Razer Luncurkan Headset Gaming Kelas Bujet, Kaira X, Harganya Cuma $60

Razer meluncurkan headset gaming baru, yakni Kaira X. Kalau namanya terdengar familier, itu karena Anda pernah tahu mengenai Razer Kaira, headset gaming nirkabel yang dirilis tahun lalu untuk para pengguna Xbox.

Kaira X hadir dalam dua varian: Kaira X for Xbox dan Kaira X for PlayStation. Perbedaan di antara keduanya cuma perkara estetika saja; varian Xbox-nya tersedia dalam pilihan warna hitam dan sejumlah warna lain agar serasi dengan warna controller, sementara varian PlayStation-nya cuma ditawarkan dalam warna putih dengan aksen hitam.

Di luar penampilannya, kedua model Kaira X benar-benar identik, dengan kabel sepanjang 1,3 meter yang bisa dicolokkan ke perangkat apapun yang memiliki jack audio 3,5 mm. Kinerja audionya ditunjang oleh sepasang driver Razer TriForce berdiameter 50 mm. Branding TriForce itu merujuk pada kemampuannya menyetel frekuensi low, mid, dan high secara terpisah, bukan jadi satu seperti desain driver konvensional.

Untuk input suaranya, Kaira X mengandalkan mikrofon cardioid yang fleksibel, tapi tidak bisa dilepas-pasang. Mic-nya dapat di-mute atau unmute secara instan via sebuah tuas di belakang earcup sebelah kiri. Pengguna juga bisa menemukan kenop volume di bagian tersebut.

Kaira X mengemas bantalan telinga yang terbuat dari bahan memory foam, yang kemudian dibalut oleh kain breathable dengan motif honeycomb. Di angka 283 gram, bobot headset ini tergolong cukup standar. Oh ya, kalau Anda mencari RGB, headset ini bukan buat Anda.

Di Amerika Serikat, Razer Kaira X saat ini sudah dijual seharga $60 (± 855 ribuan rupiah), lebih murah $40 daripada versi nirkabelnya.

Pada kesempatan yang sama, Razer juga menyingkap sebuah charging dock untuk controller Xbox. Dock magnetis ini kompatibel dengan controller milik Xbox Series X|S, Xbox One, maupun controller Xbox Elite Series 1. Harganya dipatok $40, dan pilihan warnanya pun beragam, mengikuti variasi warna controller resmi Xbox.

Sumber: Razer.

5 Mouse Gaming Wireless Terbaik yang Dapat Dibeli di Indonesia

Tidak seperti dulu, mouse gaming nirkabel zaman sekarang sudah canggih-canggih. Akurasi dan latensi tidak lagi menjadi masalah berkat kemajuan pesat di bidang pengembangan sensor dan konektivitas wireless, sementara daya tahan baterai juga terus ditingkatkan berkat sederet optimasi yang diterapkan oleh masing-masing pabrikan.

Singkat cerita, mouse gaming nirkabel sekarang sudah pantas menggantikan mouse gaming berkabel sepenuhnya, bahkan dalam konteks kompetitif sekalipun. Pilihannya pun banyak dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan sekaligus bujet masing-masing.

Di artikel ini, saya telah merangkum 5 mouse gaming wireless terbaik yang dapat dibeli di Indonesia. Berikut daftarnya.

1. Razer Naga Pro

Saya sengaja menempatkan Razer Naga Pro sebagai pilihan pertama karena satu hal: kustomisasi. Seperti yang kita tahu, genre game yang berbeda membutuhkan kombinasi tombol yang berbeda pula. Saat bermain game FPS, kita mungkin cuma butuh dua tombol ekstra untuk ibu jari. Namun ketika memainkan MMORPG dengan karakter yang memiliki begitu banyak skill, dua tombol saja jelas tidak cukup.

Ketimbang harus membeli dua mouse yang berbeda, satu Naga Pro saja sebenarnya sudah cukup, sebab panel kirinya dapat dilepas-pasang secara magnetis. Ketika hendak bermain Valorant, pasang panel yang dilengkapi 2 tombol. Ketika hendak bermain Dota 2, pasang panel yang mengemas 6 tombol. Lalu saat tiba waktunya untuk raid di Final Fantasy XIV, pasang panel yang mempunyai 12 tombol.

Sulit mencari mouse gaming wireless yang lebih fleksibel dari Naga Pro. Buat yang tertarik, siapkan dana sebesar Rp2.399.000. Review lengkapnya juga bisa dibaca di sini.

Link pembelian: Razer Naga Pro

2. Razer Viper Ultimate

Buat yang menyukai mouse dengan desain ambidextrous, alias simetris sisi kiri dan kanannya, Anda bisa melirik Razer Viper Ultimate. Dari segi performa, Viper Ultimate sama persis seperti Naga Pro tadi, dengan sensor Focus+ yang memiliki sensitivitas maksimum 20.000 DPI dan kecepatan tracking 650 IPS. Kedua mouse turut mengemas optical switch pada tombol klik kiri dan kanannya.

Di angka 74 gram, Viper Ultimate tergolong ringan untuk sebuah mouse wireless, apalagi mengingat ia tidak mengadopsi desain honeycomb. Mouse ini datang bersama aksesori charging dock yang amat praktis; cukup letakkan mouse di atasnya, maka baterainya akan langsung diisi ulang. Dalam sekali charge, baterainya bisa tahan sampai 70 jam (tanpa RGB).

Viper Ultimate saat ini sudah bisa dibeli juga dengan harga Rp2.399.000. Bedanya, paket penjualan Viper Ultimate sudah mencakup aksesori charging dock, sementara Naga Pro tadi tidak.

Link pembelian: Razer Viper Ultimate

3. Logitech G Pro X Superlight

Butuh yang lebih ringan lagi daripada Viper Ultimate, tapi tetap tidak suka dengan desain bolong-bolong? Silakan lirik persembahan Logitech yang satu ini. Dengan bobot hanya 63 gram, label “Superlight” pada namanya betul-betul akurat. Bobotnya bahkan bisa ditekan lagi sampai menjadi 60 gram dengan melepas cover magnetis yang menutupi rumah dongle USB-nya.

Bobot yang sangat ringan itu turut ditunjang oleh performa yang mumpuni, dengan sensor yang memiliki sensitivitas maksimum 25.600 DPI dan kecepatan tracking 400 IPS. Baterainya pun tetap termasuk awet, bisa bertahan hingga 70 jam dalam sekali pengisian.

Di Indonesia, G Pro X Superlight sekarang sudah bisa dibeli dengan harga Rp1.889.000 dan dalam dua varian warna: hitam atau putih.

Link pembelian: Logitech G Pro X Superlight

4. SteelSeries Aerox 3 Wireless

Sebaliknya, bagi yang menyukai desain honeycomb supaya tangannya jadi tidak mudah berkeringat, maka SteelSeries Aerox 3 Wireless bisa jadi pilihan. Yang istimewa, mouse ini tercatat memiliki sertifikasi ketahanan air dan debu IP54 terlepas dari begitu banyaknya lubang di bodinya. Dengan demikian, Anda tak perlu khawatir seandainya ia tidak sengaja ketumpahan minuman.

Bobotnya sudah pasti ringan, persisnya di angka 66 gram. Perangkat mengemas sensor TrueMove Air dengan sensitivitas 18.000 DPI dan kecepatan tracking 400 IPS. Baterainya cukup untuk 80 jam pemakaian, dan ia turut mendukung fitur fast charging berkat pemakaian port USB-C.

Aerox 3 Wireless juga ideal untuk mendampingi sesi bekerja di luar menggunakan laptop. Pasalnya, ia juga mengusung konektivitas Bluetooth 5.0, dan dalam mode ini, baterainya malah bisa tahan sampai 200 jam. Harganya? Rp1.325.000.

Link pembelian: SteelSeries Aerox 3 Wireless

5. Logitech G304 Lightspeed

Terakhir, buat yang memiliki modal terbatas tapi tetap menginginkan mouse gaming wireless dengan konektivitas sekaligus kinerja yang konsisten, pilihannya jatuh pada Logitech G304 Lightspeed. Mouse ini harganya cuma Rp509.000, akan tetapi ia sudah dibekali sensor dengan sensitivitas maksimum 12.000 DPI, dan pengguna juga dapat menyimpan hingga lima level DPI pada onboard memory-nya.

Seperti halnya mouse gaming nirkabel high-end Logitech, G304 juga dibekali konektivitas wireless Lightspeed dengan latensi yang sangat minim. G304 tidak punya baterai rechargeable. Sebagai gantinya, ia membutuhkan satu baterai AA. Namun jangan khawatir, sebab Logitech mengklaim daya tahannya bisa mencapai angka 250 jam, atau sekitar satu bulan seandainya digunakan selama 8 jam per hari.

Link pembelian: Logitech G304 Lightspeed

Harga Tidak Sampai Sejuta, Logitech G435 Hadirkan Koneksi Lightspeed Wireless dan Bluetooth Sekaligus

Pasar headset gaming nirkabel dengan harga terjangkau ($100 ke bawah) terus bertambah panas. Setelah Razer dan JBL, kini giliran Logitech yang menghadirkan penawarannya di segmen ini lewat Logitech G435.

Tidak tanggung-tanggung, Logitech bahkan memasang harga yang lebih murah lagi, tepatnya $80. Menariknya, harga yang amat kompetitif itu tetap bisa diimbangi dengan fitur yang lengkap. Dari segi konektivitas misalnya, G435 tak hanya mendukung sambungan Lightspeed (wireless 2,4 GHz) via dongle USB-A saja, tapi ia juga dapat dihubungkan ke perangkat mobile via Bluetooth.

Selain PC, G435 juga ideal untuk digunakan bersama PlayStation 4 maupun PlayStation 5. Pasalnya, di samping mendukung Dolby Atmos dan Windows Sonic, G435 juga kompatibel dengan teknologi spatial audio Tempest 3D milik PS5.

Melihat desain dan materi-materi promosinya, G435 terkesan jenaka, dan ternyata ia memang tidak cuma ditargetkan untuk konsumen dewasa saja. Headset ini rupanya juga punya fitur ramah anak, yang ketika diaktifkan bakal membatasi volume maksimal menjadi 85 dB saja.

Desainnya pun sangatlah ringkas, dengan bobot tidak lebih dari 165 gram. Dari situ sudah bisa ditebak kalau sebagian besar strukturnya terbuat dari plastik. Menariknya, bagian-bagian plastik ini mencakup minimal 22 persen materi daur ulang, dan Logitech tidak segan menyebut G435 sebagai headset gaming nirkabel paling ramah lingkungan yang pernah mereka produksi.

Keunikan lain yang bakal kita jumpai pada desain G435 adalah absennya boom mic. Sebagai gantinya, ia justru mengandalkan sepasang mikrofon beamforming yang tertanam langsung di earcup. Untuk kinerja audionya, G435 mengandalkan sepasang driver berdiameter 40 mm.

Dalam sekali pengisian, baterainya bisa bertahan sampai sekitar 18 jam pemakaian. Charging-nya sudah mengandalkan USB-C, tapi sayang tidak ada informasi apakah ia dapat tetap digunakan selagi baterainya diisi ulang. Perlu dicatat juga, Anda tak akan menemukan jack audio 3,5 mm di headset ini.

Di Indonesia, Logitech G435 kabarnya akan dijual lengkap dalam tiga pilihan warna mulai bulan November 2021 dengan kisaran harga Rp929.000, lebih murah daripada kurs dolarnya. Menarik.

Razer Basilisk V3 Dirilis, Unggulkan Fitur Hyperscrolling dan Sensor yang Lebih Ngebut Lagi

Razer punya mouse gaming baru, yaitu Basilisk V3. Sesuai namanya, ia merupakan penerus dari Basilisk V2 yang dirilis tahun lalu. Ada sejumlah pembaruan signifikan yang Razer terapkan, tapi sebelumnya, mari kita bahas yang tidak berubah lebih dulu.

Secara keseluruhan, desain Basilisk V3 tampak identik dengan pendahulunya. Kebetulan saya pribadi punya Basilisk V2, dan sejauh pengamatan saya, cuma ada dua perubahan minor pada fisik Basilisk V3: lampu RGB-nya jauh lebih meriah, dan posisi tombol trigger multi-fungsinya di samping kiri agak ditarik ke belakang supaya lebih dekat dengan ibu jari.

Bentuk tombol trigger-nya juga berbeda dan tidak lagi memanjang. Namun entah kenapa, tombol tersebut tidak lagi detachable di Basilisk V3. Kalau di Basilisk V2, tombol tersebut dapat dilepas-pasang secara magnetis. Buat saya sih ini bukan masalah, sebab tombol tersebut memang selalu saya pakai setiap harinya, baik ketika bermain game ataupun bekerja.

Namun perubahan terbesar Basilisk V3 bisa kita jumpai pada scroll wheel-nya. Roda gulir ini dapat bekerja dalam dua mode yang berbeda: Tactile dan Free-Spin, mirip seperti yang fitur hyperscrolling yang sudah Logitech tawarkan sejak lama pada sejumlah mouse-nya. Mode Tactile memungkinkan scrolling secara bertahap dan presisi, sementara Free-Spin memungkinkan scrolling secara cepat dan los begitu saja.

Alternatifnya, tersedia pula mode ketiga yang Razer sebut dengan istilah Smart Reel. Dalam mode ini, scroll wheel-nya dapat berganti-ganti antara mode Tactile dan Free-Spin secara otomatis, tergantung seberapa cepat pengguna menggulirkannya (pelan berarti Tactile, cepat berarti Free-Spin).

Sebagai perbandingan, di Basilisk V2 pengguna hanya bisa mengatur tingkat kelonggaran scroll wheel-nya menggunakan kenop kecil di permukaan bawah mouse. Saat disetel yang paling longgar, scroll wheel-nya memang terasa mulus, tapi tetap tidak bisa sampai los. Sebagai eks pengguna mouse Logitech, jujur saya kangen dengan fitur hyperscrolling-nya ketika hijrah ke Basilisk V2.

Kembali membahas Basilisk V3, pembaruan selanjutnya berkaitan dengan performanya. Ia dibekali sensor Focus+ baru yang memiliki sensitivitas maksimum 26.000 DPI (naik dari 20.000 DPI), serta yang menawarkan pengaturan lift-off distance sekaligus landing distance.

Untuk switch tombolnya, Basilisk V3 menggunakan optical switch generasi kedua. Saya tidak tahu apa bedanya dengan yang pertama (spesifikasinya di atas kertas sama), tapi yang pasti switch milik Basilisk V2 saya masih terasa empuk dan bebas dari masalah double click meski sudah setahun saya gunakan.

Bagian terbaiknya, semua ini justru bisa didapat dengan harga yang lebih terjangkau. Razer Basilisk V3 saat ini telah dipasarkan seharga $70. Di Indonesia, sudah banyak toko resmi yang menjualnya seharga Rp1.149.000, lebih murah sekitar 350 ribu ketimbang harga Basilisk V2 saat saya membelinya tahun lalu.

Sumber: Business Wire.

JBL Quantum 350 Wireless Ramaikan Pasar Headset Gaming Nirkabel Terjangkau

Razer Barracuda X yang dirilis pada bulan Juli lalu pada dasarnya membuktikan bahwa headset gaming nirkabel tidak selamanya harus mahal. Kalau brand sekelas Razer saja bisa menawarkan headset wireless dengan harga sekompetitif $100, brand lain pun semestinya juga bisa.

Tanpa perlu berlama-lama, JBL pun langsung merespon. Headset gaming nirkabel terbarunya, JBL Quantum 350 Wireless, juga dihargai $100, paling terjangkau di antara lineup headset nirkabel JBL

Dari segi estetika, desain Quantum 350 tergolong sangat simpel, terutama jika dibandingkan dengan Quantum 600 atau Quantum 800, yang masing-masing memang dibanderol jauh lebih mahal. Kalau Anda mencari pencahayaan RGB, maka Quantum 350 bukan untuk Anda.

Di angka 252 gram, bobot Quantum 350 termasuk sangat ringan. Pada masing-masing earcup-nya, pengguna dapat menjumpai bantalan memory foam yang dibungkus oleh kulit sintetis. Seperti kebanyakan headset gaming, Quantum 350 mengandalkan sepasang driver dengan diameter 40 mm. Pengguna juga dapat mengutak-atik output suaranya lebih lanjut menggunakan software JBL QuantumEngine.

Di sisi input, Quantum 350 mengandalkan sebuah boom mic yang dapat dilepas-pasang. Sertifikasi resmi dari Discord mengindikasikan bahwa kinerja mikrofonnya cukup bisa diandalkan. Untuk mute atau unmute, pengguna bisa langsung memanfaatkan tombol di earcup sebelah kirinya, persis di depan kenop untuk mengatur volume.

Menggunakan dongle USB standar 2,4 GHz, Quantum 350 dipastikan sepenuhnya kompatibel dengan PC, PS4, PS5, maupun Nintendo Switch. Dalam posisi baterai terisi penuh, ia sanggup beroperasi selama 22 jam pemakaian.

Sesuai standar 2021, port charging-nya sudah menggunakan USB-C, dan ia pun turut mendukung teknologi pengisian cepat (5 menit untuk 1 jam pemakaian). Selagi dicas, Quantum 350 juga tetap dapat digunakan seperti biasa.

Seperti yang sudah disebutkan, JBL Quantum 350 Wireless akan dijual dengan banderol resmi $100, atau kurang lebih sekitar 1,4 jutaan rupiah. Sayang sejauh ini belum ada informasi mengenai ketersediaannya di Indonesia. Sebagai perbandingan, Razer Barracuda X saat ini sudah bisa dibeli dengan harga Rp1.699.000.

Sumber: Harman.

Panasonic SoundSlayer WIGSS Adalah Wearable Speaker untuk Gamer yang Benci Headset

Juli lalu, Sony meluncurkan speaker unik yang dapat dikenakan seperti kalung. Sony melihat form factor semacam itu sebagai alternatif yang lebih nyaman dari TWS untuk WFH. Lain halnya buat Panasonic. Bagi mereka, bentuk speaker wearable seperti ini juga cocok untuk mendampingi sesi gaming.

Ketimbang sekadar berteori, Panasonic ingin langsung membuktikannya lewat perangkat bernama SoundSlayer Wearable Immersive Gaming Speaker System. Namanya tentu terlalu panjang untuk disebut berulang kali, jadi lebih baik kita singkat saja menjadi SoundSlayer WIGSS. Supaya lebih tepat sasaran, Panasonic mengumumkannya bertepatan dengan perhelatan ajang Gamescom 2021.

Untuk ukuran periferal gaming, desain SoundSlayer WIGSS terbilang cukup simpel. Sebagian besar sisi atasnya dihuni oleh grille speaker, sementara sisi bawahnya mengemas empat tonjolan berlapis karet yang akan bersandar langsung pada pundak dan dada pengguna. Bobotnya berada di kisaran 244 gram.

Desain seperti ini memungkinkan perangkat untuk menyalurkan suara langsung ke arah telinga. Lalu karena tidak ada satu pun bagian dari perangkat yang menjepit kepala ataupun menyumbat telinga, pengguna semestinya bakal tetap merasa nyaman meski sudah mengenakannya selama berjam-jam. Buat yang benci menggunakan headset, perangkat semacam ini semestinya cocok buat Anda.

Di dalamnya, pengguna bisa menemukan empat buah full-range driver dengan dukungan suara surround, lengkap beserta sepasang mikrofon berteknologi noise dan echo-cancelling. Karakter suara yang dihasilkan dapat diubah-ubah berdasarkan tiga mode yang berbeda: RPG, FPS, dan Voice.

Sesuai namanya, mode RPG dirancang untuk mengoptimalkan audio saat sedang bermain game di genre ini. Prioritas mode RPG adalah memberikan kesan yang lebih nyata dan lebih intens. Mode FPS di sisi lain bakal menyajikan penempatan suara yang akurat, membantu pemain mendeteksi lokasi musuh dengan memperhatikan asal derap langkah kaki maupun bunyi tembakan.

Sementara itu, mode Voice tentunya ideal untuk game yang mempunyai banyak dialog lisan. Panasonic juga tidak lupa menyematkan mode Music dan Cinema, sehingga perangkat tetap bisa jadi pilihan untuk menikmati konten yang bukan game.

Satu hal yang paling membedakan speaker wearable milik Sony dan Panasonic ini adalah konektivitasnya. SoundSlayer WIGSS bukan perangkat nirkabel. Ia perlu dihubungkan via kabel, baik itu kabel audio standar 3,5 mm maupun kabel USB-A.

Panasonic SoundSlayer WIGSS (SC-GN01) sejauh ini belum punya banderol harga resmi, akan tetapi pemasarannya sudah dijadwalkan berlangsung mulai Oktober 2021.

Sumber: Panasonic.

Corsair HS80 RGB Wireless Hadirkan Dukungan Spatial Audio Baik di PC Maupun PS5

Seberapa immersive suatu sesi gaming tidak melulu bergantung pada kualitas visual yang tersaji. Tidak jarang, audio turut memegang peranan yang tak kalah penting, dan pendapat ini semakin diperkuat oleh pesatnya perkembangan teknologi spatial audio, atau yang juga dikenal dengan istilah 3D audio.

Salah satu headset gaming terbaru dengan fokus pada spatial audio datang dari Corsair. Perangkat bernama Corsair HS80 RGB Wireless ini tidak hanya datang membawa dukungan Dolby Atmos, tapi juga sepenuhnya kompatibel dengan teknologi Tempest 3D AudioTech milik PlayStation 5.

HS80 hadir bersama dongle USB yang mendukung teknologi Slipstream Wireless, dan pengguna bebas menyambungkannya ke PC, PS5, maupun PS4. Kalau Anda punya keyboard dan mouse Corsair yang juga mendukung teknologi tersebut, keduanya pun bisa disambungkan dengan menggunakan satu dongle USB yang sama. Jadi total ada tiga periferal yang dapat terhubung secara nirkabel via satu unit receiver.

Alternatifnya, jika pengguna menginginkan kualitas audio yang lebih baik lagi, mereka dapat menyambungkan HS80 ke PC via kabel USB, dan dalam posisi tersebut, perangkat jadi bisa mengolah file audio dengan resolusi maksimum 24-bit/96 kHz. HS80 mengemas driver berdiameter 50 mm, dan secara teknis respon frekuensinya berada di kisaran 20 – 30.000 Hz.

Secara desain, HS80 kelihatan mengadopsi bahasa desain yang cukup mirip seperti seri Corsair Void, tapi dengan tampilan keseluruhan yang lebih kalem dan elegan, apalagi berkat penggunaan bahan aluminium. Juga berbeda adalah bentuk headband-nya yang mengandalkan karet elastis yang menggantung demi mengurangi beban pada kepala pengguna. Aspek kenyamanannya kian disempurnakan oleh bantalan telinga memory foam yang dibalut bahan kain yang breathable.

Di bagian belakang earcup sebelah kiri, pengguna dapat menemukan tombol power sekaligus kenop untuk mengatur volume. Bagaimana dengan tombol mute mikrofon? Well, lipat saja mic-nya ke atas untuk mute, lalu kembali turunkan untuk unmute. Pada bagian ujung mic, terdapat indikator LED yang akan menyala hijau saat unmute, merah saat mute.

Dalam sekali pengecasan, Corsair mengklaim baterai milik HS80 mampu bertahan sampai 20 jam pemakaian. Di Amerika Serikat, Corsair HS80 RGB Wireless saat ini telah dipasarkan dengan banderol resmi $150.

Sumber: Corsair.

 

Logitech G335 Adalah Headset Gaming Ringkas dengan Harga Relatif Terjangkau

Logitech meluncurkan headset gaming baru, yaitu Logitech G335. Sepintas namanya memang terdengar mirip seperti earphone Logitech G333, akan tetapi ia sebenarnya mengusung desain yang nyaris identik dengan Logitech G733.

Awalnya saya sempat mengira G335 sebagai versi wired dari G733 (yang memang cuma tersedia dalam varian wireless). Namun ternyata ada sejumlah perbedaan lain di samping tipe konektivitasnya itu. Dari segi ukuran misalnya, G335 sedikit lebih kecil daripada G733. Bobotnya juga lebih ringan di angka 240 gram, dan Logitech tidak segan menyebutnya sebagai salah satu headset gaming paling ringan yang tersedia di pasaran.

G335 hadir dalam tiga kombinasi warna yang tampak ekspresif: hitam, putih-biru, dan mint-ungu. Karet headband-nya yang elastis dapat disesuaikan tingkat kelonggarannya, sama seperti G733. Bantalan telinganya sedikit lebih tipis daripada milik G733, tapi sama-sama dilapisi bahan kain yang breathable.

Berbeda dari G733 yang mengemas detachable mic, mikrofon milik G335 tidak dapat dilepas-pasang, tapi bisa di-mute dengan mudah dengan cara dilipat ke atas. Secara teknis, G335 dibekali sepasang driver neodymium berdiameter 40 mm, dengan respon frekuensi 20-20.000 Hz. Pada earcup sebelah kiri, tepatnya di sisi belakang, pengguna bisa menemukan kenop kecil untuk mengatur volume.

Headset ini mengandalkan sambungan kabel 3,5 mm, jadi ia dipastikan kompatibel dengan perangkat apapun yang memiliki colokan audio standar tersebut. Untuk pengguna PC yang memiliki input audio dan mikrofon terpisah, Logitech turut menyertakan aksesori PC splitter pada paket penjualannya.

Di Amerika Serikat, Logitech berencana menjual G335 dengan harga $70. Mereka juga akan menjual strap headband-nya secara terpisah bagi yang ingin mengganti strap bawaannya. Ada delapan pilihan warna strap yang tersedia, masing-masing seharga $10. Kalau melihat selisih harganya yang cukup lumayan dibanding G733 ($130), sudah sewajarnya konsumen mengekspektasikan kinerja yang berbeda dari G335.

Sumber: Logitech.

Razer BlackWidow V3 Mini HyperSpeed Tawarkan Layout yang Ringkas Tanpa Kompromi

Keyboard TKL alias tenkeyless bukanlah satu-satunya solusi untuk menghemat ruang di atas meja selagi bermain game, sebab masih ada banyak layout keyboard lain yang berukuran lebih ringkas lagi, mulai dari 75%, 65%, 60%, bahkan sampai 40%.

Buat yang tidak tahu, persentase di situ merujuk pada ukurannya relatif terhadap keyboard full-size. Keyboard 60% berarti ukurannya cuma 60% dari keyboard full-size, dan kebetulan layout ini cukup populer di kalangan gamer hingga akhirnya brand periferal kenamaan macam Razer maupun Corsair pun ikut bermain di segmen ini.

Namun keyboard 60% bukan untuk semua orang. Pasalnya, keyboard yang memakai layout ini pada umumnya tidak dilengkapi arrow key sama sekali. Sebagai gantinya, arrow key harus diakses dengan menekan kombinasi tombol, dan ini kerap menjadi deal-breaker bagi mereka yang rutin menggunakan arrow key.

Alternatifnya, mereka bisa melirik keyboard 65%, macam Razer BlackWidow V3 Mini HyperSpeed berikut ini. Ukurannya memang sedikit lebih lebar daripada keyboard 60%, akan tetapi seperti yang bisa dilihat, layout ini masih mengemas arrow key secara lengkap sekaligus sejumlah tombol lain macam “Del”, “Ins”, “PgUp”, maupun “PgDn”.

Embel-embel “HyperSpeed” pada namanya mengacu pada konektivitas nirkabel 2,4 GHz. Namun itu bukan satu-satunya cara menyambungkan keyboard ini ke perangkat, sebab ia turut dibekali koneksi Bluetooth yang dapat di-pair dengan tiga perangkat sekaligus.

Cara yang ketiga adalah dengan meminta bantuan kabel USB-C, yang juga berfungsi sebagai kabel charger untuk BlackWidow V3 Mini, sehingga baterainya akan terus terisi selama keyboard digunakan dalam mode wired. Dalam sekali pengisian, baterainya diyakini bisa bertahan sampai 200 jam pemakaian.

Untuk switch-nya, Razer menawarkan dua pilihan mechanical switch: Green yang tactile sekaligus clicky (berisik), atau Yellow yang linear dan dilengkapi peredam suara. Tiap-tiap switch-nya itu kemudian dibungkus oleh keycap dengan bahan ABS doubleshot, yang berarti tulisan yang tercetak tidak akan pernah pudar seiring penggunaan.

Razer saat ini telah memasarkan BlackWidow V3 Mini HyperSpeed seharga $180 di Amerika Serikat. Kabar baiknya, perangkat ini juga dipastikan bakal hadir di Indonesia mulai awal Juni mendatang, dengan banderol resmi Rp2.799.000.

Sumber: Razer.

SteelSeries Prime Adalah Seri Periferal Gaming Baru untuk Kalangan Gamer Kompetitif dan Atlet Esport

Setelah meluncurkan mouse untuk banyak kalangan gamer sekaligus, SteelSeries kini ganti menyasar kalangan gamer kompetitif sekaligus atlet esport. Mereka mengumumkan SteelSeries Prime, seri periferal gaming baru yang sepenuhnya ditujukan untuk membantu penggunanya memenangkan pertandingan.

Lini Prime sejauh ini terdiri dari tiga mouse dan satu headset. Mouse yang pertama adalah Prime, yang mengemas sensor TrueMove Pro dengan sensitivitas maksimum 18.000 DPI dan kecepatan tracking 450 IPS. Bobotnya ringan, cuma 69 gram tanpa mengadopsi desain honeycomb alias bolong-bolong seperti kebanyakan mouse gaming di rentang berat seperti ini.

SteelSeries Prime / SteelSeries

Prime pada dasarnya merupakan pilihan yang tepat untuk para pemain FPS yang tidak mau neko-neko, bahkan pencahayaan RGB-nya cuma ada di bagian scroll wheel saja. Prime benar-benar dirancang untuk dibawa dari turnamen ke turnamen; kabelnya bisa dilepas-pasang, dan permukaan bawahnya turut dilengkapi tombol untuk mengatur DPI sekaligus polling rate secara langsung tanpa bantuan software.

Mouse yang kedua, Prime+, identik tapi dengan satu pengecualian: ia satu sensor ekstra yang bertugas untuk mendeteksi lift-off (momen ketika mouse terangkat dan sedang tidak menempel pada permukaan). Berkat sensor tambahan ini, pengguna Prime+ bisa mengatur jarak lift-off antara 0,5 mm sampai 2 mm demi meningkatkan akurasinya lebih jauh lagi.

SteelSeries Prime+ / SteelSeries

Guna memudahkan kustomisasi DPI, polling rate, maupun lift-off distance secara langsung di perangkat (lagi-lagi tanpa mengandalkan software), SteelSeries turut menanamkan layar OLED mini di bagian bawah Prime+. Semua tambahan itu rupanya tidak membuat Prime+ kelewat gemuk dan jadi kurang lincah, sebab bobotnya tercatat cuma 71 gram.

Ketiga, ada Prime Wireless yang lagi-lagi identik seperti Prime, tapi tentu saja tanpa kabel dan dengan konektivitas nirkabel yang diklaim sangat minim latensi. Dalam sekali pengisian, baterainya diyakini bisa bertahan sampai 100 jam pemakaian. Bobot Prime Wireless ada di angka 80 gram, cukup ringan untuk ukuran mouse wireless.

SteelSeries Prime Wireless / SteelSeries

Namun satu kesamaan paling istimewa yang dimiliki ketiga mouse ini mungkin adalah switch yang tertanam di kedua tombol utamanya. SteelSeries menjuluki switch-nya dengan istilah Prestige OM, namun pada dasarnya ini merupakan switch berjenis optical, dengan cara kerja yang cukup mirip seperti yang sudah Razer gunakan selama dua tahun terakhir ini.

Dibandingkan mechanical switch, optical switch umumnya menjanjikan kinerja yang lebih responsif sekaligus ketahanan fisik yang lebih baik. Untuk Prestige OM, SteelSeries menjanjikan klik kiri dan kanan yang bakal tetap konsisten dari awal sampai 100 juta kali klik. Kalau Anda masih penasaran dengan cara kerja optical switch, berikut adalah penjelasan mengenai Prestige OM dari SteelSeries sendiri:

Secara fisik, trio mouse Prime ini mengadopsi prinsip ergonomis hasil konsultasi SteelSeries bersama sejumlah atlet esport profesional. Pada bagian kaki-kaki alias mouse feet-nya, tampak lubang kecil yang sepertinya dirancang agar mudah dilepas (dan dipasang lagi) dengan cara dicungkil begitu saja — sangat memudahkan seandainya mouse perlu dibongkar, untuk dibersihkan misalnya. Khusus pada Prime Wireless, mouse feet-nya sudah menggunakan bahan PTFE murni.

Tanpa harus menunggu lama, ketiga mouse ini sudah langsung dipasarkan sekarang juga. Di Amerika Serikat, Prime dijual seharga $60, Prime+ seharga $80, dan Prime Wireless seharga $130.

SteelSeries Arctis Prime

SteelSeries Arctis Prime / SteelSeries

Untuk headset-nya, yakni Arctis Prime, SteelSeries kembali menerapkan filosofi tidak neko-neko. Konstruksinya terbuat dari perpaduan bahan aluminium dan baja, sehingga perangkat bakal terasa kokoh tapi juga ringan. SteelSeries memilih material kulit sintetis untuk melapisi bantalan telinganya dengan alasan untuk membantu memantapkan isolasi suara.

Driver yang tertanam mempunyai diameter 40 mm dan rentang frekuensi 10-40.000 Hz. Pada earcup sebelah kirinya, terdapat mikrofon yang retractable, yang mudah ditarik keluar atau didorong masuk saat sedang tidak digunakan. Masih di sisi kiri, terdapat pula kenop untuk mengatur volume sekaligus tombol mute/unmute. Kabelnya sendiri dapat dilepas-pasang sehingga perangkat lebih mudah dibawa-bawa.

Di AS, SteelSeries Arctis Prime saat ini sudah dapat dibeli seharga $100.

Sumber: SteelSeries.