Pelajaran Penghentian Operasional Agate Jogja

Kabar berhentinya operasional Agate Jogja sempat menjadi perhatian di kalangan pengembang game. Di Yogyakarta sendiri, startup yang fokus pada produk game cukup diminati, dengan komunitas aktif bernama Bengkel Gamelan secara rutin mengadakan pertemuan dan pelatihan bersama. Sosok Co-Founder Agate Jogja Frida Dwi (atau biasa disapa Ube) memang sangat akrab di kalangan komunitas tersebut. Kemampuannya tak diragukan lagi. Beberapa waktu lalu tim yang dipimpinnya juga menyabet juara dalam perlombaan Indonesia Next Apps 3.0 yang diinisiasi Samsung dan DailySocial.

Agate Jogja tidak sepenuhnya tutup. Ube menjelaskan Agate Jogja terdiri dari beberapa bagian, yaitu (1) brand Agate Jogja, (2) Co-Founder dan timnya di Yogyakarta, dan (3) kegiatan operasionalnya. Saat ini poin( 2) sudah dibubarkan dan poin (3) dihentikan. Brand sendiri masih dipegang Agate Studio, sehingga ada kemungkinan jika brand Agate Jogja akan digalakkan kembali dengan komposisi yang berbeda.

Kami mencoba menggali apa yang bisa dipelajari dari perjalanan Ube bersama Agate Jogja, termasuk permasalahan yang melatarbelakangi keputusannya meninggalkan Agate Jogja.

Komposisi sebuah tim startup

Produk menjadi komponen penting dalam sebuah bisnis, namun bukan satu-satunya karena ada aspek lain yang harus sama-sama kuat bersinergi untuk membantu bisnis berakselerasi. Seringkali kita menemui sebuah produk yang sangat sederhana tapi mampu dikemas secara apik sehingga menarik banyak peminat, karena ditempatkan pada pangsa pasar spesifik sesuai dengan target.

Dalam startup digital umumnya pengembang akan fokus bagaimana produk tersebut dilahirkan, lalu di luar itu ada divisi lain seperti pemasaran dan riset yang mampu membungkus produk tersebut dengan branding yang tepat dalam waktu peluncuran yang tepat dan target pasar yang pas.

Hal ini disebut sebagai alasan paling mendasar penghentian operasional Agate Jogja. Kepada DailySocial, Ube mengatakan:

“Kendala terbesar saya adalah skill management kurang mumpuni, kebetulan selama 5 tahun ini saya multihat, memegang manajemen dan produksi. Ini yang membuat perkembangan Agate Jogja stagnan, membuat kami (bersama Estu Galih) selaku Co-Founder Agate Jogja merasa tidak memiliki kemampuan membantu tim berkembang dengan baik.”

Pengelolaan manajemen dalam sebuah bisnis sendiri mencakup banyak hal. Mulai dari kebutuhan operasional internal, kebutuhan pengelolaan bisnis, hingga mengakomodasi sumber daya manusia dan finansial di dalam kegiatan bisnis. Dalam kasus Agate Jogja, dua Co-Founder memiliki backgroud mendalam seputar pengembangan aplikasi. Kepiawaian keduanya dalam coding dan mendesain game sudah tidak diragukan lagi.

Pangsa pasar game di Indonesia besar, namun masih sangat dinamis

Angka pengguna ponsel pintar dan internet yang terus bertumbuh secara signifikan memang membuka banyak kesempatan baru bagi industri kreatif untuk mendulang untung, tak terkecuali di segmentasi game mobile. Beberapa survei merilis bahwa game masih mendominasi tangga atas aplikasi yang paling sering digunakan oleh pengguna ponsel pintar, beriringan dengan media sosial.

Hal yang ama dirasakan pengembang game lokal. Potensinya terasa besar, namun masih banyak yang perlu dipahami lebih dalam.

“Potensi game mobile di Indonesia besar. Hampir di setiap acara startup maupun seminar digital kreatif pasti menyajikan data dan angka yang sangat menarik. Tapi yang saya pribadi rasakan adalah user mobile game Indonesia ini unik sekali, susah ditebak. Butuh banyak hal yang perlu dipelajari dari user mobile game kita […] Soal segmentasi game mobile di Indonesia, user-nya banyak sekali dan unik butuh banyak penyesuaian yang kadang di luar cara berpikir kita sebagai developer.”

Hal tersebut mungkin senada dengan apa yang pernah DailySocial temukan dalam survei tentang pengembang game mobile lokal. Dari survei tersebut diungkapkan bahwa 49,61% dari total responden kurang aware dengan keberadaan pengembang game lokal. Kadang mereka tidak menyadari bahwa permainan yang dimainkan adalah karya anak bangsa.

Meskipun demikian, ada strategi unik yang sangat jitu dilakukan oleh para pengembang lokal, yakni mendompleng tren terkini untuk dijadikan konten berbasis game. Jika ingat game Tahu Bulat atau Dimas Kanjeng Gandakan Uang, para pengembang sangat cekatan membaca apa yang sedang menjadi pusat perhatian masyarakat, sehingga dijadikan media untuk berkreasi yang berimplikasi pada proses promosi yang sangat cepat. Di balik tantangan tersebut selalu ada jalan bagi kreator untuk memaksimalkan potensi yang ada.

“Suka duka sangat umum, sukanya saat game menjadi feature di Google Play, jumlah unduhan meningkat tajam, income turut naik. Termasuk memenangkan beberapa kompetisi, ketemu banyak rekanan yang membantu. Dukanya pun ada, seperti piutang yang terbayar dan baca komentar bintang satu dulu kalau sudah bagus baru ditambah. Overall perjalanan bersama Agate Jogja menyenangkan karena banyak kreasi yang bisa bebas saya lakukan.”

Selalu siap dan menyiapkan dalam segala kemungkinan

Tim Agate Jogja sendiri resmi dibubarkan pada Juni 2016 awal sebelum puasa. Hingga hanya menyisakan dua Co-Founder saja untuk melanjutkan aktivitas operasional dan mengikuti beberapa kompetisi. Bulan Oktober, Ube dan Estu sempat ke Bandung sementara bergabung dengan Agate Studio, tujuannya transfer pengetahuan dan diskusi soal rencana setup tim Agate baru lagi di Jogja.

Setelah berdiskusi panjang lebar akhirnya diputuskan Agate fokus produksi di Bandung saja dan kedua co-founder memutuskan kembali ke Yogyakarta dengan alasan masing-masing tidak berminat relokasi ke Bandung.

Per bulan Desember 2016 semua game Agate Jogja di Google Play sudah dipindahkan ke akun Agate Studio. Kemudian Ube dan Estu menyampaikan pengunduran diri dari Agate. Sekarang (Januari 2017) operasional Agate Jogja yang dikomandoi Ube dihentikan.

Startup tak jarang dihadapkan pada liku-liku dan dinamika bisnis yang menantang. Seperti cerita Ube di atas, banyak hal besar yang harus diputuskan, termasuk keputusan untuk mengakhiri sebuah bisnis. Risiko harus selalu menjadi salah satu pertimbangan pelaku bisnis, dan semua perlu disiasati dengan matang untuk menciptakan ketenangan.

Setidaknya ketika bisnis berhenti, para anggota tim yang ada di dalamnya tidak “kaget” karena sudah disiapkan sejak awal. Mungkin hal tersebut yang ada di benak Ube saat itu.

“Demi kebaikan semua anggota tim pula akhirnya Co-Founder Agate Jogja sepakat membubarkan tim disertai pesangon beberapa kali gaji sebagai tanda terima kasih kami atas pengabdian mereka selama ini. Pemberitahuannya juga tidak mendadak, kita sampaikan keputusan itu ke tim sebulan sebelum benar-benar berpisah jadi mereka bisa mempersiapkan rencana mereka ke depan seperti apa.”

Mati satu, tumbuh seribu

Setiap orang berhak memiliki pilihan, karena ia sendirilah yang akan menjalani dan menanggung pilihan tersebut. Melanjutkan ceritanya, Ube menerangkan bahwa setelah co-founder mundur dan operasional dihentikan, brand Agate Jogja telah dikembalikan kepada Agate Studio. Keputusan selanjutnya tentang Agate cabang Jogja ataupun Agate Jogja sudah diserahkan sepenuhnya pada tim di Bandung.

Ube dan Estu masih akan tetap bernaung dalam pengembangan game. Saat ini keduanya tengah menyelesaikan proyek pengembangan game terbarunya.

“Untuk saya sendiri saat ini tetap di game development, bersama co-founder saya kita mulai setup lagi tim kecil mulai dari awal lagi, hanya dua orang saja. Harapannya jauh lebih mudah mengelolanya. Nama kita sudah ada tapi mungkin baru kita umumkan saat game pertama yang sedang kita garap sekarang selesai dan rilis, mohon doanya.”

Berkenalan dengan Blackstorm Labs, Mitra Facebook Instant Games Sekaligus Penggiat Tren Post-App Store

Bulan lalu, Facebook meluncurkan fitur Instant Games untuk Messenger. Kehadiran fitur ini pada dasarnya menjadikan Facebook Messenger sebagai sebuah app store mini, dimana pengguna dapat mengakses beragam konten langsung dari dalam aplikasi dan tanpa perlu mengunduh apapun.

Saya yakin sebagian dari Anda mungkin ada yang skeptis dengan klaim Facebook ini. Namun saya yakin mereka tidak ada niat untuk menipu Anda. Semua ini bisa direalisasikan berkat perkembangan pesat teknologi HTML5.

Jadi kalaupun ada yang harus diunduh, ukurannya relatif sangat kecil dibandingkan mengunduh dari Google Play atau App Store, sehingga pada akhirnya game dapat dimainkan secara instan. Dalam industri teknologi, tren ini dikenal dengan istilah post-app store.

Pernyataan ini didukung oleh penjelasan dari Blackstorm Labs, developer di balik game berjudul EverWing, yang merupakan salah satu dari 17 judul perdana yang diusung Instant Games. Saya berkesempatan untuk mewawancarai salah satu perwakilan dari Blackstorm, Michael Piech, untuk membicarakan mengenai Instant Games dan upaya mereka dalam memopulerkan tren post-app store ini.

Mengenal Blackstorm Labs

EverWing maupun game lain dalam Facebook Instant Games dapat dibuka dalam sekejap / Blackstorm Labs
EverWing maupun game lain dalam Facebook Instant Games dapat dibuka dalam sekejap / Blackstorm Labs

Pertama-tama, ada baiknya kita berkenalan dengan Blackstorm Labs terlebih dulu. Mereka ini bukan studio pengembang game maupun publisher konvensional macam Gameloft. Fokus mereka sejak masih berwujud sebagai proyek penelitian di Stanford University beberapa tahun lalu adalah mengembangkan infrastruktur platform baru untuk pengembangan dan distribusi software sebagai alternatif dari Apple App Store dan Google Play Store.

Mereka meracik sejumlah developer tool yang bisa digunakan untuk merancang aplikasi dengan mudah dan mendistribusikannya di luar app store, semisal di peramban mobile atau di dalam aplikasi, seperti kasus Facebook Messenger dan Instant Games ini. Karena menggunakan HTML5 sebagai fondasinya, tool yang disediakan Blackstorm sangat ringan, fleksibel sekaligus universal.

Namun sebelum Anda berargumen bahwa performa HTML5 tidak bisa menyaingi aplikasi native, Blackstorm sudah lebih dulu mencarikan solusinya. Selama beberapa tahun mereka telah mematangkan engine garapannya sendiri guna memastikan performa yang didapat setara aplikasi native, tapi masih bisa dikemas dalam aplikasi seperti Facebook Messenger tadi.

Apakah ini berarti semua game dalam Facebook Instant Games harus dibuat menggunakan tool yang disediakan Blackstorm? Tidak juga, sebenarnya ada banyak developer tool yang tersedia, namun Blackstorm cukup percaya diri kalau yang mereka sediakan adalah yang paling mudah dipelajari dan dapat diakses dari perangkat apapun yang memiliki koneksi internet, sehingga pada akhirnya developer indie yang belum punya nama pun juga dapat menciptakan game untuk platform Instant Games.

EverWing sebagai panggung demonstrasi

EverWing pada dasarnya dijadikan sebagai ajang demonstrasi inovasi yang Blackstorm kerjakan sekaligus tren post-app store / Blackstorm Labs
EverWing pada dasarnya dijadikan sebagai ajang demonstrasi inovasi yang Blackstorm kerjakan sekaligus tren post-app store / Blackstorm Labs

Dari sini saja sebenarnya tidak mengherankan apabila Facebook menunjuk Blackstorm Labs sebagai salah satu mitra peluncuran Instant Games. Game yang mereka buat, EverWing, bisa dikatakan sebagai panggung demonstrasi atas teknologi yang mereka kembangkan selama ini.

Premis utama yang ditawarkan Instant Games adalah game dapat dibuka dalam sekejap, dan EverWing telah memenuhi standar ini. Selama tahap pengembangan, Blackstorm mengujinya di berbagai macam perangkat dan di beragam kondisi jaringan, sehingga mereka pun yakin kalau performanya tidak akan menurun drastis di kawasan yang koneksi internetnya masih terbilang lemah, seperti Indonesia.

Kata “instan” sendiri sebenarnya bersifat relatif, namun Blackstorm memastikan kalau pengguna yang mengakses Instant Games dalam kondisi yang kurang ideal masih akan mendapatkan pengalaman serupa. Penjelasan teknisnya merujuk pada engine yang Blackstorm ciptakan tadi, tapi juga ada faktor lain seperti teknologi kompresi dan game engine.

Dua faktor terakhir ini, berdasarkan penjelasan Piech kepada saya, menjadi jaminan bahwa proses loading game masih akan tetap berjalan cepat di koneksi 3G. Sederhananya, kedua teknologi ini sanggup menciutkan ukuran game dari yang tadinya 100 MB menjadi hanya sekitar 5 MB. Itulah mengapa game dapat terbuka secara instan ketika berada di jaringan 4G atau Wi-Fi.

EverWing sendiri punya sejumlah aspek yang cukup menarik untuk dibahas. Utamanya adalah mekanik gameplay yang bervariasi, namun diperkenalkan secara bertahap berbarengan dengan narasi dan karakter-karakter baru. Setting fantasi yang dipilih adalah bonus bagi mayoritas gamer, apalagi kalau melibatkan sederet pilihan naga yang bisa dijadikan pendamping karakter utamanya masing-masing.

Masa depan Instant Games post-app store

Sejauh ini memang baru ada 17 judul dalam Facebook Instant Games, tapi upaya Blackstorm akan berdampak langsung pada perluasan ekosistem ini / Facebook
Sejauh ini memang baru ada 17 judul dalam Facebook Instant Games, tapi upaya Blackstorm akan berdampak langsung pada perluasan ekosistem ini / Facebook

Kehadiran Blackstorm punya dampak langsung pada perluasan ekosistem Facebook Instant Games. Apa yang mereka kerjakan sejatinya dapat menarik minat lebih banyak developer untuk mengembangkan game untuk platform Instant Games.

Lebih lanjut, Blackstorm juga tengah sibuk menjalin kerja sama dengan berbagai pihak kenamaan untuk membangun platform post-app store baru. Sebagai konsumen, keuntungan yang akan kita dapat dari tren post-app store ini adalah kemudahan untuk mengakses konten secara cepat, tanpa harus dibatasi platform A atau B. Yang paling dekat, kita tinggal menunggu Facebook merilis Instant Games di Indonesia – semoga dalam waktu dekat.

Singkat cerita, Blackstorm percaya kalau ke depannya mekanisme untuk menemukan dan mengakses konten mobile tidak lagi didominasi oleh Apple App Store dan Google Play Store. Sebagai gantinya, pengalaman menggunakan aplikasi akan terjadi secara instan di dalam aplikasi atau situs yang rutin pengguna akses, contohnya ya Facebook Instant Games itu tadi.

Apresiasi Kepada Pengembang Aplikasi, Samsung Gelar Mobile App Incentive Program

Pengembangan aplikasi di sistem operasi Tizen dari Samsung telah banyak dilakukan oleh para developer baik di skala nasional maupun internasional. Sejak awal, sistem operasi open source yang satu ini memang diusung dan berlandaskan dari spirit komunitas, dengan dikembangkan berdasarkan kernel Linux dan GNU C Library.

Samsung saat ini masih terus berupaya melakukan peningkatan dan penambahan aplikasi dalam sistem operasi Tizen melalui berbagai upaya. Dengan melihat kreativitas dari anak-anak bangsa di bidang pengembangan aplikasi, Samsung kemudian berinisiatif merangkul para IT developer Indonesia untuk ikut serta terlibat dalam daya cipta aplikasi di sistem operasi Tizen, agar industri IT Tanah Air juga turut mengalami progres dari sisi sumber daya manusia dan proses kreatifnya. Juga mendapatkan kesempatan untuk lebih meng-globalkan aplikasi yang dikembangkannya.

Demi mewujudkan mimpi tersebut, Samsung akan menggelar Tizen Mobile App Incentive Program, yang merupakan program pengembangan aplikasi di sistem operasi Tizen yang dibuka untuk IT developer dalam skala internasional. Tizen Mobile App Incentive Program ini telah menerima sambutan hangat dari pengembang aplikasi secara global, meski baru akan digelar awal 2017 mendatang.

Secara total Samsung menyediakan hadiah uang tunai sebesar USD 9 juta selama Tizen Mobile App Incentive Program berlangsung dalam durasi sembilan bulan. Setiap bulannya, Samsung memberikan hadiah senilai masing-masing USD 10.000 bagi aplikasi yang berhasil masuk ke dalam jajaran 100 aplikasi yang paling sering diunduh di Tizen store.

Pendaftaran Tizen Mobile App Incentive Program ini dibuka pada bulan Januari 2017 hingga 31 Oktober 2017, sedangkan untuk program pengembangan aplikasi Tizen Mobile App Incentive Program rencananya akan terselenggara dari tanggal 1 Februari 2017 pukul 00.00 hingga 31 Oktober 2017 pukul 23.59.

Untuk ikut serta dalam Tizen Mobile App Incentive Program, para partisipan perlu melakukan beberapa tahapan. Pertama, peserta harus mengembangkan sebuah aplikasi atau game untuk OS Tizen dengan menggunakan SDK dan perangkat Tizen (dapat diakses di developer.tizen.org), dan perlu dipastikan bahwa aplikasi yang dibuat dapat digunakan pada Samsung Z1, Samsung Z2 dan Samsung Z3 dan smartphone selanjutnya yang akan dirilis pada tahun 2017.

Lalu, peserta Tizen Mobile App Incentive Program harus bergabung terlebih dahulu dengan Tizen Store Seller Office, dan mengikuti petunjuk di website tersebut untuk mendaftarkan aplikasi. Setelah itu, peserta wajib mengunjungi situs web program insentif dan mendaftarkan aplikasi beserta informasi dasarnya di sana.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh Samsung Indonesia.

Fig, Situs Crowdfunding Khusus Game dengan Sistem Bagi Hasil

Belakangan ini, tren pengembangan game dengan metode crowdfunding mencuat cukup drastis. Jika Anda mengunjungi situs crowdfunding populer seperti Kickstarter atau Indiegogo, Anda bisa melihat bahwa proyek yang masuk dalam kategori game jumlahnya cukup banyak. Bahkan franchise setenar Shenmue tidak segan mengumpulkan dana di Kickstarter demi menggarap sekuel keduanya. Continue reading Fig, Situs Crowdfunding Khusus Game dengan Sistem Bagi Hasil

Siap-Siap Unreal dan Unity, Ada Game Engine Baru dari Autodesk

Mendengar nama Autodesk, apa hal pertama yang Anda ingat? Sketchbook Pro? AutoCAD? Well, Anda tidak salah, karena nama Autodesk memang sering dikaitkan dengan dunia seni digital. Continue reading Siap-Siap Unreal dan Unity, Ada Game Engine Baru dari Autodesk

Improbable Ingin Permudah Proses Pengembangan Game Online

Mengembangkan game online itu tidak mudah. Bahkan perusahaan sebesar Sony pun harus merelakan divisi game online mereka, Sony Online Entertainment (SOE), untuk berpindah tangan ke pihak lain. Continue reading Improbable Ingin Permudah Proses Pengembangan Game Online

Jumping Granny, One of Many Games Made by Local College Students

Amikom Game Dev (AGD), a STMIK AMIKOM Yogyakarta’s student activity units, launches its first Android game. The developed game is called Jumping Granny, and already available for download from Google Play so you can play it on your Android device.

Jumping Granny game is quite simple, Game Jumping Granny ini cukup simple, tells a story of a grandmother who wants to save her grandchild who was abducted by alien. Although the download count is not a lot but there is an interesting phenomenon in the launch of the game by AGD which is a part of Amikom.

Continue reading Jumping Granny, One of Many Games Made by Local College Students