Leica Sofort Siap Saingi Fujifilm Instax di Ranah Kamera Instan

Cukup mengejutkan dari Leica, pabrikan asal Jerman yang biasa memproduksi kamera high-end tersebut baru-baru ini mengumumkan sebuah kamera instan. Dijuluki Leica Sofort, cara kerjanya mirip seperti Fujifilm Instax. Dan pada kenyataannya, Sofort menggunakan format yang sama seperti Instax.

Desainnya cukup menarik dan orisinil; kotak, ringkas serta tersedia dalam tiga pilihan warna, yaitu putih, oranye dan mint. Sofort dibekali sebuah optical viewfinder untuk semakin menumbuhkan aura klasik yang diusungnya, plus sebuah LED flash seandainya dibutuhkan di kondisi yang minim cahaya.

Leica ingin memastikan bahwa Sofort dapat digunakan dengan mudah. Selain mode pemotretan manual, terdapat sejumlah mode otomatis yang telah dioptimalkan untuk skenario-skenario tertentu, misalnya “Macro”, “Party and People”, “Sport and Action”, “Double Exposure”, dan tentu saja, “Selfie”.

Leica Sofort tersedia dalam tiga pilihan warna: putih, mint dan oranye / Leica
Leica Sofort tersedia dalam tiga pilihan warna: putih, mint dan oranye / Leica

Bersamaan dengan Sofort, Leica juga akan memasarkan filmnya sendiri yang tersedia dalam opsi hitam-putih atau berwarna, masing-masing dihargai €14 dan €12 untuk paket berisi 10 lembar. Mengingat Sofort menggunakan format milik Instax, pengguna juga bisa memakai film keluaran Fujifilm.

Hal yang paling mengejutkan adalah perihal banderol harganya. Di saat kita memprediksi harga selangit, ternyata Leica Sofort hanya dipatok $300 saja. Harga ini tentunya masih lebih mahal ketimbang model tertinggi Fujifilm Instax, tapi memang logo dot merah Leica tampaknya masih menjadi indikator premium dari kamera instan ini.

Sumber: Engadget dan Leica.

Canon EOS M5 Usung Electronic Viewfinder dan Teknologi Dual Pixel AF

Ingat DSLR, ingat Canon. Ingat mirrorless, belum tentu ingat Canon. Pasalnya, Canon selama ini terkesan kurang serius dalam menghadapi persaingan di pasar mirrorless. Di saat kamera mirrorless buatan Fujifilm dan Sony terus mengejar – bahkan menyalip – kemampuan DSLR, Canon hanya bisa menawarkan EOS M3 yang tergolong biasa-biasa saja.

Sampai akhirnya kita tiba pada tanggal 15 September kemarin, dimana Canon mengumumkan kamera mirrorless terbarunya, EOS M5. M5 membawa perubahan yang signifikan dibanding pendahulunya, menunjukkan keseriusan Canon dalam berinovasi di industri fotografi.

Canon EOS M5 ditenagai oleh sensor APS-C 24,2 megapixel dengan sensitivitas ISO 100 – 25600. Menemani sensor tersebut adalah prosesor DIGIC 7 dan teknologi Dual Pixel AF yang dipinjam dari DSLR kelas atasnya, memberikan performa autofocus yang cepat sekaligus akurat.

Canon EOS M5 dibekali teknologi Dual Pixel AF untuk memberikan kinerja tracking autofocus yang cepat sekaligus akurat / Canon
Canon EOS M5 dibekali teknologi Dual Pixel AF untuk memberikan kinerja tracking autofocus yang cepat sekaligus akurat / Canon

Kecepatannya memotret secara konstan berada di angka 7 fps, atau 9 fps dalam posisi AF Lock. Video bisa ia rekam dalam resolusi maksimum 1080p 60 fps – sayang masih belum 4K. Sebagai pelengkap, Canon turut menyematkan sistem image stabilization digital 5-axis.

Perdana untuk kamera mirrorless Canon adalah electronic viewfinder (EVF) beresolusi 2,36 juta dot. Tepat di bawahnya bernaung layar sentuh 3,2 inci dengan resolusi 1,62 juta dot. Uniknya, layar ini bisa dipakai untuk menentukan titik fokus meski pengguna sedang memakai EVF, dan ia juga bisa dimiringkan ke atas 85 derajat atau ke bawah 180 derajat untuk memudahkan selfie.

LCD milik Canon EOS M5 bisa dimiringkan ke bawah 180 derajat untuk memudahkan selfie / Canon
LCD milik Canon EOS M5 bisa dimiringkan ke bawah 180 derajat untuk memudahkan selfie / Canon

Wi-Fi dan NFC turut hadir menjembatani koneksi kamera dan smartphone, memberikan kemudahan untuk memindah foto dan gambar serta fitur remote control. Tidak kalah menarik adalah kehadiran Bluetooth LE sehingga kamera bisa terus tersambung ke smartphone tanpa menguras terlalu banyak daya.

Canon EOS M5 rencananya akan dipasarkan mulai bulan November mendatang seharga $980 body only. Bundel bersama lensa EF-M 15-45mm f/3.5-6.3 IS STM ditawarkan seharga $1.099, sedangkan bundel dengan lensa EF-M 18-150mm f/3.5-6.3 IS STM yang sama-sama gres seharga $1.479.

Sumber: DPReview.

Hasselblad True Zoom Sulap Moto Z Jadi Kamera Andal dengan Optical Zoom 10x

Lewat lini Moto Z, Motorola ingin memperkenalkan platform Moto Mods dimana pabrikan lain bisa mengembangkan aksesori modular yang dapat meningkatkan fungsionalitas smartphone tersebut. Sejauh ini Moto Z sudah punya beberapa aksesori yang cukup unik, mulai dari speaker eksternal sampai sebuah proyektor, namun yang terbaru dari Hasselblad ini menurut saya adalah yang paling menarik perhatian.

Mendengar nama Hasselblad, sudah bisa dipastikan bahwa aksesori ini ada hubungannya dengan fotografi. Tebakan kita tidak salah, Hasselblad True Zoom merupakan sebuah Moto Mod yang akan mengubah Moto Z menjadi kamera berkelas secara instan.

Cukup pasangkan Hasselblad True Zoom di belakang Moto Z, seketika itu juga bakat fotografinya meningkat pesat berkat spesifikasi yang meliputi sensor CMOS 1/2,3 inci beresolusi 12 megapixel, lensa 25-250mm f/3.5-6.5, opsi perekaman video 1080p, sensitivitas ISO 100 – 3200 dan sepasang mikrofon.

Berbekal konektor magnet milik Moto Z, Hasselblad True Zoom bisa menancap dengan mulus tanpa baut / Motorola
Berbekal konektor magnet milik Moto Z, Hasselblad True Zoom bisa menancap dengan mulus tanpa baut / Motorola

Yup, aksesori ini menawarkan fitur optical zoom 10x yang bisa diatur menggunakan kontrol fisik. Desainnya juga dibentuk sehingga perangkat bisa terasa seperti kamera sebenarnya, lengkap dengan hand grip, tombol shutter dan Xenon flash. Sebagai bonus, True Zoom juga mendukung pemotretan dalam format RAW.

Motorola kabarnya akan menawarkan Hasselblad True Zoom untuk Moto Z mulai bulan ini juga dengan banderol harga $299. Memang mahal untuk ukuran sebuah kamera yang tak bisa beroperasi sendiri, tapi toh tetap terdengar sangat menggiurkan bagi para pengguna Moto Z.

Sumber: PetaPixel dan Motorola.

Canon 5D Mark IV Diungkap, Andalkan Sejumlah Teknologi Canggih Milik 1D X Mark II

Mirrorless boleh menjadi anak emas baru industri fotografi belakangan ini, tapi pamor DSLR masih cukup kuat, apalagi kalau Canon yang membuatnya. Pabrikan asal Jepang tersebut baru saja meluncurkan DSLR yang paling dinanti-nanti oleh konsumen loyalnya, yaitu Canon 5D Mark IV.

Sudah bukan rahasia apabila seri 5D merupakan salah satu DSLR terpopuler di kalangan fotografer profesional. 5D Mark IV ingin terus melanjutkan prestasi tersebut dengan sensor full-frame baru beresolusi 30,4 megapixel dan prosesor Digic 6+, plus sensitivitas ISO 50 – 102.400.

Namun yang lebih menarik adalah bagaimana 5D Mark IV meminjam sejumlah fitur milik DSLR tercanggih Canon, yakni 1D X Mark II. Utamanya adalah teknologi Dual Pixel AF yang tidak perlu diragukan lagi kecepatan dan akurasinya dalam mengunci fokus. Untuk pertama kalinya juga, mode Continuous AF bisa diaktifkan saat memotret menggunakan LCD.

LCD milik Canon 5D Mark IV merupakan layar sentuh / Canon
LCD milik Canon 5D Mark IV merupakan layar sentuh / Canon

Sistem autofocus-nya ini mengandalkan 61 titik yang terdiri dari 41 titik jenis cross-type. Dipadukan dengan sistem metering baru, kinerja autofocus 5D Mark IV di kondisi minim cahaya meningkat pesat jika dibandingkan dengan 5D Mark III. Hal yang sama juga berlaku untuk kemampuannya mengenali wajah maupun tracking.

Canon juga menerapkan mekanisme shutter baru pada 5D Mark IV, memungkinkan kamera untuk menangkap gambar secara konstan dalam kecepatan 7 fps. Fitur lain yang dipinjam dari 1D X Mark II adalah opsi perekaman video 4K 30 fps.

Kualitas gambar dan performa Canon 5D Mark IV meningkat pesat jika dibandingkan dengan pendahulunya / Canon
Kualitas gambar dan performa Canon 5D Mark IV meningkat pesat jika dibandingkan dengan pendahulunya / Canon

Tapi Canon rupanya masih belum cukup puas, mengingat 5D Mark IV turut mengemas teknologi Dual Pixel RAW dan Digital Lens Optimizer. Sederhananya, teknologi ini memungkinkan pengguna untuk melakukan perbaikan pada gambar pasca pemotretan, entah itu untuk menggeser letak bokeh atau mengurangi lens flare.

5D Mark IV tidak lupa mengusung konektivitas Wi-Fi dan NFC. Lebih lanjut, kamera ini juga mengemas chip GPS yang memungkinkan pengguna untuk menyimpan informasi geotagging pada foto. LCD-nya pun juga telah ditanami panel sentuh.

Canon 5D Mark IV rencananya akan mulai dipasarkan pada awal bulan September mendatang seharga $3.500 dalam wujud body only. Tersedia juga opsi dengan lensa EF 24-70mm f/4 L seharga $4.400, atau dengan lensa EF 24-105mm f/4 L IS II USM seharga $4.600.

Sumber: PetaPixel.

DJI Ungkap Osmo+, Suksesor Kamera Handheld-nya yang Dilengkapi Lensa Zoom

DJI baru-baru ini mengungkap Osmo+, suksesor dari kamera handheld perdanananya yang diperkenalkan tahun lalu. Kehadiran Osmo+ ini semakin memperkuat posisi DJI sebagai salah satu pemimpin di bidang videografi dan fotografi, bukan cuma drone saja.

Secara desain Osmo+ sangat mirip seperti pendahulunya. Perangkat masih terdiri dari sebuah handle, gimbal dan kamera. Dimensinya kurang lebih sama, dengan tinggi sekitar 16 cm dan bobot 201 gram. Kemampuannya menstabilkan gambar juga terus dipertahankan, malahan DJI telah mengoptimalkan Osmo+ supaya jauh lebih stabil ketika mengambil foto still.

Video dapat direkam dalam resolusi 4K 30 fps atau 1080p 100 fps, sedangkan foto still dalam resolusi 12 megapixel dan bisa juga dalam format RAW. Lantas apa yang membedakan Osmo+ dari pendahulunya? Jawabannya adalah lensa.

Berbekal optical zoom, DJI Osmo+ bisa menjangkau jarak yang lebih jauh tanpa penurunan kualitas gambar / DJI
Berbekal optical zoom, DJI Osmo+ bisa menjangkau jarak yang lebih jauh tanpa penurunan kualitas gambar / DJI

Tidak seperti Osmo yang memakai lensa fixed, kamera milik Osmo+ didampingi oleh lensa zoom, dengan jangkauan terjauh sebanyak 7x – 3,5x optical dan 2x digital “lossless” (hanya tersedia untuk mode perekaman 1080p saja). Panjang focal-nya sendiri berkisar 22 – 77 mm. Meski sepintas terdengar sangat mirip dengan kamera Zenmuse Z3, DJI menegaskan bahwa keduanya bukan merupakan kamera yang sama.

Fitur lain yang cukup menarik dari Osmo+ adalah kemudahan untuk menciptakan video timelapse bergerak. Tanpa memerlukan peralatan tambahan seperti slider, pengguna hanya perlu menetapkan ke mana arah kamera bergerak dari awal hingga akhir sebelum memulai perekaman.

$650 adalah banderol harga resmi untuk DJI Osmo+. Baterainya diperkirakan bisa bertahan selama sekitar 100 menit perekaman, dan ia juga kompatibel dengan aplikasi DJI GO di smartphone dan tablet.

Sumber: DJI.

Andalkan Fitur Selfie, Fujifilm X-A3 Dibekali Layar Sentuh dan Sensor 24 Megapixel

Di tahun 2016 ini, Fujifilm bisa dibilang sebagai salah satu pemain paling berpengaruh di kancah mirrorless. Lewat X-Pro2 dan X-T2, Fujifilm membuktikan bahwa kamera mirrorless sangat ideal digunakan dalam kegiatan fotografi profesional. Kendati demikian, mereka juga tidak lupa dengan segmen amatir lewat model terbarunya, X-A3.

Melanjutkan jejak pendahulunya sebagai lini terbawah dari deretan kamera mirrorless Fujifilm, X-A3 menawarkan keseimbangan antara fitur dan harga. Meski tidak dibekali sensor X-Trans seperti kakak-kakaknya yang lebih mahal, X-A3 masih mengusung sensor APS-C baru beresolusi 24 megapixel, dengan rentang ISO 100 – 25.600.

Mode Film Simulation yang sangat dicintai oleh kalangan pengguna Fujifilm turut hadir, begitu pula dengan fitur Panorama dan Time Lapse. Fujifilm tidak lupa menyematkan kemampuan memotret dalam format RAW, sementara video bisa direkam dalam resolusi maksimum 1080p 60 fps.

Performanya tergolong lumayan, dengan shutter speed 1/4000 detik dan continuous shooting 6 fps. Sistem autofocus-nya hanya mengandalkan contrast-detection saja, dengan total 49 titik dalam mode Single AF atau 77 titik dalam mode lainnya.

Fujifilm X-A3 mempertahankan desain retro yang sudah sangat dikenal dari lini X-Series / Fujifilm
Fujifilm X-A3 mempertahankan desain retro yang sudah sangat dikenal dari lini X-Series / Fujifilm

Sama seperti pendahulunya, X-A3 juga mengedepankan fitur selfie. LCD 3 inci di belakangnya bisa diputar hingga menghadap ke depan, dan dalam posisi ini, fitur Eye Detection akan otomatis aktif. Layar ini juga bisa dioperasikan dengan sentuhan, membantu pengguna menentukan titik fokus dengan lebih cepat ketimbang harus memakai tombol di panel belakang.

Perihal desain, aura retro masih terasa sangat kental. Pelat depan, pelat atas dan sejumlah kenopnya terbuat dari aluminium, sedangkan lapisan kulit pada grip-nya mempunyai tekstur yang lebih baik untuk memantapkan genggaman. X-A3 turut dibekali Wi-Fi, memungkinkan pengguna untuk memindah foto dengan mudah maupun mengontrol kamera memakai smartphone.

Fujifilm X-A3 rencananya bakal dilepas mulai bulan Oktober bersama lensa kit XC 16-50mm f/3.5-5.6 OIS II seharga $600. Pilihan warna yang tersedia adalah silver, coklat dan pink.

Sumber: DPReview.

DSLR Kelas Entry Terbaru Nikon Dilengkapi Konektivitas Bluetooth dan Baterai Besar

Di saat mata kita tertuju pada kamera mirrorless, pasar DSLR masih belum mati begitu saja. Pada kenyataannya, DSLR tetap mempunyai keunggulan yang sejauh ini belum bisa ditawarkan mirrorless, salah satunya adalah baterai berkapasitas besar.

Tidak percaya? Lihat saja DSLR kelas entry terbaru Nikon, D3400. Dibandingkan pendahulunya, D3400 punya bodi yang lebih ringan, tepatnya 395 gram sudah termasuk unit baterai. Pun begitu, satu kali charge hingga penuh bisa menghasilkan sekitar 1.200 jepretan.

Spesifikasi utamanya sebenarnya tidak banyak berubah. Nikon D3400 mengusung sensor APS-C CMOS 24 megapixel tanpa low-pass filter yang ditemani oleh prosesor EXPEED 4. Video bisa ia rekam dalam resolusi 1080p 60 fps, tapi sayangnya ia tak lagi dilengkapi jack mikrofon seperti pendahulunya.

Berkat fitur SnapBridge, foto bisa dipindah ke ponsel selagi pemotretan berlangsung / Nikon
Berkat fitur SnapBridge, foto bisa dipindah ke ponsel selagi pemotretan berlangsung / Nikon

Performanya cukup lumayan untuk ukuran DSLR kelas entry, dengan rentang ISO 100 – 25600 dan shutter speed maksimum 1/4000 detik. Sistem autofocus 11 titik siap membantu mengambil gambar yang tajam dalam berbagai kondisi, tidak ketinggalan juga performa continuous shooting di angka 5 fps.

Akan tetapi hal lain yang baru dari D3400 dikenal dengan istilah SnapBridge. Fitur ini pada dasarnya merupakan konektivitas Bluetooth Low Energy, dimana kamera bisa tersambung ke ponsel Android atau iPhone via Bluetooth. Dengan demikian, proses transfer gambar bisa berlangsung secara otomatis sesaat setelah tombol shutter ditekan.

Nikon D3400 dibekali optical viewfinder dan LCD 3 inci beresolusi 921 ribu dot / Nikon
Nikon D3400 dibekali optical viewfinder dan LCD 3 inci beresolusi 921 ribu dot / Nikon

Absennya Wi-Fi berarti kamera ini tak bisa Anda kendalikan lewat smartphone, tapi toh optical viewfinder bersama LCD 3 incinya sudah bisa dibilang sangat cukup. Lagipula, selama ini yang dipentingkan konsumen adalah kemudahan memindah hasil foto dari kamera ke smartphone, dan SnapBridge merupakan solusi baru yang cukup menarik.

Nikon D3400 akan meluncur ke pasaran mulai bulan September dengan harga $650, termasuk lensa kit 18-55mm f/3.5-5.6. Kombo dua lensa sekaligus – kit plus 70-300mm f/4.5-6.3 juga tersedia seharga $1.000.

Sumber: DPReview.

Fujifilm X-T2 Resmi Diperkenalkan, Untuk Pertama Kalinya Mengusung Perekaman Video 4K

Tahun 2016 rupanya menjadi tahun sekuel bagi Fujifilm. Setelah merilis Fujifilm X-Pro2 di bulan Januari kemarin, produsen kamera yang berdiri sejak 82 tahun silam tersebut kini memperkenalkan Fujifilm X-T2, yang tidak lain merupakan suksesor dari Fujifilm X-T1.

Apa saja yang baru dari X-T2? Well, dilihat dari luar, sepertinya tidak ada banyak perubahan. Kendati demikian, Fujifilm telah menerapkan sejumlah revisi kecil yang membuat X-T2 semakin matang dibanding pendahulunya.

Pembaruan yang paling utama adalah pemakaian sensor anyar X-Trans CMOS III dengan resolusi 24,3 megapixel. Sensor berukuran APS-C ini sama seperti yang bernaung di dalam bodi X-Pro2, dan ketika disandingkan dengan chip pengolah gambar yang baru pula, hasil fotonya di kondisi low-light dipastikan sangat baik dan minim noise.

Sensitivitasnya terhadap cahaya turut membaik, kini mendukung hingga tingkat ISO 12800. Namun yang lebih mencengangkan lagi, X-T2 menjadi kamera mirrorless pertama Fujifilm yang mengusung opsi perekaman video 4K 30 fps. Yup, sepertinya ini merupakan langkah awal Fuji untuk memperbaiki reputasinya di bidang video.

Tombol pada kenop shutter speed dan ISO milik X-T2 kini cukup diklik satu kali untuk membuka kuncinya, tidak perlu ditahan seperti di X-T1 / Fujifilm
Tombol pada kenop shutter speed dan ISO milik X-T2 kini cukup diklik satu kali untuk membuka kuncinya, tidak perlu ditahan seperti di X-T1 / Fujifilm

Kualitas gambar dan video yang oke didukung oleh performa X-T2 yang kian gegas. Shutter speed maksimumnya kini berada di angka 1/8.000 detik, sedangkan kinerja autofocus-nya dijamin meningkat pesat dibanding pendahulunya, dengan pilihan 325 titik fokus – 91 titik di antaranya merupakan titik fokus phase detection untuk pemotretan objek bergerak.

Kinerja tracking autofocus yang semakin sempurna ini dibarengi oleh electronic viewfinder (EVF) baru yang mempunyai refresh rate 100 fps dalam mode Boost. Resolusi dan tingkat perbersarannya masih sama, yakni 2,36 juta dot dan 0,77x, namun Fujifilm memastikan objek bergerak bisa tersaji di EVF tanpa terhambat sedikitpun, bahkan di kondisi minim cahaya. Melengkapi semua itu adalah tingkat kecerahan maksimum yang meningkat dua kali lipat.

LCD milik X-T2 bisa dimiringkan ke samping kanan, berguna saat hendak mengambil gambar dalam posisi berdiri / Fujifilm
LCD milik X-T2 bisa dimiringkan ke samping kanan, berguna saat hendak mengambil gambar dalam posisi berdiri / Fujifilm

Meski desainnya sepintas terlihat identik seperti X-T1, X-T2 yang sama-sama tahan terhadap cuaca ekstrem ini telah dirancang supaya bisa lebih nyaman di genggaman pengguna. Tidak hanya dengan grip baru yang lebih besar, tetapi juga perbaikan rancangan kenop putar di panel atas serta penambahan joystick di belakang untuk memudahkan pengaturan titik fokus.

LCD 3 incinya pun kini bisa dimiringkan, tidak cuma ke atas atau bawah, tapi juga ke samping kanan – ideal ketika pengguna hendak memotret dalam orientasi portrait. Tepat di sisi kanan, tertanam sepasang slot SD card yang keduanya mendukung model UHS-2 yang berkecepatan tinggi.

Kapan Anda bisa meminang Fujifilm X-T2? Mulai bulan September besok, dengan harga $1.600 untuk bodinya saja, atau $1.900 bersama lensa XF 18-55mm f/2.8-4.

Sumber: Fujifilm.

Mengenal 5 Jenis Tas Kamera Beserta Kegunaannya

Kamera saku, kamera mirrorless, kamera DSLR; kita tahu bahwa berbagai jenis kamera ini ditujukan untuk konsumen dan kebutuhan yang berbeda. Prinsip yang sama juga berlaku untuk tas kamera, dimana setiap jenisnya punya kegunaan yang berbeda-beda.

Mencari tas kamera memang tidak sulit, namun ada baiknya Anda memahami lebih dulu jenis-jenisnya sebelum membeli. Dalam kesempatan ini, saya akan mencoba menjelaskan mengenai 5 jenis tas kamera yang umum dijumpai beserta kegunaannya masing-masing.

1. Pouch dan Holster

Artisan & Artist GI-MN Camera Pouch / B&H Photo Video
Artisan & Artist GI-MN Camera Pouch / B&H Photo Video

Tas berjenis pouch biasanya dimaksudkan untuk menyimpan kamera saku berkat ukurannya yang ringkas. Holster di sisi lain bisa dianggap sebagai pouch versi besar, ditujukan buat pengguna kamera mirrorless atau DSLR yang hanya membutuhkan satu jenis lensa – yang terpasang pada bodi kamera – ketika berpergian.

Lowepro Toploader Pro 75 AW II Holster / B&H Photo Video
Lowepro Toploader Pro 75 AW II Holster / B&H Photo Video

Baik pouch maupun holster umumnya bisa dikaitkan ke celana atau sabuk, memberikan akses cepat ke kamera ketika Anda diharuskan untuk bereaksi dengan sigap supaya tidak ketinggalan momen dan menyesal beberapa detik kemudian.

2. Tas Selempang atau Messenger Bag

Think Tank Photo Mirrorless Mover 20 / B&H Photo Video
Think Tank Photo Mirrorless Mover 20 / B&H Photo Video

Sering juga disebut dengan istilah shoulder bag, ini merupakan jenis tas kamera yang paling populer. Model ini umumnya dapat menampung sebuah DSLR beserta satu atau lebih lensa tambahan, plus aksesori lain seperti charger atau flashgun. Tas kamera model selempang ini juga menjadi favorit karena sanggup memberikan akses cepat dengan posisinya yang berada di samping.

3. Tas Ransel atau Backpack

Manfrotto Essential DSLR Camera Backpack / B&H Photo Video
Manfrotto Essential DSLR Camera Backpack / B&H Photo Video

Umumnya menjadi pilihan fotografer profesional, backpack dapat mengakomodasi lebih banyak lagi dibanding tas selempang. Selain menjadi rumah DSLR dan beberapa lensa sekaligus, terkadang tas kamera model ransel juga mempunya kompartemen khusus untuk menyimpan laptop atau tablet.

Beberapa model backpack bahkan memiliki pengait untuk tripod. Tipe tas ini ideal bagi yang hendak membawa perlengkapan kameranya dalam jarak jauh, saat hiking atau berkemah di kaki gunung misalnya.

4. Sling Bag

Crumpler Enthusiast Tech Backpack / B&H Photo Video
Crumpler Enthusiast Tech Backpack / B&H Photo Video

Sling Bag bisa menjadi alternatif ketika tas model ransel terkesan terlampau besar, namun tas selempang terasa terlalu kecil. Kapasitasnya cukup lumayan meskipun masih kalah dibanding backpack, dan lagi pengguna tidak disarankan membawa terlalu banyak mengingat sling bag hanya akan disangga oleh satu bahu saja.

Pun begitu, kelebihan sling bag dibanding backpack adalah perihal akses, dimana pengguna tak perlu repot-repot melepas tas untuk mengambil isinya; geser saja ke depan saat hendak mengganti lensa atau mengambil baterai cadangan.

5. Tas Troli atau Rolling Case

Pelican 1650 Case / B&H Photo Video
Pelican 1650 Case / B&H Photo Video

Tidak semua fotografer profesional menggunakannya, namun tas troli menjadi pilihan tepat ketika akan berhadapan dengan medan yang ekstrem, khususnya yang bertipe hard case. Volumenya jangan ditanya; seringkali pengguna bisa menyimpan lebih dari satu DSLR beserta sejumlah lensa, atau bahkan drone sekalipun.

Sumber gambar: B&H Photo Video. Gambar header: Camera bag via Pixabay.

Hasselblad X1D, Kamera Mirrorless Medium Format Pertama di Dunia

Tidak banyak orang mengenal kamera medium format. Kamera jenis ini biasanya punya bodi amat bongsor, performa lamban dan harga selangit. Hal ini pun menyebabkan tidak semua fotografer profesional merasa perlu memilikinya. Mereka yang memilih kamera medium format biasanya hanya terpaku pada satu aspek, yaitu kualitas gambar.

Ukuran sensor medium format sangat masif, bahkan jauh lebih besar ketimbang sensor full-frame yang kerap kita jumpai pada DSLR kelas atas. Umumnya dibarengi oleh resolusi yang sangat tinggi, sensor medium format sanggup menangkap gambar dengan detail yang sangat tajam dan dynamic range yang amat luas.

Di ranah medium format, Hasselblad merupakan nama yang paling dikenal. Brand asal Swedia ini sudah tiga perempat abad memproduksi kamera medium format, dan di pertengahan tahun 2016 ini mereka memutuskan untuk melakukan inovasi besar-besaran. Buah pemikirannya? Kamera mirrorless medium format pertama di dunia.

Hasselblad X1D mengemas sensor medium format beresolusi 50 megapixel / Hasselblad
Hasselblad X1D mengemas sensor medium format beresolusi 50 megapixel / Hasselblad

Dijuluki Hasselblad X1D, ia merupakan satu-satunya kamera mirrorless yang mengemas sensor medium format sejauh ini. Sensor ekstra besar tersebut dibungkus dalam kemasan yang lebih kecil dari DSLR, dengan bobot hanya separuh kamera medium format pada umumnya (725 gram).

Elegan dan premium adalah dua kata sifat yang tepat untuk menggambarkan fisik X1D. Hasselblad bahkan tak segan membubuhkan label “Handmade in Sweden” pada bodi X1D yang tahan terhadap cuaca ekstrem tersebut. Kontrolnya pun termasuk lengkap, dengan kenop putar di atas hand grip dan satu lagi di panel belakang.

Sisi belakangnya sendiri didominasi oleh layar sentuh 3 inci beresolusi 920 ribu dot, didampingi oleh electronic viewfinder (EVF) beresolusi 2,36 juta dot. Tepat di atas EVF tersebut, tertanam hotshoe yang kompatibel dengan beragam aksesori untuk kamera besutan Nikon. Di bagian samping, pengguna akan menjumpai slot SD card ganda, port mini HDMI serta port USB-C.

Pengoperasian bisa dilakukan via layar sentuh dan tampilan yang simpel / Hasselblad
Pengoperasian bisa dilakukan via layar sentuh dan tampilan yang simpel / Hasselblad

Namun tentu saja hal terpenting yang patut disorot dari X1D adalah kinerjanya dalam menciptakan gambar berkualitas. Sensor medium format miliknya punya resolusi 50 megapixel, dengan rentang ISO 100 – 25600 dan dynamic range mencapai 14 stop. Gampangnya, hasil jepretan X1D tak kalah dibanding Hasselblad H6D yang berukuran jauh lebih besar dan berharga tiga kali lipat.

Agar hasil fotonya optimal dan tajam dari ujung ke ujung, Hasselblad telah merancang dua lensa anyar, yakni 45 mm f/3.5 dan 90 mm f/4.5. Keduanya memakai mount yang berbeda dari lini lensa H System bikinan Hasselblad, akan tetapi pengguna tetap bisa memakai lensa-lensa tersebut dengan bantuan adapter.

Hasselblad X1D datang bersama dua lensa baru guna memastikan hasil fotonya optimal / Hasselblad
Hasselblad X1D datang bersama dua lensa baru guna memastikan hasil fotonya optimal / Hasselblad

Tujuan Hasselblad menciptakan X1D bukan sekadar untuk pamer semata, tetapi mereka memang merasa tergerak untuk membawa keunggulan kamera medium format ke kalangan konsumen yang lebih luas. Membuat versi mirrorless merupakan langkah yang tepat, namun mereka masih harus menekan harganya semaksimal mungkin.

Untuk itulah mereka berencana memasarkan Hasselblad X1D seharga $8.995 body only, $11.290 bersama lensa 45 mm f/3.5, atau $13.985 dengan kedua lensa barunya sekaligus. Sebagai perbandingan, Sony A7R II yang mengusung sensor full-frame dijajakan seharga $3.200 body only.

Sumber: PetaPixel dan Hasselblad.