Empat Persiapan Sebelum Memulai Startup

Mulai bisnis startup bukan perkara mudah, harus ada hal yang dipertimbangkan. Sudah banyak tulisan mengenai bagaimana dan apa yang harus dipersiapkan untuk memulai dan menjalankan bisnis startup. Berikut beberapa hal lain yang mungkin bisa melengkapi artikel-artikel terdahulu mengenai bagaimana memulai dan menjalankan bisnis startup.

Menjalin hubungan

Ketika menjalankan bisnis sudah menjadi rumusan utama kita harus tahu siapa konsumen kita. Selanjutnya yang tak kalah penting kita harus menjalin relasi, dengan semua yang terhubung dengan bisnis kita. Baik itu co founder, tim, konsumen, atau distributor. Hubungan-hubungan yang baik biasanya dimulai dari kesan pertama yang baik. Jika ingin menjalin hubungan yang baik dengan tim, jadilah pemimpin yang terbuka dan aktif berkomunikasi, jika ingin menjalin hubungan dengan pelanggan sediakan saluran komunikasinya, beri kesempatan mereka mengungkapkan apa yang mereka pikirkan. Cara-cara sederhana yang mungkin dilupakan.

Memiliki model bisnis yang solid

Pertanyaan pertama sebelum memulai dan menjalankan bisnis adalah apakah layanan atau produk benar-benar memberikan manfaat bagi penggunanya? Beberapa orang memulai startup karena terbawa suasanya atau tren yang terjadi. Terkadang mereka lupa satu hal yang paling mendasar dan paling penting, model bisnis. Sesuatu yang nantinya menentukan apakah bisnis bisa bertahan lama atau tidak.

Bisa memainkan banyak peran

Di dalam startup, utamanya bagi yang benar-benar baru tak jarang founder harus serba bisa untuk mengisi kekosongan tim yang ada. Bisa sebagai seorang analis bisnis, programmer, sales, marketing, desainer, atau bahkan lainnya. Tanggung jawab yang dipegang melebar ke beberapa posisi. Sesuatu yang wajar jika startup belum cukup dana untuk membangun sebuah tim. Kemampuan mengisi beberapa posisi ini perlu dimiliki oleh setiap pendiri startup.

Jika kesulitan, carilah co-founder yang serba bisa untuk bisa bahu membahu membangun. Jika pemasukan dan cash flow sudah dirasa aman mungkin bisa menambah satu atau dua orang untuk bergabung dengan tim untuk bisa membagi beban dan mengakselerasi pertumbuhan bisnis.

Pengorbanan

Selalu ada pengorbanan di setiap sebuah kesuksesan. Jika Anda sudah bertekad untuk mendirikan dan menjalankan startup, coba pertimbangkan apa saja yang Anda korbankan. Bisa hanya berupa waktu, materi, hingga karier yang sudah mapan. Semua harus disadari, jika nanti di tengah perjalanan ketika Anda mulai lelah, daftar pengorbanan itu bisa dijadikan bahan bakar pelecut semangat.

Lima Tips Membangun Startup dari Y Combinator

Ada banyak cerita-cerita sukses startup yang dibagikan. Dari sana kita yang ingin menjalankan sebuah bisnis bisa mengambil beberapa teori atau mencoba mengulang langkah yang sama untuk mencapai kesuksesan yang sama. Berikut ini rangkuman mengenai kutipan-kutipan Y Combinator yang mungkin bisa memberikan wawasan atau pelengkap rencana Anda yang sedang mencari cara bagai mana memulai sebuah bisnis.

Buat sesuatu yang mudah untuk dibicarakan

Memberikan solusi dan populer. Dua kata yang coba diusahakan startup pada tahap awal. Bagi Anda yang sedang dalam tahap mencari masalah, atau menulis ide untuk bisnis bisa dicoba untuk mencari sesuatu solusi yang mudah menjadi buah bibir, tentu dalam arti yang positif. Sebuah solusi yang memicu semua orang membicarakan solusi Anda karena manfaat dan kemudahan yang ditawarkan.

Dapatkan pengguna secara manual

Banyak layanan pemasaran yang menawarkan solusi mudah untuk menawarkan produk atau solusi Anda kepada masyarakat. Namun jika Anda masih di tahap awal tidak ada salahnya untuk mencari pengguna secara manual dan konvensional. Temui orang yang ada di coffee shop, kedai, atau kerumunan. Perkenalkan aplikasi Anda. Cari tahu apakah apa yang Anda buat bisa diterima oleh mereka. Jika penolakan terjadi karena solusi Anda kurang menarik Anda sudah harus khawatir. Coba pikirkan ulang, coba desain ulang, dan temukan umpan balik jika pengguna pertama Anda menerima produk atau ide Anda.

Pahami apa yang sedang dikerjakan

Sebelum benar-benar mengeksekusi sebuah ide kita selalu punya gambaran besar mengenai ide tersebut. Semacam roadmap yang nantinya menghantarkan ke satu tujuan. Jika Anda sedang memulai ada baiknya  Anda tetap pada roadmap awal. Jika pun ada penyesuaian paling tidak tujuan tidak bergeser terlalu jauh. Hal ini penting untuk memastikan Anda untuk mengerjakan sesuatu yang jelas dan benar-benar dikonsep dari awal. Menghindari dari mengerjakan sesuatu yang tidak pasti.

Investasi untuk membangun tim yang solid

Menjalankan dan mengembangkan startup tidak bisa sendirian. Membangun sebuah tim adalah salah satu cara untuk membagi beban dan tanggung jawab sekaligus mengakselerasi progres untuk segera mencapai tujuan. Untuk hal membangun tim tidak ada salahnya berinvestasi lebih di sana. Mencari orang-orang hebat sesuai keahlian yang dibutuhkan perlu investasi yang tidak sedikit.

Beri kesempatan ide untuk berkembang

Perubahan mungkin salah satu hal yang konstan dalam dunia bisnis. Ide luar biasanya berevolusi. Perpaduan dari ide sederhana yang kemudian berkembang dengan masukan dan solusi lain yang ditemukan dari cerita dan komentar dari pengguna. Atau dari pemikiran dan pendekatan lain yang dilakukan. Yang perlu digarisbawahi adalah berikan ruang ide untuk berkembang menjadi sesuatu yang lebih baik.

Momen dan Tempat yang Tepat Mencari Co-Founder

Banyak startup yang sudah berjalan berawal dari ide dan eksekusi beberapa orang. Founder dan co-founder saling berbagi tugas dan tanggung jawab untuk bahu membahu mengembangkan bisnis sesuai dengan tanggung jawab dan mungkin keahlian masing-masing. Sedikit banyak co-founder bisa membantu dalam memberikan second voice, untuk memvalidasi atau memberikan masukan terhadap sebuah gagasan atau tindakan yang diambil oleh founder.

Sebelum jauh membahas bagaimana menemukan co-founder yang cocok terlebih dulu pastikan Anda datang tidak dengan tangan kosong. Ide saja tidak cukup untuk mengajak co-founder bergabung, apa lagi orang yang belum Anda kenal. Mereka butuh diyakinkan minimal dengan ide dan rencana bisnis yang sudah disusun. Presentasi mengenai layanan atau produk yang dibuat lengkap dengan penentuan siapa yang ingin disasar sebagai pengguna. Dengan beberapa hal tersebut co-founder minimal bisa diyakinkan bahwa Anda bersungguh-sungguh dalam membangun bisnis.

Jika Anda sedang berniat mencari co-founder untuk bersama-sama membangun bisnis bersama, berikut beberapa tips yang bisa dilakukan.

Menemukan co-founder di jaringan yang sudah ada

Salah satu cara paling mudah menemukan co-founder adalah dengan menyelami jaringan profesional atau pertemanan Anda yang sudah ada. Cari mereka yang sekiranya cocok kemudian utarakan niat Anda membangun sebuah bisnis. Jika mereka terlihat tertarik dan antusias Anda bisa melanjutkannya dengan melakukan presentasi seputar bisnis yang dibangun berbekal rancangan bisnis yang sudah disiapkan sebelumnya. Selanjutnya tinggal bagaimana cara Anda berkomunikasi dan meyakinkan mereka.

Menemukan co-founder dengan memasang iklan lowongan

Selain jaringan pertemanan Anda juga bisa menemukan co-founder melalui situs lowongan pekerjaan. Untuk yang satu ini pastikan bagian “Job Description” ditulis dengan jelas tentang apa yang Anda cari dan akan mereka kerjakan nantinya. Kebanyakan bisnis tidak menuliskan lowongan untuk co-founder. Ini mungkin menjadi jalan bagus untuk menampilkan lowongan Anda di posisi teratas. Toh tidak ada salahnya mencoba.

Universitas dan event startup

Layaknya jodoh menemukan co-founder juga bisa di mana saja. Salah satu momen atau lokasi yang tepat untuk mencari co-founder adalah universitas dan event-event seputar startup. Semakin banyaknya sektor yang bisa dirambah startup semakin membuka peluang co-founder bisa datang dari latar belakang yang berbeda. Bisa bisnis, teknologi, atau yang lainnya. Dan tempat paling cocok untuk menemukan orang-orang antusias tentang hal tersebut adalah kampus.

Momen yang tak kalah penting bagi mereka yang sedang mencari co-founder adalah event startup. Baik itu seminar, workshop, atau kegiatan lain bertemakan startup. Dari sana Anda bisa menemukan orang-orang yang memiliki antusiasme yang sama di bidang bisnis startup. Selanjutnya tinggal bagaimana Anda memilih.

Berhenti Mencari Ide Startup, Mulailah Temukan Solusi

Saat ini sudah banyak startup yang hadir menawarkan ide serta inovasi yang diklaim mampu mengubah dunia menjadi lebih baik. Ada yang berhasil namun banyak pula yang tidak bisa melakukan eksekusi dengan baik terhadap ide startup yang dimiliki. Beberapa kasus di Silicon Valley bahkan para entrepreneur muda banyak yang meminta perjanjian atau peraturan terlebih dahulu kepada pihak terkait, saat melakukan pitching atau pertemuan bisnis. Tujuannya sederhana, agar ide yang dimiliki tidak dicontoh oleh kompetitor atau pihak lain.

Namun demikian ide startup yang terlihat cerdas dan luar biasa, akan menjadi percuma jika tidak mampu memberikan solusi atau membantu pengguna untuk memudahkan rutinitas atau pekerjaan mereka. Untuk itu mindset atau pemikiran pun harus diubah, jangan lagi fokus ke ide yang super kreatif, namun lebih kepada bagaimana caranya menemukan masalah yang layak untuk di carikan solusinya.

Artikel berikut bisa membantu Anda untuk menemukan inspirasi, masalah di sekitar, dan solusi terbaik yang bisa dimanfaatkan hingga dikembangkan untuk startup.

Lebih peka kepada lingkungan sekitar

Tanpa disadari saat ini masih banyak orang-orang di lingkungan sekitar yang kesulitan hingga membutuhkan pertolongan dalam hal pekerjaan hingga kebutuhan sehari-hari. Karena tantangan dan kendala yang ada, mereka pun cenderung untuk menerima bahkan mengabaikan masalah tersebut dan harus pasrah dengan situasi yang ada. Salah satu cara terbaik untuk mencari solusi terbaik dari kendala serta masalah, adalah dengan mencermati dengan baik lingkungan sekitar. Buka mata dan telinga, cari tahu kesulitan dan ciptakan solusi terbaik untuk bisa mempermudah kehidupan orang-orang.

Membaca buku dan menonton film sci-fi

Cara yang satu ini bukan hanya menyenangkan namun mampu menggali kreativitas lebih dalam. Entrepreneur ternama yang kerap melakukan kegiatan ini adalah Elon Musk. Sudah banyak ide-ide menarik yang kemudian diwujudkan Elon Musk setelah membaca dan menyaksikan film-film sci-fi (science fiction) berkualitas. Jika Anda ingin tampil beda dan hadir dengan produk hingga layanan yang cukup outside of the box, mulailah kegiatan membaca dan menonton film-film sci-fi.

Coba kegiatan yang baru

Kegiatan yang kita lakukan setiap hari bisa menjadi ide yang menarik dan berhasil untuk startup. Sudah banyak startup asing hingga lokal yang menawarkan layanan serta produk bukan berbasis teknologi, namun lebih kepada kebutuhan sehari-hari. Sebut saja layanan transportasi ojek on-demand dari Go-Jek, Go-Food, penginapan rumah dan apartemen dari Airbnb, pembelian tiket pesawat dan pemesanan hotel dari Traveloka. Semua berangkat dari kebutuhan sehari-hari hingga hobi yang saat ini makin digemari.

Tanyakan langsung kepada orang-orang di sekitar

Melakukan aktivitas secara langsung terbukti menjadi cara yang cukup efektif untuk menemukan ide baru startup. Anda tidak harus menanyakan ke orang banyak, cukup lingkungan atau komunitas yang menarik perhatian dan tentunya layak untuk dicermati. Dari kegiatan tersebut nantinya Anda bisa mengenal lebih jauh harapan, kendala serta keinginan dari mereka. Dengan melakukan kegiatan ini, Anda bisa melihat secara langsung masalah yang ada dan akan terpancing untuk menemukan solusi yang terbaik.

Faktor Bisnis dan Manajerial, Isu Utama Startup Tahap Awal

Istilah startup kini tak asing lagi di kalangan millennials di Indonesia. Bekerja di startup atau membuat startup sendiri menjadi jalan karier dambaan banyak orang. Sejak tahun 2014, saya mencoba mengamati tentang dinamika startup di tahap awal atau sering disebut dengan istilah early-stage startup. Umumnya startup di fase ini masih dijalankan dengan bootstrapping alias modal sendiri, dengan keyakinan akan produk yang dikembangkan dan komposisi tim yang terikat kesamaan visi.

Banyak yang hadir menyajikan layanan baru, namun tak sedikit yang ambruk mengakhiri apa yang telah dimulainya, walaupun beberapa ada yang memilih untuk pivot dan mencoba pendekatan lain. Mulai dari startup yang mencoba menghadirkan kanal media sosial untuk kategori aktivitas tertentu, pengembang aplikasi akuntansi berbasis SaaS (Software as a Service), hingga penyedia layanan on-demand pernah menghiasi tag “ Startup News” di DailySocial.

Menyimpulkan beberapa tulisan tips dari para pakar yang pernah disadur oleh DailySocial, saya mencoba memetakan beberapa kendala yang mengakibatkan early-stage startup sulit untuk melanjutkan debutnya dalam atmosfer bisnis. Permasalahan tersebut terbagi menjadi dua faktor, yakni faktor bisnis dan faktor manajerial.

Faktor Bisnis

Permasalahan ini berkaitan langsung dengan apa yang mereka suguhkan, baik dalam strategi ataupun pengembangan produk.

(1) Salah sasaran

Ada beberapa penafsiran terkait dengan poin pertama ini. Sebuah startup bisa dibilang salah sasaran karena memang produk yang dikembangkan tidak cocok dengan pangsa pasar yang ditargetkan atau karena pangsa pasar yang ditargetkan masih jauh dari kata siap untuk penerapan solusi terkait.

Kami pernah meliput tentang startup yang mencoba menyajikan solusi berbasis big data untuk sektor pendidikan dan kesehatan pada awal tahun 2015. Akselerasinya tidak begitu terlihat sampai sekarang, bahkan bisa dibilang stagnan. Terbukti dengan website yang saat ini tidak dikembangkan, bahkan salah satu portofolionya tidak jalan lagi.

Di sektor pendidikan dan kesehatan, proses masih sangat terpaku dengan model konvensional –sebuah fakta yang tidak bisa dielakkan. Kalaupun komputerisasi digunakan, masih sebatas operasional dasar. Kalangan digital immigrant masih sangat mendominasi di sektor tersebut. Konsep seperti big data, artificial intelligence dan banyak terobosan teknologi lain sifatnya masih berupa riset (untuk dua sektor tersebut).

Terlalu dini menyiapkan produk dengan teknologi canggih seperti bertaruh: adaptasi cepat atau tidak tersentuh sama sekali.

(2) Produk yang bermasalah

Beberapa pakar pemasaran selalu mengutarakan bahwa memperkenalkan produk ke calon konsumen harus dilakukan secara cepat. Salah satunya sering dilakukan dengan meluncurkan versi beta dari aplikasi. Namun ini akan menjadi buruk jika kualitas produk belum benar-benar siap. Apalagi untuk varian produk yang memiliki banyak pilihan. Konsumen digital unik, kadang mereka langsung memberikan cap buruk (underestimate) kepada sebuah apps jika first impression yang mereka dapat buruk –menemui bugs di aplikasi.

Tidak hanya masalah pada aplikasi saja, namun termasuk pelayanan. Hilangnya layanan on-demand pesaing Go-Jek menjadi salah satu contohnya. Pernah tahu ke mana Blue-Jek, LadyJek, dan produk sejenis lain yang pernah berusaha mencoba meramaikan persaingan di ibukota? Transportasi dibutuhkan pengguna kapan saja ketika mereka butuh, maka layanan harus menyesuaikan. Jika tidak, maka tetap sama saja, akan dianggap bermasalah dari sisi pelayanan.

Masalah produk atau layanan bisa berkaitan langsung dengan produk yang dikembangkan dan juga unsur lain yang mendukung kegiatan bisnis tersebut.

(3) Bisnis model yang tidak matang

Dijalankan anak-anak muda, semangat menggebu-gebu sering diperlihatkan ketika sebuah startup dimulai. Kadang ada yang terlewatkan jika sebuah model bisnis harus tervalidasi dengan baik sebelum dieksekusi. Untuk model bisnis baru, perlu dipikirkan secara jeli dampak seperti apa yang ingin dihadirkan pada konsumen.

Pun demikian dengan model bisnis yang disalin dari luar. Mencoba peruntungan dengan membawa model bisnis startup Silicon Valley menjadi aplikasi taste lokal. Tak hanya validasi, riset mendalam perlu dilakukan.

Eksekusi adalah kunci, namun perlu memastikan apakah kunci yang digunakan untuk membuka (peluang) itu membawa ke pintu yang benar atau tidak.

Faktor Manajerial

Permasalahan ini menghinggap dalam unsur internal bisnis, sering menyengat dan menghadirkan isu pada komponen penggerak bisnis di ruang operasional.

(1) Manajemen yang tidak jelas

Salah satu yang menyatukan visi sekelompok orang hingga akhirnya membentuk startup salah satunya karena pertemanan, baik karena di kampus yang sama, bertemu di komunitas atau lain sebagainya. Kadang tidak adanya gap karena faktor pertemanan ini yang membuat disiplin manajemen kurang diterapkan. Terdapat banyak aspek dalam manajemen, mulai dari pengelolaan tanggung jawab, pembagian tugas, hingga kepemilikan.

Konflik yang mungkin muncul karena pengelolaan manajemen yang buruk bisa menimpa antar co-founder ataupun karyawan dalam bisnis. Pada akhirnya tidak akan membuat nyaman orang di dalamnya dalam bekerja, dan akselerasi bisnis pun terganggu. Contoh paling sederhana dan sering terjadi: pembagian tugas yang tidak jelas, pembagian kepemilikan yang tidak jelas, hingga mekanisme upah yang tidak transparan.

Sama seperti filosofi pohon, semakin tinggi semakin kencang tiupan angin. Pastikan akarnya kuat agar tidak roboh. Peraturan dan kebijakan yang clear menjadi akar dalam hal ini.

(2) Tidak punya seni pemecahan masalah

Jika diumpamakan, mengelola startup tidak jauh berbeda dengan membina rumah tangga. Masalah kecil hingga masalah besar bisa saja menimpa kapan saja. Mulai dari permasalahan internal antar pegawai, masalah legal, perpajakan, hingga masalah dengan konsumen. Yang diperlukan adalah sebuah seni pemecahan masalah.

Sayangnya tidak ada rumusan baku untuk hal ini, karena yang akan membawa kepada keputusan paling solutif adalah intuisi dan pengalaman. Tak heran jika beberapa startup kini menunjuk mentor untuk mendampinginya bertumbuh. Pengalaman mereka kadang dibutuhkan untuk memberikan insight sebelum memutuskan sesuatu.

Tidak ada teori baku, setiap permasalahan itu unik, pun demikian penyelesaiannya. Pengalaman sangat berperan di sini.

(3) Merekrut orang yang salah

Terdapat banyak justifikasi yang digunakan ketika merekrut seseorang untuk masuk dalam bisnis. Mulai dari kriteria yang sesuai, kenal secara pribadi hingga disarankan oleh orang lain. Merekrut seseorang masuk ke bisnis, artinya menyerahkan satu sandaran bisnis kepada orang tersebut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan: pastikan sesuai dengan apa yang dibutuhkan, pastikan ditempatkan dalam role yang tepat, dan pastikan orang yang tepat.

Kehadiran seseorang dalam sebuah lingkungan sedikit atau besar akan memberikan pengaruh. Kultur bisnis yang sudah kuat terbangun bisa saja berubah dengan hadirnya orang baru, terlebih jika ditempatkan dalam posisi strategis. Mengapa sebegitunya? Sederhana, startup di tahap awal timnya masih sedikit, hadirnya satu orang pun akan memberikan dampak signifikan. Ini yang perlu disiasati dan diamati sejak awal.

Jika kejernihan air bisa ternoda akibat setetes tinta, sebuah tim startup bisa hilang kompaknya akibat hadirnya satu orang. Tapi jika tinta tersebut sudah berbaur pun tetap bisa dihilangkan dengan proses penyulingan yang ketat.

(4) Terlalu boros

Mengapa teknologi komputasi awan sering diunggulkan untuk startup? Karena skalabilitas dan elastisitas yang ditawarkan. Saat pengguna memulai dengan spesifikasi yang kecil, jika di tengah jalan memerlukan sumber daya yang lebih besar maka bisa ditambah kapan saja. Konsep ini sebenarnya juga berlaku untuk kebutuhan lain, termasuk pembiayaan dalam operasional. Sama halnya ketika harus menyewa tempat bekerja, memberikan penggajian dan sebagainya, semua harus pas pada porsinya. Terlebih jika bisnis masih harus “membakar uang” dan belum menghasilkan profit.

Cara Memulai Bisnis Startup Untuk Para Introvert

Dunia bisnis itu terlihat hanya untuk orang-orang ekstrovert saja. Hal ini cukup masuk akal saat melihat sikap yang harus dimiliki para founder haruslah mereka yang memiliki kharisma dalam memimpin sebuah tim, mampu bernegosiasi dengan mitra dan menjalin hubungan baik. Founder juga harus mengembangkan jaringan dengan orang-orang baru.

Sikap-sikap yang seperti ini, bagi orang introvert sangatlah menakutkan bahkan luar biasa untuk mereka tangani sendiri. Sebab introvert itu cenderung lebih suka dunia yang tenang dan lingkungan yang kondusif. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah introvert tidak bisa merintis sebuah bisnis startup?

Jawabannya tentu saja tidak. Jika Anda seorang introvert, Anda memiliki kekuatan dan kelemahan yang tentunya bila tahu cara memanfaatkannya, bakal membantu Anda merintis usaha. Artikel ini akan lebih dalam membahas bagaimana caranya, berikut ringkasannya:

1. Pilih segmen bisnis dengan bijaksana

Langkah pertama Anda adalah memilih segmen bisnis dengan hati-hati. Sebelum menulis rencana bisnis, sebaiknya Anda berikir hati-hati mengenai ide dan bagaimana ide tersebut akan berhubungan dengan kepribadian, kebutuhan mental, dan emosional Anda.

Bermainlah dengan kekuatan Anda. Orang introvert tidak selalu mengurung diri dalam hal spesifik. Ibarat hidup bersosial, ada beberapa segmen keahlian yang membutuhkan partisipasi dari Anda, sedangkan ekstrovert tidak bisa melakukannya. Tonjolkan kemampuan tersebut agar jadi manfaat buat Anda sendiri.

Anda juga harus pikirkan segmen bisnis seperti apa yang tidak membutuhkan banyak interaksi dengan orang lain. Misalnya, Anda mungkin ingin menghindari konsultasi atau pelatihan jika Anda tidak menikmati sosialisasi.

Solusinya, mulailah dari bisnis meski skalanya masih kecil. Pekerjakan orang-orang yang hanya Anda butuhkan, dengan cara itu Anda bisa dapat secara perlahan-lahan mulai terbiasa dengan situasi baru.

2. Cari mitra yang melengkapi pekerjaan Anda

Jika Anda sangat introvert, sebaiknya cari mitra bisnis dan karyawan yang dapat melengkapi kepribadian Anda. Misalnya, jika Anda benci ide membuat promosi penjualan dengan orang asing dan tidak suka berbicara dengan orang, cari orang yang sangat ekstrovert, gemar memulai percakapan.

3. Buat lingkungan yang Anda inginkan

Ini adalah perusahaan dan brand Anda. Anda bisa mendefinisikan dan merintis bisnis dengan cara apapun yang Anda pilih. Untuk itu, Anda harus mempertimbangkan batas-batas kepraktisan dan jenis bisnis yang terbaik sesuai dengan sifat Anda yang introvert. Misalnya, jika Anda lebih suka komunikasi tertulis daripada secara lisan, sebaiknya pilih bisnis yang dilakukan secara remote, semua karyawan bekerja dari rumah.

4. Gunakan jaringan online untuk berinteraksi

Apabila Anda tidak suka terlibat dengan orang-orang di dunia nyata, mungkin Anda dapat memilih interaksi lewat online. Alih-alih pergi ke acara networking, Anda dapat menjaring hubungan dengan media sosial, mengandalkan email dan pesan instan untuk interaksi Anda. Tak lupa, mengagendakan pertemuan personal bila Anda benar-benar membutuhkannya.

5. Mempraktekkan hidup sosial

Menjadi pengusaha solo itu memang memungkinkan, tapi sebaiknya Anda tidak melakukan itu. Sebab, cepat atau lambat Anda harus bersosialisasi dengan orang lain. Apakah itu mitra, klien, karyawan, atau mentor. Jika Anda tidak pandai bersosialisasi atau memilih untuk menghindar, sebaiknya Anda perlu ubah kebiasaan tersebut.

Berkomunikasi dan berkomunikasi itu adalah salah satu keterampilan yang perlu Anda latih secara rutin. Mulai dengan menghadiri acara networking, memulai percakapan dengan peserta lain. Tak hanya itu mengembangkan taktik baru bagaimana cara memulai komunikasi. Saat pertama kali mungkin akan sulit dan menakutkan, tetapi bila biasa dilatih Anda akan dapat menguasainya.

6. Belajar nyaman dari ketidaknyamanan

Ada beberapa hal penting yang perlu Anda ingat. Pertama, introvert bukanlah kutukan, tapi suatu kekuatan jika Anda tahu bagaimana menggunakannya. Kedua, pada akhirnya Anda pasti akan merasakan pengalaman yang tidak nyaman sebagai seorang introvert. Jika Anda ingin jadi pengusaha sukses, Anda perlu merasa nyaman dari sesuatu yang tidak nyaman.

Bagaimana Memulai Startup?

Dalam mengembangkan sebuah bisnis tidak adalah langkah-langkah pasti dalam memulai. Semua tergantung kondisi dan situasi yang terjadi. Begitu juga dalam startup. Selalu ada perhitungan, keputusan, dan konsekuensi yang berbeda satu situasi dengan situasi lainnya.

Berikut ini beberapa langkah yang bisa diambil sebelum memulai sebuah startup.

Pahami peta persaingan

Setiap startup pada dasarnya harus siap dari awal untuk memasuki kompetisi. Bukan kompetsi semacam hackathon atau sejenisnya, kompetisi yang dimaksud adalah kompetisi untuk memenangkan pengguna. Startup selalu digagas dari pemikiran-pemikiran menantang industri konvensional atau memberikan solusi teknologi yang sebelumnya ada.

Di titik awal, startup memiliki keharusan untuk memetakan persaingan. Seberapa banyak pesaing yang ada, seberapa besar pengaruh pasar konvensional dan variabel lain yang bisa menentukan sebuah persaingan bisnis.

Ketahui dengan pasti siapa pelanggan yang dituju

Memulai startup selain memetakan persaingan juga dimulai mendefinisikan pelanggan. Mendeskripsikan mereka serinci mungkin untuk mengukur sejauh mana produk atau layanan berguna. Biasanya jika startup berangkat dari keluhan masyarakat, tugas mencari dan mendefinisikan pelanggan berlangsung sedikit lebih mudah. Hanya saja mengukur seberapa banyak yang butuh dan mengalami persoalan menjadi tugas tersendiri.

Banyak startup yang mengira solusi yang mereka tawarkan dibutuhkan banyak orang, nyatanya tidak demikian. Pengukuran dan pendeskripsian pengguna ini yang merupakan tugas penting.

Cari tambahan talenta

Sebagai seorang pengusaha yang mengupayakan membangun sebuah startup dan sudah memiliki bayangan seperti apa akan mengembangkan startup tidak bisa tidak pasti membutuhkan bantuan. Baik itu bantuan secara teknis, bantuan pemasaran, dan jenis bantuan lainnya.

Tidak ada salahnya untuk membuka kesempatan orang lain untuk bergabung atau menyewa beberapa talenta untuk melengkapi tim. Bersama-sama dengan keahlian masing-masing bisnis diharapkan bisa lebih cepat dalam akselerasi sesuai dengan konsep startup yang cepat dalam berkembang.

Ketahui kondisi keuangan

Salah satu hal lain yang bisa jadi perhatian bagi startup untuk memulai bisnisnya adalah kondisi finansial. Ini penting mengingat finansial memegang peran penting dalam langkah-langkah yang akan diambil selanjutnya. Ketahui dengan pasti kondisi keuangan sebelum memulai semuanya.

Hitung dan pastikan jumlah dana yang ada cukup untuk mendanai startup berlayar, setidaknya bertahan dalam beberapa waktu sebelum mengharapkan adanya suntikan modal atau pendapatan dari pengguna.

Menentukan Ide Startup yang Tepat

Sebelum Anda memutuskan bahwa ide yang dimiliki saat ini adalah ide startup, ada baiknya untuk mencermati dengan baik definisi yang tepat serta perbedaan dari ide startup dan ide bisnis. Saat ini masih banyak pendiri dan pemilik usaha yang masih belum mengenali dengan jelas apa itu ide startup dan ide bisnis.

Dalam artikel berikut ini akan dibahas apa saja yang menjadi kategori dari ide startup dan tentunya perbedaan dari ide bisnis.

Ide bisnis vs ide startup

Entrepreneur kontroversial asal Amerika Serikat Peter Thiel mengkategorikan perbedaan tersebut sebagai berikut. Ide bisnis adalah ketika kegiatan atau rutinitas sehari-hari yang bisa dengan mudah dijalankan tanpa harus terkendala dengan proses validasi. Misalnya menjual makanan, pakaian dan keperluan lainnya. Produk tersebut bisa dengan mudah dijual tanpa memanfaatkan teknologi dan mengganggu industri lainnya, hal tersebut merupakan ide bisnis.

Sementara untuk ide startup adalah inovasi terbaru yang kebanyakan memanfaatkan teknologi, sulit untuk diterima saat awal dan memerlukan waktu dan tenaga yang cukup banyak untuk mendapatkan validasi.

Ciri-ciri ide startup:

  • Mampu untuk mengembangkan model bisnis mereka setelah peluncuran, bahkan bertahun-tahun kemudian.
  • Dapat melakukannya karena pertumbuhan yang cepat, dengan memanfaatkan uang dari investor.
  • Hal ini membuat startup cocok untuk memecahkan masalah besar yang penting dengan melakukan hal-hal dengan cara yang sama sekali baru, dibandingkan membuat kemajuan tambahan.
  • Menurut Thiel, salah satunya adalah horisontal (seperti globalisasi, dengan skala yang luas dan apa yang sudah ada), yang lain adalah vertikal (seperti teknologi, berupa cara baru dalam melakukan sesuatu).
  • Menurut Peter Thiel, manfaat dari membangun startup adalah bahwa hal itu dapat dilakukan, jika berhasil, berubah menjadi monopoli, yang menjamin keuntungan untuk waktu yang lama, yang kemudian dapat digunakan untuk menciptakan lebih banyak kemajuan vertikal.

Ciri-ciri kunci monopoli:

Teknologi eksklusif. Ini tidak harus menjadi perangkat lunak atau perangkat keras, itu juga bisa menjadi hasil dari besar, desain terpadu (seperti iPad), tapi apa pun yang Anda lakukan harus setidaknya 10 x lebih baik daripada solusi yang sudah ada atau menggantinya sama sekali.

Efek jaringan. Dengan setiap pengguna tambahan, produk seperti WhatsApp, Facebook, Instagram, Xbox Live, Reddit dan lainnya menjadi sedikit lebih menarik bagi pengguna, yang belum mencoba produk sebelumnya. Semakin besar jaringan, semakin besar nilai untuk setiap individu.

Scale untuk ekonomi. Proses scale harus menjadi fokus sejak hari pertama. Startup Anda harus tumbuh lebih kuat dan lebih besar, karena biaya tetap turun. Sebuah rantai restoran pizza sulit untuk melakukan proses scale sementara software jauh lebih mudah.

Branding. Sebuah merek yang baik menguatkan efek monopoli, karena membuat sudut pandang yang unik terlihat oleh orang banyak. Namun sebuah merek tanpa didukung dengan produk yang bagus akan menjadi sia-sia.

Untuk mengetahui apakah ide startup Anda bernilai:

  • Tanyakan pada diri Anda jika apa yang Anda ciptakan adalah terobosan teknologi terbaru.
  • Pikirkan waktu yang tepat untuk meluncurkan produk
  • Jawaban pertanyaan ini: “Jika saya mendedikasikan semua waktu dan uang untuk produk atau layanan dan berakhir gagal, apakah masih tetap berharga?

Setidaknya 75% startup gagal. Dari startup yang bertahan, 75% telah menerima investasi. Tentukan dengan tepat ide startup yang bakal berfungsi, dibutuhkan dan disukai pengguna. Jika hal-hal tersebut telah Anda temukan, proses selanjutnya untuk membangun yang sarat dengan tantangan dan kendala, akan berakhir dengan baik dan sesuai rencana dari ide startup yang benar.

Jawab Tiga Pertanyaan Ini Sebelum Memutuskan Menjadi Wirausahawan

Bagi sebagian besar orang, ketika akan memutuskan memulai berwirausaha banyak hal yang harus dipertaruhkan. Pekerjaan yang sudah nyaman, penghasilan tetap, waktu bersantai hingga mental. Namun dewasa ini, khususnya di Indonesia, berwirausaha justru menjadi tren positif di kalangan usia produktif. Alih-alih sibuk mengejar capaian besar di korporasi ataupun sebagai pegawai negeri, banyak yang berminat terlibat dalam kewirausahaan, terlebih bagi para fresh graduate.

Nyatanya semangat di awal saja tidak cukup, karena selain strategi dan teknik dalam menjalankan bisnis, mental juga menjadi faktor penting yang harus dimatangkan. Untuk itu sedari awal sebelum memulai pastikan sudah tidak ada lagi keraguan.

Beberapa pertanyaan berikut bisa ditanyakan kepada diri sendiri untuk meyakinkan bahwa memilih menjadi pengusaha, dengan segala risikonya, adalah pilihan yang matang dan sempurna untuk direalisasikan.

Pertanyaan 1: Bagaimana jika saya mencoba lalu gagal?

Terkesan mematikan semangat, namun membawa imajinasi berbunga menuju realitas. Pertanyaan ini harus dijawab untuk memastikan bahwa sejak awal memutuskan untuk menjadi pengusaha sudah tahu risiko yang mungkin akan didapat. Bayangkan jika bisnis yang akan dijalankan gagal, bagaimana dengan modal yang sudah ditanamkan, tekanan sosial atas kegagalan atau carut-marut dari tatanan finansial keluarga.

Dari situ bisnis akan dimulai dengan tidak terlalu ambisius. Dijalankan secara bertahap dengan porsi yang tepat. Dan yang paling penting, selalu ada plan B, C dan seterusnya jika plan A mengalami kegagalan.

Pertanyaan 2: Lalu bagaimana jika saya berhasil?

Untuk mendefinisikan keberhasilan, perlu diketahui dulu ukuran sukses yang dimaksud seperti apa. Apakah sukses itu diukur dari uang yang didapat? Apakah capaian dalam kompetisi? Ataukah memiliki tujuan lain. Dari banyak cerita bisnis sukses, umumnya capaian tersebut memang didasarkan pada materi dan kepuasan pribadi. Siapa yang tidak senang jika perusahaan yang dibangun dari nol mendulang untung. Dan semua pasti senang jika dapat menjadi sosok menginspirasi, bagi para pegawainya maupun orang di sekitarnya karena berhasil membangun bisnis menjadi besar.

Pertanyaan ini membawa pada satu simpulan, bahwa untuk memulai suatu kegiatan wirausaha juga harus memiliki agenda yang kuat. Ini untuk memastikan bahwa di tengah perjalanan tidak goyah, karena apa yang ditargetkan sudah pasti, dan idealnya sudah tersusun roadmap-nya.

Pertanyaan 3: Lantas bagaimana jika saya memutuskan tidak mencoba?

Ini harusnya menjadi pertanyaan yang memiliki justifikasi paling kuat. Taruhan paling besar untuk seorang yang sedang memikirkan untuk memulai berwirausaha. Hal yang paling sederhana untuk menjawab dengan menanyakan kepada diri sendiri dan membandingkan dengan orang lain, misalnya “Jika Zuckerberg waktu itu memilih untuk berkarier sebagai developer di perusahaan besar, lantas apa kabar Facebook hari ini?” atau mungkin seseorang itu adalah kerabat dekat di lingkungan yang sudah sukses menjalankan bisnisnya sendiri.

Memang, tiga pertanyaan tersebut di atas membawa rasa takut ke dalam hati dan pikiran, seakan membuat perjalanan melangkah untuk berwirausaha jadi terasa makin berat. Namun di situlah cara menyeimbangkan antara angan-angan dengan realitas yang mungkin saja dihadapi, baik realitas baik ataupun buruk.

Memutuskan menjadi pengusaha memang seperti “berjudi”, namun dengan strategi dan hitungan yang matang, probabilitas hasil baik akan lebih besar.

Ide Startup di Sektor Riil yang Belum Banyak Terjamah

Memberikan solusi pada sektor riil menjadi salah satu tujuan yang banyak diidam-idamkan oleh startup digital. Terbukti, bahwa dengan memudahkan masyarakat dalam menjalani kegiatan ekonomi, sebuah produk digital masif diminati. Beberapa sektor sudah mulai ramai dimasuki, di antaranya sektor transportasi, pendidikan, perdagangan dan perjalanan. Namun masih banyak sektor lain yang belum banyak tersentuh, dengan berbagai permasalahannya masing-masing.

Pertumbuhan sektor pertanian masih rendah

Menurut data yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS), per kuartal pertama tahun 2016 pertumbuhan pertanian di Indonesia hanya 1,85 persen. Mengalami penurunan dari tahun sebelumnya 4,03 persen. Selain isu perubahan iklim yang disebabkan musim El-Nino di Indonesia, menurut Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS permasalahan kredit petani turut mendasari isu lemahnya perkembangan industri ini.

Investasi di sektor pertanian tak signifikan bertumbuh, padahal dari perhitungan ekonomi nasional, porsi industri pertanian masih sekitar 13,56 persen. Luasnya lahan subur dan sebaran flora yang sangat bervariasi menjadikan sebuah tamparan besar jika sektor ini tak mampu dioptimalkan.

Dalam acara Rembuk Petani Nusantara 2016 juga dipaparkan salah satu permasalahan di industri pertanian nasional, yakni terkait regenerasi. Sekitar 62 persen petani yang ada saat ini berusia di atas 55 tahun. Sementara petani muda hanya 12 persen. Kemiskinan juga menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan petani. Sebuah keniscayaan di negara subur namun petaninya berada dalam ambang kemiskinan. Lalu apa yang salah?

Dari analisis yang disampaikan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Hadad, permasalahan paling mendasar petani di Indonesia adalah ketersediaan modal. Sementara itu, modal menjadi bagian krusial dalam memulai usaha. Ketika modal kecil, pemuaian bibit yang dilakukan pun sedikit, sehingga hanya memproduksi hasil tani yang sedikit pula. Harga pun terdorong tinggi ketika hasil sedikit, sementara harus bersaing dengan produk impor dari luar.

Ide yang bisa diimplementasikan terkait masalah tersebut (dengan bentuk aplikasi ke arah edukasi):

  1. Layanan manajemen pertanian terpadu.
  2. Analisis persebaran lahan dan periode pembibitan.
  3. Layanan fintech permodalan khusus sektor pertanian secara umum.
  4. Aplikasi konsultasi pertanian komprehensif.

Beberapa startup di bidang pertanian yang sudah ada dan bisa memberikan inspirasi: 8villages (forum interaktif), Ci-Agriculture (analisis pertanian), Eragano (panduan bercocok tanam), iGrow (menghubungkan dengan pemodal), Karsa (informasi petani), Kecipir (marketplace), LimaKilo (marketplace), Pantau Harga (informasi petani), TaniHub (marketplace).

Sebagai negara maritim, potensi laut belum dimaksimalkan

Dengan panjang pantai mencapai 95.181 km dan luas wilayah laut mencapai 5,4 juta km2, potensi maritim Indonesia tak bisa diragukan lagi. Besaran potensi hasil laut dan perikanan Indonesia mencapai 3000 triliun Rupiah per tahun, akan tetapi yang sudah dimanfaatkan hanya sekitar 225 triliun Rupiah atau sekitar 7,5 persen saja.

Menurut David Setia Maradong, S.E., Analis Perekonomian pada Asisten Deputi Bidang Kelautan dan Perikanan, Deputi Bidang Kemaritiman Sekretariat Kabinet, pengembangan usaha perikanan Indonesia memiliki prospek yang sangat tinggi. Potensi ekonomi sumber daya kelautan dan perikanan yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai $ 82 miliar per tahun.

Dalam roadmap pembangunan kelautan dan perikanan 2015-2019 yang dirilis KADIN, salah satu poin permasalahan yang ada di Indonesia ialah terkait peningkatan kapasitas SDM kelautan dan perikanan, peningkatan iptek kelautan dan perikanan serta diseminasi teknologi, dan peningkatan tata kelola pembangunan kelautan dan perikanan nasional. Selain itu pengelolaan hasil panen ikan juga masih perlu dikaji, jika tujuan utamanya untuk menyejahterakan para pelaku di industri maritim tersebut.

Ide yang bisa diimplementasikan terkait masalah tersebut (dengan bentuk aplikasi ke arah edukasi):

  1. Aplikasi tentang tata kelola industri perikanan.
  2. Sistem analisis maritim terpadu.
  3. Layanan pengelolaan hasil tangkap/panen ikan terpadu.

Beberapa startup di bidang perikanan yang sudah ada dan bisa memberikan inspirasi: Blumbangreksa (IoT – pemantau kondisi air), eFishery (IoT – pakan ternak otomatis) dan Aruna (layanan manajemen industri perikanan).

Hal yang melandasi keyakinan di sektor tersebut di atas

Angka-angka yang telah disebutkan pada dua sektor di atas setidaknya menjadi jalan pembuka, bahwa potensi sudah pasti ada. Permasalahan yang ada di lapangan bahkan lebih klasik, tentang mengubah paradigma dan pola produksi yang telah menjadi tradisi. Hal serupa sebenarnya juga yang dialami saat transisi industri transportasi dan perdagangan dari konvensional menuju digital. Mungkin tak sebanyak itu (transportasi) jika dibandingkan dari sisi pengguna, akan tetapi dari dampak yang dihasilkan mampu melebihinya.

Kolaborasi dengan berbagai pihak berkepentingan menjadi langkah strategis yang harus digalakkan. Melalui beberapa program, pemerintah pun sudah mencanangkan keinginannya untuk berkolaborasi dengan inovator digital guna memajukan sektor tersebut. Mereka menyadari bahwa implementasinya harus benar-benar dimulai dari dasar dan merupakan sebuah proyek yang berimbas secara jangka panjang.