Microsoft: Eksklusif untuk Xbox Series X Bukan Berarti Tidak Akan Dirilis di Xbox One

PlayStation 5 dan Xbox Series X boleh memiliki spesifikasi yang mirip-mirip, akan tetapi saat bicara mengenai konten, strategi yang diterapkan masing-masing produsennya rupanya sangatlah berbeda.

Dari kubu PlayStation, taktik yang Sony ambil cukup gamblang: deretan game terbaru yang dikerjakan oleh studio-studio internal PlayStation Studios, macam Horizon Forbidden West maupun Ratchet & Clank: Rift Apart, adalah game yang dikhususkan untuk PS5. Sejauh ini tidak ada wacana untuk menghadirkan kedua game tersebut (maupun sejumlah judul lainnya) ke PS4.

Alasannya bukan sebatas bisnis, tapi memang sejumlah judul cuma bisa terwujud berkat peningkatan performa yang PS5 hadirkan, khususnya SSD super-cepatnya. Salah satu contohnya adalah Ratchet & Clank: Rift Apart itu tadi, yang gameplay-nya bakal melibatkan petualangan lintas dimensi tanpa sisipan loading screen. Hal ini tentu tidak memungkinkan pada PS4 yang masih menggunakan HDD piringan yang lambat.

Tidak ada keterangan "Xbox One" di laman Forza Motorsport maupun sejumlah judul first-party lain yang sedang dikembangkan studio internal Xbox Game Studios / Microsoft
Tidak ada keterangan “Xbox One” di laman Forza Motorsport maupun sejumlah judul first-party lain yang sedang dikembangkan studio internal Xbox Game Studios / Microsoft

Sebaliknya, kalau dari kubu Xbox, strategi Microsoft agak lebih rumit. Di satu sisi, mereka tidak mau memaksa konsumen untuk meng-upgrade console lamanya sesegera mungkin. Alhasil, setidaknya selama beberapa tahun ke depan, mereka berkomitmen untuk menghadirkan deretan game garapan studio-studio internalnya di Xbox Series X dan Xbox One sekaligus.

Di sisi lain, dari sederet judul permainan yang sudah diumumkan, beberapa di antaranya secara spesifik dikembangkan untuk Xbox Series X. Forza Motorsport adalah salah satunya, yang disebut bakal memaksimalkan kapabilitas Series X demi menyuguhkan visual yang menawan di resolusi 4K 60 fps, lengkap beserta efek ray tracing.

Jadi mana yang benar? Apakah semua game first-party Xbox Series X juga akan dirilis untuk Xbox One sesuai dengan komitmen Microsoft? Atau beberapa judul memang eksklusif untuk Series X saja? Sayangnya tidak ada jawaban yang pasti. Bahkan Aaron Greenberg yang merupakan petinggi divisi marketing Xbox pun juga tidak berani memastikan.

Lewat Twitter, beliau cuma bisa memberikan sedikit klarifikasi bahwa deretan game first-party anyar itu lebih dulu disiapkan untuk Xbox Series X, namun itu tak harus berarti gamegame tersebut tidak akan dirilis di Xbox One ke depannya. Semua keputusan ada di tangan masing-masing tim developer, dan itu berarti setiap game punya peluang untuk dibuatkan versi Xbox One-nya.

Microsoft pada dasarnya terkesan ingin menjadi good guy jika dibandingkan dengan Sony, namun strategi semacam ini bisa menjadi senjata makan tuan seumpama tidak dieksekusi dengan baik. Kalau ternyata dalam satu-dua tahun ini Xbox Series X punya banyak game first-party yang tidak tersedia di Xbox One, mungkin Phil Spencer bakal menyesal pernah bilang bahwa mereka tak berniat memaksa konsumen Xbox One untuk membeli Series X demi bisa menikmati judul-judul eksklusif terbaru dari mereka.

Via: Video Games Chronicle.

Xbox One X dan Xbox One S All-Digital Edition Resmi Berhenti Diproduksi

Perang console next-gen edisi 2020 sepertinya bakal segera dimulai tidak lama lagi. Setelah Sony dilaporkan sibuk menggenjot produksi PlayStation 5 baru-baru ini, sekarang giliran kubu Microsoft yang mendapat sorotan. Kepada The Verge, Microsoft secara resmi menyatakan bahwa mereka telah menghentikan produksi Xbox One X dan Xbox One S All-Digital Edition.

Meski Microsoft sampai saat ini masih belum memberikan kepastian, pengumuman ini jelas merupakan pertanda akan semakin dekatnya peluncuran Xbox Series X. Sebelum ini, banyak yang memprediksi bahwa console next-gen dari kedua kubu bakal meluncur di musim liburan 2020, tapi kalau melihat situasi pandemi yang tak kunjung berakhir, bukan tidak mungkin Sony dan Microsoft bakal memajukan jadwalnya.

Tentu saja ini merupakan situasi yang cukup rumit. Di satu sisi, demand atas perangkat gaming, termasuk halnya PC, meningkat drastis karena kita butuh hiburan selama mengarantina diri di kediaman masing-masing. Di sisi lain, produsen pasti cukup kewalahan memenuhi demand tersebut karena tidak bisa mengoperasikan pabriknya secara maksimal seperti biasanya.

Xbox One S masih akan diproduksi / Microsoft
Xbox One S masih akan diproduksi / Microsoft

Kalau melihat situs resmi Xbox, semua varian Xbox One X rupanya sudah terjual habis, demikian pula Xbox One S All-Digital Edition. Yang masih tersedia stoknya adalah Xbox One S, dan ternyata Microsoft memang masih lanjut memproduksi console tersebut. Bisa jadi ini merupakan salah satu strategi Microsoft untuk memenuhi tingginya permintaan konsumen.

Kemungkinan lain, ini berkaitan dengan komitmen Microsoft untuk tidak memaksa konsumen meng-upgrade ke Xbox Series X. Dijelaskan bahwa setidaknya sampai beberapa tahun ke depan, judul-judul eksklusif yang diterbitkan Xbox Game Studios akan hadir di Xbox Series X dan Xbox One sekaligus.

Tentu saja kita juga tidak boleh lupa dengan rumor bahwa Microsoft sedang menyiapkan alternatif Xbox Series X yang lebih terjangkau, yang kemungkinan bakal dinamai Xbox Series S, dan kabarnya akan diungkap pada bulan Agustus mendatang. Berhubung Xbox One X sekarang sudah resmi di-discontinue, Microsoft tentu bisa mengalokasikan lebih banyak waktunya untuk segera meluncurkan Xbox Series X dan Series S ke pasaran.

Sumber: The Verge.

Microsoft Dirumorkan Sedang Siapkan Alternatif Xbox Series X yang Lebih Murah

Dari segi teknis, Xbox Series X dan PlayStation 5 mungkin terdengar mirip karena keduanya sama-sama mengusung spesifikasi yang mumpuni ala gaming PC, akan tetapi Microsoft dan Sony tentu memiliki strategi yang berbeda dalam menjangkau pasar.

Di kubu Sony, strategi mereka terkesan simpel: PS5 akan hadir dalam dua varian, salah satunya yang tidak dibekali optical drive sama sekali buat mereka yang ingin menghemat ongkos. Di kubu Microsoft, mereka nampaknya punya rencana yang lebih kompleks demi menjangkau lebih banyak kalangan konsumen.

Andai rumor yang beredar tidak meleset, Xbox Series X bakal meluncur ke pasaran bersama Xbox baru lain yang dibanderol lebih murah. Menurut laporan Eurogamer, perangkat tersebut akan dinamai Xbox Series S dan diumumkan pada bulan Agustus mendatang. Kemungkinan besar Microsoft juga akan mengumumkan harga jual Series X pada saat itu sehingga kita bisa paham selisihnya sejauh apa.

Detail pendukung rumor ini datang dari bocoran dokumen yang Microsoft tujukan kepada para developer. Disebutkan bahwa pada development kit Series X, pihak developer bisa mengaktifkan mode “Lockhart” yang menyimpan profil performa yang berbeda. Berdasarkan profil tersebut, Xbox Series S yang lebih murah ini diprediksi bakal menawarkan performa CPU yang sama seperti Series X, tapi dengan GPU dan RAM yang lebih inferior.

Konsep gambar Xbox Series S / Reddit
Konsep gambar Xbox Series S / Reddit

Persisnya, Series S disebut mengemas kapasitas RAM yang usable sebesar 7,5 GB dan GPU bertenaga 4 teraflop. Sebagai perbandingan, Xbox Series X dibekali 13,5 GB usable RAM dan GPU berdaya 12 teraflop. Kalau Series X berniat menyuguhkan pengalaman gaming yang wah di resolusi 4K, Series S akan menarget resolusi 1080p atau 1440p, menjadikannya sebagai alternatif yang ideal bagi konsumen yang tidak mempunyai TV 4K.

Tentu saja ini bukan pertama kalinya Microsoft menggunakan huruf “X” untuk menandai model unggulan, dan “S” untuk model yang lebih terjangkau, sebab Xbox One X dan Xbox One S memang seperti itu kenyataannya, dan keduanya juga memiliki perbedaan performa GPU yang drastis – One X menawarkan true 4K, sedangkan One S cuma mengandalkan metode upscaling.

Andai Microsoft benar-benar belajar dari pengalaman, ada kemungkinan juga Xbox Series S bakal ditawarkan dalam dua varian, yakni standar dan Digital Edition (tanpa optical drive), sehingga pada akhirnya lineup next-gen Xbox bakal mencakup tiga perangkat sekaligus: Series X, Series S, dan Series S Digital Edition.

Tentu saja semua ini baru sebatas spekulasi, dan kita masih harus menunggu setidaknya sampai Agustus untuk mempelajarinya lebih lanjut.

Sumber: The Verge.

Sony Resmi Perkenalkan PlayStation 5 Beserta Lusinan Game-nya

Yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Lewat sebuah live stream, Sony resmi menyingkap wujud PlayStation 5 secara utuh setelah sebelumnya lebih dulu mengungkap spesifikasi beserta controller-nya.

Kalau Xbox Series X kelihatan seperti sebuah gaming PC, PS5 sebenarnya juga demikian, tapi yang biasanya berasal dari brand Alienware. Ya, desainnya langsung mengingatkan saya pada PC besutan divisi gaming Dell tersebut, dan meskipun gambar-gambar promonya menunjukkan PS5 dalam posisi vertikal, ia sebenarnya juga bisa diposisikan secara horizontal.

Satu hal yang sangat mengejutkan (dan sangat cerdas menurut saya) adalah adanya dua varian PS5: satu dengan Blu-ray disc drive, satu lagi tanpa optical disc drive sama sekali dengan label “Digital Edition”. Spesifikasi dan performa keduanya dipastikan identik, tapi tentu saja varian Digital Edition tidak bisa merangkap fungsi sebagai Blu-ray player. Buat yang penasaran dengan performanya, demonstrasi Unreal Engine 5 (yang dijalankan di PS5) belum lama ini semestinya bisa memberikan gambaran.

PlayStation 5 Digital Edition ini merupakan langkah yang sangat cerdas, sebab saya yakin ada banyak konsumen di luar sana yang benar-benar sudah malas berkutat dengan media penyimpanan fisik (saya salah satunya). Harga jualnya juga sudah pasti lebih terjangkau daripada varian standar yang dilengkapi Blu-ray drive.

Namun perlu diingat juga, keuntungan lain membeli versi fisik suatu game adalah, game-nya itu bisa kita jual saat kita sudah bosan atau sudah menamatkannya. Di Indonesia, pasar game PS4 bekas (secondhand) tergolong cukup besar, dan saya yakin kasusnya bakal sama untuk PS5 nanti.

Sony PlayStation 5

PS5 versi standar yang dilengkapi Blu-ray drive mungkin punya banderol lebih mahal daripada PS5 Digital Edition – sayangnya Sony belum merincikan harga masing-masing varian – akan tetapi konsumennya punya opsi untuk menjual koleksi game fisiknya jika mau.

Selain console PS5 itu sendiri, Sony juga mengungkap sejumlah aksesori yang bakal mendampinginya. Mulai dari charging dock untuk controller DualSense, wireless headset dengan dukungan 3D audio, media remote dengan dukungan perintah suara, sampai sepasang webcam 1080p, semuanya akan dipasarkan bersama PS5 memasuki musim liburan nanti.

9 game eksklusif dari PlayStation Studios

Masih ingat dengan PlayStation Studios? Nama baru dari Sony Interactive Entertainment Worldwide Studios itu telah menyiapkan 9 judul eksklusif untuk dinikmati di PS5. Yang pertama adalah Horizon Forbidden West, sekuel Horizon Zero Dawn yang memukau dari sisi grafik, cerita maupun gameplay.

Dalam Forbidden West, pemain akan kembali menjalankan Aloy, kali ini di lokasi-lokasi baru yang lebih bervariasi. Petualangan yang lebih besar menanti para penggemar action RPG garapan Guerilla Games ini.

Selanjutnya, ada Marvel’s Spider-Man: Miles Morales, sekuel dari Marvel’s Spider-Man karya Insomniac Games. Buat yang pernah menonton Spider-Man: Into the Spider-Verse, nama Miles Morales semestinya terdengar tidak asing. Ya, tokoh utama film animasi dari tahun 2018 itu bakal menjadi protagonis utama di game ini.

Selain Spider-Man, suguhan lain Insomniac Games buat PS5 adalah Ratchet & Clank: Rift Apart. Anda tak harus menjadi penggemar seri Ratchet & Clank untuk bisa mengapresiasi game terbarunya ini; Insomniac berhasil memanfaatkan narasi game yang bertema petualangan lintas dimensi untuk memaksimalkan kapabilitas hardware PS5, terutama SSD super-cepatnya yang memungkinkan sang lakon untuk berpindah dari satu dunia ke yang lain tanpa diinterupsi loading screen sekali pun.

Berikutnya, ada Demon’s Souls yang merupakan remake dari game berjudul sama karya FromSoftware. Grafik yang ditawarkan versi remake-nya ini terlihat istimewa, dan reputasi pengembangnya (Bluepoint Games) yang jadi taruhan. Yup, mereka adalah studio yang sama yang mengerjakan remake Shadow of the Colossus buat PS4 dua tahun lalu.

PlayStation baru tanpa Gran Turismo baru terkesan tidak afdal, dan untuk itulah Gran Turismo 7 eksis. Selain grafik yang makin memukau, Gran Turismo 7 juga akan kembali menghadirkan mode GT Simulation yang legendaris, pengalaman menyetir yang lebih realistis berkat haptic feedback pada controller DualSense, serta dukungan 3D audio untuk menunjukkan posisi mobil-mobil kompetitor.

Game selanjutnya pasti terdengar tidak asing bagi penggemar seri LittleBigPlanet. Sackboy A Big Adventure siap mengajak pemain bertualang bersama maskot imut LittleBigPlanet tersebut. Petualangannya juga tak perlu dijalani sendirian; game ini turut mendukung co-op multiplayer hingga empat pemain sekaligus.

Berikutnya, ada Returnal yang merupakan third-person shooter tapi dengan elemen roguelike. Jadi setiap kali karakter utamanya mati, permainan bukannya berakhir, melainkan justru membawa kita ke dunia baru yang berubah total. Returnal dikerjakan oleh Housemarque, studio asal Finlandia yang portofolionya mencakup gamegame seperti Resogun maupun Nex Machina.

Twisted Metal dengan nuansa konyol ala Rocket League, itulah kesan yang saya dapat setelah menonton trailer Destruction AllStars. Jujur saya sudah lupa kapan terakhir memainkan permainan vehicle-based combat seperti ini.

Terakhir, ada Astro’s Playroom yang akan tersedia secara cuma-cuma (pre-loaded) di PS5. Game ini melanjutkan petualangan sang robot lucu bernama Astro yang sebelumnya hanya bisa dinikmati lewat medium VR.

Game-game lain dari developer pihak ketiga

Di luar PlayStation Studios, sederet developer dan publisher lain turut memamerkan sejumlah karyanya buat PS5, termasuk komunitas developer indie. Kita mulai dari yang paling ajaib, yakni Grand Theft Auto V. Ajaib karena game garapan Rockstar ini seakan tidak mau mati dimakan usia.

GTA V pertama dirilis untuk PS3 di tahun 2013, sebelum akhirnya dirilis ulang di PS4 dengan peningkatan kualitas visual. Tahun depan, GTA V (plus GTA Online) akan dirilis kembali untuk kali kedua di PS5, dan lagi-lagi dengan janji kualitas visual yang lebih baik, beserta sejumlah penyempurnaan teknis lainnya. Tebakan saya: GTA V bakal berjalan di resolusi 4K 60 fps pada PS5.

Lanjut ke Godfall, game terbitan Gearbox ini bakal menjalani debutnya di PS5 sekaligus PC. Permainan menyuguhkan latar medieval yang apik, dan bakal mengawinkan combat ala Dark Souls dengan elemen looting equipment legendaris ala seri Borderlands. Trailer terbarunya di atas akhirnya menunjukkan model gameplay-nya, setelah sebelumnya cuma hadir dalam wujud trailer sinematik.

Resident Evil Village alias Resident Evil 8 bakal melanjutkan kembali perspektif first-person yang diperkenalkan game sebelumnya. Capcom menjanjikan porsi yang lebih besar pada elemen eksplorasi dan combat, dan jalan ceritanya sendiri melanjutkan peristiwa yang terjadi pada Resident Evil 7.

Sci-fi tapi dengan bumbu mistis, kira-kira seperti itu gambaran yang saya dapat setelah menonton trailer Pragmata di atas. Sejauh ini tidak banyak yang diketahui tentang game bikinan Capcom ini, sebab jadwal perilisannya sendiri masih jauh (2022).

Jujur saya paling excited dengan yang satu ini. Deathloop digarap oleh Arkane Studios, developer di balik seri Dishonored. Kalau melihat trailer-nya, Deathloop akan kembali menerapkan formula stealth yang serupa, lengkap dengan sejumlah skill yang sangat menarik dan menggugah hasrat bermain. Yang sedikit berbeda, selain setting dan persenjataannya, adalah tempo permainan yang sepertinya lebih cepat pada Deathloop.

Shinji Mikami kembali memeriahkan kategori game horor dengan Ghostwire: Tokyo. Protagonisnya merupakan seorang pemuda dengan beragam kemampuan telekinesis dan sihir, dan tugasnya adalah menyelamatkan Tokyo dari kepunahan sekaligus menguak misteri di balik hilangnya 99% dari populasi kota tersebut.

Kalau Oddworld: New ‘n’ Tasty yang dirilis di tahun 2014 merupakan remake dari Oddworld: Abe’s Oddysee, maka Oddworld: Soulstorm ini bisa dilihat sebagai remake dari sekuelnya, Oddworld: Abe’s Exoddus. Namun ketimbang sebatas merombak visual dan gameplay, Soulstorm juga bakal menghadirkan sejumlah elemen yang benar-benar baru.

Judul indie yang paling menarik kalau menurut saya, Kena: Bridge of Spirits dikerjakan oleh Ember Lab, studio yang sebelumnya menekuni bidang animasi dan perfilman. Permainan mengisahkan perjalanan seorang pemuda yang mencoba menguak misteri di balik peristiwa mengenaskan yang menimpa desanya.

Visualnya terlihat begitu menarik, dan developer-nya juga menjanjikan narasi yang mendalam. Combat yang disajikan juga cukup memikat, terutama berkat sejumlah skill yang sanggup memanipulasi kondisi lingkungan di sekitar sang protagonis.

Gameplay lengkapnya belum diungkap, namun teaser di atas sudah bisa menggambarkan grafik menawan yang NBA 2K21 tawarkan. 2K sepertinya sengaja menampilkan adegan-adegan penuh bayangan, sebab seperti yang kita tahu, dukungan ray tracing bakal menjadi salah satu fitur unggulan PS5 di samping waktu loading yang luar biasa cepat.

Digarap oleh pengembang Octodad: Dadliest Catch, Bugsnax mengisahkan petualangan seorang jurnalis ke Snaktooth Island untuk bertemu dan mewawancara langsung makhluk jenaka bernama Bugsnax, yang dideskripsikan sebagai separuh serangga (bug), separuh jajanan (snack). Meski sepintas terlihat penuh kekonyolan, Bugsnax disebut juga bakal menjadi panggung demonstrasi yang pas buat kapabilitas controller DualSense.

Action RPG dengan dunia semi-open world dan elemen survival, deskripsi itu saja sebenarnya sudah membuat Little Devil Inside sangat menarik perhatian, apalagi ditambah dengan grafik poligonal yang apik. Trailer-nya bisa dibilang penuh intrik: sesekali menampilkan setting fantasi dengan beragam monster ala The Witcher, tapi beberapa saat juga menunjukkan suasana kehidupan urban.

Goodbye Volcano High terdengar sangat cocok dijadikan judul sebuah serial TV, dan ternyata developer game ini juga ingin memberikan pengalaman yang serupa seperti kegiatan binge watching drama romansa. Bedanya, berhubung pemain bakal dihadapkan dengan banyak pilihan di sepanjang permainan, narasinya otomatis bakal bercabang dan pada akhirnya menuntut lebih dari satu playthrough untuk mendalami cerita lengkapnya.

Hitman 3 bakal menjadi penutup dari trilogi World of Assassination dan kembali menempatkan pemain sebagai Agent 47, dan kontrak yang dijalaninya dalam game ini disebut sebagai yang terpenting di sepanjang kariernya. Permainan sekali lagi bakal membebaskan kita dalam memilih solusi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan misi, dan itu membuka potensi agar game bisa kita tamatkan lebih dari satu kali (dengan cara penyelesaian misi yang berbeda tentu saja).

Project Athia, judulnya terkesan seperti belum final (dan memang kenyataannya demikian), namun teaser singkatnya di atas berhasil menarik perhatian saya, terutama berkat sejumlah cuplikan gameplay yang turut dihidangkan – biasanya kalau game masih dalam tahap pengembangan, kita hanya akan diberi trailer sinematiknya saja.

Fakta menarik lain seputar game ini adalah, ia dikerjakan oleh Luminous Productions, studio baru yang Square Enix dirikan di tahun 2018, dengan sejumlah personil yang berasal dari tim pengembang Final Fantasy XV.

Apa jadinya kalau Shadow of Colossus mengambil tema sci-fi dengan setting antariksa dan gaya visual cel-shaded? Kemungkinan hasil jadinya mirip game berjudul Solar Ash ini. Solar Ash merupakan game kedua Heart Machine, kreator game indie yang cukup populer dari tahun 2016, yaitu Hyper Light Drifter.

Temanya petualangan lintas planet, tapi ketimbang menyajikan potret galaksi yang penuh warna, Jett: The Far Shore lebih memilih menampilkan suasana kelam di suatu planet mirip Bumi. Trailer-nya penuh dengan misteri, dan itulah yang harus pemain pecahkan dalam permainan bergaya sinematik ini.

Persembahan terbaru Annapurna Interactive berjudul Stray ini menempatkan pemain sebagai seekor kucing yang tersesat di sebuah kota di masa depan. Tujuannya tidak lebih dari sebatas pulang dan berjumpa kembali dengan keluarganya, meski itu tentu bukanlah hal yang mudah, apalagi mengingat kotanya mirip Kowloon Walled City versi cyberpunk.

Pertama diumumkan di akhir 2018, The Pathless mengisahkan petualangan seorang pemanah bersama burung elang peliharaannya di dunia yang penuh keajaiban. Awalnya game ini ditujukan buat PS4, namun sekarang developer Giant Squid mengumumkan bahwa The Pathless juga akan hadir di PS5, dan bakal memaksimalkan kapabilitas hardware-nya, terutama controller DualSense demi semakin menumbuhkan kesan immersive.

Sumber: PlayStation Blog 1, 2.

Bang & Olufsen Sedang Garap Perangkat Gaming Audio Premium untuk Xbox

Bang & Olufsen sedang bersiap untuk terjun ke ranah gaming. Namun ketimbang bekerja sendiri, dedengkot audio asal Denmark itu memilih berkolaborasi dengan Xbox.

Tanpa harus terkejut, produk gaming B&O ini disebut bakal menyasar segmen high-end, dengan fokus pada aspek kualitas suara, desain, dan craftsmanship. Timing-nya tentu sudah diperhitungkan; produk baru ini semestinya bakal meluncur berbarengan dengan Xbox Series X.

Kolaborasi langsung dengan Xbox ini nantinya bakal berujung pada label “Designed for Xbox”, yang pada dasarnya bisa kita lihat sebagai jaminan atas kompatibilitas dan konektivitas yang seamless, serta pengalaman penggunaan yang lebih baik.

Awalnya saya menduga perangkat yang digarap merupakan sebuah soundbar, tapi kemudian di siaran persnya, Matt Kesselring selaku Head of Hardware Partnerships Xbox menyinggung soal perangkat yang siap “mendampingi pemain ke mana saja mereka pergi”. Headset wireless? Sepertinya begitu.

B&O cukup antusias melihat pasar perangkat gaming, yang menurut mereka terus bertumbuh secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Namun yang mungkin menjadi pertanyaan adalah, mengapa harus bermitra dengan Xbox?

B&O hanya bilang bahwa Xbox merupakan partner yang ideal buat merealisasikan potensi besarnya di industri gaming. Namun kalau saya boleh menebak, alasannya adalah supaya produk mereka bisa lebih dilirik oleh konsumen. Produk yang kelewat mahal mungkin bakal kurang dilirik, dan di sinilah kemitraannya dengan Xbox bakal membantu.

Dengan mengusung label “Designed for Xbox”, perangkat gaming audio B&O ini bakal terkesan seperti produk dari pihak pertama, dan itu semestinya akan lebih mengundang perhatian. Ini penting mengingat B&O membidik segmen high-end, yang sendirinya tentu tidak seramai segmen di bawahnya.

Sumber: TechRadar.

Xbox Series X Mampu Jalankan Game Lawas dengan Performa dan Visual yang Lebih Baik

Backwards compatibility, istilah ini selalu Microsoft pakai ketika menjelaskan tentang berbagai keunggulan yang ditawarkan gaming console barunya, dimulai dari Xbox One di tahun 2015. Premisnya sederhana saja: konsumen tak perlu cemas koleksi game yang sudah mereka kumpulkan dengan susah payah bakal jadi tidak relevan begitu saja saat hijrah ke console baru.

Xbox Series X pun juga demikian. Microsoft memastikan bakal ada ribuan judul lawas yang bisa langsung dimainkan di Xbox Series X pada hari peluncurannya nanti. Bukan hanya itu, koleksi game lama itu diyakini bisa berjalan lebih baik di Series X.

Fitur-fitur anyar seperti Quick Resume maupun waktu loading yang jauh lebih cepat juga berlaku untuk gamegame generasi sebelumnya yang dimainkan di Series X. Istimewanya, developer masing-masing game tidak perlu melakukan apa-apa, sebab tim Xbox sudah melakukan optimasi langsung di tingkat platform.

Selain performa yang lebih baik, backwards compatibility di Series X juga menjanjikan kualitas visual yang lebih menawan. Hal itu diwujudkan melalui penerapan HDR secara otomatis pada judul-judul game lama yang dimainkan di Series X. Bahkan game Xbox 360 pun juga akan tampil dalam format HDR di Series X, lagi-lagi tanpa perlu melibatkan partisipasi masing-masing developer.

Terakhir dan yang menurut saya paling menarik, sejumlah judul lawas yang dimainkan di Series X juga akan meningkat drastis frame rate-nya. Yang tadinya cuma berjalan di 30 fps akan menjadi 60 fps, dan yang tadinya 60 fps jadi 120 fps. Namun ini semestinya memerlukan campur tangan langsung dari developer game yang bersangkutan.

Tentu saja Xbox Series X bukan satu-satunya console baru yang menawarkan backwards compatibility. PlayStation 5 pun juga menjanjikan fasilitas yang serupa. Versi mereka bahkan memungkinkan pengguna PS5 untuk bermain bersama pengguna PS4.

Sumber: Xbox.

Nintendo Switch dan PlayStation 4, Mana yang Lebih Populer di Indonesia?

Maret lalu, penjualan Nintendo Switch di Amerika Serikat naik lebih dari dua kali lipat dibanding Maret 2019 berdasarkan riset yang dilakukan NPD Group. Alasannya ada dua. Yang pertama tentu saja adalah pandemi COVID-19 dan kebijakan lockdown. Yang kedua adalah game berjudul Animal Crossing: New Horizons yang memecahkan rekor penjualan.

Begitu besarnya permintaan terhadap Switch, stoknya sampai menipis dan mendorong Nintendo untuk meningkatkan jumlah produksi. Per 31 Maret 2020, Nintendo tercatat sudah menjual 55,8 juta unit Switch. Pertanyaannya, seberapa banyak angka penjualan yang berasal dari Indonesia?

Well, pertanyaan tersebut sungguh sulit dijawab mengingat Nintendo Switch belum tersedia secara resmi di tanah air. Berbeda dengan PlayStation 4 yang sudah resmi dipasarkan sendiri oleh Sony sejak lama di Indonesia. Fakta ini setidaknya bisa menjadi salah satu faktor mengapa PS4 masih lebih populer ketimbang Switch di Nusantara.

Tidak tersedia secara resmi berarti tidak ada garansi resmi, dan umumnya Switch yang dijual di Indonesia hanya disertai garansi dari toko penjual selama beberapa hari. Sudah menjadi rahasia umum kalau konsumen Indonesia sangat mementingkan garansi dalam membeli produk, terutama produk elektronik. Jadi wajar kalau akhirnya lebih banyak yang memilih PS4.

Riset iPrice soal popularitas gaming console di Asia Tenggara selama pandemi

Riset yang dilakukan iPrice baru-baru ini pun menunjukkan kesimpulan yang serupa. Di platform belanja online di Indonesia, PS4 masih lebih banyak dicari ketimbang Nintendo Switch. Berbeda dengan di negara-negara tetangga seperti Singapura atau Malaysia, di mana Nintendo Switch justru lebih populer daripada PS4.

PS4 boleh lebih populer daripada Switch di Indonesia, akan tetapi itu tidak mencegah ketertarikan developer game lokal terhadap Switch, sebab yang disasar memang bukan cuma konsumen tanah air saja.

Dari perspektif pribadi, saya juga melihat lebih banyak teman yang membicarakan tentang Final Fantasy VII Remake – yang sejauh ini cuma tersedia di PS4 – ketimbang Animal Crossing di lingkaran media sosial saya. Saya sendiri tidak termasuk di kubu mana pun mengingat saya cuma punya PC 🙂

Tidak kalah menarik adalah bagaimana PS3 yang sudah sangat uzur dan PS Vita yang sudah di-discontinue masih cukup banyak dicari di Indonesia dan sejumlah negara lainnya, bahkan melebihi angka pencarian terhadap Xbox One (yang juga tidak tersedia secara resmi di sini). Negara kita rupanya merupakan rumah yang sangat nyaman buat platform PlayStation.

Riset iPrice soal popularitas gaming console di Asia Tenggara selama pandemi

Dari 7 negara yang termasuk dalam riset iPrice – Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, dan Hong Kong – cuma di Indonesia dan Vietnam saja PS4 lebih populer, sedangkan sisanya lebih didominasi oleh Switch. 5 dari 7 negara memilih Switch, dan dari pertengahan Maret hingga pertengahan April, minat terhadap Switch di platform belanja online di wilayah ini juga naik sampai 245%.

Sebagai perbandingan, minat terhadap PS4 hanya meningkat sebesar 135%. Total permintaan untuk Switch sekarang sekitar 1,6 kali lebih tinggi dari permintaan untuk PS4.

Selama masa pandemi, pencarian untuk semua gaming console di 7 negara tadi meningkat hingga 115% secara keseluruhan dibandingkan di periode sebelumnya. Di Indonesia sendiri, pencarian seputar gaming console naik sekitar 204%, sedangkan di Vietnam angkanya malah melonjak sampai 432%.

Besarnya peningkatan di Vietnam ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah setempat yang menutup semua warnet dan gaming center, yang jumlahnya begitu banyak di sana. Berhubung tidak ada opsi lain untuk bermain, banyak gamer di Vietnam pada akhirnya memutuskan untuk membeli perangkat gaming-nya sendiri untuk dimainkan di kediaman masing-masing.

“Di rumah saja dan main game,” kira-kira seperti itu motto para gamer di Vietnam, dan kita semestinya juga perlu menerapkan komitmen yang sama sebagai bentuk kontribusi kita terhadap penekanan angka penyebaran COVID-19.

Series X Hanyalah Nama Model, Console Next-Gen Microsoft Cukup Disebut Xbox

Salah satu kejutan terbesar di acara The Game Awards 2019 minggu kemarin ialah pengumuman resmi console next-gen Microsoft. Sang produsen menamainya Xbox Series X, memperkenalkannya secara kasual sembari memperlihatkan wujudnya. Hilang sudah desain pipih yang biasanya lekat dengan produk home console. Xbox Series X lebih menyerupai PC small form ala Corsair One.

Setelah melepas Xbox One X – versi lebih canggih dari console current-gen Microsoft – penamaan Series X terasa membingungkan. Mengapa Microsoft tampak terobsesi dengan huruf X? Nyatanya bukan begitu. Kepada Business Insider, seorang perwakilan Microsoft menyampaikan bahwa kita cukup menyebut produk anyar mereka ‘Xbox’, tak berbeda dari perangkat gaming perdana yang perusahaan luncurkan 18 tahun silam.

Langkah ini pada dasarnya merupakan re-branding terhadap lini produk, membuatnya jadi terdengar lebih sederhana, sekaligus menggarisbawahi niatan tim Xbox ke depan. Sang perwakilan Microsoft mengonfirmasi agenda untuk menambah jumlah model console next-gen, seperti yang mereka sudah lakukan di generasi ini lewat Xbox One X, One S dan Xbox One S All Digital. Betul sekali, Series X hanyalah satu dari varian yang Microsoft tengah siapkan.

Khusus untuk Series X, Microsoft menjanjikan kemampuan olah data empat kali lipat dibanding Xbox One X. Berbekal teknologi baru AMD, console next-gen tersebut kabarnya sanggup menghidangkan game di setup 4K 60fps, atau jika Anda menginginkannya, menikmati permainan di resolusi 8K atau di refresh rate 120Hz. Kapabilitas ray tracing (yang belakangan dipopulerkan Nvidia lewat GPU RTX) katanya juga hadir di sana.

Banyak orang menduga, sulit bagi Microsoft untuk membanderol Xbox Series X di harga yang terjangkau. 4K 60fps saat ini masih menjadi standar ‘mewah’ bagi mayoritas gamer dan hanya dapat diakses oleh sebagian kecil pemain PC. Melihat dari perspektif console, produsen biasanya tidak mengambil untung besar dari penjualan hardware. Sebagai perbandingan, di PC, setting 4K 60fps di game-game baru menuntut modal ribuan dolar. Itu berarti, Microsoft memerlukan tipe dasar dengan harga yang lebih merakyat sebagai tulang punggung penjualan.

Di bulan Juli 2018, Thurrott sempat melaporkan bahwa setidaknya Microsoft sudah menyiapkan dua tipe hardware untuk console next-gen mereka: satu model disajikan secara tradisional (waktu itu disebut Scarlett), kemudian alternatifnya adalah Scarlett Cloud yang mengusung metode streaming – disuguhkan lewat set-top box dan ditopang oleh teknologi cloud serta data center Microsoft.

Namun selain Xbox Series X, belum ada lagi varian Xbox next-gen yang Microsoft umumkan. Perwakilan Microsoft bilang, “Kami sangat bersemangat untuk memperlihat pada gamer seperti apa pengalaman gaming di masa depan lewat Xbox Series X. Tapi untuk sementara ini, tidak ada lagi yang bisa kami ungkap.”

Xbox Series X Resmi Diperkenalkan, Gap Performa Antara Console dan PC Terus Menyempit

Ajang The Game Awards 2019 baru-baru ini Microsoft manfaatkan untuk memperkenalkan gaming PC, eh maksud saya gaming console anyar. Mengusung nama resmi Xbox Series X, wujudnya yang berupa balok vertikal langsung mengingatkan saya pada gaming PC macam Corsair One, namun yang lebih penting adalah bagaimana ia dirancang untuk menawarkan performa maksimal tanpa dihantui masalah keterbatasan ruang.

Premis ini jelas bertentangan dengan Xbox One S, yang pada dasarnya didesain seringkas mungkin selagi menawarkan performa yang mumpuni. Kendati demikian, definisi kata “mumpuni” di sini pada kenyataannya masih jauh dari yang biasa gamer dapatkan dari sebuah PC kelas mainstream.

Xbox Series X tidaklah demikian. Berbekal prosesor dengan arsitektur Zen 2 dan GPU bikinan AMD, Series X siap menyuguhkan permainan dalam resolusi 4K 60 fps secara konsisten, dan ini rupanya masih jauh dari batas performa maksimum yang diharapkan.

Microsoft bilang Series X punya hardware yang cukup kuat untuk menyajikan output resolusi 8K, atau yang mengemas refresh rate 120 Hz. Teknologi grafis macam ray tracing yang sedang hangat di ranah PC gaming juga bakal direalisasikan ke segmen console oleh perangkat ini.

Dibandingkan generasi sebelumnya, Xbox One X, upgrade performa yang Series X tawarkan sangatlah signifikan. Microsoft menyebut Series X punya kinerja CPU empat kali lebih cepat, sedangkan kinerja GPU-nya dua kali lebih kencang. Penggunaan SSD tipe NVMe juga diharapkan bisa mengeliminasi proses loading berkepanjangan seperti yang dialami console generasi sebelumnya.

Dari segi konten, Microsoft juga sudah menugaskan 15 tim developer di bawah naungannya untuk mengembangkan game buat Series X. Dua yang sudah dikonfirmasi adalah Halo Infinite dan sekuel dari Hellblade. Backward compatibility pun turut menjadi salah satu penawaran Series X, baik untuk game maupun aksesori.

Xbox Series X Controller

Bicara soal aksesori, setiap unit Series X akan datang bersama Xbox Wireless Controller generasi baru yang dimensinya sedikit lebih ringkas, serta mengemas D-Pad model hybrid ala Xbox Elite Wireless Controller. Juga unik adalah kehadiran tombol “Share” untuk memudahkan pemain mengambil screenshot atau merekam klip video dan membagikannya ke publik.

Kalau melihat janji-janji yang ditawarkan, saya pribadi tidak keberatan dengan fakta bahwa Series X begitu mirip dengan PC. Desain industrial seperti ini juga membantu perangkat bekerja dengan suara yang minim dan sirkulasi udara yang maksimal. Andai diperlukan, Series X juga bisa diposisikan secara horizontal.

Lalu mengapa saya harus membeli Xbox Series X ketimbang PC, apalagi mengingat belakangan ini Microsoft mulai ‘melunak’ perihal eksklusivitas game untuk platform-nya? Jawabannya, dan ini dari pandangan saya sebagai gamer PC, adalah faktor kepraktisan. PC memang lebih multi-fungsi, namun terkadang ini justru bisa membuat kewalahan para pengguna awam.

Sebaliknya, Xbox dan consoleconsole lainnya dari awal sudah diciptakan murni untuk urusan gaming. Sesaat setelah perangkat dinyalakan, kita langsung dihadapkan dengan UI yang siap membawa kita masuk langsung ke dalam game yang hendak dimainkan. Kemudahan seperti inilah yang menurut saya tak akan bisa kita dapatkan dari PC, bahkan meski PC-nya sudah kita tempatkan di sebelah TV di ruang tamu sekalipun.

Kapan Xbox Series X bakal dipasarkan? Musim liburan tahun depan kata Microsoft. Harganya masih belum diketahui, tapi saya yakin tidak akan di bawah $500, sebab itu merupakan banderol harga Xbox One X saat ini. Mahal? Jelas, tapi di saat yang sama harga PC dengan spesifikasi yang mampu menjalankan game dalam resolusi 4K 60 fps juga jauh dari kata murah.

Sumber: Microsoft dan GameSpot.

Playdate Adalah Handheld Console Unik dengan Tuas Putar Sebagai Salah Satu Input Kontrolnya

Posisikan Anda sebagai developer yang sudah menciptakan software demi software selama lebih dari 20 tahun. Di saat titik kebosanan sudah tercapai, apa yang bakal Anda lakukan? Terus mengerjakan hal yang sama, atau keluar dari zona nyaman dan menekuni bidang baru?

Buat Panic, jawabannya adalah yang kedua. Setelah puluhan tahun berkutat dengan software, Panic memutuskan untuk terjun ke bidang hardware, dan produk pertamanya benar-benar di luar kejutan: sebuah handheld console ala Game Boy bernama Playdate.

Ini sebenarnya bukan pertama kalinya Panic mencelupkan kaki ke ranah gaming. Di tahun 2016, mereka sempat mencuri perhatian dengan membantu menerbitkan salah satu game indie terfavorit banyak orang, Firewatch. Namun sebatas menjadi publisher rupanya kurang bisa memuaskan hasrat mereka sendiri untuk berinovasi. Itulah mengapa mereka beralih ke hardware.

Playdate

Melihat wujud Playdate, saya langsung teringat dengan Nintendo Game Boy. Bentuknya hampir mengotak sempurna, dengan panjang sisi 74 x 76 mm, dan ketebalan 9 mm. Separuh wajahnya dihuni oleh layar 2,7 inci beresolusi 400 x 240 pixel. Layarnya unik, hitam-putih tanpa backlight, akan tetapi grafik yang ditampilkan dijamin begitu tajam dan bersih, apalagi mengingat layarnya ini begitu reflektif.

Beralih ke kontrol, Anda bisa melihat tombol D-Pad empat arah dan tombol A B di sana. Namun Playdate masih menyimpan kejutan lain di sisi kanannya, yaitu sebuah tuas atau pedal yang dapat diputar. Bukan, tuas putar ini bukan untuk menyuplai daya perangkat, tapi benar-benar berguna sebagai salah satu input kontrol.

Tuas ini adalah ide cemerlang dari Teenage Engineering, produsen synth asal Swedia yang memang sangat piawai perihal desain produk. Panic cukup beruntung bisa mendapat mitra sekelas Teenage Engineering dalam mendesain Playdate.

Kegunaan tuas ini diilustrasikan lewat salah satu game Playdate yang berjudul Crankin’s Time Travel Adventure. Di game itu, baik tombol D-Pad maupun tombol B A sama sekali tidak berguna; pemain akan mengontrol jalannya waktu (maju atau mundur) secara eksklusif menggunakan tuas putarnya.

Kreator game ini juga bukan sosok yang sembarangan, melainkan Keita Takahashi, sang pencipta game Katamari Damacy. Pada kenyataannya, Panic telah mengajak sejumlah developer game indie ternama untuk menciptakan game eksklusif buat Playdate.

Playdate

Juga menarik adalah bagaimana Playdate bakal menyajikan koleksi game-nya. Bukan melalui online store tersendiri, melainkan lewat update yang datang setiap seminggu sekali secara cuma-cuma. Total ada 12 game yang sudah disiapkan untuk awal peluncuran Playdate, dan 12 game itu akan dikirim satu per satu ke konsumen setiap minggunya.

Ini berarti konsumen tidak akan tahu game baru apa yang menantinya setiap minggunya. Usai game-nya diunduh, konsumen bebas memainkannya kapan saja, yang berarti di minggu ke-12, sudah ada 12 game Playdate yang dapat dimainkan kapan saja. Ini semua tidak akan mungkin terwujud tanpa sistem operasi Playdate OS bikinan Panic sendiri.

Bicara soal update, berarti Playdate harus tersambung internet. Benar, Panic telah membekalinya dengan Wi-Fi, Bluetooth, USB-C maupun headphone jack. Wujudnya boleh retro, akan tetapi secara keseluruhan Playdate tetap merupakan handheld console modern.

Saya pribadi sangat tertarik dengan Playdate, dan salah satu alasan utamanya adalah kontrol menggunakan tuas putar itu tadi. Kalau semuanya berjalan sesuai rencana, Panic bakal memasarkan Playdate mulai awal 2020. Harganya cukup terjangkau: $149, sudah termasuk 12 game yang akan dirilis setiap minggunya itu. Sayang sekali Panic masih belum bisa memastikan negara mana saja yang bakal kebagian jatah Playdate.

Sumber: Panic via The Verge.