5 Esports Game Mobile Terpopuler di Tahun 2019

Meledaknya Mobile Esports telah menjadi salah satu narasi besar di ekosistem esports secara internasional. Free Fire salah satu contohnya. Sebegitu suksesnya, sampai-sampai analis di NetEase Games memaparkan alasan kenapa Free Fire jadi sukses. Game tersebut bahkan menjadi salah satu turnamen terpopuler di tahun 2019 lalu.

Tetapi, apakah hanya Free Fire saja yang mendulang kesuksesan tersebut? Bagaimana dengan titel game mobile lainnya yang juga punya program esports seperti Mobile Legends, Arena of Valor, PUBG Mobile ataupun Clash Royale? Beberapa waktu lalu, Esports Charts mengeluarkan data soal 5 game esports mobile terpopuler di tahun 2019. Siapa saja mereka? Ini 5 di antaranya:

5. Clash Royale

Sumber: Esports Charts
Sumber: Esports Charts

Walau game ini kurang populer di Indonesia, namun kehadirannya secara internasional masih cukup terasa. Tahun lalu, Supercell melakukan beberapa pergerakan terkait esports. Mereka juga hadir di Indonesia, bekerja sama dengan LINE untuk mengembangkan komunitasnya di sini.

Secara internasional, posisi Clash Royale sebagai mobile esports ternyata cukup tertinggal dibanding dengan game-game mobile lainnya. Clash Royale mengumpulkan ditonton selama 5.259.856 jam selama tahun 2019 dengan jumlah penonton terbanyak sebesar 133.046 orang menonton CRL World Finals 2019.

Mengutip Esports Charts, Clash Royale adalah mobile esports terpopuler di 2018, namun mereka mengalami penurunan signifikan di tahun 2019. Dikatakan, alasan terbesarnya adalah karena penurunan popularitas game ini secara umum, dan meningkatnya jumlah rival di persaingan pasar esports. CRL World Finals 2019 bahkan mengalami penurunan jumlah penonton sebesar 63%.

4. Mobile Legends: Bang Bang

Sumber: Esports Charts
Sumber: Esports Charts

Walau MLBB adalah esports mobile terpopuler di Indonesia namun presensi mereka secara internasional ternyata masih kalah jika dibanding dengan titel mobile lainnya. Secara angka, MLBB sudah ditonton selama 29.296.791 jam selama tahun 2019, dengan penonton terbanyak sejumlah 648.069 orang menonton gelaran M1 World Championship 2019.

Ada beberapa fakta menarik terkait ini. Hadiah M1 hanya US$250 ribu, lebih sedikit US$50 ribu daripada MPL ID Season 4. Namun demikian jumlah peak viewer M1 lebih banyak 123% daripada MPL ID Season 4. Ini mungkin dikarenakan para penonton lebih ingin melihat tim dan regional yang belum pernah mengikuti kompetisi MLBB sebelumnya.

Salah satu alasannya mungkin karena usaha dari Moonton untuk terus mendorong pertumbuhan ekosistem esports MLBB. Di lokal Indonesia, banyak usaha telah mereka lakukan. Mereka mencoba menerapkan franchise model di MPL Indonesia Season 4, memberi panggung kepada pemain semi-pro lewat MLBB Intercity Championship, dan yang terkini menggelar MLBB Developmental League sebagai usaha mereka untuk membuat ekosistem esports MLBB terus ada.

3. Free Fire

Sumber: Esports Charts
Sumber: Esports Charts

Free Fire telah menjadi buah bibir sepanjang tahun 2019 kemarin. Tak hanya di Indonesia, namun Free Fire juga menarik perhatian khalayak internasional karena juga terkenal di Brazil. Namun ternyata ia hanya mengisi posisi 3 saja. Memang data ini mengurutkan posisi popularitas berdasarkan total hours watched dari game esports.

Free Fire ditonton selama 38.164.312 jam selama tahun 2019. Jumlah penontonnya bisa dbilang yang terbanyak dibanding titel esports lain, dengan jumlah penonton terbanyak sejumlah 2.016.157 orang di gelaran Free Fire World Series 2019. Jumlah penonton dan hours watched dari Free Fire memang kebanyakan datang dari Brazil, lewat gelaran Free Fire Pro League Brazil dan World Series 2019 Rio.

Namun demikian, kesuksesan Free Fire membuat mereka harus berhadapan dengan beberapa titel mobile lainnya, terutama PUBG Mobile yang merupakan direct-competitor game Battle Royale.

2. PUBG Mobile

5 Esports Game Mobile Terpopuler di Tahun 2019
Sumber: Esports Charts

Walau jumlah penonton terbanyak masih dipegang Free Fire, namun PUBG Mobile yang mengantongi total hours watched lebih banyak membuatnya berada di peringkat 2.

Tercatat, PUBG Mobile sudah ditonton selama 55.585.392 jam sepanjang 2019 dengan jumlah penonton terbanyak sebesar 596.824 orang dari gelaran PMCO Spring Global Finals. PUBG Mobile memang sangat terkenal di negara-negara timur. Tak heran jika PMCO SEA League jadi penyumbang terbesar dari angka di atas.

Selain dari itu, faktor lain mungkin datang dari cara Tencent menjalankan program esports PUBG Mobile. Mereka mengadakan kualifikasi untuk negara-negara yang memang jadi pasar bagi game mereka. Selain itu, tayangan esports mereka juga hadir dengan berbagai macam bahasa, yang mana hal itu jarang terjadi pada gelaran esports lain. Mungkin hal tersebut juga yang membuat PUBG Mobile jadi lebih populer daripada Free Fire.

1. Arena of Valor

Sumber: Esports Charts
Sumber: Esports Charts

Ini memang cukup aneh, karena Arena of Valor bisa dibilang kurang berhasil secara umum, baik di Indonesia ataupun secara internasional. Namun demikian, mereka sudah ditonton selama 72.248.735 jam selama tahun 2019 dengan jumlah penonton terbanyak mencapai 764.358 orang di gelaran AOV World Cup 2019.

Salah satu alasan mencuatnya AOV di dalam daftar ini mungkin adalah karena dua gelaran internasional AOV yang diisi oleh tim asal Vietnam. Sejauh ini, negara Vietnam adalah pasar terbesar bagi Arena of Valor. Tak heran jika para penonton asal Vietnam terus bertahan sampai akhir jika ada tim Vietnam bertanding di babak Grand Final.

Maka dari itu, tak heran jika hal ini terjadi. Bagaimanapun, walau Arena of Valor mungkin kurang berhasil di Indonesia atau di pasar barat, mereka masih menjadi rajanya di pasar Asia; terutama Thailand dan Vietnam.

Pertarungan pasar esports mobile masih terus berlangsung, malah makin panas di 2020. Salah satu penyebabnya adalah kehadiran Riot Games di tengah-tengah persaingan pasar MOBA di mobile device. Kehadiran League of Legends: Wild Rift kemungkinan besar akan menggoyahkan MLBB di Indonesia atau AOV di pasar Asia. Bukan tidak mungkin juga kalau game ini juga menggoyahkan duo raksasa Battle Royale, Free Fire dan PUBG Mobile. Akankah Wild Rift jadi kryptonite yang mengalahkan MLBB di Indonesia? Bagaimana kira-kira peta kekuatan persaingan esports mobile di 2020 nanti?

Sumber: Esports Charts

Andrew Tobias, Team ELVO dan Visinya di Dunia Esports

Beberapa waktu yang lalu, skena esports Indonesia kedatangan beberapa organisasi esports pendatang baru. Selain The Pillars yang dipunggawai oleh Ariel Peterpan, ada juga tim lain yang muncul ke permukaan bernama tim ELVO. Tim tersebut dikepalai oleh salah satu sosok yang sudah cukup lama malang melintang di komunitas gaming, Andrew Tobias.

Sebelum membahas lebih lanjut seputar Team ELVO, mari kita sedikit berkenalan dengan sosok Andrew Tobias. Menurut ceritanya, ia sudah mulai malang melintang di dunia gaming sejak 2008. Ia memulai perjalanannya sebagai sosok berpengaruh di komunitas, lewat forum-forum gaming seperti Indogamers dan LigaGame. Ketika itu ia juga sambil menjalankan turnamen warnet dan menjadi sosok GM untuk server Dota Indogamers.

Lanjut beberapa tahun kemudian, ia sempat menjadi marketing secara freelance bersama distributor Technosolution, menjual gaming gear seperti Razer dan Logitech di 2011. Tahun 2013an, sosok yang kerap muncul dengan nama “Ndruw” ini sempat menjadi community manager warnet Ritter dan muncul terkenal sebagai sosok yang kerap menjual berbagai voucher game.

Setelah itu, portfolio karir profesional Andrew Tobias di dunia gaming termasuk: menjadi founder dari Event Organizer World of Gaming, sempat bekerja untuk peripheral gaming Logitech, juga brand chip grafis NVIDIA. Sempat bekerja sebagai Esports Manager di Tencent Games, kini ia mengambil langkah berani untuk menjadi CEO organisasi esports baru bernama ELVO.

Berjibaku keluar dari zona nyaman

Menariknya, sepanjang perjalanannya di dunia gaming dan esports, Andrew sebenarnya hampir tidak pernah percaya menjalankan tim atau organisasi esports adalah bisnis yang menguntungkan.

“Jujur, sebelum para investor ELVO menawarkan, gue juga sempat menerima beberapa tawaran untuk bikin tim. Ketika tawaran tersebut datang, gue menjawab dengan keresahan-keresahan yang gue rasakan misalnya, bikin tim itu susah karena harus menyatukan banyak kepala ke dalam satu visi, atau susah karena kebanyakan pemain zaman sekarang terlalu materialistik, tidak seperti zaman dulu ketika player esports cenderung mendahulukan passion. Jadi biasanya gue bilang, mendingan bikin EO atau digital agency. Tapi setelah dipikir lagi dan kesempatan ini datang, gue malah merasa tertantang. Karena sepanjang perjalanan, gue sudah pernah mengurusi beberapa bidang, namun belum pernah menjadi owner tim esports. Jadi gue memutuskan untuk keluar dari zona nyaman, dan membuktikan diri bahwa gue bisa mencapai hal-hal yang selama ini gue rasa nggak bisa gue capai.” Andrew menceritakan alasannya.

Sumber: Instagram @teamelvo
Sumber: Instagram @teamelvo

Untuk saat ini, Team ELVO baru memiliki dua divisi, ada divisi Free Fire yang tergabung dalam Free Fire Master League dan COD Mobile. Ternyata, usaha Andrew menjadikan Team ELVO sebagai ajang pembuktian diri sudah terlihat cukup berhasil. Baru-baru ini Team ELVO berhasil keluar sebagai juara di gelaran Final Piala Presiden Esports 2020 Regional Barat, mengalahkan organisasi besar seperti ONIC ataupun RRQ.

Bisnis tim esports, apa menguntungkan?

Jika Anda adalah pembaca setia Hybrid, Anda mungkin sudah sadar, bahwa jumlah organisasi esports di Indonesia ini sudah cukup banyak. Selain dua organisasi besar, EVOS dan RRQ yang sudah cukup lama ada di ekosistem Indonesia, jumlah organisasi ini lambat laun terus bertambah seiring dengan ekosistem esports Indonesia yang terus berkembang.

Namun demikian, pertanyaan yang jadi muncul adalah, apa menguntungkan untuk membuat tim esports baru di tahun 2020? Mengutip pembahasan investigatif dari Kotaku terkait hal ini, tim sebesar Complexity Gaming yang berbasis di Amerika Serikat saja kabarnya masih kebingungan mencari sumber pemasukan serta model bisnis yang tepat bagi tim esports. Sang CFO Complexity menceritakan, banyak tim esports di Amerika Serikat yang belum mendapat untung dan mengalami defisit keuangan mencapai jutaan Dollar AS.

Sebagai sebuah tim yang masih baru, Team ELVO memang terbilang cukup berani dengan langkah yang mereka lakukan. Mereka langsung memilih untuk buy-in slot di Free Fire Master League. Menanggapi hal tersebut, Andrew mengatakan, bahwa dirinya setuju dengan apa yang sempat dibahas Hybrid ketika bicara soal investasi MPL dengan ONIC Esports.

Ia merasa dalam hal investasi, tidak selamanya investasi harus bisa kembali dalam bentuk uang. “Gue merasa investasi di ekosistem Free Fire itu cukup worth. Salah satu penyebabnya, selain sistem yang diterapkan Garena membuat ekosistem Free Fire jadi lebih bergairah, untuk tim juga cukup menguntungkan karena Free Fire memang sedang menjadi pusat perhatian para gamers.” Ujar Andrew.

Saya sendiri jadi berpikir, sebagai tim yang masih baru, menggebrak lewat ekosistem yang paling populer memang terbilang menguntungkan. Ini akan mendongkrak nama ELVO jadi lebih besar, apalagi jika mereka berhasil dapat prestasi dari sana.

Sumber: Instagram @teamelvo

Sumber: Instagram @teamelvo

Terlebih, Andrew juga bercerita, bahwa bisnis utama Team ELVO bukanlah dari sisi organisasi esports itu sendiri. “Kalau ditanya, gimana soal bisnis tim esports, jujur bisnis utama Team ELVO sebenarnya bukan dari tim esports. Kebetulan, investor kami yaitu Ibrahim Kamil (Ikamil) dan A. Muiz Farist (Farexcel) punya bisnis utama menjual voucher game dengan nama Elvonesia. Jadi bisa dibilang, mereka secara tidak langsung menggunakan Team ELVO sebagai sarana marketing.” Ucapnya.

Ini mungkin selaras dengan apa yang dikatakan Andrew dalam pembahasan Hybrid sebelumnya, soal esports sebagai sarana marketing dan branding. Dalam pembahasan tersebut semua narasumber sepakat , bahwa tidak selamanya investasi dalam esports harus berbuah keuntungan material. Jumlah penonton esports Free Fire di Indonesia yang sangat banyak, mungkin bisa menjadi ladang bagi Team ELVO untuk menjaring potential-customer voucher game yang dijual Elvonesia.

Andrew Tobias dan visinya untuk Team ELVO

Dalam bincang-bincang membahas tim terbarunya, Andrew Tobias juga membicarakan beberapa visi dan mimpi-mimpinya yang ingin ia raih dengan menjadi CEO Team ELVO. Memberi kembali kepada komunitas, bisa dibilang jadi salah satunya.

“Nama tim ELVO sebetulnya bisa dibilang kependekan dari EVOLUTION, cuma gue twist sedikit. Nama ini gue gunakan karena gue punya mimpi mengubah atau melakukan evolusi secara bertahap terhadap ekosistem esports. Maka dari itu hal tersebut gue lakukan lewat salah satu elemen, yaitu tim esports, dengan cara mengubah manusia-manusianya. Gue ingin membentuk pribadi yang baik lewat tim esports ini. Apalagi ada juga rumor-rumor, gue dibilang negatif…hehe. Maka dari itu dengan membawa tim ini jadi positif, bisa dibilang juga jadi pembuktian terhadap diri gue sendiri.” Andrew menceritakan kepada Hybrid.

Sumber: Facebook Andrew Tobias
Sumber: Facebook Andrew Tobias

“Selain itu gue juga ingin bisa lebih memanusiakan para pemain. Oke mereka bisa dibilang atlet, jago main game dan segala macam, tapi di sini gue ingin memberikan value tambahan kepada para pemain. Investasi kami ada pada sumber daya manusianya. Gue dan ELVO sih kepingin nanti bisa secara serius memberikan yang terbaik bagi para pemain agar mereka bisa berprestasi dan menjadi manusia yang lebih baik lewat hal-hal seperti, pendidikan soft-skill, kebugaran, nutrisi, dan segala macam.” Lanjut Andrew.

“Bicara soal tujuan Team ELVO, menjadi juara sudah pasti. Kalau kita juara, kita akan semakin disorot, kita jadi semakin mungkin untuk mendapatkan sponsor. Tapi kalau gue sendiri masih punya cita-cita ingin menujukkan bahwa gamers atau pemain esports itu punya citra yang positif di masyarakat. Bagaimana positif? Ya lewat penampilan, cara berbicara, cara berperilaku dan lain sebagainya.” Tutup Andrew menceritakan tentang visi yang ingin ia capai bersama Team ELVO.

Kehadiran tim baru mungkin bisa dibilang menjadi bukti perkembangan ekosistem. Dengan adanya tim baru, bagian yang paling diuntungkan biasanya adalah para pemain. Team ELVO tentu akan menjadi wadah bagi para pemain untuk mengejar mimpi mereka untuk jadi yang terbaik, baik di dalam esports ataupun menjadi pribadi yang lebih baik.

Christian Wihananto Bicara Soal Free Fire Master League, Franchise Model, dan Inklusifitas dalam Esports

Dengan ekosistem esports yang semakin berkembang, dan semakin banyaknya pesaing, tentu akan membuat persaingan jadi semakin ketat. Karena ini, para pelakunya mau tidak mau perlu terus melakukan inovasi agar tetap bertahan di tengah arus perubahan yang jadi semakin cepat. Dalam hal esports, adaptasi model dan struktur kompetisi jadi salah satu hal yang perlu dipikirkan, agar tetap relevan bagi penonton dan mengundang minat para tim untuk mengikutinya.

Free Fire Master League Season adalah satu produk kompetisi baru yang dihadirkan Garena Indonesia dalam skena Free Fire. Kemarin, Hybrid sudah mewartakan perihal liga tersebut. Namun satu yang belum terjawab adalah asal muasal tim peserta liga. Dalam sesi doorstop, Christian Wihananto Produser Free Fire dari Garena Indonesia menjabarkan proses serta pandangannya soal Free Fire Master League Season 1.

Sumber: Dokumentasi Garena
Sumber: Dokumentasi Garena

Pada saat sesi tanya jawab terbuka, Chris (sapaan akrab Christian) menyatakan bahwa liga ini merupakan sarana bagi Garena Indonesia untuk mengasah mentalitas pemain-pemain Free Fire, demi mengulang kesuksesan tim Indonesia di kancah internasional seperti saat EVOS memenangkan World Championship. Tapi bagaimana mencapai hal ini?

Ia mengatakan bahwa satu hal yang mereka coba terapkan adalah dengan menciptakan struktur serta regulasi yang jelas. Chris menyatakan, bahwa ia ingin agar liga ini bisa menciptakan sikap disiplin dan konsistensi kepada para pemain. Ini adalah langkah yang baik, apalagi konsistensi prestasi adalah satu masalah yang cukup kentara di skena kompetisi Free Fire. Salah satu contoh aksi nyatanya, adalah dengan melakukan pertandingan Free Fire Master League secara offline di kantor Garena. Lewat cara ini, pemain diharapkan bisa bertanding secara lebih disiplin dan mengikuti peraturan yang ada.

Sebagai cara mengikat tim dan pemain agar tidak melanggar peraturan, Garena Indonesia menerapkan sistem liga yang bentuknya hampir mirip Franchise League System. Ya, benar, layaknya liga kasta utama Mobile Legends, Free Fire Master League menerapkan sistem biaya investasi jika ingin mengikuti liga.

“Bisa dibilang campuran antara invitational dengan kualifikasi tertutup. Untuk Free Fire Master League, kami (Garena Indonesia) melakukan pendekatan kepada organisasi esports besar di Indonesia, lalu memberi kesempatan mereka untuk menyodorkan proposal aplikasi tim untuk masuk ke liga. Proposal-proposal tersebut lalu akan diseleksi lewat proses tertutup yang dilakukan oleh Garena Indonesia. Setelahnya tim yang lolos seleksi diperkenankan untuk masuk dengan proses Buy-In ke dalam liga.” Chris menjelaskan.

“Benar, kita ada sistem buy-in, dengan biaya investasi sebesar Rp50 juta untuk satu tim. Satu organisasi diperkenankan mengirimkan dua tim ke dalam Free Fire Master League, namun mereka harus menambah Rp150 juta untuk tim kedua. Jadi jika mendaftar untuk dua tim, maka organisasi harus membayar total sebesar Rp200 juta. Biaya investasi ini juga hanya terbatas untuk satu season saja.” Tutur Chris.

Biaya investasi ini terbilang jauh lebih murah jika dibanding dengan investasi Franchise Model Mobile Legends, yang harganya mencapai Rp15 miliar. Bagi organisasi, ini tentu jadi lebih menguntungkan, mengingat popularitas Free Fire yang sedang meledak belakangan. Lebih lanjut, Chris lalu menyatakan pandangannya yang menjadi landasan pemilihan sistem seperti ini untuk Free Fire.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
24 Tim yang menjadi peserta Free Fire Master League Season 1. Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

“Sebetulnya saya tidak bisa mengatakan ini (FFML S1) adalah Franchise Model. Sejauh yang saya tahu, pada sistem tersebut tim dan organisasi memiliki share ownership terhadap liga, namun FFML tidak demikian. Dalam liga ini, bisa dibilang sistemnya seperti turnamen arisan yang dulu biasa terjadi di kalangan grassroot. Jadi, tim peserta membayar biaya registrasi, setelahnya biaya tersebut akan digunakan untuk hadiah.”  Tukas Chris.

“Sistem ini jadi diterapkan karena concern saya terhadap profesionalitas tim. Sejauh ini saya meilihat fenomena, banyak orang mengaku sebagai tim esports, tetapi profesionalitasnya dipertanyakan, cuma modal nyali saja. Saya tidak bilang modal nyali itu buruk, namun dalam FFML, kami ingin membangun fondasi dan ekosistem yang bertahan lama. Maka dari itu kami ingin tim yang menjadi bagian dari FFML untuk berinvestasi, agar mereka semua lebih terikat. Jadi baik Garena ataupun tim peserta punya satu komitmen yang sama untuk mengembangkan ekosistem dan komunitas Free Fire secara bersama-sama.” Chris memberikan pandangannya terhadap model yang digunakan FFML.

Secara umum, menurut saya, sistem ini adalah Franchise Model namun dengan sedikit modifikasi dan penyesuaian. Kontrak jangka pendek yang hanya satu musim saja, mungkin adalah salah satunya – karena biasanya Franchise Model punya kontrak jangka panjang yang menjamin tim untuk tetap bertahan di liga dalam durasi yang panjang.

“Kami tidak bisa mengatakan bahwa ini adalah Franchise Model. Kami sendiri sebenarnya ingin bisa inventing new model, karena selama ini, kami merasa model yang ada bleum cocok untuk ekosistem Free Fire. Terlebih, visi Garena Indonesia adalah menciptakan ekosistem esports yang inklusif, sehingga semua orang bisa punya kesempatan yang sama untuk mencapai kejayaan. Jadi kalau ditanya ini Franchise Model atau bukan, saya mungkin akan bilang kalau ini adalah Buy-In Model.”

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Beberapa rencana kompetisi Free Fire di Indonesia. Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Inklusifitas dalam esports, memang bisa dibilang selalu menjadi satu visi Garena Indonesia yang kerap mereka gaungkan. Saat mengumumkan COD Mobile: Major Series, Edmundo Swidoyono, produser COD Mobile dari Garena Indonesia juga menggaungkan pesan yang sama, inklusifitas. Mengingat Free Fire Master League dibuat dengan model tertutup, maka dari itu Garena mempersiapkan struktur keseluruhan, yang lebih terbuka.

Selain liga utama, mereka juga sudah punya rencana liga kasta kedua yang akan diumumkan pada kesempatan berikutnya. Selain itu, menurut saya satu hal yang membuat ucapan Chris soal inklusivitas jadi lebih masuk akal, adalah kesempatan untuk mencapai panggung dunia di skena Free Fire.

Walaupun FFML S1 menggunakan model tertutup, namun puncak kompetisi di skena Free Fire di tahun 2020 ini tetaplah Free Fire Indonesia Masters. Jika peserta FFML S1 berhasil finish pada peringkat 6 besar di akhir musim, mereka tidak serta-merta berangkat ke pertandingan internasional, melainkan hanya mendapat hak mengikuti FFIM saja. Sementara itu, kesempatan mengikuti FFIM tetap terbuka lebar. Semua orang dari berbagai belahan nusantara tetap berhak mengikuti kompetisi tersebut, asal mereka bisa membuktikan bahwa tim mereka adalah yang terbaik setelah mengikuti proses kompetisi yang diikuti.

Saya bisa bilang sistem ini adalah kompensasi yang baik dari Garena. Karena di satu sisi Free Fire Master League akan menguntungkan secara bisnis bagi kedua pihak. Sementara di sisi lain, visi esports yang inklusif tetap dijaga lewat Free Fire Indonesia Master. Saya juga merasa ini jadi adil secara bisnis, karena organisasi esports yang lebih mapan secara finansial diberikan kewajiban yang lebih besar dengan hak-hak yang lebih sepadan lewat FFML. Setelah kita panjang lebar bicara soal konsep, semoga saja Free Fire Master League bisa dieksekusi dengan baik, agar ekosistem Free Fire tetap langgeng.

Sumber Header: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Turnamen Dunia Free Fire Jadi Salah Satu Turnamen Terpopuler Sepanjang 2019

Tahun lalu, semakin banyak perusahaan non-endemik yang tertarik untuk menjadi sponsor esports, baik turnamen esports maupun organisasi esports. Salah satu alasannya adalah karena jumlah penonton esports yang terus naik. Esports Insider bekerja sama dengan Esports Charts untuk melacak data penonton turnamen esports. Laporan terbaru mereka membahas tentang turnamen esports yang paling banyak ditonton sepanjan tahun 2019.

Ada tiga tolok ukur yang digunakan dalam laporan ini, yaitu total jam turnamen ditonton, jumlah rata-rata penonton, dan jumlah penonton pada momen puncak. Satu hal yang harus diingat, data ini tidak menyertakan data penonton dari Tiongkok.

Total durasi turnamen ditonton
Berdasarkan total durasi turnamen ditonton, League of Legends World Championship (LWC) menjadi turnamen yang paling populer pada tahun lalu. Total durasi turnamen LWC ditonton mencapai 137 juta jam. Memang, format LWC dibuat sedemikian rupa sehingga penonton tertarik untuk menonton semua segmen turnamen, mulai dari babak kualifikasi, group stage, sampai babak final. Selain itu, turnamen ini juga berlangsung lebih lama jika dibandingkan dengan turnamen esports kebanyakan. LWC berlangsung selama hampir satu bulan dan diadakan di tiga kota di tiga negara, yaitu Berlin di Jerman, Madrid di Spanyol, dan Paris di Prancis.

Sumber: Esports Charts
Sumber: Esports Charts

The International 2019 (TI9) menjadi turnamen yang paling lama ditonton kedua setelah LWC. Meskipun begitu, dari segi total hadiah turnamen, TI9 masih menjadi turnamen esports dengan hadiah paling besar. Posisi ketiga dan keempat diisi oleh turnamen Counter-Strike: Global Offensive, yaitu IEM Katowice Major dan StarLadder Major Berlin. Keduanya memiliki total durasi ditonton selama 53 juta dan 45 juta jam. Sementara posisi kelima diisi oleh League of Legends Mid-Season Invitational dengan total jam ditonton 43 juta jam.

Jumlah rata-rata penonton
Menariknya, jika tolok ukur popularitas turnamen esports diubah menjadi jumlah rata-rata penonton, maka turnamen esports yang paling populer adalah Free Fire World Series Rio. Meskipun begitu, baik LWC maupun TI9 masih tetap masuk daftar lima besar. Jumlah rata-rata penonton LWC mencapai 1 juta sementara jumlah rata-rata TI9 mencapai 726 ribu orang. Setelah Free Fire World Series Rio, Fortnite World Cup menjadi turnamen dengan jumlah rata-rata penonton terbanyak kedua.

Sumber: Esports Charts
Sumber: Esports Charts

Peak viewership
Sementara dari segi peak viewership — jumlah penonton pada momen puncak — League of Legends World Championship kembali duduk di posisi pertama dengan 3,9 juta penonton. Peringkat kedua diisi oleh Fortnite World Cup dengan jumlah penonton 2,3 juta orang. Sementara Free Fire World Series Rio ada di peringkat ketiga dengan jumlah penonton terbanyak mencapai 2 juta orang. TI9 dan Mid-Season Invitational ada di peringkat ke-4 dan ke-5 dengan jumlah penonton mencapai 1,9 juta dan 1,7 juta.

Sumber: Esports Charts
Sumber: Esports Charts

Laporan dari Esports Insider dan Esports Charts ini menunjukkan bahwa popularitas sebuah turnamen esports memiliki tolok ukur yang berbeda-beda. Namun, dari semua tolok ukur yang ada, League of Legends World Championship jelas menjadi salah satu turnamen paling populer. Sementara itu, Dota 2 tampaknya sangat menggantungkan diri pada The International untuk menarik perhatian penonton. Turnamen Free Fire juga terbukti tak bisa diremehkan. Di Indonesia, Free Fire menjadi salah satu game esports populer.

Sumber header: ONE Esports

Garena Umumkan Free Fire Master League Season 1

Kisah kesuksesan game Free Fire diterima oleh masyarakat Indonesia mungkin sudah jadi kisah yang banyak diketahui oleh banyak orang. Tak heran, game ini memang bisa dibilang salah satu game mobile dengan kemudahan akses yang paling tinggi bagi masyarakat Indonesia. Ini juga menjadi opini salah satu pengamat yang diungkap lewat situs Gamasutra. Ia mengatakan bahwa 2 dari 4 faktor kesuksesan Free Fire di Asia Tenggara adalah soal akses, yaitu karena bisa dimainkan pada smartphone kelas low-end dan gameplay Free Fire yang sifatnya super kasual.

Menanggapi hal tersebut, penerbit Free Fire di Indonesia, Garena, mengumumkan rencana mereka untuk semakin mengembangkan lagi Free Fire di Indonesia. Dalam sebuah acara konfrensi pers yang diadakan di CGV Pacific Place, Jakarta, Garena menyebut bahwa salah satu strategi mereka adalah gelaran Free Fire Master League Season 1 (FFML S1).

Bukan hanya itu saja, Garena juga mengumumkan beberapa struktur kompetisi esports yang tertata lebih rapih. Selain dari FFML, nantinya esports Free Fire di Indonesia akan hadir dengan beberapa kelas, mulai dari kelas komunitas, amatir, dan profesional.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Christian Wihananto Produser Garena Free Fire mengatakan. “Kita sangat sadar bahwa jumlah pemuda Indonesia yang berminat dan berbakat di dunia game semakin meningkat. Melalui agenda turnamen esports 2020, kita harapkan dapat menjadi wadah bagi para pemuda ini agar dapat menjadi atlet esports yang melahirkan lebih banyak prestasi untuk bangsa. Selain mendukung turnamen berjenjang dari tingkat komunitas hingga profesional, di awal tahun ini kita juga mewadahi para tim profesional untuk meningkatkan strategi serta konsistensi permainan melalui Free Fire Master League Season I.”

Esports juga merupakan salah satu strategi kami untuk memberi kembali kepada komunitas. Selama ini, kami sudah sangat dicintai oleh gamers Indonesia, dengan besarnya penerimaan mereka terhadap Free Fire. Lewat esports, kami ingin membuat Free Fire jadi punya nilai lebih bagi para pemainnya. Maka dari itu yang kami lakukan adalah dengan membuat ekosistem. Harapannya supaya main Free Fire bisa jadi karir, jadi game ini bisa memberi kontribusi positif kepada masyarakat, dan juga agar kami bisa memberikan kebanggaan untuk Indonesia lewat Free Fire.” Lanjutnya dalam sebuah sesi tanya jawab bersama awak media.

Free Fire Master League Season 1 diikuti oleh 24 tim profesional dengan memperebutkan total hadiah sebesar Rp1,2 miliar. Berikut daftar tim yang mengikuti Free Fire Master League:

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
22 Organisasi esports dan 24 tim peserta Free Fire Master League Season 1. Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono
  1. Aerowolf
  2. Alter Ego ZET
  3. Aura Esports
  4. Bigetron Magix
  5. BOOM Cerberus
  6. Boss Esports
  7. Dranix Dauntless
  8. Dranix Vendetta
  9. DG Esports
  10. EVOS Esports
  11. First Raiders
  12. GGWP.ID Soekarno
  13. Island of Gods
  14. Louvre Esports
  15. ONIC Elysium
  16. ONiC Olympus
  17. Recca Esports
  18. Rosugo Esports
  19. RRQ HADES
  20. Star8 Esports
  21. Team Elvo
  22. The Pillars Claymore
  23. Siren Esports
  24. XCN Esports

Nantinya 6 tim teratas akan menerima tiket untuk langsung melaju ke babak Grand Final Free Fire Indonesia Master 2020 Spring, pertandingan kasta tertinggi di skena kompetisi Free Fire.

Pertandingan Free Fire Master League akan dilaksanakan setiap hari Senin sampai Jumat mulai pukul 19:00 – 22:00 WIB. Pertandingan akan diselenggarakan mulai dari tanggal 14 Januari sampai 14 Februari 2020 secara offline, yang ditayangkan lewat secara livestream di akun Youtube Garena Free Fire Indonesia.

Kehadiran liga terstuktur tetap menjadi sesuatu kebutuhan terpenting di dalam ekosistem esports. Apa yang dilakukan Garena lewat Free Fire Master League adalah sesuatu yang diharapkan bisa memberikan dampak positif kepada ekosistem esports Free Fire. Namun bagaimana struktur atau sistem liga yang digunakan Garena pada FFML? Hasil wawancara Hybrid dengan Christian Wihananto membahas sistem liga FFML S1 akan kami jabarkan pada artikel berikutnya.

10 Konten Gaming di YouTube yang Paling Populer di 2019

YouTube Rewind 2019 sudah datang. Anda bisa nyinyir soal ini atau mengambil pelajaran tentang data konten gaming di YouTube yang paling populer.

Data-data ini dirilis di microsite dari YouTube Rewind dan menggunakan data sampai dengan 30 Oktober 2019 (berarti angkanya harusnya lebih besar lagi saat artikel ini ditulis). Tanpa basa-basi lagi, inilah 10 konten gaming terlaris di YouTube.

1. Minecraft

Sumber: Mojang
Sumber: Mojang

Dengan total 100,2 miliar views, Minecraft merajai konten gaming di YouTube. Menariknya, Minecraft kembali naik daun setelah content creator gaming paling populer di YouTube, PewDiePie, kembali mengunggah konten Minecraft di akhir bulan Juni. Sebulan setelah PewDiePie mengunggah video berjudul ‘Minecraft Part 1‘, unggahan video terkait Minecraft mencapai titik tertinggi.

Jumlah pemain Minecraft sendiri juga masih sangat masif yang mencapai 480 juta orang. Minecraft juga jadi salah satu game dengan penjualan terlaris sepanjang masa.

2. Fortnite

Sumber: Epic Games
Sumber: Epic Games

Berada di peringkat dua, ada Fortnite yang telah ditonton selama 60,9 miliar kali. Meski Fortnite bisa dibilang sebagai game paling populer di dunia, ia bukanlah yang paling laris ditonton di Youtube.

Sampai bulan Maret 2019, Fortnite memiliki 250 juta pemain di seluruh dunia. Meski memang game ini ‘hanya’ memiliki 78,3 juta pemain aktif setiap bulannya (MAU).

3. GTA V

Sumber: Best HQ Wallpapers
Sumber: Best HQ Wallpapers

Selanjutnya ada Grand Theft Auto V besutan Rockstar Games yang telah ditonton sebanyak 36,9 miliar kali di tahun 2019 ini. Menariknya, GTA V adalah satu-satunya game di daftar ini yang kuat dari aspek singleplayer dan kedalaman cerita.

Meski demikian, GTA V memang sungguh istimewa. GTA V merupakan produk media terlaris sepanjang sejarah (highest gross) — yang berarti dibandingkan produk musik dan film sekalipun. GTA V mencatatkan angka penjualan sebesar US$6 miliarBandingkan dengan Avengers: Endgame yang hanya mencetak uang sebesar US$2,7 miliar.

4. Garena Free Fire

Image Credit: Garena
Image Credit: Garena

Konten Free Fire di YouTube berhasil ditonton setidaknya 29,9 miliar kali sepanjang 2019. Free Fire mungkin adalah satu-satunya game yang masuk peringkat 5 besar yang tidak laris di pasar barat, yang memang lebih suka dengan platform PC ataupun console.

Namun demikian, popularitas Free Fire di Brasil dan Asia Tenggara ternyata mampu mengalahkan 6 game lainnya di daftar ini. Game ini juga ternyata memiliki 450 juta gamer di seluruh dunia dengan 50 juta pemain aktif setiap harinya (DAU), menurut data bulan Mei 2019.

5. Roblox

Jujur saja, mungkin inilah satu-satunya game di daftar ini yang paling tidak familiar di kepala saya. Namun, jika sekilas melihat gameplay-nya, Roblox menawarkan konsep yang mirip dengan Minecraft yang memberikan ruang bermain bebas (sandbox) yang memang cocok bagi komunitasnya memamerkan kreasi mereka sendiri lewat YouTube. Konten Roblox di YouTube berhasil ditonton sebanyak 29,6 miliar kali sepanjang tahun 2019.

Menurut data yang dirilis di bulan April 2019, Roblox memiliki 90 juta pemain aktif setiap bulannya (MAU) di seluruh dunia.

6. PUBG Mobile

Sumber: PUBG Mobile
Sumber: PUBG Mobile

Sayangnya, untuk peringkat 6 dan seterusnya, tidak ada angka yang disuguhkan untuk setiap game. Meski demikian, saya kira tetap menarik dan berguna jika kita melanjutkan daftar ini.

PUBG Mobile memang langsung mencuri perhatian saat ia dirilis pertama kali. PUBG (versi PC-nya) sendiri memang sedang hangat-hangatnya saat versi mobile-nya dirilis. Sayangnya, game ini sepertinya kehilangan momentum dan kalah popularitasnya ketimbang Free Fire – setidaknya dari pengamatan saya di scene esports Indonesia. Mungkin karena memang Free Fire memiliki requirements yang lebih ringan dari sisi perangkat yang digunakan.

Meski begitu, pada bulan Juni 2019, game ini telah mencatatkan total pengguna sebanyak 400 juta dengan 50 juta pemain aktif setiap hari (DAU) di seluruh penjuru dunia.

7. Playerunknown’s Battlegrounds (PUBG)

Sumber: PUBG
Sumber: PUBG

Jika PUBG Mobile kalah dengan Free Fire di platform mobile, PUBG juga sepertinya kalah popularitasnya di platform yang lebih dewasa dibanding Fortnite.

Hal ini juga terlihat dari penurunan pemain aktifnya (concurrent players) di platform PC (Steam) dari titik tertingginya di Januari 2018. Kala itu PUBG mampu menarik 3,2 juta pemain aktif di saat yang sama. Namun menurut data terakhir dari Statista, di bulan November 2019 kemarin, concurrent players-nya menurun hingga di angka 695 ribu.

8. League of Legends

Sumber: League of Legends
Sumber: League of Legends

Meski League of Legends (LoL) jadi game paling populer di Twitch (saat artikel ini ditulis), nampaknya game ini tak begitu populer di YouTube. Namun demikian, tetap saja LoL adalah salah satu game paling laris di dunia sampai hari ini. Menurut data yang diungkap oleh Riot Games selaku publisher-nya di bulan September 2019, ada 8 juta concurrent players setiap harinya.

9. Brawl Stars

Sumber: Red Bull
Sumber: Red Bull

Di peringkat 9, kita kembali ke platform mobile. Brawl Stars adalah game besutan Supercell yang sebelumnya lebih dikenal dari Clash of Clans dan Clash Royale. Nampaknya, setidaknya di YouTube, Brawl Stars sudah mengalahkan popularitas 2 saudara tuanya itu tadi.

Menariknya, meski diperuntukkan untuk platform mobile, game ini tak terlalu populer di Indonesia. Menurut data bulan Juli 2018, 5 negara dengan pemain Brawl Stars terbanyak adalah Singapura, Finlandia, Macau, Hong Kong, dan Malaysia.

10. Mobile Legends: Bang Bang

Sama seperti Free Fire ataupun PUBG Mobile, saya mungkin tak perlu menjelaskan panjang lebar tentang game ini. Setidaknya, di Indonesia, MLBB adalah salah satu game esports terlaris sampai artikel ini ditulis.

Di Indonesia saja, menurut data dari Moonton selaku publisher-nya, MLBB memiliki 31 juta pengguna aktif setiap bulannya (MAU). Lalu kenapa game ini ‘hanya’ bertengger di peringkat 10 di YouTube? Bisa jadi karena turnamen-turnamen resmi dari Moonton seperti MPL (Mobile Legends: Bang Bang Professional League) di 4 kawasan (Indonesia, Malaysia-Singapura, Filipina, dan Myanmar) dan MSC (Mobile Legends: Bang Bang Southeast Asia Cup) 2019 hanya tayang eksklusif di Facebook. Hanya M1 World Championship 2019 yang tayang eksklusif di YouTube.

Terakhir, sebagai penutup, uniknya 10 game yang paling populer di YouTube tadi tidak ada yang dirilis di tahun 2019 ini. Daftarnya dipenuhi dengan game-game yang punya komunitas besar tapi rajin mendapatkan update.

Analis Ungkap 4 Kunci Sukses Free Fire di Asia Tenggara dan Amerika Latin

Bila kita berbicara tentang battle royale, pikiran kita pasti akan langsung tertuju pada dua game battle royale terbesar di dunia: Fortnite dan PlayerUnknown’s Battlegrounds (PUBG). Akan tetapi sebetulnya ada game lain yang diam-diam juga punya kesuksesan besar, bahkan melampaui Fortnite dan PUBG di beberapa negara. Game itu adalah Free Fire, battle royale besutan 111dots Studio dan Garena yang kini jadi kekuatan dominan di Asia Tenggara dan Amerika Selatan.

Seberapa populerkah Free Fire? Menurut sebuah siaran pers dari Garena, Free Fire di pertengahan 2019 memiliki lebih dari 450 juta pengguna terdaftar, dan lebih dari 50 juta peak daily users. Pendapatan game ini juga cukup besar, dengan laporan dari Sensor Tower menunjukkan revenue di kuartal pertama tahun 2019 saja mencapai US$90.000.000 (sekitar Rp1,26 triliun).

Brasil menjadi negara dengan popularitas tertinggi di dunia Free Fire, dan menyumbang sekitar 31% dari pendapatan total. Negara kedua tertinggi adalah Thailand yang menyumbang 11% dari revenue keseluruhan. Mengapa game ini bisa begitu sukses, terutama di wilayah Asia Tenggara dan Amerika Selatan? Belum lama ini Henri Brouard, seorang analis di NetEase Games, mengutarakan pendapatnya lewat situs Gamasutra.

Bisa main di smartphone “kentang”

Hal pertama yang diutarakan Brouard adalah target pasar Free Fire yang memang ingin menjangkau negara-negara berkembang. Garena memastikan bahwa game ini bisa berjalan lancar di perangkat-perangkat berspesifikasi rendah. Brouard menyebutkan data dari Device Atlas, yang menunjukkan bahwa perangkat yang paling banyak ditunakan untuk memainkan Free Fire di kuartal kedua tahun 2019 adalah iPhone 7 dan Samsung Galaxy J2. Smartphone yang terakhir ini hanya memiliki RAM sebesar 1,5 GB dan storage antara 8-16 GB.

Free Fire - Screenshot
Free Fire tidak butuh spesifikasi tinggi | Sumber: Garena Free Fire Indonesia

Untuk memainkan Free Fire secara lancar, para pengguna memang hanya dituntut memiliki RAM 1 GB serta storage sebesar 900 MB. Ini jauh lebih rendah daripada misalnya PUBG Mobile, yang butuh RAM di atas 2GB serta storage 1,5 GB lebih. Free Fire juga menyediakan pilihan setting visual, sehingga pemain di smartphone canggih bisa mendapatkan pengalaman yang lebih baik.

Gameplay super kasual

Free Fire didesain dari awal agar mudah dimainkan siapa saja dan tidak butuh waktu lama. Ketika game dimulai, jumlah pemainnya adalah 50 orang. Artinya satu ronde bisa berakhir lebih cepat, rata-rata sekitar 10 menit saja. Bangunan juga tidak memiliki pintu atau jendela, sehingga pemain tidak bisa bersembunyi dengan mudah di dalamnya. Hal ini ditambah dengan elemen-elemen lain yang mempercepat permainan, seperti high loot area serta drone yang bisa menunjukkan lokasi musuh.

Free Fire - 10 Minutes
Permainan kasual dengan durasi 10 menit | Sumber: Google Play

Dari segi kesulitan, Free Fire menyediakan fitur aim assist yang cukup ekstrem, lebih ekstrem dari game shooter atau battle royale lainnya. Begitu ekstremnya sampai-sampai kursor akan tetap mengunci musuh meskipun mereka bergerak ke arah lain. Di samping itu, ketika pemain melakukan zoom senjata, kursor akan berubah menjadi warna merah bila musuh terkunci. Semua fitur bantuan ini menjadikan Free Fire game yang ramah bagi mereka yang tak terbiasa bermain game shooter.

Monetisasi dengan elemen RPG

Sekilas monetisasi Free Fire mungkin terlihat biasa saja. Pemain bisa mendapatkan imbalan cukup dengan bermain, dan akan mendapat imbalan ekstra bila membeli season pass. Game ini juga menawarkan fitur gacha (Luck Royale) yang akan memberikan item secara acak. Pemain bisa menggunakan mata uang gratisan ataupun premium untuk memainkan Luck Royale ini.

Free Fire - Characters
Battle Royale dengan elemen RPG | Sumber: Google Play

Perbedaan Free Fire dengan battle royale lainnya adalah bahwa game ini memiliki elemen serupa RPG. Di Free Fire, pemain bisa memilih satu dari puluhan karakter berbeda, dan masing-masing karakter ini memiliki keahlian berbeda pula. Sebagian karakter bisa didapatkan secara gratis, tapi ada juga yang harus dibeli dengan mata uang premium. Karakter-karakter ini kemudian bisa di-upgrade agar menjadi lebih kuat, dan tentunya proses upgrade itu akan lebih cepat bila menggunakan mata uang premium.

Ini masih ditambah lagi dengan adanya berbagai item yang akan memberikan keuntungan, seperti mengisi ulang HP, memanggil peti airdrop, dan sebagainya. Dengan mengabiskan lebih banyak uang, pemain bisa mendapat sedikit keuntungan dibandingkan pemain lainnya, dan ini memberikan daya tarik tersendiri.

Merangkul komunitas lokal

Free Fire sangat gencar dalam menapakkan kakinya di pasar lokal, dan ini dilakukan lewat sejumlah aspek berbeda. Hal pertama yang langsung terlihat adalah kanal media sosial resminya terpisah berdasarkan negara. Anda bisa menemukan akun Facebook, Twitter, bahkan YouTube Free Fire khusus untuk pasar Indonesia, Brasil, India, dan sebagainya.

Free Fire - Dia de los Muertos
Event Dia de los Muertos di Free Fire | Sumber: Free Fire South America

Pendekatan kedua adalah pengembangan konten-konten dengan nuansa lokal. Free Fire memiliki event khusus bertema Karnaval Brasil, Dia de los Muertos (perayaan Meksiko), karakter Monkey King (Tiongkok), dan masih banyak lagi. Selain itu, game ini juga banyak mengambil inspirasi dari film atau game lain yang terkenal. Anda bisa menemukan kostum yang mirip Joker, karakter yang mirip John Wick, dan banyak lagi.

Pendekatan lokal berikutnya adalah esports. Di negara-negara barat, esports di platform mobile tidak begitu populer. Tapi lain halnya dengan negara-negara yang bersifat “mobile-first” seperti wilayah Asia Tenggara dan Amerika Selatan. Esports mobile sangat banyak diminati, dan Garena memfasilitasinya lewat kompetisi-kompetisi nasional maupun internasional.

Siaran Free Fire World Cup 2019 yang tayang live di YouTube berhasil meraih 1,4 juta viewer di channel Free Fire Indonesia, dan 1,7 juta viewer di channel Free Fire India. Sementara di Brasil, acara ini ditonton hingga 5,3 juta viewer. Popularitas esports ini kemudian didukung juga oleh keaktifan para YouTuber dan influencer lokal, menciptakan komunitas yang solid di tiap wilayah.

Keberhasilan Free Fire mencapai kesuksesan ini membuat Henri Brouard menyebutnya sebagai “the other king of battle royale”. Apakah Free Fire bisa melampaui kesuksesan Fortnite dan PUBG secara global? Belum tentu, tapi tidak harus juga. Garena berhasil menemukan “sweet spot” dengan cara memahami karakteristik gamer di pasar mereka, dan hasilnya adalah sebuah game yang sukses dengan caranya sendiri.

Sumber: Henri Brouard/Gamasutra

[Panduan Pemula] Cara Beli Diamond Game Free Fire di Go-Jek

Gojek tidak hanya menawarkan kemudahan soal transportasi saja. Tapi juga layanan top up berbagai keperluan termasuk gaming. Salah satu game yang sudah didukung adalah game Free Fire.

Cara membeli diamond di GoJek sangat mudah, hampir sama mudahnya dengan topup pulsa atau token PLN Anda.

  • Buka aplikasi Gojek yang sudah terinstall di perangkat Anda.
  • Setelah berada di halaman utama, klik Menu Lainnya.

Cara Beli Diamond Game Free Fire di Gojek (1)

  • Kemudian setelah masuk ke Menu Lainnya, klik Go-Bills atau menu Tagihan.
  • Di menu Tagihan atau Go-Bills, Anda akan melihat beberapa layanan yang bisa dibayar dengan Gojek.

Cara Beli Diamond Game Free Fire di Gojek (2)

  • Pilih layanan Game Voucher di menu tersebut.

Cara Beli Diamond Game Free Fire di Gojek (3)

  • Jangan lupa untuk memilih game Free Fire yang supaya tidak terjadi kesalahan.
  • Setelah memilih game Free Fire, kemudian pilih berapa jumlah Diamond yang ingin Anda beli. Ada beberapa pilihan dari 5 Diamond sampai 3640 Diamond.
  • Pilih sesuai budget Anda.

Cara Beli Diamond Game Free Fire di Gojek (4)

  • Jangan lupa juga untuk mengisi Player ID di kolom yang sudah tersedia.

Cara Beli Diamond Game Free Fire di Gojek (5)

  • Klik Lanjut.
  • Selanjutnya, Anda tinggal membayar top up Diamond dengan saldo Gopay atau PayLater.

Selesai, sekarang jalankan game Free Fire dan lihat diamond yang sudah dibeli.

Selesai Diselenggarakan, Ini Jawara-Jawara Gelaran SEACA 2019

Setelah 3 hari pelaksanaan (8-10 November 2019), gelaran South East Asia Cyber Arena (SEACA) 2019 kini telah menemukan juara-juaranya. Dilaksanakan di Kartika Expo, Balai Kartini, Jakarta, SEACA 2019 mempertandingkan beberapa game, termasuk: Dota 2, Free Fire, dan PUBG Mobile, dengan tambahan Chess Rush, dan Tekken 7.

Sebelumnya, saat pembukaan, Ashadi Ang sempat berbagi visi dari kompetisi SEACA 2019. Satu tujuan yang ingin ia capai adalah menjadikan SEACA sebagai wadah bagi pemain dari berbagai kalangan yang ingin menunjukkan bakatnya dan menjadikan SEACA sebagai gerbang bagi aspiring gamers untuk menuju ke tingkat profesional.

Sumber: Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Sumber: Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Tak heran jika SEACA 2019 punya ragam cabang pertandingan game yang mempertandingkan 464 peserta, yang terbagi dalam 66 tim, untuk memperebutkan total hadiah sebesar Rp2,4 miliar. “UniPin SEACA 2019 menjadi modal awal bagi para atlit secara material, fisik, ataupun mental sebelum maju ke kancah internasional.” Ucap Ashadi Ang saat penutupan SEACA 2019.

Berikut daftar pemenang dari gelaran SEACA 2019.

Dota 2
  1. Alter Ego
  2. PG.Orca
  3. Resurgence

PUBG Mobile

  1. ONIC Esports
  2. BOOM Esports
  3. Bigetron Esports
UniPin Indomaret Championship (Free Fire)
  1. BOOM CERBERUS
  2. PBM HYPER REBORN
  3. KLPR PROJECT
UniPin City League (Free Fire)
  1. ONIC OLYMPUS
  2. LOUVRE GOLDEN TULIP
  3. LOUVRE INDOPRIDE
Exhibition Free Fire
  1. PBM HYPER REBORN
  2. LOUVRE GOLDEN TULIP
  3. ONIC OLYMPUS
Chess Rush 
  1. BOOM_York
  2. NXL.GummuG
  3. ITNOS
Tekken 7
  1. MYTH.hun-ki (Widi)
  2. WIF.Abel (Abel)
  3. MYTH.Jinrei ( Mario )
Sumber: Dokumentasi SEACA
Sumber: Dokumentasi SEACA

Terkait kemenangannya, tim ONIC Esports selaku juara PUBG Mobile sempat menyatakan komentarnya seputar UniPin SEACA 2019. “Saya senang sekali bisa juara, terutama buat tim saya yang akhirnya bisa mengangkat piala. Satu hal yang juga ingin saya sampaikan atas kemenangan ini adalah, bahwa usaha tidak akan mengkhianati hasil.” ucap Matthew, anggota tim ONIC Esports kepada awak media.

Kemenangan ini merupakan langkah awal bagi para tim dan pemain untuk menjadi lebih baik lagi ke depannya. Bagaimanapun, tantangan yang akan mereka hadapi di masa depan nanti tentu akan semakin berat. Entah dalam kompetisi tingkat nasional, regional, ataupun internasional. Selamat bagi tim dan pemain yang menjadi juara, semoga karir mereka sebagai seorang gamers bisa melejit selepas dari gelaran SEACA 2019 selesai diselenggarakan.

Kualifikasi Piala Presiden Esports 2020 Regional Thailand Temukan Illuminate dan EVOS MG Sebagai Wakil

19 Oktober 2019 kemarin, menjadi ajang penentuan wakil Thailand untuk Piala Presiden Esports 2020. Dua belas tim bertanding, beradu kemampuan dan ketangkasan selama tujuh ronde, demi memperebutkan 2 slot untuk dapat bertanding di Piala Presden Esports 2020. Akhirnya, setelah kualifikasi cukup panjang, Illuminate Slow Twok (Illuminate) dan EVOS Memorial Gamer (EVOS MG) menjadi dua wakil Thailand untuk Piala Presiden Esports 2020.

Adapun dua bleas tim yang berpartisipasi dalam kualifikasi regional Thailand adalah: EVOS Insight, EVOS Memorial Gamer , Expension, Illuminate Slow Twok, Lynx Freedom, King of Gamer Sniper, NEX Shin Apollo SPY, Nonnoy 100% Esports, Pinto Nakbon, RRQ Sumpawaysi, Wisdom Esport, dan Xavier E-Sports.

Kualifikasi ini berjalan dengan cukup ketat. Tidak ada satupun tim yang berhasil mendapatkan dua kali Booyah selama tujuh ronde pertandingan tersebut. Illuminate yang menempati peringkat teratas dengen perolehan 84 poin sekalipun, hanya mendapat Booyah satu kali saja. Namun, permainan mereka cukup konsisten, yang menjadi alasan Illuminate berhasil mengamankan peringkat teratas.

Sumber: PR Megapro
Total perolehan poin setelah 7 ronde di kualifikasi Piala Presiden Esports 2020 regional Thailand. Sumber: PR Megapro

Sementara itu, EVOS MG meraih 73 poin selama kualifikasi ini. Mereka sebenarnya punya kesempatan untuk merebut posisi puncak klasemen dari tangan Illuminate. Sayang, harapan mereka harus pupus setelah gugur terlalu dini di ronde ketujuh.

Menariknya tak hanya EVOS MG yang luput pada ronde ketujuh, Illuminate ternyata juga mengalami nasib serupa. Situasi ini membuka peluang bagi Wisdom Esport dan RRQ Sumpawaysi, yang ketika itu mengisi peringkat tiga dan empat. Namun, keduanya ternyata juga mengalami nasib buruk pada ronde tersebut.

Wisdom menjadi tim keempat yang pulang ke Lobby, sementara RRQ Sumpawaysi gagal meraih Booyah yang sudah hampir berada di genggamanannya. Nonnoy 100% Esports, yang berada di papan bawah ketika itu, malah secara mengejutkan menyodok, melibas kedua tim tersebut, dan mendapat Booyah pada ronde ketujuh.

Sumber: Youtube IESPL_ID
Booyah tim Nonnoy 100% Esports yang tidak terduga di ronde tujuh. Sumber: Youtube IESPL_ID

Dengan ini, maka sudah ada tiga tim yang lolos ke Grand Final Piala Presiden Esports 2020. Selain dari EVOS MG dan Illuminate yang lolos dari kualifikasi Thailand, Dranix Esports selaku juara Free Fire Indonesia Masters 2019 Season 2 juga secara otomatis mendapat tempat untuk bertanding di Grand Final Piala Presiden Esports 2020.

Setelah Thailand, kualifikasi selanjutnya adalah untuk regional Vietnam. Kualifikasi tersebut akan berjalan dengan format yang kurang lebih sama, 12 tim, 7 ronde, dan 2 slot tim untuk menuju ke Grand Final Piala Presiden Esports 2020.

Untuk menonton rekaman kualifikasi Piala Presiden Esports 2020 regional Thailand, Anda dapat pergi ke channel Youtube IESPL_ID. Kira-kira, siapakah tim berikutnya yang berhak bertanding Piala Presiden Esports 2020?