“Love, Bonito” Tutup Pendanaan Seri C, Perkuat Omnichannel dan Ekspansi Internasional

Startup direct-to-customer (DTC) asal Singapura “Love, Bonito” mengumumkan perolehan pendanaan seri C senilai $50 juta (lebih dari 700 juta Rupiah) yang dipimpin Primavera Capital Group, firma investasi global dengan portofolio Alibaba; ByteDance, Yum China, dan Mead Johnson China, dengan partisipasi dari Ondine Capital dan Adastria. Investasi ini menjadi portofolio pertama Primavera untuk startup di Asia Tenggara.

Startup yang fokus pada produk fesyen perempuan ini berencana menggunakan dana segar tersebut untuk memperkuat strategi omnichannel dan meningkatkan ekspansi internasional di pasar utama demi mengejar pertumbuhan tiga digit secara yoy. Pasar-pasar utama ini termasuk Hong Kong, Jepang, Filipina, dan Amerika Serikat.

Di pasar existing, seperti Singapura, Indonesia, dan Malaysia, Love, Bonito akan menggandakan strategi omnichannel-nya. Sementara di pasar lain, seperti Hong Kong, Jepang, Filipina dan AS akan mulai ekspansi omnichannel, vertikal bisnis baru, penguatan keterlibatan komunitas lokal dan kolaborasi utama, serta pengoptimalan pengalaman pengguna yang berkelanjutan.

“Saya lebih bersemangat dari sebelumnya untuk apa yang akan terjadi dalam dekade berikutnya. Pertumbuhan yang kami lihat hari ini tidak akan terjadi tim yang secara konsisten berusaha untuk mendukung perempuan di berbagai musim kehidupan mereka. Berada di bisnis perempuan telah menjadi misi kami sejak hari pertama, dan kami akhirnya bertualang di luar mode untuk mendukung penawaran kami,” ucap Co-founder Love, Bonito Rachel Lim.

Love, Bonito dikenal sebagai brand fesyen terpopuler ke-6 di Singapura, mampu bersaing dengan brand internasional lainnya. Perusahaan telah beroperasi dan memiliki tim di empat negara lainnya, di antaranya Malaysia, Kamboja, Indonesia, dan Filipina.

Dalam model bisnisnya, perusahaan memanfaatkan strategi omnichannel, yang menggabungkan pengalaman belanja online (lewat aplikasi dan situs) dan offline (memiliki gerai). Serta, menawarkan pilihan produk fesyen yang telah disesuaikan dengan postur tubuh orang Asia.

Dalam konferensi pers virtual yang digelar perusahaan pada hari ini (27/10), CEO Love, Bonito Dione Song menjelaskan strategi omnichannel yang diterapkan mampu membuat gerak perusahaan lebih fleksibel dalam berinovasi dan meluncurkan kategori produk baru seperti baju anak, loungewear, intimates, dan sepatu, meski industri ritel pada umumnya terkena dampak Covid-19.

Dalam setahun belakangan, sambungnya, perusahaan fokus pada ekspansi internasional yang terbukti mampu tumbuh secara positif. Di pasar global, di luar Singapura, sebanyak 50% bisnis datang dari situs online. Hingga saat ini, telah mencapai pertumbuhan keseluruhan lebih dari 120% yoy di pasar internasional, dan pertumbuhan keseluruhan 208% untuk penjualan online.

Perusahaan percaya komunitas diaspora Asia memiliki potensi yang sangat tinggi, terutama di AS, di mana pertumbuhan pendapatan online melebihi 1.200% yoy pada September 2021. 

Song pun turut membeberkan kinerja perusahaan selama setahun belakangan. Pendapatan tumbuh 62% secara yoy pada semester I 2021 dan EBITDA margin tumbuh 2% pada periode yang sama. “Kami berhasil menjadi startup DTC nomor satu terbesar di Asia Tenggara,” ucap Song.

Dia merinci lebih jauh dana segar yang telah didapat ini akan digunakan sebagian besar untuk melancarkan aksinya ekspansi internasional. Strategi yang akan dilakukan adalah mempercepat brand awareness dan bangun komunitas, berinvestasi dalam membentuk tim internasional, memperdalam kehadiran omnichannel di pasar inti dan pasar yang lebih baru, memenangkan pengalaman konsumen melalui strategi lokalisasi.

Dicontohkan, di Amerika Serikat misalnya, perusahaan akan memulai strategi awal omnichannel dengan membuat pop up store di kota inti, seperti California dan New York, dan merekrut tim agar lebih serius dan mendapat traksi. Strategi yang sama juga akan dilakukan untuk pasar di Hong Kong dan Filipina.

Tak hanya itu, Love, Bonito berencana untuk memperkaya katalog produknya dengan masuk ke kategori baru, seperti olahraga, sepatu, dan aksesoris; masuk ke kategori wellness; dan, memperkuat ekosistem dan pendukung, komunitas (LBCommunity+), dampak sosial (LBCreate, ESG), personalisasi dan konten (LiBrary). Beberapa produk di atas menurut Song akan hadir pada tahun depan.

Active wear market saat ini tumbuh sangat baik, banyak brand lokal yang sudah masuk ke sana. Tapi unique value yang kami tawarkan itu selalu mengacu pada tiga hal, yakni Asian-centric, female-centric untuk desain pakaian, dan selalu membangun komunitas yang kuat.”

Manfaatkan penuh data science

Komunitas menjadi bagian penting dalam perjalanan Love, Bonito yang sudah berdiri sejak 2005. Dalam catatan perusahaan, sebanyak 32% konsumen yang diakuisisi perusahaan pada 10 tahun yang lalu masih berbelanja di Love, Bonito. Selain itu, tingkat retensi pelanggan tahunan lebih dari 65% alias lebih tinggi dari rata-rata industri fesyen sebesar 23%.

“Oleh karena itu, kami meluncurkan LBCommunity+ pada Juni 2020 untuk lebih menghargai pelanggan yang telah bersama kami. Terhitung, hampir 300k anggota di berbagai tingkatan hingga saat ini telah bergabung.”

Tak hanya itu, dari sisi pemanfaatan teknologi data science juga turut menopang proses bisnis Love, Bonito agar lebih efisien dan dapat menciptakan pesanan baru. Dijelaskan, perusahaan memanfaatkan desain fesyen algoritma melacak lebih dari 100 SKU desain untuk meningkatkan kekuatan prediktif demi menciptakan desain terbaik.

Kemudian, bekal data yang kaya dan kontekstual, mampu membuat Love, Bonito memiliki gudang data “source of truth” tunggal yang melacak miliaran titik data selama 11 tahun terakhir, dan journey pelanggan melalui integrasi data omnichannel dengan 85% pelanggan terlacak. Terakhir, customer intelligence berupa analitik canggih real time dan loop umpan balik yang mendorong retensi sutomer, serta machine learning untuk mengotomatisasi segmentasi dan personalisasi pelanggan.

Data science sangat membantu kami dalam menemukan titik akurasi yang pada akhirnya dapat meningkatkan penjualan. Konsumen akan mendapat rekomendasi item yang lebih akurat sesuai personalisasi mereka,” tutup Song.

[Video] Pengaruh Pandemi Terhadap Layanan E-commerce Fashion

Sebagai salah satu platform e-commerce fashion yang sudah hadir cukup lama di Indonesia, Zalora telah bertransformasi menjadi lebih dari sekadar platform e-commerce fashion.

DailySocial bersama Anthony Fung dari ZALORA membahas tentang bagaimana pandemi memberikan dampak dan perubahan yang cukup masif terhadap perkembangan bisnis dari Zalora.

Untuk video menarik lainnya seputar startup dan teknologi, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV.

Strategi Zilingo Efisiensikan Rantai Pasokan Segmen B2B Lewat Zilingo Asia Mall

Platform e-commerce fesyen Zilingo makin menyeriusi segmen B2B “Zilingo Asia Mall” (ZAM) dengan mengembangkan berbagai inovasi, baik dari infrastruktur maupun teknologi, yang bakal segera dirilis tahun ini demi mengefisiensikan rantai pasokan produk fesyen dengan teknologi.

ZAM mencoba mempermudah peritel fesyen yang ingin membuat brand sendiri dengan memanfaatkan produsen dan manufaktur yang bergabung dengan ZAM. Misalnya kalau ada pabrik baju yang mencari material mentah kancing jenis tertentu, mereka dapat mencarinya lewat ZAM melalui koneksi produsen yang dimiliki.

Co-Founder dan CEO Zilingo Ankiti Bose menjelaskan, kebanyakan pemain e-commerce hanya fokus ke salah satu segmen, entah itu B2B atau C2C. Zilingo mengadopsi pendekatan khusus dalam menciptakan value dan mengoptimalkan seluruh pasokan fesyen. Ada tiga poin yang dilakukan Zilingo lewat ZAM.

Pertama, secara in-house melengkapi konsumen bisnis dan individual, termasuk influencer dengan semua yang mereka butuhkan dari hulu sampai hilir. Mulai dari desain, pengembangan produk, pengadaan kain, manufaktur, katalog, pemasaran, inventory management, distribusi, penagihan, layanan pelanggan, modal kerja dan tren forecasting.

Kedua, menghubungkan konsumen tersebut ke banyak merchant di Asia yang sudah menghasilkan 50% pakaian dipakai secara global. Terakhir, menawarkan merchant, terdiri dari produsen pabrikan dan pemasok, dengan perangkat lunak agar bisnisnya lebih efisien.

“Implikasi dari apa yang dilakukan ZAM adalah bahwa industri fesyen akan lebih efisien dan hambatan untuk masuk akan berkurang. Dengan bantuan ZAM, siapa pun dapat menjadi bagian dari industri mode,” terang Ankiti kepada DailySocial.

Untuk menjamin kualitas pelayanan, tim Zilingo melakukan filter yang ketat sebelum tayang di platform ZAM, seperti kunjungan ke kantor, pabrik atau gudang penjual untuk menilai keseluruhan operasi dan standar kepatuhannya. Semua merchant diharuskan untuk memenuhi serangkaian kriteria, termasuk kualitas produk yang baik, punya produk sendiri, dan harga yang kompetitif.

Setelah terdaftar pun ada pelatihan dan konsultasi berkelanjutan yang diselenggarakan Zilingo Merchant Centre. Merchant akan dibantu dengan sejumlah software dan layanan yang bakal mereka butuhkan untuk mengeskalasi bisnisnya.

Berikutnya, ketika ada pemesanan, merchant dapat langsung memprosesnya secara mandiri, baik untuk packaging dan pengirimannya ke manapun destinasinya. Meskipun demikian, Pembayaran harus tetap melalui platform Zilingo. Opsi pembayaran yang bisa dipilih konsumen adalah bank transfer atau gerai Indomaret.

Rencana untuk Indonesia

ZAM pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada Juni 2018. Dua bulan sebelumnya produk ini lebih dahulu dirilis untuk melayani peritel di Amerika Serikat dan Eropa. Menurut Ankiti, Indonesia menjadi negara penting yang dipersiapkan menyokong keseluruhan bisnis Zilingo.

Indonesia memiliki potensi yang besar untuk industri fesyen berdasarkan kualitas dan rangkaian produk yang tersedia. Oleh karenanya, fokus Zilingo adalah memberdayakan bisnis lokal dengan menyediakan teknologi terdepan dan berbagai layanan melalui platform.

Ankiti mencontohkan, merchant dapat mengakses langsung ke produsen yang menawarkan jutaan produk dengan analisis tren terkini, layanan logistik yang dapat dipercaya, akses ke modal kerja, dan alat dan layanan lainnya melalui ekosistem pedagang Zilingo.

“Indonesia ada salah satu pasar penting untuk B2B dan kami berharap untuk mengembangkannya. Kami akan berinvestasi untuk infrastruktur dan teknologi yang dibutuhkan untuk lebih mengintegrasikan dan mendigitalkan rantai pasokan mode dan kecantikan.”

Di saat yang sama, karena merchant yang menggunakan platform ZAM semakin beragam, perusahaan siap menambahkan menambahkan lebih banyak layanan seperti manajemen inventaris, HRMS, dan ERP pada platform sehingga beragam bisnis yang lebih luas dapat memperoleh manfaat.

Secara global, ada lebih dari 27 ribu penjual di platform ZAM. Di Indonesia saja, ZAM telah menggaet sekitar 150 manufaktur dari berbagai skala bisnis di Indonesia. 60% di antaranya adalah produsen kain, 20% garmen, dan 20% produk gaya hidup. Diklaim peritel dapat mencari produk dan bahan terbaik hingga 20% lebih murah dibandingkan penyedia atau produsen mereka saat ini.

Ankiti mengklaim saat ini ZAM telah menyumbang sekitar 75% dari total pendapatan Zilingo, meski tanpa menyertakan nilai transaksinya.

E-commerce Fesyen Pomelo Segera Rilis Gerai Offline dan Layanan COD “Pomelo Pick Up”

E-commerce fesyen asal Thailand Pomelo segera merilis gerai offline pertamanya di Indonesia dan menghadirkan layanan COD bernama “Pomelo Pick Up” pada tahun ini. Peningkatan bisnis yang signifikan memutuskan perusahaan untuk terus melancarkan penetrasinya.

Co-Founder dan CEO Pomelo David Jou menjelaskan sebenarnya tidak hanya di Indonesia rencana tersebut bakal dilancarkan, tapi juga di Singapura. Kedua negara ini dinilai memiliki peningkatan bisnis yang signifikan terhadap perusahaan secara keseluruhan, mesti David tidak menyertakan datanya.

Thailand masih menjadi kontributor bisnis Pomelo secara keseluruhan. Secara total, Pomelo beroperasi di enam negara, tiga negara lainnya yakni Malaysia, Hong Kong, dan Filipina. Perusahaan pertama kali beroperasi di Thailand pada 2014, dua tahun kemudian masuk ke Indonesia.

“Gerai standalone pertama kita di Singapura di Orchard Rd. akan jadi terbesar dari semua gerai yang kita miliki, luasnya lebih dari 7 ribu meter persegi. Di Indonesia, kemungkinan akan dirilis akhir tahun ini lokasinya di Jakarta,” katanya kepada DailySocial.

Menurutnya, kehadiran gerai flagship ini menunjukkan komitmen perusahaan dalam mengimplementasikan konsep O2O. Pengalaman berbelanja offline akan melengkapi perjalanan konsumen belanja secara keseluruhan. Konsumen bisa merasakan langsung kualitas barang yang akan mereka beli.

Untuk melengkapi gerai offline, secara bersamaan Pomelo segera merilis layanan COD “Pomelo Pick Up” yang akan segera hadir juga di Singapura dan Indonesia. Konsumen dapat berbelanja produk sebanyak-banyaknya lewat aplikasi Pomelo dan menentukan gerai tertentu sebagai titik pengiriman.

Gerai tersebut adalah mitra Pomelo. Di sana konsumen dapat mencoba seluruh pesanannya, tanpa harus membayar sama sekali. Mereka hanya perlu membayar atas barang yang disuka dan mengembalikan langsung di gerai tersebut apabila ada yang kurang sesuai selera.

“Konsep ini sangat convenience buat konsumen karena kami ingin memastikan mereka senang dengan apa yang dibeli.”

Sebagai gambaran, konsep COD ini sudah diterapkan di Thailand. Pomelo bekerja sama dengan 23 peritel untuk titik pengiriman yang bisa konsumen pilih. Adapun gerai offline milik Pomelo tersebar di tujuh titik yang bisa dijangkau konsumen.

Rencana lainnya

Sebagai perusahaan teknologi, Pomelo mengerjakan seluruh manufaktur, pengiriman, supply chain, retailing, desain, yang terintegrasi dan in-house. Manufaktur terbesar berada di Thailand dan Tiongkok. Di dua negara ini seluruh produk Pomelo dibuat.

David mengklaim tiap minggunya, perusahaan mampu membuat ratusan unit pakaian setiap minggunya yang siap dikirim sesuai masing-masing target pasarnya. Pengiriman dilakukan sepenuhnya dari Thailand, hingga kini Pomelo tidak memiliki gudang sendiri di Indonesia atau di negara manapun untuk persingkat waktu pengiriman.

Kendati demikian, David mengutarakan pihaknya belum memiliki rencana lebih dalam untuk mengembangkan perusahaan ke industri pendukung seperti logistik atau fintech.

“Fokus kami masih mencari solusi bagaimana memberikan pengalaman terbaik konsumen saat berbelanja fesyen. Pomelo secara rutin akan merilis produk yang sifatnya seasonal, seperti khusus menyambut momen Ramadan dan modest wear.”

Agar kontribusi bisnis Pomelo semakin meningkat, David mengatakan pihaknya akan merekrut lebih banyak tim lokal. Saat ini tim lokal perusahaan baru sekitar 10 orang yang bergerak di bidang marketing dan public relation.

Di samping itu, membuka channel penjualan baru agar Pomelo semakin mudah diakses. Sebagai layanan e-commerce yang menganut konsep omnichannel, Pomelo tidak hanya bisa diakses lewat situs atau aplikasinya sendiri, tapi juga tersedia di JD.id dan Zalora.

JD.com merupakan investor Pomelo yang masuk lewat pendanaan seri B sebesar US$19 juta pada November 2017. Investor lainnya yang masuk dalam putaran tersebut adalah Provident Capital Partners.

Application Information Will Show Up Here

Pasca “Rebranding”, Sorabel Fokus Pembaruan Konten

Sorabel (sebelumnya bernama Sale Stock), mengumumkan pembaruan situs yang lebih up-to-date dan fokus pada teknologi yang memberikan pengalaman belanja lebih baik bagi pengguna. Salah satunya adalah mengubah aplikasi, yang sebelumnya hanya menampilkan pilihan baju, menjadi konten editorial yang bisa menyajikan contoh nyata dalam setting sehari-hari.

CEO dan Co-Founder Sorabel Lingga Madu menyatakan, “Kami memulai Sale Stock dengan misi ingin memberi akses fesyen yang terjangkau. Selama ini kami bangga dengan pencapaian yang vertikal di fesyen wanita. Semua yang kita berikan lewat Sale Stock lebih fungsional dengan fesyen berkualitas, tapi bicara fesyen bukan sekadar fungsi tetapi juga emosi. Inilah yang ingin kami capai dengan harapan bisa terus memberdayakan dan menginspirasi konsumen.”

Selama empat tahun menjalankan bisnis, Sorabel telah hadir di 34 provinsi, 370 kota, dan 4.700 kecamatan di Indonesia. Salah satu gudang mereka terletak di Cawang, Jakarta.

Di tahun 2018, Sorabel berhasil menjual 10 ribu desain per bulan, 70-80% di antaranya terjual dalam 30 hari dengan target market remaja hingga ibu rumah tangga berusia 16-45 tahun. Dibanding tahun sebelumnya, mereka mengklaim peningkatan total pengguna mencapai 60% dan peningkatan pengunjung yang melanjutkan pembelian sebesar 12%.

Meskipun demikian, Lingga menolak menjelaskan lebih detail mengenai total transaksi tahun lalu serta target yang ingin dicapai.

Dari segi diferensiasi produk, Sorabel berencana meluncurkan lebih banyak varian label, seperti hijab fashion, Korean fashion, office wear, street wear, dan creative life. Sorabel juga merangkul UKM untuk memproduksi produk yang 100% lokal.

“Kita beri pengalaman baru, misalnya mengubah desain lebih up-to-date, memberi banyak pilihan dan jenis fesyen untuk menjangkau semua perempuan. Di samping itu, melipattigakan proses quality control dengan menambah 20 personel, memastikan agar tidak hanya kualitas umum saja tapi secara keseluruhan bisa jauh lebih memuaskan” jelas Lingga.

Selain fesyen, Sorabel juga menawarkan produk-produk kecantikan yang diklaim memiliki pertumbuhan 13 kali lipat di rentang Juni 2017 sampai Desember 2018.

Lingga menyatakan juga akan terus mengembangkan teknologi yang sudah dimiliki sebelumnya, seperti chatbot, teknologi logistik, merchandising, dan platform.

Application Information Will Show Up Here

Strategi Bisnis Layanan E-Commerce Jollychic di Indonesia

Meski baru hadir di Indonesia, e-commerce fesyen Jollychic tancap gas meningkatkan penetrasi bisnisnya dengan bantuan dari tim eks-Lyke. Sejumlah strategi dipersiapkan demi mewujudkan ambisi perusahaan menjadi layanan e-commerce fesyen terdepan.

“Sebelum kami bergabung ke Jollychic, perusahaan tersebut belum memiliki tim solid. Padahal saat memulai bisnis di negara baru, masalah tersebut sangat [menjadi] pain point. Jadi saya yakin kolaborasi ini memungkinkan Jollychic jadi lebih cepat dalam memulai dan meningkatkan upaya dalam hal pemasaran dan kurasi kampanye,” ujar Managing Director Jollychic Indonesia Bastian Purrer kepada DailySocial.

Sebelum Lyke melebur ke Jollychic, Purrer memegang posisi sebagai CEO Lyke. Pengalaman yang dibawa Purrer bersama tim eks Lyke, saat membangun perusahaan selama kurang lebih tiga tahun, menjadi nilai tambah bagi Jollychic untuk memangkas waktu. Diharapkan pengalaman tersebut dapat mendongkrak ambisi Jollychic sebagai pemain utama di Indonesia dalam waktu singkat.

“Ada banyak kesalahan yang sudah dilakukan [saat membangun Lyke], tes sudah selesai, banyak hal yang sudah kami lakukan, ini akan berguna bagi Jollychic tidak harus belajar lagi dengan cara yang keras.”

Kendati sudah ramai dengan berbagai pemain e-commerce, Jollychic tidak gentar dan yakin betul dapat bersaing secara sehat. Jollychic sendiri memiliki penetrasi global di sejumlah kawasan, dengan penetrasi yang kuat di kawasan Timur Tengah, bahkan mengklaim sebagai pemain nomor satu di sana.

Dari pencapaiannya tersebut, perusahaan berhasil merengkuh status unicorn setelah lima tahun berdiri. Secara wilayah operasional, Jollychic hadir di Arab Saudi, Kuwait, Bahrain, Uni Emirat Arab, Jordan, Libanon, Oman, Qatar, Taiwan, dan Indonesia.

Total penggunanya telah mencapai lebih dari 30 juta orang, sekitar 2 juta di antaranya berasal dari Indonesia sejak awal tahun ini meluncur.

“Kami telah membuktikan keberhasilan dengan berhasil mengambil alih kepemimpinan pasar di Timur Tengah dalam waktu singkat. Kami berencana untuk mengulang kesuksesan yang menakjubkan ini di Asia Tenggara.”

Replikasi kesuksesan di Timur Tengah

Purrer melanjutkan sebagai pemain e-commerce yang berpengalaman, keuntungan terbesar bagi Jollychic di Indonesia adalah jaringan supply chain yang kuat, khususnya dalam dunia fesyen. Hal ini menunjukkan bahwa Jollychic mampu menyediakan produk unik yang tidak dapat ditemukan di platform lain ke konsumen Indonesia.

Perusahaan terintegrasi dengan berbagai pemasok dan pabrik mode global. Melakukan kurasi untuk memastikan Jollychic hanya menjual produk yang memiliki kualitas dan desain lebih unggul.

Model bisnis Jollychic adalah B2B2C, membeli produk dari produsen dan menjualnya ke konsumen. Lokasinya tersebar di seluruh dunia, termasuk Arab Saudi, Jepang, Turki, dan lainnya. Pengiriman akan dilakukan di salah satu gudang Jollychic terdekat dari lokasi pembeli.

Sejauh ini Jollychic belum memiliki gudang lokal di Indonesia. Pengiriman untuk konsumen Indonesia sementara ini dilakukan dari gudang Jollychic di Hong Kong. Investasi lanjutan akan digencarkan perusahaan untuk pengembangan logistik demi meningkatkan pengalaman konsumen, sekaligus mempercepat pengiriman.

Strategi tersebut serupa dengan apa yang telah dilakukan Jollychic saat menyabet posisi pemain nomor satu di Timur Tengah.

“Di Indonesia, kami akan mengejar pemimpin pasar lokal secepatnya pada tahun 2019 mendatang. Kami akan mengambil posisi kepemimpinan dalam e-commerce regional dan memperluas penawaran kami dalam hal kategori, sumber, tujuan, dan lainnya,” pungkas Purrer.

Lyke Shuts Down Services, Diverting Team to China’s E-Commerce Jollychic

Lyke, a curated fashion aggregator app has announced shutdown and diverted its team to China’s e-commerce service Jollychic, along with its strategy to develop business in Indonesia.

In an official statement to DailySocial, Lyke’s CEO Bastian Purrer did not explain the reason behind the shutdown of a company that he’s been handled for 2.5 years. However, the decision was taken to support Jollychic’s ambitions that began to focus on growing business in Indonesia.

On this merger, Lyke‘s team experience in Indonesia can be a powerful resource for Jollychic. Along with this announcement, Lyke app has started to advise the user to download Jollychic app.

“As a team, we are very proud of what we’ve accomplished and very excited to
continue the journey with Jollychic,” Purrer explained, Thu (3/1).

Aaron Li, Jollychic’s Founder & CEO, added, “Lyke team has already managed [and understand] its market and Indonesian consumers, we are looking forward to learning from their local wisdom.”

During its time, Lyke claimed to have 1.6 million users and introduced image search technology. In addition, Lyke has processed more than 500 thousand orders since early 2016.

Jollychic was first established in China in 2014. It was introduced in Indonesia last year. This app offers online shopping experience from hundreds of fashion, electronics, lifestyle products.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Lyke Tutup Layanan, Tim Dialihkan ke Layanan E-Commerce Tiongkok Jollychic

Lyke, aplikasi agregator produk fesyen terkurasi, mengumumkan penutupan layanan dan mengalihkan seluruh karyawannya ke layanan e-commerce asal Tiongkok Jollychic, seiring strategi layanan tersebut mengembangkan bisnisnya di pasar Indonesia.

Dalam keterangan resmi yang diterima DailySocial, CEO Lyke Bastian Purrer tidak menjelaskan alasan di balik tutupnya perusahaan yang sudah dinaunginya sejak 2,5 tahun tersebut. Akan tetapi, keputusan tersebut diambil untuk mendukung ambisi Jollychic yang mulai fokus pada pertumbuhan bisnisnya di Indonesia.

Dari hasil merger tersebut, bekal pengalaman tim Lyke dalam mengembangkan pasar Indonesia dapat menjadi amunisi yang ampuh buat Jollychic. Seiring pengumuman ini, aplikasi Lyke sudah mulai mengarahkan penggunanya untuk mengunduh aplikasi Jollychic, sebelum tutup total. Begitupun, merek Lyke itu sendiri.

“Sebagai sebuah tim, kami sangat bangga dengan apa yang kami capai bersama, dan sangat antusias untuk melanjutkan perjalanan ini bersama tim Jollychic,” terang Bastian, Kamis (1/3).

Founder & CEO Jollychic Aaron Li menambahkan, “Tim Lyke telah benar-benar berhasil memahami pasar dan konsumen Indonesia, dan kami sangat menantikan belajar dari keahlian lokal mereka.”

Selama Lyke berdiri, diklaim layanan ini telah memiliki 1,6 juta pengguna dan memperkenalkan teknologi pencarian gambar. Selain itu, Lyke telah memproses lebih dari 500 ribu pesanan sejak awal 2016. Adapun total toko terkurasi yang sudah bermitra mencapai 300 toko dengan 150 ribu pilihan produk.

Jollychic pertama kali hadir di Tiongkok pada 2014. Kehadirannya di Indonesia pertama kali dimulai pada tahun lalu. Aplikasi ini menawarkan penggunanya berbelanja dari ratusan ribu produk dari fesyen, elektronik, dan gaya hidup.

Zalora Releases Visual Search In-App Feature

Fashion e-commerce site Zalora announces the launch of visual search in application, along with company’s effort in increasing sales conversion.

Starting today (11/20), all Zalora users on iOS and Android can click the button. Take a picture of their favorite clothes, shoes or accessories and able to see similar products in Zalora.

Zalora app has downloaded by over 20 million users. Over than 50% orders are from mobile devices. This feature is considered important to attract user transaction.

The company is working with ViSense, an AI company supporting online visual trading for Zalora’s fashion consumers. AI technology applied is smart visual-detector solution to shorten the process of consumer looking for visual on site.

ViSense offices spread across U.S, U.K, India, China, and Singapore. Some of the partners already using this technology are Rakuten and ASOS.

Karthik Subramanian Zalora’s CTO said this feature is made for overcoming customer difficulties in describing clothes and shoes in textual search. This feature launches at the same time with end of year shopping season.

“We want to give satisfaction in shopping to our customers, just by taking pictures of any fashion stuff attracts their attention,” Subramanian said in official statement to DailySocial.

Oliver Tan, ViSense’s CEO added that Zalora is one of the company’s longtime partners. With ViSense’s AI technology or deep learning, it is expected to increase sales conversion with easier visual trading.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

LocalBrand Luncurkan Layanan Peminjaman Pakaian

Di usia yang ke enam tahun marketplace fashion LocalBrand meluncurkan sebuah layanan baru bernama Unlimited by LocalBrand.co.id. Melalui fitur baru ini pengguna yang terdaftar di aplikasi LocalBrand bebas meminjam berbagai macam pilihan dari ratusan koleksi LocalBrand. Hal ini ibarat pengguna memiliki lemari pakaian yang bisa diakses secara online, sehingga pengguna bisa bebas memilih, mengenakan, dan mengganti pakaian yang tersedia secara mudah.

Layanan LocalBrand ini sudah bisa digunakan oleh pengguna sejak 21 November 2017, atau bertepatan dengan usia LocalBrand yang keenam. CEO LocalBrand Sayed Muhammad merasa layanan ini sangat tepat untuk anak muda yang selalu ingin tampil berbeda dan tetap fashionable mengikuti tren yang ada tanpa merogoh kocek terlalu dalam. Hal ini terinspirasi dari kalangan muda khususnya para wanita yang cenderung membeli pakaian-pakaian bekas karena ingin selalu tampil berbeda setiap hari namun tidak ingin mengeluarkan banyak uang.

Skema yang diusung di layanan peminjaman pakaian ini adalah berlangganan. Dengan berlangganan Rp399.000 per bulan, pengguna akan mendapatkan akses penuh untuk memilih koleksi yang ada dengan maksimal tiga barang dalam satu kali peminjaman. Peminjaman selanjutnya akan diperkenankan jika pengguna telah mengembalikan peminjaman sebelumnya. Harga tersebut sudah termasuk gratis biaya pengiriman, pengembalian, dan free dry cleaning sehingga pengguna tidak perlu repot-repot untuk mengirim dan mencuci pakaian yang dipinjam.

Disampaikan Media Relation LocalBrand Nesya Dwiriyanti, pihak LocalBrand cukup percaya diri dengan layanan barunya. Hal ini karena layanan peminjaman seperti itu sudah diterapkan di beberapa negara sehingga akan menjadi peluang tersendiri di Indonesia. Terlebih dengan harga yang ditawarkan sangat terjangkau.

“Kami yakin karena layanan ini sudah diterapkan di beberapa negara dan belum ada di Indonesia sehingga ini bisa menjadi peluang besar bagi kami untuk  menambah tren baru di industri fashion tanah air, apalagi biaya yang kami tawarkan sangatlah terjangkau dengan benefit yang diberikan,” lanjut Nesya.