FIFA 21 Versi Console Next-Gen Hadirkan Sederet Upgrade yang Sangat Menarik

Industri game saat ini sedang berada dalam masa transisi. Kehadiran PlayStation 5 dan Xbox Series X menuntut sejumlah developer untuk memikirkan bagaimana cara untuk memaksimalkan kapabilitas masing-masing console next-gen, sehingga pada akhirnya mereka dapat menyajikan pengalaman bermain yang lebih baik lagi.

Berkat dukungan backwards compatibility yang ditawarkan masing-masing console, developer sebenarnya tidak perlu melakukan apa-apa agar permainannya dapat dinikmati di PS5 maupun Xbox Series X. Di saat yang sama, mereka juga punya opsi untuk memperbarui game-nya agar bisa lebih impresif lagi ketika dimainkan di console next-gen.

FIFA 21 adalah salah satu contoh dari opsi yang kedua ini. Game tersebut memang sudah tersedia di PS4, Xbox One maupun PC, dan secara keseluruhan sudah terkesan fresh dari segi desain maupun gameplay. Pun begitu, versi next-gen FIFA 21 yang dijadwalkan hadir pada tanggal 4 Desember mendatang menjanjikan penyempurnaan yang lebih banyak lagi.

FIFA 21 next-gen

Kita mulai dari yang paling simpel, yakni perkara waktu loading. Di PS5 dan Xbox Series X, waktu loading FIFA 21 jelas akan berlangsung jauh lebih singkat berkat penggunaan SSD NVMe pada masing-masing console. Kalau menurut EA sendiri, dari menu utama ke pertandingan hanya butuh beberapa detik saja.

Selanjutnya adalah perihal visual atau grafis. Selain bisa berjalan pada resolusi 4K 60 fps, FIFA 21 versi next-gen juga mampu menyajikan tekstur yang lebih realistis – termasuk halnya pada pemain – berkat penerapan teknik deferred rendering dan runtime lighting. Berdasarkan laporan Eurogamer yang melihat langsung demonstrasinya, kita bahkan bisa melihat secara jelas setiap helai rambut pada sejumlah pemain top.

Sebagian dari upgrade visual ini memang tidak akan terlalu kelihatan selama pertandingan berlangsung, tapi sangat kentara ketika replay diputar. Contoh spesifik lainnya adalah bagaimana otot kaki Paul Pogba tampak jauh lebih realistis pada FIFA 21 versi next-gen ketimbang current-gen.

Animasi juga mendapat perhatian ekstra pada FIFA 21 versi next-gen. EA bilang bahwa mereka telah menambahkan sejumlah animasi pada pemain saat sedang tidak membawa bola. Beberapa contohnya mencakup animasi membenarkan posisi ban kapten, mengepaskan pelindung lutut, maupun animasi menunjuk ke suatu titik seakan memberi sinyal ke kawannya untuk mengoper bola.

Menariknya, penyempurnaan animasi ini terkadang juga bisa berdampak pada kemulusan gameplay. Satu contoh adalah animasi saat pemain menerima umpan lambung menggunakan dadanya, yang terasa lebih responsif di FIFA 21 versi next-gen karena bolanya bersentuhan dengan sang pemain lebih banyak dari biasanya.

Aspek-aspek sinematik pada FIFA 21 versi next-gen juga dibuat lebih dramatis, baik dari segi visual maupun audio. Contoh yang paling mudah adalah ketika gol terjadi di menit-menit terakhir, di mana ekspresi tim pemenang terlihat lebih gereget dan terkadang manajernya bisa lompat masuk ke lapangan, tidak ketinggalan juga komentator yang terdengar lebih bersemangat.

PC tidak kebagian upgrade next-gen

FIFA 21 next-gen

Kalau kita akumulasikan penyempurnaan-penyempurnaan tadi, FIFA 21 semestinya bakal terkesan jauh lebih fresh lagi di console next-gen. Saya juga belum menyinggung soal fitur yang spesifik untuk tiap console, seperti misalnya di PS5, di mana tombol trigger pada controller DualSense bakal terasa semakin berat seiring menurunnya stamina pemain.

Satu hal yang mungkin bakal sangat disayangkan oleh penggemar FIFA 21 adalah absennya fitur cross-gen play, yang berarti pemain FIFA 21 di PS5 hanya dapat berjumpa dengan pemain lain yang juga menggunakan PS5, dan pemain PS4 juga hanya bisa bertanding bersama atau melawan pemain PS4 lainnya.

Juga mungkin bakal terdengar mengecewakan adalah keputusan EA untuk tidak menghadirkan sederet upgrade next-gen ini ke FIFA 21 versi PC, dengan alasan supaya tuntutan spesifikasi minimumnya tidak jadi ketinggian. Dengan kata lain, cara terbaik untuk menikmati FIFA 21 nantinya hanyalah dengan membeli PS5 atau Xbox Series X.

Kabar baiknya, EA tidak menarik biaya tambahan apabila Anda sudah terlanjur membeli FIFA 21 di platform current-gen. Jadi kalau Anda sudah punya FIFA 21 di PS4, versi next-gen-nya nanti dapat langsung Anda mainkan begitu kiriman PS5 Anda datang pada tanggal 22 Januari 2021. Hal ini juga berarti Anda tidak perlu menunda membeli FIFA 21 di platform current-gen selagi masih menunggu kedatangan console next-gen.

Juga melegakan adalah fakta bahwa progres yang sudah kita catatkan pada mode VOLTA maupun FUT bisa ditransfer ke FIFA 21 versi next-gen, sehingga Anda tidak perlu lagi menguji keberuntungan Anda kembali di PS5 nanti.

Sumber: Eurogamer.

BioWare Umumkan Mass Effect Legendary Edition, Versi Remastered dari Trilogi Mass Effect

Tren remake dan remaster di industri video game terus bertambah populer dalam beberapa tahun terakhir, dan publisher besar seperti EA tentu tidak mau melewatkan kesempatan emas semacam ini. Sejauh ini, mereka telah meluncurkan versi remastered dari tiga game legendarisnya: Command & Conquer Remastered, Need for Speed Hot Pursuit Remastered, dan Burnout Paradise Remastered.

Namun yang paling legendaris baru saja diumumkan, yakni trilogi Mass Effect. Lewat sebuah blog post, BioWare menyingkap Mass Effect Legendary Edition, kompilasi sekaligus versi remastered dari Mass Effect, Mass Effect 2, dan Mass Effect 3.

Kata “remastered” di sini harus ditekankan, sebab BioWare sendiri mengakui bahwa mereka sama sekali tidak punya keinginan untuk menggarap ulang (remake) ketiga game tersebut, melainkan sebatas memodernisasi pengalaman yang bisa dinikmati oleh para pemain, baik para penggemar setia seri Mass Effect maupun mereka yang belum pernah memainkannya sama sekali, yang dulu mungkin masih terlalu muda untuk mengikuti petulangan epik Commander Shepard.

Sesuai tebakan, versi remastered ini menghadirkan sederet penyempurnaan terhadap tekstur, shader, efek visual, serta sejumlah aspek teknis. BioWare memastikan bahwa semuanya bakal berjalan optimal di resolusi 4K serta frame rate yang tinggi. Mass Effect sendiri bukanlah game dengan grafik yang buruk, akan tetapi kualitasnya jelas terkesan berumur mengingat game itu dirilis 13 tahun lalu.

Mengemas versi remastered-nya menjadi satu bundel lengkap yang juga mencakup seluruh DLC merupakan keputusan yang tepat menurut saya, sebab jalan ceritanya memang menyambung dari yang game yang pertama sampai ketiga, dan cerita sendiri adalah kekuatan utama dari seri Mass Effect.

Kedatangan versi remastered-nya ini tidak terlalu mengejutkan karena rumornya sudah tersebar sejak bulan Mei lalu. Kendati demikian, EA baru akan merilisnya pada musim semi tahun depan (antara Maret sampai Juni 2021). Selain di PC, PS4, dan Xbox One, Mass Effect Legendary Edition juga bakal bisa dimainkan di PS5 maupun Xbox Series X.

Mass Effect baru sedang dikerjakan

New Mass Effect

Dalam kesempatan yang sama, game director trilogi Mass Effect, Casey Hudson, juga sempat menyinggung soal masa depan franchise yang diciptakannya ini. Disebutkan bahwa sebuah tim veteran BioWare sedang sibuk menggodok chapter baru di dunia Mass Effect. Pengembangannya masih dalam tahap awal, dan sejauh ini BioWare baru bisa menampilkan satu artwork di atas.

Meski belum ada detail apa-apa soal game Mass Effect baru ini, setidaknya cukup melegakan mengetahui bahwa franchise ini tidak akan tamat riwayatnya begitu saja setelah segala respon buruk yang diterima oleh Mass Effect Andromeda.

Pengumuman ini pun sekaligus mengonfirmasi pernyataan BioWare sebelumnya bahwa mereka sama sekali belum menyerah dengan seri Mass Effect. Kendati demikian, realisasinya mungkin masih agak lama mengingat BioWare juga sedang sibuk mengerjakan Dragon Age 4.

Sumber: BioWare via Polygon.

Guild Esports Milik David Beckham Dapat Investasi Rp383 Miliar

Guild Esports, organisasi esports milik David Beckham, baru saja mendapatkan investasi sebesar £20 juta (sekitar Rp383 miliar). Kucuran dana ini mereka dapatkan tepat sebelum mereka melakukan penawaran saham perdana (IPO) di London Stock Exchange pada hari Jumat, 2 Oktober 2020.

Rencana untuk melakukan IPO diumumkan oleh Guild Esports pada 9 September 2020 lalu. Keputusan tersebut disambut dengan kritik oleh komunitas esports yang merasa skeptik. Namun, hal ini tidak menghentikan Guild Esports untuk menjalankan rencana mereka untuk melakukan IPO.

Dengan ini, Guild Esports menjadi organisasi esports asal Inggris pertama yang menawarkan saham mereka pada para investor. Namun, mereka bukanlah organisasi esports pertama yang melakukan IPO. Sebelum ini, Astralis Group, organisasi esports asal Denmark, juga telah mencari investasi melalui IPO.

David Beckham esports
David Beckham menjadi co-owner dari Guild Esports. | Sumber: Nerd4Life

Pada hari Selasa, 29 September 2020, Guild Esports mengungkap bahwa mereka menawarkan 250 juta saham. Mereka menyebutkan, permintaan dari investor akan saham merkea ternyata lebih tinggi dari jumlah saham yang mereka tawarkan, menurut laporan Reuters.

Guild Esports akan menggunakan dana investasi yang mereka dapatkan kali ini untuk merekrut pemain baru dan mengembangkan merek mereka. Saat ini, Guild Esports berlaga di Rocket League milik Psyonix dan juga FIFA dari EA. Ke depan, mereka berencana untuk membuat tim yang berlaga di turnamen Counter-Strike: Global Offensive dan Fortnite.

“Di dunia, popularitas esports terus naik. Hal ini memungkinkan beberapa organisasi esports untuk melakukan monetisasi dari bisnsi mereka melalui sponsorship, menjual merchandise, menawarkan lisensi produk dan pakaian, siaran konten, dan juga turnamen,” kata Carleton Curtis, Executive Chairman, Guild Esports, seperti dikutip dari Esports Insider. “Guild akan menjadi organisasi esports pertama yang masuk ke pasar saham London, yang akan memberikan kami modal dan kredibilitas sehingga kami akan dapat masuk dalam daftar 10 organisasi esports terbaik di dunia dalam waktu 3 tahun.”

Setelah melakukan IPO, David Beckham akan menjadi pemegang saham terbesar ke-4 di Guild Esports dengan total saham sebesar 4,78%. Beberapa perusahaan yang turut menjadi investor dari Guild Esports antara lain Toro Consulting Ltd, the Blue Star Capital Plc, dan Schroder Investment Management Ltd.

EA Gabungkan Dua Layanan Subscription-nya Menjadi EA Play

Sama seperti koleksi game keluarannya yang hadir di banyak platform, Electronic Arts (EA) juga punya layanan subscription yang tersedia di ranah PC maupun console. Di PC, layanan berlangganannya ini dinamai Origin Access, sedangkan di Xbox One dan PS4 layanannya memakai nama EA Access.

Fasilitas yang ditawarkan kedua layanan sebenarnya kurang lebih sama, sehingga memiliki dua nama yang berbeda terkadang bisa membuat bingung sejumlah konsumen. Maka dari itu, EA pun memutuskan untuk melakukan rebranding. Per 18 Agustus 2020, EA Access dan Origin Access Basic bakal berganti nama menjadi EA Play, sedangkan Origin Access Premier (paket termahalnya) menjadi EA Play Pro.

Sepintas pergantian nama memang terkesan sepele, tapi setidaknya ini bisa memudahkan konsumen dalam memilih. Pasca rebranding, EA memastikan benefit yang diterima oleh para pelanggan tidak akan ada yang dikurangi, mulai dari akses penuh ke judul-judul game unggulan EA, sampai akses ke versi trial dari gamegame terbaru beserta potongan 10% untuk semua transaksi.

Dalam beberapa bulan ke depan, EA juga berencana menambahkan fasilitas ekstra berupa hadiah bulanan dan sejumlah tantangan in-game untuk beberapa judul permainan tertentu. Persisnya seperti apa konten yang dimaksud bakal bervariasi tergantung masing-masing game, namun salah satu yang paling mudah ditebak adalah sejumlah item kosmetik yang sifatnya eksklusif.

Nama EA Play mungkin kedengaran familier, terutama bagi mereka yang setiap tahunnya menanti sesi presentasi EA di event E3. Namun mulai tahun ini sebenarnya EA sudah menggunakan nama baru EA Play Live untuk event tahunannya tersebut.

Belakangan EA memang menunjukkan kecenderungan untuk mengarah ke model platform-agnostic, terutama sejak mereka mengumumkan bahwa koleksi game terbitannya bakal hadir kembali via Steam. Rumor terbaru juga mengindikasikan kalau EA Play juga akan ditawarkan sebagai satu paket komplet bersama layanan subscription milik Microsoft, yakni Xbox Game Pass.

Sumber: EA.

Apex Legends Season 6 Umumkan Karakter Baru Bernama Rampart

Respawn Entertainment baru baru ini mengumumkan Apex Legends Season 6. Merupakan sebuah update konten besar yang memang hadir secara musiman, Apex Legends Season 6 diberi judul “Boosted”, yang akan menghadirkan beberapa konten. Salah satu konten yang disajikan pada Apex Legends Season 6 ini adalah sosok karakter bernama Rampart.

Jika melihat trailer yang disajikan kanal YouTube resmi Apex Legends, Rampart ditunjukkan sebagai seorang perempuan yang ditunjukkan punya penampilan serta aksen bicara seperti dari India. Sampai saat ini, EA ataupun Respawn Entertainment belum secara resmi merilis soal kemampuan Rampart secara detil.

Tetapi, beberapa sneak-peek sudah ditampilkan, sehingga kita bisa menduga-duga kemampuan dari karakter Apex Legends terbaru ini. Lewat trailer promosi Season 6, kita melihat Rampart sedang menggunakan senjata Gatling menembaki para Legend di tengah pertarungan. Pada blog resmi EA, Rampart digambarkan sedang memegang senapan besar dan dideskripsikan sebagai, “An expert modder who made her name in underground fight clubs, Rampart talks big and has the ballistics to back it up.”

Dari dua petunjuk tersebut, kita bisa menduga sepertinya senjata dengan kemampuan perusak yang besar akan menjadi kemampuan utama milik Rampart (mungkin Ultimate). Selain itu dengan deskripsi sebagai “expert modder” bisa jadi ia akan memiliki kemampuan untuk memodifikasi atau mungkin memperbaiki sesuatu.

Selain karakter baru, blog resmi EA juga menjelaskan bahwa setidaknya akan 4 konten lain yang hadir pada Apex Legends Season 6. Empat konten tersebut termasuk Boosted Battle Pass yang menyertakan 100 lebih konten eksklusif mulai dari Spray, Legendary skins, Apex Packs dan lain sebagainya.

Sumber: EA
Volt, senjata terbaru Apex Legends yang akan hadir pada Season 6: Boosted. Sumber: EA

Fitur baru, Crafting, yang memungkinkan Anda untuk mengumpulkan berbagai materi di dalam peperangan, dan membuat sesuatu dari materi tersebut. Senjata baru bernama Volt yang merupakan SMG dengan Energy Ammo. Juga tentunya tidak ketinggalan, kehadiran Ranked Season 6.

Apex Legends Season 6 dijadwalkan akan rilis tanggal 18 Agustus mendatang dengan menghadirkan seluruh konten baru tersebut. Apakah kehadiran Legends serta senjata baru akan mengubah meta kompetitif dari Apex Legends? Apalagi ini mengingat turnamen sirkuit Apex Legends Global Series yang akan tetap bergulir di tengah pandemi, yang salah satunya akan diselenggarakan 12 – 13 September 2020 mendatang.

Game FIFA 21 akan Hadirkan Fitur Gameplay yang Lebih Inovatif

Menjelang peluncurannya Electronic Arts selaku studio game yang mengembangkan seri game FIFA memperkenalkan fitur terbaru dari FIFA 21. Seperti sudah menjadi ciri khas EA, siapapun yang didapuk sebagai cover athelete akan selalu menjadi sorotan baik dari sisi penggemar olahraga maupun gamers yang memainkan gamenya.

Atlet sepak bola berkebangsaan Prancis, Kylian Mbappé, menjadi sosok yang mengisi tempat pada sampul game FIFA 21. Kylian Mbappé dinilai sebagai atlet sepak bola yang mampu menjadi perwakilan dari generasi pesepak bola terkini di dunia. Dengan usia yang masih muda Kylian Mbappé masih mungkin mencapai banyak hal lagi di masa depan.

“Menjadi cover athelete di game FIFA adalah sebuah mimpi yang menjadi kenyataan. Sejak bermain bagi Bondy, Clairefontaine, hingga ke Piala Dunia, ini menjadi sebuah pencapaian besar,” ujar Kylian Mbappé dalam sebuah rilis.

Kylian Mbappé sendiri mengakui bahwa sudah memainkan seri game FIFA semenjak kecil dan merasa sangat terhormat terpilih sebagai cover athelete seri game FIFA.

Lebih jauh lagi EA menambahkan fitur interaktif yang belum pernah ada di seri game yang sebelumnya. Pada seri game terbaru FIFA 21, akan ada lebih banyak mode yang bisa dimainkan oleh 2 player atau bahkan lebih. Fitur ini memungkinkan terbangunnya komunitas player yang berinteraksi satu sama lain dalam ekosistem game yang positif.

Selanjutnya masih ada beberapa pembaruan yang akan diterapkan dari career mode. Player akan dibawa ke dalam proses manajemen tim yang lebih imersif. Proses mengasuh sebuah tim dibawakan dengan lebih mendalam. FIFA 21 akan memiliki sistem simulasi game yang lebih interaktif. Rangkaian proses transfer pemain, latihan, statistik, dan jalannya pertandingan dapat dipantau dengan lebih menarik.

FIFA 21 Cover Athelete Kylian Mbappé | via: EA
FIFA 21 Cover Athelete Kylian Mbappé | via: EA

Dari sisi gameplay FIFA 21 memberikan ruang kreativitas bagi player untuk mencoba dribble yang baru dan pergerakan yang dinamis dan intens. Ambience pertandingan juga menjadi suguhan yang akan membawa pengalaman bermain selangkah lebih maju.

Dengan hadirnya konsol next gen di ambang pintu, EA mengabarkan bahwa FIFA 21 bisa dimainkan baik di konsol generasi terkini dan konsol next gen. Jika tidak ada perubahan berarti rencananya FIFA 21 akan dirilis di tanggal 9 Oktober 2020 mendatang. Sampai saat ini EA sudah membuka kesempatan untuk pre-order dengan berbagai limited in game item.

Baru Saja Diluncurkan, Rocket Arena Sudah Siapkan Season Perdana dan Pengembangan Lainnya

Game besutan EA bersama dengan Final Strike Games mengawali debutnya baru-baru ini. Seperti yang sudah disebutkan dalam EA Play Live sebelumnya, EA menelurkan game dengan potensi esports. Sebagai tambahan, Rocket Arena sudah kompatibel menjalankan fitur cross-play yang akan mempertemukan gamers dari beragam konsol.

Rocket Arena akan membawa kita pada permainanan kompetitif antar 2 tim, 3v3 dan pertempuran yang dipenuhi ledakan. Tidak sekadar menembak dan meledakkan roket, setiap hero dalam Rocket Arena memiliki mekanik dan skill yang unik. Perpaduan item dan skill tiap hero akan menantang siapa saja agar bisa bermain dengan kreativitas yang tinggi untuk memenangkan pertempuran.

Adapun EA dan Final Strike Games tampaknya tidak tinggal diam dan berlama-lama dalam mengembangkan ekosistem Rocket Arena. Melalui rilisnya, EA dan Final Strike Games mengumumkan beberapa persiapan dan rencana pengembangan dari game Rocket Arena.

Di season perdana setiap gamers akan diperlengkapi dengan 10 hero yang bisa dimainkan. Seiring dengan berjalannya waktu, akan diungkapkan juga lore dari masing-masing hero Rocket Arena. Dalam lore akan dimunculkan masa lalu tiap hero dan apa yang membawa mereka terjun ke dalam kompetisi Rocket Arena Championship Tour.

Karakter hero yang dibangun dalam Rocket Arena diceritakan tidak saja saling terkait satu sama lain tetapi juga memiliki beberapa hint yang bisa ditemukan pada 10 map yang ada di Crater World. Masing-masing map ditampilkan dengan visual yang memanjakan mata tetapi juga diperlengkapi dengan trap and tricks yang menambah keseruan dalam setiap pertempuran.

Lebih jauh lagi mengenai pengembangan Rocket Arena, setiap season akan berlansung selama 3 bulan lamanya. Seperti yang direncanakan, setiap pergantian season akan diikuti juga dengan rilis 3 hero baru. Secara berkala akan hadir event mode yang berganti di tiap season. Hero bernama Flux akan segera sampai di Crater World dan bisa dimainkan dalam waktu 2 minggu mendatang.

Tidak ketinggalan Rocket Arena akan meluncurkan sistem Blast Pass yang akan memberikan cosmetic item bagi hero yang tersedia. Mode kompetitif ranked match dinyatakan akan diimplementasikan ke sesegera mungkin.

Hal lain yang perlu dicermati dari gameplay Rocket arena adalah penggunaan artifacts. Dengan menggunakan artifacts, gamers akan mendapatkan stat tambahan yang bisa mempengaruhi jalannya pertempuran. Artifact yang dikumpulkan dapat dikembangkan sesuai dengan playstyle tiap gamers dan terbatas 3 artifacts untuk 1 hero.

Rocket Arena berkomitmen untuk mendengarkan pendapat dan masukan dari komunitas gamersnya untuk memberikan pengalaman bermain yang memuaskan. Secara rutin akan dilakukan rotasi nerf dan buff untuk masing-masing hero agar tercipta permainan yang balance.

 

EA Adakan Reality Show tentang The Sims, Berhadiah Rp1,4 miliar

EA bekerja sama dengan TBS untuk membuat reality show tentang The Sims, berjudul The Sims Spark’d. Dalam reality show tersebut, 12 kontestan akan bertanding untuk menyelesaikan berbagai tantangan desain dalam The Sims untuk memenangkan hadiah sebesar US$100 ribu (sekitar Rp1,4 miliar).

Ada tiga juri dalam The Spark’d yaitu YouTuber Kelsey Impicciche, penulis lagu Tayla Parx, dan developer Maxis Dave Miotke. Sementara itu, mantan finalis American Idol, Rayvon Owen akan menjadi host dari reality show ini. Dimulai pada 17 Juli 2020, The Spark’d akan terdiri dari 4 episode, yang akan disiarkan di TBS pada hari Jumat dan Sabtu serta diunggah ke channel YouTube milik BuzzFeed, “Multiplayer.”

“Sejak The Sims pertama kali diluncurkan, game ini selalu memberikan pengalaman bermain yang unik, memungkinkan pemain untuk membuat dan menjalani cerita yang mereka buat dalam game,” kata The Sims General Manager, Lyndsay Pearson, seperti dikutip dari Games Industry.

Pearson mengatakan, sama seperti reality show lain, para kontestan dalam The Spark’d akan diminta untuk melakukan berbagai tugas dan para juri akan menilai kreativitas mereka dalam menyelesaikan tugas tersebut. Melalui reality show The Sims ini, dia ingin menunjukkan apa saja yang pemain dapat lakukan dalam The Sims. Pada akhirnya, EA berharap reality show tersebut akan menarik pemain baru.

Kepada The Verge, Pearson berkata, “Ketika Anda tidak tahu apa-apa tentang game seperti The Sims, Anda mungkin akan bingung saat memainkannya. Anda mungkin lalu tertarik ketika melihat apa yang para YouTuber lakukan di The Sims. Namun, reality show dapat menunjukkan pada para penonton tentang orang-orang yang membuat ciptaan unik di The Sims. Dan mereka akan memberikan penjelasan lengkap tentang cara mengatasi tantangan yang ada. Semua ini akan membuat Anda semakin tertarik untuk mencoba bermain.”

EA juga akan memasukkan tantangan dalam The Spark’d ke game The Sims. Per 17 Juli 2020, The Sims 4 akan memiliki sekumpulan tantangan serupa dalam reality show ini. Hal ini diharapkan akan mendorong para pemain pemula untuk membuat sesuatu dalam game. The Spark’d bukanlah reality show pertama yang dikaitkan dengan game. Pada Agustus 2019, First Media mengadakan ajang First Warrior dalam usaha mereka untuk menggabungkan elemen esports dan reality show.

Apa Saja yang EA Umumkan di EA Play Live?

Electronic Arts menggelar EA Play Live untuk menggantikan E3 yang dibatalkan. Dalam acara virtual tersebut, EA membuat beberapa pengumuman penting terkait game mereka, baik game-game yang telah diluncurkan seperti Apex Legends dan The Sims 4 maupun game-game baru seperi FIFA 21 dan Rocket Arena.

Inilah beberapa hal penting yang EA umumkan dalam EA Play Live.

1. Apex Legends

Apex Legends akan bisa dimainkan melalui Steam dan Switch mulai musim gugur tahun ini. EA juga memberikan dukungan fitur cross-play. Dengan begitu, pemain yang menggunakan PC akan bisa bermain bersama gamer yang bermain di konsol, seperti PlayStation 4 dan Xbox One.

Developer Respawn Entertainment juga memperkenalkan Lost Treasures Collection Event, yang akan dimulai pada 23 Juni 2020. Di sini, Anda akan bisa memainkan mode Armed and Dangerous: Evolved, yang hanya memungkinkan Anda untuk menggunakan shotgun atau sniper rifle. Mode ini hanya bisa dimainkan dalam waktu terbatas. Dalam Apex Legends, Respawn juga kembali menyediakan Mobile Respawn Beacon.

2. FIFA 21 dan Madden 21

Dalam Play Live, EA juga mengumumkan bahwa mereka akan meluncurkan FIFA 21 pada 9 Oktober 2020. Game ini akan bisa dimainkan di PlayStation 4, Xbox One, dan PC via Origina dan Steam. Game tersebut juga akan tersedia di Google Stadia. Menariknya, setelah Anda membeli FIFA 21, EA menawarkan upgrade gratis untuk pemilik PlayStation 5 dan Xbox Series X.

EA juga akan meluncurkan Madden NFL 21 pada 28 Agustus 2020. Game american football ini akan tersedia untuk PS4, Xbox One, dan PC via Origin serta Steam. Sama seperti FIFA 21, pemilik konsol PS5 dan Xbox Series X juga akan daapt melakukan upgrade gratis.

3. The Sims 4 Tersedia di Steam

Apex Legends bukan satu-satunya game EA yang akan bisa diakses melalui Steam. Dalam EA Play Live, mereka mengumumkan bahwa mereka akan membawa beberapa game mereka di Steam. Beberapa game tersebut antara lain A Way Out, Dead Space 3, The Sims 4, dan Titanfall. Keputusan EA ini menarik karena mereka telah memiliki platform distribusi game sendiri, Origin.

4. Star Wars: Squadrons

Star Wars: Squadrons adalah game multiplayer yang mengadu para pemainnya dalam pertarungan udara 5v5. Di sini, Anda akan bisa menjadi pilot dari pesawat-pesawat ikonik Star Wars, seperti X-Wing dan TIE Fighters. Game ini akan diluncurkan untuk PS4, Xbox One, dan PC pada 2 Oktober 2020. Untuk pemilik PS4 dan PC, Squadrons juga bisa dimainkan menggunakan headset VR.

5. Skate

EA mengungkap bahwa mereka tengah mengembangkan game Skate baru. Game Skate 3 dirilis pada 2010. Sejak saat itu, banyak fans yang ingin agar EA meluncurkan game berikutnya dari franchise Skate. Dan sekarang, EA mengabulkan permintaan itu. Sayangnya, tidak banyak informasi yang ada terkait game Skate baru tersebut. Tampaknya, game ini masih dalam tahap pengembangan awal.

6. Rocket Arena, It Takes Two, dan Lost in Random

Dalam Play Live, EA juga mengumumkan bahwa akan mereka akan meluncurkan 3 game baru di bawal label EA Originals. Ketiga game itu adalah Rocket Arena dari Final Strike Games, It Takes Two dari Hazelight Studios, dan Lost in Random dari Zoink.

Rocket Arena adalah game hero arena shooter. Game ini akan diluncurkan pada 14 Juli 2020 di PlayStation 4, Xbox One, dan PC via Origin dan Steam. Sementara It Takes Two adalah game co-op action adventure platformer dari studio yang membuat game A Way Out. It Takes Two bercerita tentang seorang anak yang orangtuanya hendak bercerai. Sang anak lalu membuat khayalan tentang kedua orangtuanya yang saling bekerja sama. Game ini akan diluncurkan pada 2021. Terakhir, Lost in Radom adalah game action-adventure dengan tema fairytale. Game tersebut juga akan dirilis pada 2021 untuk PS4, Xbox One, serta PC.

Review Command & Conquer Remastered Collection: Yang Menonjol Berkat Remaster Audio Visual Ciamik

Setelah cukup diantisipasi oleh para penggemar game RTS, Command & Conquer Remastered Collection resmi rilis pada 5 Juni 2020 kemarin. Anda pemain game yang datang dari generasi Z mungkin akan kebingungan mendengar nama yang satu ini. Namun, Command & Conquer sebenarnya bisa dibilang sebagai salah satu game klasik paling populer pada masanya.

Sebelum kita mengulas sajian remaster hasil buah tangan Petroglyph dan Lemon Sky Studios, mari kita bahas singkat terlebih dahulu apa itu Command & Conquer, dan bagaimana game ini berperan membentuk tren genre Real Time Strategy.

Rilis tahun 1995, Command & Conquer: Tiberian Dawn serta Command & Conquer: Red Alert adalah penantang keras dari game RTS besutan Blizzard Studios, Warcraft: Orcs & Humans. Namun alih-alih mengambil latar dunia fantasi, game besutan Westwood Studios ini mengambil tema militer yang realistis.

Tiberian Dawn menceritakan konflik antara dua fraksi yaitu sekte Brotherhood of Nod (NOD) dan pasukan militer buatan Persatuan Bangsa Bangsa yang diberi nama Global Defense Initiative (GDI). Konflik dua fraksi tersebut terjadi karena perebutan sumber daya dari planet asing bernama Tiberium, yang tercipta karena meteorit menghantam daerah sekitar sungai Tiber di tahun 1990.

Red Alert bercerita tentang dunia alternatif yang tercipta karena perjalanan waktu yang dilakukan Albert Einstein pada tahun 1946 menyebabkan Adolf Hitler muda hilang dari peradaban. Dampak dari hal tersebut adalah Uni Soviet (Soviet) berkembang menjadi negara adidaya, lalu berperang melawan pasukan sekutu (Allied Nations) yang dibentuk oleh Amerika Serikat dan negara-negara Eropa.

Dua game ini berhasil memberikan pengalaman dan kenangan kepada para gamers di tahun 90an. Lewat remaster yang dikerjakan Petroglyph dan Lemon Sky Studios, mampukah dua seri Command & Conquer mengulang kenangan manis yang dirasakan pemain game ini di tahun 90an? Mari simak review Command & Conquer Remastered Collection dari saya.

Remaster Audio Visual yang Ciamik

Mengingat game ini remaster dari sebuah game yang terbit di awal tahun 90an, jadi Anda jangan berharap terlalu muluk-muluk terhadap kualitas grafis atas game ini. Saya tidak bilang bahwa grafis Command & Conquer Remastered Collection jelek. Hanya saja, jika Anda berharap grafis yang realistis dengan sajian dunia imersif layaknya The Outer World, mungkin Anda salah pilih game.

Salah satu alasannya adalah karena Command & Conquer Remastered Collection memiliki genre Real Time Strategy. Seperti genre XCOM: Chimera Squad, genre RTS memang tidak menjual kecantikan grafis untuk menarik konsumen. Namun, jika kita menilai seberapa bagus grafis Command & Conquer Remastered Collection hanya dengan membandingkan versi klasik dengan versi remaster, saya mungkin bisa berikan skor 80/100 untuk game ini.

Lemon Sky Studios yang mengerjakan proses remaster ini sungguh telah mencurahkan daya upaya terbaiknya. Studio CGI asal Malaysia ini berhasil membuat sebuah game yang dulu memiliki grafis pixelated, menjadi jauh lebih jelas, dan bahkan memiliki detail yang patut diacungi jempol.

Memang Lemon Sky Studios mungkin bisa dibilang sebagai salah satu studio CGI terbaik di Asia Tenggara ini. Mereka banyak terlibat dalam pengerjaan proyek remaster/remake bersama dengan pengembang game internasional. termasuk Warcraft III Reforged dan Final Fantasy VII Remake.

Lebih lanjut membahas grafis Command & Conquer Remastered Collection Ken Foong, Chief Creative Production dari Lemon Sky Studios sempat bercerita kepada saya dalam sesi wawancara Hybrid Talk. Ia mengatakan, bahwa dalam proses melakukan remaster, mereka menggambar ulang seluruh aset yang ada di dalam game Command & Conquer.

Hasilnya? Unit Rifleman Squad yang dulu hanya kotak-kotak saja, kini tergambar dengan detail, sehingga kita bisa melihat bagaimana pakaiannya, dan bagaimana animasi gerakan unit tersebut. Bahkan kita juga bisa melihat wajah unit tersebut, walau tak sepenuhnya jelas. Unit bangunan juga tergambar dengan jelas, termasuk untuk unit building sesederhana Barracks.

Ditambah lagi Petroglyph juga menyajikan fitur tambahan berupa Camera Zoom dan Graphics Switching, yang memungkinkan Anda untuk lebih menikmati lagi hasil remaster kawan-kawan dari Lemon Sky Studios.

Jadi untuk grafis in-game, tingkat detail yang disajikan Command & Conquer Remastered Collection menurut saya sangat ciamik. Kalau harus dibandingkan dengan remaster RTS klasik besutan Blizzard, StarCraft: Remastered Collection, saya bisa bilang Command & Conquer Remastered Collection ini menang telak.

Command & Conquer Remastered Collection juga melakukan remaster terhadap elemen audio visual lainnya, termasuk Cinematic Footage yang mengantarkan Anda ke dalam misi, dan musik in-game yang direkam ulang oleh sang komposer orisinil yaitu Frank Klepacki & The Tiberian Sons.

Jujur, saya tertawa sendiri ketika melihat Cinematic Footage yang disajikan, karena membayangkan bagaimana lucunya kreativitas pengembang game zaman dulu saat disajikan ulang di zaman sekarang. Gamers zaman sekarang mungkin sudah terbiasa dengan sajian cut-scene berupa pre-rendered graphics yang membawa pemain tenggelam ke dalam latar dunia sebuah game. Pada zamannya, Command & Conquer bisa dibilang kesulitan untuk melakukan hal tersebut. Maka dari itu, pengembang original game ini, Westwood Studios mencoba sedikit kreatif dengan menampilkan cut-scene berupa aktor asli, berperan sebagai karakter dari dunia Command & Conquer.

Dalam versi remaster ini, cut-scene yang disajikan tetap berasal dari footage asli dari Command & Conquer yang rilis tahun 90, namun dengan grafis yang lebih baik dan bisa dinikmati dalam resolusi HD. Jadi ketika akan menjalankan misi, Anda akan disambut kembali oleh sosok General Sheppard yang merupakan pemandu utama dalam melakukan misi pasukan GDI dan sosok Kane sang antagonis dari fraksi NOD.

Musik in-game yang direkam kembali juga menjadi salah satu alasan Command & Conquer Remastered Collection menjadi sangat bisa untuk dinikmati di zaman ini. Ketika mendengarnya, saya merasakan sedikit perasaan campur aduk, karena perasaan nostalgia yang muncul namun sekilas membuat saya lupa kalau ini adalah game zaman dulu yang di-remaster karena kualitasnya.

Sejauh ini, saya bisa bilang bahwa audio visual Command & Conquer Remastered Collection adalah elemen terbaik dari sajian remaster ini.

Gameplay Klasik Minim Perbaikan

Setelah banyak pujian terlontar dari sisi audio visual, sayangnya Command & Conquer Remastered Collection dari sisi gameplay malah terbilang keteteran. Ini mungkin karena memang remaster audio visual adalah nilai jual utama Command & Conquer Remastered Collection. Gameplay Command & Conquer Remastered Collection tidak bisa dibilang jelek, namun hanya begitu-begitu saja, tidak beda jauh dengan versi orisinil.

Memainkan Single-Player Campaign tetap terasa menyenangkan, walau misi di awal-awal permainan cenderung terasa monoton. Kebanyakan misi di awal permainan hanyalah bangun markas dan hancurkan markas musuh. Namun karena mekanisme permainan di dalam Tiberian Dawn serta Red Alert yang cenderung cepat, kebanyakan misi ini bisa selesai dalam waktu mungkin hanya 5 sampai 15 menit saja.

Sumber: Screenshot Pribadi
Sumber: Screenshot Pribadi

Efeknya adalah, saya jadi ketagihan untuk melanjutkan misi-misi berikutnya, sambil keasyikan menonton sajian Cinematic Footage yang dihadirkan. Memainkan misi Command & Conquer ini ibarat seperti keasyikan menonton series Netflix yang sebenarnya tidak terlalu Anda suka, tetapi lama kelamaan jadi keasyikan karena pada akhirnya memiliki keseruannya tersendiri.

Walau awalnya cukup monoton, namun seiring waktu misi akan menjadi semakin rumit. Pada satu misi dari fraksi GDI contohnya. Dalam misi tersebut, Anda hanya mengendalikan satu unit saja, namun diberi tugas untuk menghancurkan seluruh markas musuh. Unit tersebut adalah unit khusus, yang bisa kalahkan Infantry dan bangunan dengan satu kali klik saja, walau akan keok jika berhadapan dengan kendaraan perang.

Maka dari itu, Anda harus cerdik menghindari kendaraan yang sedang melakukan patroli, sambil menyusup ke markas musuh sembaru menghabisi pasukan musuh satu per satu. Entah kemampuan saya melakukan misi stealth yang memang buruk atau misi ini yang memang susah. Dengan difficulty Casual, saya sampai harus mengulang misi ini lebih dari 5 kali, baru akhirnya bisa terselesaikan… Haha.

Sumber: Screenshot Pribadi
Sumber: Screenshot Pribadi

Command & Conquer Remastered Collection masih mempertahankan mekanisme gameplay klasik. Sayangnya, mempertahankan mekanisme versi klasik tidak hanya sekadar mempertahankan cara menggerakan unit yang menggunakan klik kiri, tetapi juga termasuk sistem AI serta pathfinding dari masa lalu yang masih bertahan walau sebenarnya kurang praktis di masa kini.

Anda tidak perlu terlalu mengkhawatirkan mekanisme kontrol klasik, karena Petroglyph dan Lemon Sky Studios juga menyediakan skema kontrol modern yang menggunakan klik kanan sebagai tombol utama untuk memberi komando terhadap unit. Namun sistem AI dan pathfinding jadi hal yang cukup mengganggu pengalaman bermain. Ini terjadi mungkin karena ingatan terakhir saya terhadap sistem AI dan pathfinding dari game RTS datang dari Warcraft III.

Salah satu contoh yang menurut saya paling terasa adalah behavior atau pola tingkah laku unit ketika mereka melihat musuh. Pada Warcraft III, Anda tak perlu repot memberi command kepada unit untuk melawan musuh yang menyerang mereka. Semua unit akan secara otomatis melawan unit musuh, jika mereka berada di dalam jarak serang sang unit. Tapi, jangan harapkan hal itu di Command & Conquer Remastered Collection. Jika Anda tidak menggerakan sang unit untuk menyerang, maka ia hanya akan diam tak bergeming walaupun sedang ditembaki hingga sekarat sampai akhirnya mati.

Sumber: Screenshot Pribadi
Sumber: Screenshot Pribadi

Juga jangan tanya lagi jika bicara soal pathfinding. Mungkin Command & Conquer Remastered Collection memang tidak ada pembaruan apapun dari sisi kemampuan unit mencari jalan menuju suatu titik yang diperintahkan, sehingga ini sedikit banyak akan menyulitkan pemain ketika memerintahkan unit. Satu contoh yang menggambarkan betapa kakunya sistem pathfinding Command & Conquer Remastered Collection adalah ketika unit diperintahkan untuk berjalan dengan jarak yang cukup jauh dan mengarungi medan yang rumit.

Terkadang, unit jadi terdiam di tengah jalan karena kebingungan harus lewat mana. Jadinya Anda harus menggerakan unit secara lebih rinci dengan jarak yang lebih dekat-dekat. Untungnya, Petroglyph menambahkan sistem “Shift-Queue”, yang memungkinkan pemain memasukkan antrian perintah yang akan dilakukan satu per satu setelah perintah yang lain selesai.

Skor Command & Conquer Remastered Collection dari segi gameplay mungkin bisa lebih baik lagi, jika saja remaster ini juga menyertakan perbaikan terhadap sistem AI serta pathfinding dalam permainan.

Meski begitu, sistem AI dan pathfinding tadi mungkin lebih digemari oleh Anda yang sudah jauh lebih terbiasa bermain game RTS karena memberikan tantangan lebih dan kontrol yang lebih spesifik. Sedangkan untuk mereka-mereka yang belum terlalu lama bermain RTS, Anda mungkin memang jadi merasakan kerepotan tadi karena micro-management yang terlalu kompleks.

Sajian Story Rasa Serial Televisi

Genre RTS memang cenderung punya cerita yang cenderung dangkal jika dibandingkan dengan game RPG. Walau demikian, para pengembang tetap melakukan usaha terbaiknya untuk dapat memberikan konteks cerita kepada para pemain lewat cara-cara lain. StarCraft dan Warcraft contohnya yang menyajikan cerita lewat potongan cut-scene yang pada beberapa aspek membuat game ini jadi terasa seperti RPG.

Seri Command & Conquer Remastered punya caranya tersendiri untuk menyajikan cerita tersebut. Cinematic Footage yang tampil di awal dan akhir misi, dengan diperankan aktor sungguhan menurut saya adalah  usaha terbaik EA untuk melakukan story-building dalam seri Command & Conquer; yang bahkan akhirnya menjadi ciri khas dari seri Command & Conquer.

Pada seri Command & Conquer setelahnya, EA sampai menyewa aktor kawakan hanya untuk bagian Cinematic Footage saja. Beberapa contohnya adalah sosok George Takei untuk memerankan Emperor Yoshiro dan David Hasselhoff untuk memerankan wakil presiden Amerika Serikat di Command & Conquer Red Alert 3.

Tapi mungkin sebatas itu saja penyajian cerita di Tiberian Dawn dan Red Alert. Seperti juga saya sebut saat membahas aspek visual, menikmati story di dalam game Command & Conquer Remastered Collection itu layaknya menonton serial Netflix. Yang bisa Anda lakukan hanya menonton, tanpa memiliki kontrol apapun terhadap jalannya cerita. Terlebih saat sudah memasuki game, tidak akan ada lagi cut-scene apapun. Pokoknya Anda hanya bermain saja, sampai misi Anda selesai.

Versi remaster tidak menyajikan perubahan dalam cerita. Seperti saya sebut di awal, fokus ceritanya masih sama, yaitu konflik antara GDI dengan NOD pada Command & Conquer, dan konflik antara Soviet dengan pasukan sekutu pada Command & Conquer: Red Alert. Namun, rekaman behind-the-scene dari Cinematic Footage yang sudah Anda saksikan bisa dibilang menjadi nilai tambah aspek story atas game ini.

Selain Bonus Gallery untungnya Command & Conquer Remastered Collection juga memberikan pemain akses terhadap semua Cinematic Footage atas misi yang telah diselesaikan. Semua itu bisa Anda akses lewat menu Mission Collection, yang berisi semua misi yang telah ataupun belum Anda lakukan.

Kehadiran fitur menonton ulang semua potongan Cinematic Footage dari misi yang telah dilakukan ini juga menjadi nilai tambah lain dari aspek story Command & Conquer Remastered Collection. Bagaimanapun, story game Command & Conquer tetap menjadi sesuatu yang memberikan kesan nostalgia saat disaksikan kembali.

Koleksi Lengkap yang Minim Replayability

Dari semua hal, durasi permainan mungkin bisa dibilang juga menjadi nilai jual lain dari game ini. Ini karena Remastered Collection menyertakan hampir semua seri awal dari Command & Conquer, yaitu Tiberian Dawn dan Red Alert, berserta dengan tiga Expansion Pack, yaitu The Covert Operations, Red Alert – Counterstrike, dan Red Alert – The Aftermath.

Jadi, Anda tidak perlu khawatir mengalami keadaan seperti saat Senior Editor kami memainkan The Outer World; yang masih punya hasrat ingin main namun tidak bisa melakukan apa-apa karena konten di dalam game-nya sudah habis. Jika melihat dari catatan HowLongToBeat, memang ada yang hanya mencatatkan 28 jam permainan saja untuk Command & Conquer Remastered Collection. Tetapi, itu hanya baru menyelesaikan main-story saja.

Sumber: Steam
Sumber: Steam

Jadi sebenarnya, dengan mengasumsikan pemain tersebut menyelesaikan main story dari Tiberian Dawn dan Red Alert juga, maka diperkirakan butuh tambahan 37 jam lagi untuk bisa menyelesaikan cerita dari tiga Expansion Pack yang ada dalam koleksi. Belum lagi, Command & Conquer Remastered Collection juga menyajikan permainan online, yang tentunya bisa membuat Anda jadi kembali lagi memainkan game ini.

Terlebih Command & Conquer Remastered Collection juga menambahkan beberapa hal pada fitur online, yang membuat game ini jadi bisa hidup lebih lama lagi. Pertama adalah fitur matchmaking yang memungkinkan Anda bermain dengan orang lain hanya dengan satu kali klik. Lalu ada juga fitur Leaderboard, yang membuat Anda berjiwa kompetitif tentunya akan semakin terpatri ke dalam game ini.

Lalu bagaimana dengan mod dan custom map? Jika berkaca kepada Warcraft III, dua hal tersebut adalah faktor terbesar mengapa game tersebut masih dimainkan orang-orang sampai akhir 2000an, walau game itu rilis di tahun 2002. Siapa yang tidak ingat custom-game bertema tower defense, pertarungan antar judul anime, dan tentunya Defense of the Ancient di Warcraft III. Semua itu tentu tercipta berkat dukungan komunitas modding, yang membuat para pemain tetap memainkan Warcraft III, walau sudah menyelesaikan main-story.

Jika berpatokan kepada Steam Workshop, saat ini sudah ada 3236 item terkait modifikasi ataupun custom map dari Command & Conquer Remastered Collection. Namun kebanyakan yang terlihat lebih kepada mod untuk meningkatkan Quality of Life game ini, seperti penambahan fitur Attack Move, Better Pathfinding, dan lain sebagainya. Lalu bagaimana dengan custom map yang bisa menambah panjang jangka hidup game ini layaknya DotA di Warcraft III.

Sayangnya, custom map di Command & Conquer Remastered Collection hanya terbatas untuk mengedit map untuk digunakan dalam Skirmish secara online saja. Jadi, kebanyakan custom map hanya menambah variasi tempat pertarungan saja, tanpa menambah variasi gameplay layaknya DoTA atau Element TD di dalam Warcraft III.

Kesimpulan – Game Terbaik Untuk Bernostalgia

Setelah mengulas Command & Conquer Remastered Collection panjang dan lebar, pertanyaan yang harus kita jawab di akhir artikel ini mungkin tentunya adalah apakah game ini pantas untuk dibeli? Jawabannya bisa ya bisa tidak. Jika Anda adalah gamers generasi 90an yang rindu dengan game klasik ini jawabannya tentu saja IYA.

Kekurangan versi remaster ini menurut saya hanyalah tidak adanya perbaikan dari sisi AI dan pathfinding unit pasukan, yang sebenarnya masih bisa diatasi dengan menggunakan mod.

Kekurangan lain dari Command & Conquer Remastered Collection mungkin adalah ketidakhadiran mod atau custom game yang memberi variasi gameplay untuk Tiberian Dawn ataupun Red Alert. Jadi, mungkin setelah semua Single-Player Campaign selesai, saya akan meninggalkan game ini, dan hanya sesekali saja iseng bermain secara online.

Lalu, apakah game ini layak dibeli bagi Anda yang tidak kenal seri Command & Conquer sama sekali? Kalau saja Command & Conquer Remastered Collection dijual terpisah dengan harga per-game sekitar Rp100 ribuan, mungkin jawabannya adalah iya. Tapi berhubung game ini punya harga yang cukup mahal, yaitu Rp282 ribu, maka jawabannya adalah tidak.

Karena bagaimanapun, nilai jual terbesar dari Command & Conquer Remastered Collection tetaplah perasaan nostalgia yang Anda rasakan ketika melihat Cinematic Footage ataupun mendengar musik saat berada di dalam game. Memainkan Command & Conquer Remastered Collection tanpa punya ingatan atas Tiberian Dawn atau Red Alert mungkin akan membuat Anda jadi merasa biasa saja atau malah jadi kebosanan saat memainkan game ini.