasi personal trainer, tidak memiliki fitur untuk mengoreksi apakah yang dilakukan pengguna sudah benar atau belum. Tim AIM mengembangkan sebuah perangkat IoT berupa tracker yang dapat mendeteksi berbagai macam gerakan Dumbbell sehingga latihan dapat berjalan efektif dan lebih murah.

Tim AIM terdiri dari beberapa anggota yang terdiri dari mahasiswa Telkom School, ITS Surabaya dan Universitas Trisakti. Salah satu anggotanya, Dhuha Abdul, mengungkapkan, bahwa kegunaan produk AIMuscle sebenarnya bisa lebih luas, tidak hanya untuk Dumbbell saja tapi bisa didesain untuk kebutuhan kesehatan dan industri. Rencananya produk tersebut akan disempurnakan dengan machine learning sehingga dapat menghasilkan analisis prediktif yang bermanfaat.

Alat pengusir hama dan perangsang pertumbuhan tanaman

Juara Favorit

Untuk juara favorit, yang ditentukan juri, terpilih tim CIKUR yang terdiri dari Danny Ismarianto Ruhiyat, Aries Syamsuddin, dan Mirwan Miftahul Arif. Dalam acara Hackathon R-IoT 2017 tim CIKUR mengembangkan produk dengan nama Karinding IoT. Yaitu alat berbasis Karinding (alat musik getar khas Sunda dari bambu) yang digerakkan secara elektronis dan dikontrol melalui internet sebagai perangkat IoT.

Kegunaan Karinding IoT yang utama adalah mengusir hama tanaman (khususnya padi dan jagung) dengan menggunakan suara berfrekuensi rendah yang dihasilkan dari Karinding bambu dan suara Karinding dapat meningkatkan hasil panen dengan merangsang pembukaan mulut daun/stomata secara lebih baik (sehingga nutrisi dan gas karbondioksida dapat terserap secara jauh lebih baik).

“Kominfo sangat tertarik untuk mengembangkan Karinding IoT versi portabel (yang ukurannya lebih ringkas) untuk digunakan petani-petani di Indonesia. Sebuah perusahaan swasta juga menawarkan lokasi penelitian pertanian dan perkebunan di daerah Lembang untuk digunakan sebagai tempat riset bersama tim CIKUR dalam mengembangkan Karinding IoT,” ujar Danny.


Disclosure: DailySocial merupakan media partner dari R-IoT Hackathon 2017.

Daftar Inisiatif Pengembangan Produk Internet of Things di Indonesia

Tren Internet of Things (IoT) secara perlahan makin diminati oleh pengembang di Indonesia untuk mengusung berbagai jenis layanan. Mulai dari perusahaan (khususnya Telco) hingga pengembang di universitas mulai merumuskan berbagai ide penerapan teknologi IoT dalam berbagai kebutuhan. Beberapa produk bahkan saat ini sudah siap pakai dan diujikan.

Berikut ini adalah daftar inisiatif pengembangan produk IoT di Indonesia yang mulai meramaikan pangsa pasar teknologi dan bisnis.

Cubeacon

Produk teknologi yang diusung Cubeacon memudahkan para pedagang untuk dapat memantau aktivitas para pelanggan mereka melalui smartphone. Dengan perangkat tersebut, para pedagang dapat memantau pergerakan dari para pelanggan mereka melalui aplikasi yang terpasang pada smartphone sang pelanggan.

Cubeacon dikembangkan di Surabaya dan di Jepang
Cubeacon dikembangkan di Surabaya dan di Jepang

Perangkat Cubeacon tersebut memiliki bentuk menyerupai sebuah kubus kecil dan memanfaatkan konektivitas bluetooth untuk dapat tersambung dengan beragam perangkat elektronik. Setiap satu paket pembelian produk Cubeacon ini berisi tiga buah Beacon dan sebuah baterai terpisah.

Application Information Will Show Up Here

 

DycodeX

DycodeX merupakan inisiatif berupa anak perusahaan dari pengembang software kenamaan asal Bandung DyCode untuk menyambut tren positif IoT di Indonesia. Menurut CEO DyCode dan DycodeX Andri Yadi langkah ini merupakan momen terbaik untuk mulai mengikuti arus tren IoT yang kini mulai hangat diperbincangkan. Diakui ekosistem itu sendiri masih muda, berdasarkan pengalaman mobile app bubble beberapa tahun silam DyCode justru ingin kembali menjadi pionir kali ini.

Layanan photo editing dan cetak bernama “Jepret” yang dimiliki DyCode akhirnya bermigrasi ke DycCodeX dengan nama Allegra. Intinya Allegra merupakan penyempurnaan dari segi kenyamanan dan mobilitas yang lebih baik dari keseluruhan layanan Jepret. Tak hanya itu, sejak peresmian DycodeX pada bulan April lalu mereka berhasil membangun tiga prototipe produk lainnya, seperti project name Button, Gallon dan Lamp.

eFishery

eFishery adalah alat pemberi pakan ikan otomatis. Alat ini tidak hanya mengotomatisasi pemberian pakan secara terjadwal dengan dosis yang tepat, tetapi juga mencatat setiap pemberian pakan secara real-time. Pengguna dapat mengakses data pemberian pakan kapan pun dan di mana pun . Tidak ada lagi masalah over-feeding, pemberian pakan ikan yang tidak teratur atau pakan yang diselewengkan. Secara spesifik, eFishery berusaha membantu peternak ikan dan udang, karena biasanya pemberian makan ikan menguasai antara 50 hingga 80 persen biaya operasi peternakan ikan.

Pemanfaatan eFishery di salah satu kolam peternakan ikan
Pemanfaatan eFishery di salah satu kolam peternakan ikan

eFishery juga dikenal sebagai startup yang sering memenangkan berbagai kompetisi startup tingkat global.  Model bisnis eFishery adalah menjual alat pemberi pakan pintar kepada peternak dan distributor. Lebih jauh, seperti halnya konsultan, mereka juga mendapatkan penghasilan dari biaya langganan pemakaian piranti lunak untuk memonitor dan menganalisis aktivitas pemberian pakan ikan secara real time di smartphone atau tablet tiap bulannya. Mereka mengklaim secara rata-rata optimasi yang dilakukan mengurangi jumlah makanan yang digunakan hingga sebesar 21 persen.

eMagic

eMagic (Enhance Managed IoT Connectivity), sebuah solusi M2M (Machine-to-Machine) besutan Indosat Ooredoo. Sistem ini dirancang untuk memudahkan pelanggan dalam menghubungkan dan mengelola perangkat dengan layanan full managed. Layanan full managed sendiri memungkinkan pengguna tidak direpotkan dengan aktivitas instalasi, operasi dan pemeliharaan. Biaya lebih efisien dan perangkat dapat beroperasi optimal menjadikan pelanggan dapat lebih fokus pada bisnis.

eMagic dapat diterapkan pada berbagai industri seperti ATM, EDC pada perbankan, gateway untuk sensor pada perusahaan oil and gas, broadcasting, ritel dengan live streaming, advertising dan small branches office, dan industri lain yang membutuhkan komunikasi data yang handal dan aman.

Fox Logger

Fox Logger GPS merupakan sebuah platform yang berfungsi sebagai sistem manajemen transportasi yang memungkinkan pengguna memantau aktivitas kendaraan. Pantauan tersebut meliputi jarak tempuh setiap harinya, lokasi parkir, cepat laju kendaraan, lama kendaraan menyala, pemakaian bahan bakar hingga mendeteksi keberadaan kendaraan berdasarkan letak geografis tertentu.

Dikembangkan oleh startup pimpinan Alamsyah Cheung, solusi yang ditawarkan merupakan sesuatu yang dibutuhkan para pengusaha di bidang logistik. Dengan Fox Logger GPS Technology mereka bisa dengan mudah memantau armada mereka hanya menggunakan gawai atau komputer. Di awal peluncurannya,  Fox Logger berhasil menjalin kerja sama dengan Pemprov DKI. Sistemnya berhasil menjawab kebutuhan Pemprov DKI atas alat monitoring truk sampah yang dimiliki Jakarta.

Application Information Will Show Up Here

 

Konekthing

Berdiri pada tahun 2012, startup yang bermarkas di Depok ini memiliki impian agar manusia tidak hanya mampu terhubung antar sesamanya saja, tetapi juga terhubung kepada seluruh benda di sekitarnya. Menurut mereka membangun konektivitas berarti turut membangun jembatan ke teknologi masa depan yang mampu mempermudah manusia melakukan segala aktivitasnya. Sejumlah produk yang dihasilkan oleh Konekthing, dana beberapa terkait dengan teknologi IoT adalah Xlogistik, Edu Tablet, Xchat, Xnething SmartHome, dan Xpajak.

Konekthing juga menyediakan application programming interface (API) yang disediakan untuk para pengembang aplikasi Android pihak ketiga yang ingin memanfaatkannya untuk menerapkan konsep rumah pintar. Teknologi yang dikembangkan ialah Wireless Sensor Network yang mengizinkan pengguna untuk memantau dan mengatur suatu area tertentu yang telah memiliki sensor jaringan agar mendapatkan atau membuat suatu kondisi di area tersebut.

Parkirin

Parkirin mengkombinasikan konsep aplikasi,  IoT, dan penggunaan mobile payment Tcash di sektor transportasi. Saat ini Parkirin sudah diuji coba di Kuningan City dan menyusul di fX akhir Mei 2016. Ide pengembangan Parkirin hadir karena Telkomsel (penggagas Parkirin) ingin mengembangkan konsep IoT di Indonesia. Menurut penilaiannya, saat ini yang siap dengan solusi IoT dan potensi bisnisnya besar adalah sektor transportasi. Oleh karena itu Telkomsel mencoba menginkubasi layanan ini.

Secara umum, cara kerja Parkirin adalah konsumen menggunakan aplikasi Parkirin, saat ini baru tersedia di Google Play dan iOS, untuk mengecek fasilitas gedung, promo merchant, dan ketersediaan tempat parkir. Khusus untuk reservasi tempat parkir dan pembayarannya saat ini baru bisa dilakukan oleh pelanggan Telkomsel, meskipun tidak menutup kemungkinan bakal dibuka untuk umum. Pelanggan Telkomsel bisa melanjutkan proses hingga reservasi dan pembayaran menggunakan Tcash.

Application Information Will Show Up Here

 

Qlue

Salah satu cita-cita startup pengembang layanan yang menghubungkan antara pemerintah dengan masyarakat yaitu ingin berinovasi mengembangkan produk smart city berbasis IoT, khususnya untuk diterapkan di wilayah perkotaan. Disampaikan oleh CEO Qlue Rama Raditya, bahwa saat ini sudah mulai terdesain beberapa inisiatif IoT untuk smart city, misalnya pengembangan traffic lamp yang terhubung ke sebuah command center, kotak sampah pintar, dan juga air polution detector. Berbagai otomatisasi ini dinilai akan menjadi makin “viral” ketika smart city menjadi sebuah kebutuhan di perkotaan.

Siramin

Di Yogyakarta sekumpulan mahasiswa UGM mengimplementasikan konsep otomatis ke dalam perangkat penyiraman. Mengusung teknologi dan konsep IoT, layanan yang diberi nama Siramin ini bisa menggerakkan alat penyiraman dengan kontrol menggunakan aplikasi mobile, baik Windows Phone, Android, maupun via website.

Siramin yang dikembangkan pada pertengahan tahun 2015 silam ini awalnya dirancang untuk bisa mengendalikan alat penyiraman menggunakan layanan pesan singkat atau sms. Namun seiring dengan perkembangan teknologi akhirnya tim Siramin mengembangkannya sehingga saat ini perangkat penyiraman bisa dikontrol melalui perangkat mobile maupun situs.

T-Bike

T-Bike merupakan salah satu solusi M2M (machine to machine) besutan Telkomsel yang dapat dipasangkan pada sepeda motor. T-Bike sendiri dikenal sebagai sebuah layanan yang dilengkapi dengan beberapa fitur unggulan seperti Find My Bike, Tracking, Engine On/Off, dan juga Geo Fence.Find My Bike, salah satu fitur yang ada dalam layanan T-BIKE ini memungkinkan pengguna untuk melakukan pencarian lokasi sepeda motor, sedangkan fitur tracking dirancang untuk memungkinkan melacak lokasi kendaraan lengkap dengan alamat dan titik koordinat.

Dua fitur unggulan lainnya yakni Engine On/Off dan Geo Fence didesain untuk memberikan keamanan ekstra. Geo Fence misalnya, bekerja untuk memberikan peringatan batas aman kecepatan maksimum pada saat berkendara. Selain beberapa fitur unggulan di atas, T-Bike juga diklaim memiliki kelebihan dari segi pemasangannya yang cepat. Bahkan atas performanya ini T-Bike diganjar beberapa penghargaan dari beberapa lembaga seperti, MURI, Motor Plus, dan Forwot (Forum Wartawan Otomotif).

YuBox

YuBox merupakan sebuah solusi terintegrasi berbasis Wi-Fi dari XL Axiata yang bisa menjadi media penyebaran berbagai jenis informasi, seperti iklan, konten aplikasi, video atau musik. YuBox bekerja dengan memanfaatkan jaringan data XL dan platform aplikasi yang terhubung dengan perangkat WiFi Router. Saat YuBox diaktifkan di lokasi yang telah ditetapkan, pengguna mobile dapat mengakses browser atau Internet secara otomatis tanpa memerlukan proses otentikasi. Selanjutnya landing page, konten berita, promo dan hiburan lainnya dapat diakses oleh pengguna secara online maupun offline.

DyCode Resmikan DycodeX, Sambut Tren IoT di Indonesia (UPDATED)

Perusahaan pengembang software kenamaan asal Bandung DyCode menyambut tren positif Internet of Things (IoT) di Indonesia. DyCode siap menempuh jalan panjang ekosistem IoT yang sangat belia di Nusantara dengan meluncurkan anak perusahaan, yakni DycodeX, sebagai pengembangan bisnisnya.

CEO DyCode dan DycodeX Andri Yadi menuturkan kepada DailySocial bahwa langkah ini merupakan momen terbaik untuk mulai mengikuti arus tren IoT yang kini mulai hangat diperbincangkan. Diakui ekosistem itu sendiri masih muda, berdasarkan pengalaman mobile app bubble beberapa tahun silam DyCode justru ingin kembali menjadi pionir kali ini.

Dipersenjatai pengalaman dan kapasitas mumpuni menyambut vertikal baru yang hot

Andri saya temui di kantornya yang terletak di wilayah kota Bandung dalam perbincangan kasual tentang pembaruan terkini dari bisnis mereka. Markas besar DyCode ini dipenuhi sekitar 37 orang yang sekitar sepertiganya adalah pegawai DycodeX. Di kesempatan kali ini, Andri memulai kisah dengan memaparkan kilas balik dari keterlibatan DyCode dalam tren aplikasi mobile beberapa tahun silam yang mulai mencuat.

“Tren IoT ini, kejadiannya persis seperti bubble mobile apps di tahun 2010. Kami embraced [trennya] pada saat itu, begitu juga dengan saat ini [untuk mengadopsi IoT], sekaligus menjadi penyedia solusi IoT. Namun jika masih dalam satu payung DyCode, takutnya akan berantakan, resource yang ada saat itu juga kurang, itulah mengapa diciptakan DycodeX,” kata Andri.

DycodeX

Lebih jauh, Andri merekrut tim baru yang diperkuat dengan talenta yang kabarnya tidak hanya paham bahasa pemrograman, tetapi juga mengerti perihal microcontroller, ataupun pemahaman tentang teknik mesin yang baik. Amunisi baru ini didukung oleh dana dari Edo Okandar, seorang angel investor yang juga menggeluti dunia startup lokal. Perihal kepemilikan DycodeX ini, Edo memiliki sekitar ¼ saham, sementara sisanya dikucurkan oleh DyCode sendiri.

DyCode team / DailySocial

Layanan photo editing dan cetak Jepret yang dimiliki DyCode akhirnya bermigrasi ke DycCodeX dengan nama Allegra. Intinya Allegra merupakan penyempurnaan dari segi kenyamanan dan mobilitas yang lebih baik dari keseluruhan layanan Jepret. Tak hanya itu, sejak peresmian DycodeX pada bulan April lalu mereka berhasil membangun tiga prototipe produk lainnya, seperti: project name button, gallon, dan lamp.

Tantangan baru di vertikal baru

It’s another world, selama ini industri startup terkait dengan software. Begitu masuk ke hardware, tantangannya banyak sekali. Dari segi resource, IoT membutuhkan additional skillset yang gak hanya bisa paham mesin, tapi juga bisa coding. Secara makro, masalah ekosistemnya jauh lebih ‘mentah’,” ungkap Andri.

Disebutkan pula bahwa komponen fisik memiliki keterbatasan suplai yang harus diimpor dari negara Tiongkok. Rapid prototyping tidak memiliki pabrik perakitan dan fasilitas yang mendukung. Andri sendiri percaya di tahun 2016 nanti IoT akan mendapat perhatian jauh lebih besar dari sebelumnya. Namun perihal bisnisnya sendiri, seluruh pemainnya masih akan meraba pendekatan yang memungkinkan untuk dijajaki. Tapi semua hanya perihal waktu, dan yang jelas dukungan dari pemerintah.

“IoT ini adopsinya tentang kemulusan implementasi, bagaimana  support-nya ketika pengadopsiannya sudah masif akan menjadi tantangan lain. Salah satu yang mengganjal juga regulasi pemerintah, karena nyaris seluruh solusi IoT membutuhkan perangkat nirkabel. Sementara setiap perangkat nirkabel baru wajib melalui proses sertifikasi. Ini bisa menghambat produksi massal,” tutupnya.

Jepret Allegra by DyCodeX / DailySocial

 

Update:
Kami meralat penamaan DyCodeX menjadi DycodeX, serta tautan menuju dycodex.com