Razer Naga X Dirilis, Masih dengan Selusin Tombol Macro tapi Lebih Enteng Sekaligus Lebih Terjangkau

Kombinasi sensor 20.000 DPI, optical switch, dan panel samping yang modular menjadikan Razer Naga Pro sebagai mouse idaman para gamer MMO. Sayangnya tidak semua bisa menyanggupi banderol harganya yang cukup mahal: $150, atau Rp2.399.000 di Indonesia. Padahal, seperti yang kita tahu, gamer MMO setidaknya ada dua macam: yang sultan, dan yang sebisa mungkin menghemat pengeluaran alias free player.

Kabar baiknya, Razer telah meluncurkan varian baru Naga untuk kaum non-gacha ini. Dinamai Razer Naga X, ia punya banyak kemiripan dengan Naga Pro dari segi spesifikasi. Utamanya berkat optical switch generasi kedua yang tertanam di tombol kiri dan kanannya, yang lebih responsif sekaligus tahan lama ketimbang mechanical switch.

Sensor yang tertanam memang belum secanggih milik Naga Pro, akan tetapi dengan sensitivitas maksimum 18.000 DPI dan kecepatan tracking 450 IPS, ia tetap agak overkill buat sebagian besar pemain. Tanpa harus terkejut, Naga X yang didedikasikan untuk kaum jelata ini tidak punya konektivitas wireless dan masih mengandalkan kabel. Namun untungnya Razer masih menyertakan kabel SpeedFlex-nya yang tebal sekaligus lentur.

Bobot Naga X juga tergolong ringan di angka 85 gram (tidak termasuk kabel), sekitar 40% lebih enteng daripada Naga Trinity yang dirilis di tahun 2017, atau 32 gram lebih ringan daripada Naga Pro. Namun perbedaan terbesarnya terletak pada panel sampingnya. Naga X memang masih mengemas 12 tombol macro di sisi kirinya, akan tetapi bagian tersebut tidak modular seperti yang terdapat pada Naga Trinity maupun Naga Pro.

Di Naga Trinity dan Naga Pro, panel sampingnya itu bisa dilepas dan diganti dengan dua panel lain yang memiliki layout tombol berbeda, sehingga dapat dicocokkan dengan jenis game yang dimainkan. Di Naga X tidak demikian. Mouse ini benar-benar dikhususkan untuk pemain MMO yang membutuhkan selusin tombol ekstra guna memberikan akses cepat ke seabrek skill yang karakternya miliki.

Seandainya selusin masih kurang, jumlahnya masih bisa dilipatgandakan berkat dukungan fitur Razer HyperShift. Untuk bisa menggunakan fitur ini, syaratnya tentu software Razer Synapse harus selalu aktif di laptop atau PC Anda. Dua hal terakhir yang membedakan Naga X dari Naga Pro adalah tombol pengganti DPI-nya cuma satu, dan scroll wheel-nya tidak bisa di-tilt ke kiri atau kanan.

Di Amerika Serikat, Razer Naga X saat ini sudah dijual dengan harga $80. Harganya ini sama persis seperti Razer Viper maupun Razer Basilisk V2, sehingga mungkin di Indonesia harganya akan berada di kisaran 1,3 sampai 1,4 juta rupiah (seandainya memang tersedia di sini), alias hampir separuh lebih murah daripada Naga Pro.

Via: Windows Central.

Asus Umumkan Keyboard dan Mouse Gaming Baru, ROG Claymore II dan ROG Gladius III

Asus meluncurkan sederet perangkat gaming anyar di ajang CES 2021 pekan lalu. Dua di antaranya adalah periferal yang cukup menarik, yakni keyboard ROG Claymore II dan mouse ROG Gladius III.

Kita mulai dari keyboard-nya terlebih dulu. Secara teknis, Claymore II merupakan sebuah keyboard wireless dengan layout TKL alias tenkeyless. Menariknya, ia datang bersama sebuah numpad yang dapat dilepas-pasang dengan mudah, memberikan akses cepat ke tombol-tombol angka, sekaligus empat tombol shortcut yang dapat diprogram beserta sebuah kenop volume.

Wujud modular ini jelas membuatnya sangat fleksibel, persis seperti generasi pertamanya yang dirilis lima tahun silam. Jadi saat sedang bekerja, biarkan saja numpad-nya terpasang, lalu saat waktu bermain sudah tiba, pengguna dapat melepas numpad-nya.

Alternatifnya, modul numpad tersebut juga bisa dipindah ke sebelah kiri keyboard, cocok bagi yang memerlukan sederet tombol macro ekstra selama bermain. Selain numpad, ada pula wrist rest yang dapat dilepas-pasang secara magnetis.

Namun bentuk yang modular belum menceritakan perangkat ini secara lengkap. Inovasi lainnya juga dapat kita temukan di balik masing-masing tombolnya, yakni switch baru bertipe optical. Dibandingkan mechanical switch biasa, optical switch menjanjikan responsivitas dan ketahanan yang lebih baik berkat cara kerjanya yang melibatkan sinar inframerah ketimbang pelat logam yang ringkih.

Sejauh ini populasi keyboard gaming yang dibekali optical switch di pasaran memang belum banyak. Dua yang paling populer adalah Razer Huntsman dan Corsair K100, dan sekarang tampaknya Asus juga ingin mencuri sebagian pangsa pasar di kategori tersebut.

Sama seperti Razer, Asus juga menawarkan dua macam optical switch yang bisa dibedakan melalui warnanya: merah (linear) atau biru (tactile). Namun apapun yang konsumen pilih, switch-nya dipastikan tahan hingga 100 juta kali klik.

Selain menawarkan konektivitas wireless, ROG Claymore II juga dapat disambungkan via kabel USB-C jika diperlukan. Dalam posisi wireless, baterainya diklaim sanggup bertahan hingga 40 jam per charge, atau sampai 100 jam apabila lampu RGB-nya dimatikan. Asus belum menentukan berapa harga jual dari keyboard ini, akan tetapi pemasarannya dijadwalkan berlangsung mulai kuartal kedua tahun ini.

ROG Gladius III

Untuk mouse-nya, ROG Gladius III hadir dalam dua varian: wireless atau wired. Desain ergonomis milik pendahulunya masih dipertahankan, akan tetapi bobotnya telah dipangkas secara drastis, dari 130 gram menjadi 89 gram. Varian wired-nya malah lebih ringan lagi di angka 79 gram, dan semua ini bakal terasa semakin nyaman dipakai bermanuver ketika dipadukan dengan mouse feet berbahan PTFE 100%.

Seperti sebelumnya, Gladius III datang membawa total enam buah tombol yang semuanya dapat diprogram sesuai kebutuhan. Juga sudah menjadi tradisi adalah switch tombol kiri dan kanannya yang mudah sekali dilepas-pasang. Dengan demikian, seandainya kinerja switch yang dipakai sudah mulai memburuk akibat umur pemakaian (double click), pengguna tinggal melepas dan menggantinya dengan yang baru tanpa melibatkan solder sama sekali.

Selain untuk memperpanjang umur mouse, kemudahan melepas-pasang switch ini juga berarti pengguna dapat melakukan kustomisasi jenis switch sesuai preferensinya masing-masing. Yang baru pada Gladius III adalah kompatibilitasnya dengan optical switch generasi anyar yang menggunakan lima buah pin konektor ketimbang tiga.

Untuk performanya, ROG Gladius III menggunakan sensor generasi baru yang menawarkan sensitivitas maksimum 19.000 DPI dan kecepatan tracking 400 IPS. Pada varian wireless-nya, pengguna bisa memilih antara konektivitas wireless 2,4 GHz, Bluetooth 5.1 LE, atau via kabel USB-C. Sayangnya Asus tidak bilang seberapa lama baterainya bisa bertahan di masing-masing mode.

Asus sampai saat ini juga belum mengumumkan harganya. Penjualannya sendiri tidak akan dimulai sebelum kuartal kedua 2021, sama seperti keyboard ROG Claymore II tadi.

Sumber: Asus 1, 2.

Mad Catz Luncurkan Lightweight Gaming Mouse Pertamanya, M.O.J.O. M1

Satu demi satu produsen periferal secara bergantian ikut ambil bagian dalam meramaikan tren mouse gaming berbobot ringan. Setelah Steelseries dan Logitech, kini giliran Mad Catz yang memperkenalkan lightweight mouse perdananya: M.O.J.O. M1.

Melihat penampilannya, tersirat jelas DNA Mad Catz yang selama ini selalu diasosiasikan dengan gaya visual yang ekstrem. Seperti kebanyakan produsen lain, Mad Catz juga memanfaatkan desain bolong-bolong guna memangkas bobot mouse secara signifikan. Bedanya, setidaknya desain yang diadopsi Mad Catz tidak membuat geger para pengidap trypophobia.

Dengan bobot 70 gram, M.O.J.O. M1 bukanlah mouse gaming yang paling ringan. Titel tersebut sejauh ini dipegang oleh Cooler Master MM720 yang berbobot cuma 49 gram. Kendati demikian, 70 gram tetap termasuk enteng dan bisa bersaing dengan mouse lain di kategori ini, yang kebanyakan mempunyai bobot di kisaran 60 gram ke atas.

Mad Catz merancang mouse ini untuk pengguna tangan kanan yang terbiasa menggenggam dengan teknik palm grip ataupun claw grip. Supaya tidak menghambat manuver-manuver cepat penggunanya, M.O.J.O. M1 turut dibekali kabel paracord sepanjang 1,8 meter yang amat fleksibel.

M.O.J.O. M1 juga merupakan mouse pertama yang menggunakan switch Dakota besutan Mad Catz sendiri. Secara teknis, switch ini masih masuk kategori switch mekanis, akan tetapi Mad Catz turut membekalinya dengan teknologi pendeteksi sinyal yang cukup advanced guna mengeliminasi efek bouncing maupun debouncing yang umum menjangkiti switch mekanis dan kerap berakibat pada penurunan responsivitas.

Hasilnya adalah switch yang, kalau menurut Mad Catz sendiri, 60% lebih responsif ketimbang switch mekanis tradisional. Terkait ketahanannya, Mad Catz bilang switch Dakota ini bisa tetap beroperasi secara normal hingga 60 juta kali klik. Responsivitas itu semakin dimatangkan berkat penggunaan sensor PixArt PMW3360 yang mempunyai sensitivitas maksimum 12.000 DPI dan kecepatan tracking 250 IPS.

Tentu saja semuanya tidak akan lengkap tanpa pencahayaan RGB, dan Mad Catz pastinya tidak lupa soal itu. Mad Catz M.O.J.O. M1 rencananya bakal mulai dipasarkan pada akhir November 2020 ini, tapi sayang banderol harga resminya masih belum diketahui.

Sumber: PC Gamer dan Mad Catz.

SteelSeries Luncurkan Mouse Gaming Berdesain Honeycomb Pertamanya, Aerox 3 dan Aerox 3 Wireless

Tren mouse gaming dengan bobot yang sangat ringan terus bertambah populer, dan masing-masing produsen periferal tidak ingin kehilangan momentum. Salah satunya adalah SteelSeries, yang belum lama ini memperkenalkan mouse bolong-bolong perdananya, yakni Aerox 3 dan Aerox 3 Wireless.

Secara fisik, tampak bahwa duo Aerox 3 ini punya desain yang sangat mirip seperti Rival 3, hanya saja permukaan atas dan bawahnya dibuat berlubang guna memangkas beratnya secara signifikan – sampai 18 gram sendiri kalau kata SteelSeries. Bonusnya, pencahayaan RGB-nya bisa jadi lebih kelihatan.

Aerox 3 tercatat mempunyai bobot 57 gram, sedangkan Aerox 3 Wireless sedikit lebih berat di angka 66 gram karena harus mengemas modul baterainya sendiri. Namun yang lebih menarik adalah bagaimana kedua mouse ini telah lulus uji sertifikasi IP54, yang berarti jeroannya bisa tahan terhadap cipratan air maupun debu. Krusial mengingat dalamannya jelas lebih terekspos pada desain honeycomb seperti ini.

SteelSeries sendiri selama ini punya reputasi yang baik perihal build quality, dan di sini kita bisa melihat bahwa mereka tetap tidak mau berkompromi soal itu meski harus mengikuti tren mouse bolong-bolong. Jadi ketimbang sebatas melubangi rangka Rival 3 dan mengemasnya menjadi Aerox 3 begitu saja, SteelSeries tidak lupa mempertebal beberapa bagian rangkanya agar tetap kokoh seperti milik Rival 3.

Sertifikasi ketahanan air dan debu ini bahkan juga berlaku untuk kedua switch tombolnya, dan SteelSeries bilang switch-nya tetap dapat beroperasi secara normal sampai 80 juta klik.

Untuk sensornya, Aerox 3 Wireless lebih superior berkat penggunaan sensor baru bernama TrueMove Air hasil kolaborasi antara SteelSeries dan PixArt. Secara teknis, sensor ini punya sensitivitas maksimum 18.000 DPI dan kecepatan tracking 400 IPS, jauh melebihi sensitivitas dan kecepatan tracking milik sensor TrueMove Core yang tertanam pada Aerox 3 biasa (8.500 DPI dan 300 IPS).

Bukan cuma berperforma tinggi, sensor TrueMove Air ini juga diklaim sangat irit daya. Sebagai bukti, Aerox 3 Wireless diyakini sanggup bertahan hingga 80 jam dalam sekali pengisian, padahal modul baterainya kecil dan tipis dengan bobot tidak lebih dari 13 gram. Proses charging-nya sendiri juga sangat cepat berkat pemakaian konektor USB-C: 15 menit charging sudah cukup untuk menenagai mouse sampai 40 jam pemakaian.

Kalau tidak dipakai bermain game, baterai Aerox 3 Wireless malah bisa dibuat lebih awet lagi, sebab ia turut mendukung sambungan Bluetooth. Selagi terhubung via Bluetooth, Aerox 3 Wireless dipercaya sanggup beroperasi sampai 200 jam sebelum ia kehabisan daya.

Dengan segala keunggulannya, banderol $100 yang ditetapkan untuk SteelSeries Aerox 3 Wireless bisa dibilang cukup terjangkau. Aerox 3 biasa di sisi lain malah lebih murah lagi di angka $60. Keduanya dikabarkan bakal mulai dipasarkan pada tanggal 10 November mendatang.

Sumber: SteelSeries.

Mouse Gaming Cooler Master MM720 Unggulkan Optical Switch dan Bobot Hanya 49 Gram

Di antara sekian banyak mouse gaming dengan desain bolong-bolong alias honeycomb, Cooler Master MM710 mungkin adalah salah satu yang terlaris. Dengan bentuk ambidextrous dan bobot cuma 53 gram, ia tentu terasa begitu ringan di genggaman.

Berkaca dari kesuksesan MM710, Cooler Master pun tergerak untuk menawarkan alternatif mouse bolong-bolong yang lain lagi, kali ini buat para gamer yang tangan kanannya terbiasa menggenggam dengan teknik claw grip.

Sepintas, desain mouse bernama Cooler Master MM720 ini mungkin kelihatan familier, terutama bagi yang sudah lama mengikuti produk-produk Cooler Master sejak mereka masih memakai branding “CM Storm” untuk periferal gaming-nya. Benar saja, desainnya terinspirasi langsung oleh CM Storm Spawn dan Xornet, hanya saja kali ini dengan permukaan berlubang yang membuat bobotnya menyusut drastis menjadi 49 gram saja.

Yang mungkin jadi pertanyaan banyak orang adalah, tidakkah desain bolong-bolong seperti ini berbahaya untuk jeroannya? Well, Cooler Master memastikan bahwa semua komponen di balik rangka yang terbuat dari plastik ABS tersebut tahan air dan debu dengan sertifikasi IP58.

Bicara soal jeroan, MM720 juga menjadi mouse pertama Cooler Master yang mengadopsi optical switch. Premisnya sama seperti optical switch yang dipakai oleh Razer pada sejumlah mouse-nya, dengan klaim bahwa kinerjanya lebih responsif ketimbang mechanical switch, dan tidak rentan terhadap isu double click.

Sensor yang digunakan sendiri sama seperti milik MM710, yakni PixArt PMW3389 dengan sensitivitas maksimum 16.000 DPI dan kecepatan tracking 400 IPS. Mengapit sensornya di sisi permukaan bawah adalah mouse feet berbahan PTFE dengan ukuran yang cukup besar demi semakin memudahkan penggunanya bermanuver, apalagi mengingat kabelnya lebih fleksibel dari kabel braided pada umumnya.

Di Amerika Serikat, Cooler Master MM720 rencananya akan segera dipasarkan pada akhir bulan Oktober ini seharga $50, atau satu dolar per gram kalau mau dilihat dari perspektif lain. Ia ditawarkan dalam dua finish yang berbeda, yakni matte atau glossy, dengan pilihan warna hitam atau putih.

Sumber: PC Gamer.

Glorious Model O Wireless Diklaim Punya Click Latency Paling Rendah di Antara Mouse Gaming Lain

Saat mencari referensi di internet mengenai mouse gaming berbobot ringan terbaik yang ada di pasaran saat ini, nama Glorious Model O mungkin adalah salah satu yang paling sering disebut. Selain memang performanya terbukti bagus, mouse ambidextrous dengan desain honeycomb alias bolong-bolong ini juga luar biasa ringan di angka 67 gram.

Kalau ternyata masih kurang ringan, ada Glorious Model O- dengan bobot 59 gram dan dimensi yang lebih kecil. Sayang keduanya masih mengandalkan kabel, tidak seperti penawaran serupa dari Razer yang punya versi standar, versi mini, sekaligus versi wireless.

Well, Glorious tahu ada demand yang lumayan terhadap mouse gaming wireless yang enteng, dan itulah mengapa mereka sudah menyiapkan Model O Wireless. Sesuai namanya, ini merupakan versi nirkabel dari Model O standar. Di angka 69 gram, bobotnya memang tidak identik dengan versi standarnya, akan tetapi masih lebih ringan ketimbang Razer Viper Ultimate yang sama-sama wireless.

Glorious Model O Wireless

Wujudnya boleh sama, akan tetapi jeroan Model O Wireless rupanya cukup berbeda. Sensor yang digunakan bukan lagi sensor Pixart 3360 dengan sensitivitas maksimum 12.000 DPI, melainkan sensor baru yang sensitivitasnya bisa mencapai angka 19.000 DPI, serta menawarkan kecepatan tracking 400 IPS.

Sebagai perbandingan, Razer Viper Ultimate mengusung sensor Focus+ dengan sensitivitas 20.000 DPI dan tracking speed 650 IPS. Namun Model O Wireless rupanya masih punya satu senjata tambahan: click latency-nya diklaim cuma 2,08 milidetik, alias paling rendah dibandingkan mouse gaming lain kalau berdasarkan hasil pengujian Glorious sendiri – dan yang bisa kita buktikan sendiri nantinya menggunakan Nvidia Reflex.

Tanpa harus terkejut, pencahayaan RGB di bagian samping mouse dan scroll wheel tetap dipertahankan oleh Model O Wireless. Namun kalau lampu warna-warni ini dimatikan, perangkat diklaim bisa beroperasi sampai 71 jam nonstop sebelum baterainya perlu diisi ulang.

Rencananya, Glorious Model O Wireless akan dipasarkan mulai 23 September seharga $80. Selisihnya cukup jauh jika dibandingkan dengan Razer Viper Ultimate yang dibanderol $130.

Sumber: PC Gamer.

Razer Naga Pro Adalah Mouse Wireless dengan Panel Modular untuk Semua Jenis Gamer

Setelah lama menjadi salah satu mouse kepercayaan para pemain MMORPG, sekitar tiga tahun lalu Razer Naga berevolusi menjadi mouse multi-fungsi untuk semua jenis gamer. Sekarang, mouse tersebut telah disempurnakan lebih lanjut menjadi sebuah mouse wireless yang sangat adaptif.

Dijuluki Razer Naga Pro, ia kembali hadir dengan panel samping yang modular. Seperti halnya Naga Trinity, ada tiga buah panel yang dapat dilepas-pasang secara magnetis. Panel yang pertama dilengkapi 12 tombol dengan layout ala kalkulator, didesain spesifik untuk mengakomodasi kebutuhan para penggemar game MMO maupun RTS.

Panel yang kedua adalah yang paling berbeda dari sebelumnya. Ketimbang mengemas 7 tombol dengan formasi melingkar, panel keduanya memiliki enam tombol yang dibagi menjadi dua baris, cocok untuk permainan MOBA maupun battle royale. Di bawah keenam tombol tersebut, ada lapisan karet untuk membantu memantapkan genggaman.

Terakhir, ada panel berisikan dua tombol besar layaknya milik Razer DeathAdder. Kalau ditotal, jumlah tombol yang programmable pada Naga Pro bisa mencapai 20 buah jika memakai panel pertamanya. Bahkan scroll wheel-nya pun bisa merangkap peran sebagai tiga tombol yang berbeda layaknya Razer Basilisk V2.

Selain penyempurnaan dari segi desain, jeroannya juga sudah dirombak total kalau dibandingkan sebelumnya. Teknologi HyperSpeed Wireless tentu sudah Razer sematkan pada Naga Pro, mewujudkan koneksi nirkabel yang minim latency sekaligus lebih irit daya daripada biasanya.

Dalam sekali pengisian, baterai Naga Pro diprediksi bisa tahan sampai 100 jam pemakaian kalau tersambung via dongle 2,4 GHz, atau sampai 150 jam kalau terhubung via Bluetooth. Selagi di-charge, Naga Pro tetap bisa digunakan seperti biasa, dan Razer cukup berbaik hati untuk menyertakan kabel SpeedFlex yang sangat lentur pada paket penjualannya.

Perihal akurasi, Naga Pro telah dibekali sensor Focus+, sensor terunggul Razer sejauh ini yang punya sensitivitas maksimum 20.000 DPI. Razer pun tidak lupa menanamkan optical switch pada Naga Pro, yang tak cuma menawarkan peningkatan responsivitas, tapi juga ketahanan sampai 70 juta kali klik. Kehadiran dua komponen ini sejatinya membuat Naga Pro selevel dengan Razer Viper Ultimate maupun Basilisk Ultimate yang sama-sama wireless.

Razer Naga Pro saat ini sudah dipasarkan seharga $150, persis di tengah-tengah banderol Viper Ultimate dan Basilisk Ultimate.

Sumber: Razer.

Razer DeathAdder V2 Mini Ramaikan Pasar Mouse Gaming Super-Ringan

Salah satu tren terbaru di industri gaming peripheral adalah mouse yang masuk kategori ultra-lightweight alias lebih ringan dari biasanya. Sejumlah pabrikan memenuhi demand di kategori ini dengan mengadopsi desain bolong-bolong alias honeycomb. Buat Razer, arahan yang mereka ambil rupanya cukup berbeda.

Ketimbang ikut latah menciptakan mouse berdesain honeycomb, Razer memilih untuk menciutkan sejumlah mouse besutannya yang memang sudah mendapat respon positif dari konsumen. Hasil eksekusi idenya pertama kali melahirkan Razer Viper Mini, dan sekarang giliran salah satu mouse terlarisnya yang dibuat mengecil, yakni Razer DeathAdder.

Dinamai DeathAdder V2 Mini, ia merupakan versi yang lebih ringkas dari DeathAdder V2 yang dirilis di bulan Januari lalu. Wujud ergonomisnya sama sekali tidak berubah, demikian pula layout tombolnya yang sederhana. Yang berbeda hanyalah ukurannya; panjangnya menyusut menjadi 114,2 mm, lebarnya 65,4 mm, dan tingginya 38,5 mm, menjadikannya lebih cocok untuk konsumen yang bertangan kecil, atau yang terbiasa menggenggam dengan teknik claw grip.

Bobotnya pun otomatis turun menjadi 62 gram (belum termasuk bobot kabel), atau sekitar 3/4 bobot versi standarnya. Satu hal yang juga perlu dicatat adalah, tombol di bawah scroll wheel-nya (yang secara default berfungsi untuk mengganti DPI) cuma satu seperti DeathAdder versi lawas, bukan dua. Total ada 6 tombol di mouse ini yang semuanya dapat diprogram sesuai kebutuhan.

Bicara soal DPI, sensor optik milik DeathAdder V2 Mini menawarkan sensitivitas maksimum 8.500 DPI, bukan 20.000 DPI seperti versi standarnya, dan kecepatan tracking-nya juga lebih lamban di angka 300 IPS. Beruntung Razer tetap menyematkan switch optiknya di sini, switch yang sama persis seperti milik DeathAdder V2 maupun Basilisk V2.

Juga ikut diwariskan adalah kabel braided yang fleksibel (Speedflex), serta mouse feet dari bahan PTFE murni guna memastikan pergerakan mouse yang mulus. Untuk semakin memantapkan genggaman, Razer turut menyertakan semacam stiker bertekstur dalam paket penjualannya, yang dapat konsumen tempelkan pada sisi kiri dan kanan mouse, serta pada kedua tombol utamanya.

Di Amerika Serikat, Razer DeathAdder V2 Mini sekarang telah dipasarkan seharga $50, selisih $20 dari versi standarnya. Semoga saja ia bisa segera masuk ke pasar Indonesia, sebab sebagai eks pengguna DeathAdder Chroma yang merasa mouse itu agak kebesaran, saya tidak sabar untuk bisa mencoba versi mungil dari mouse paling nyaman buat saya ini.

Sumber: The Verge.

Bukan Cuma Bolong-Bolong, Mouse Gaming Ini Juga Dilengkapi Kipas Pendingin Terintegrasi

Belakangan ini mouse gaming bolong-bolong tampaknya sedang ngetren. Premisnya sederhana: berkat desain yang unik itu, bobot mouse bisa berkurang secara signifikan selagi masih menjaga ketahanan fisiknya. Banyaknya lubang juga berarti udara dapat bersikulasi dengan lebih maksimal, yang pada akhirnya berujung pada berkurangnya keringat di telapak tangan.

Terkait sirkulasi udara, sebenarnya cara paling mudah sekaligus murah untuk mengatasi problem ini adalah dengan mengganti cara kita menggenggam mouse menjadi claw grip, meski harus saya akui tidak semua orang nyaman dengan grip style seperti itu. Cara lainnya bisa dengan memanfaatkan perpaduan ventilasi udara dan kipas pendingin, seperti yang ditawarkan mouse unik bernama Zephyr berikut ini.

Penampilannya sepintas tidak berbeda jauh dari Cooler Master MM710 maupun mouse gaming berdesain honeycomb lain yang ada di pasaran. Namun senjata rahasia Zephyr terletak pada sebuah kipas pendingin di balik rangka luarnya. Fungsi kipas tersebut tidak lain dari menyemburkan angin segar langsung ke arah telapak tangan penggunanya, dengan sudut kemiringan 45°.

Zephyr gaming mouse

Kecepatan putaran kipasnya pun dapat diatur antara 4.000 – 10.000 RPM. Kipasnya ini juga bisa dimatikan sepenuhnya, meski jujur saya heran kenapa Anda harus membeli mouse ini kalau memang tidak akan memanfaatkan fitur unggulannya tersebut.

Pengembang Zephyr tak lupa menekankan bahwa kipas pendinginnya itu menerima suplai daya melalui kabel USB yang sama seperti mouse-nya sendiri, dan kemungkinan besar ini menyinggung mouse keluaran Thermaltake di tahun 2012 yang kipas eksternalnya perlu dicolokkan ke port micro USB di sebelah kabelnya.

Meski dilengkapi sebuah kipas pendingin, bobot Zephyr secara keseluruhan rupanya tetap cukup ringan di angka 68 gram. Performanya ditunjang oleh sensor optik PixArt PMW 3389, sensor yang sama persis seperti yang terdapat pada Cooler Master MM710 dan sejumlah mouse gaming lain, dengan sensitivitas maksimum 16.000 DPI. Tentu saja Zephyr juga dilengkapi tombol untuk mengganti DPI secara cepat.

Zephyr gaming mouse

Lebih lanjut soal desainnya, Zephyr menganut bentuk ambidextrous yang simetris, akan tetapi tombol ekstranya cuma ada dua di sisi kiri saja, sehingga ia akan lebih cocok untuk pengguna tangan kanan. Tombol utamanya sendiri memakai switch bikinan Omron dengan klaim ketahanan hingga 50 juta klik.

Saya tidak menemukan kata-kata “programmable buttons” pada situs Zephyr, yang ada malah cuma “programmable RGB tech“. Meski begitu, kecil kemungkinan ada sebuah mouse gaming di tahun 2020 yang hadir tanpa software pendamping untuk mengatur berbagai aspek kustomisasi, termasuk untuk memprogram tombol-tombolnya.

Rencananya, Zephyr akan ditawarkan melalui situs crowdfunding Kickstarter mulai 22 Juli mendatang. Untuk sekarang, konsumen yang tertarik bisa mendaftarkan email di situsnya guna mendapatkan harga spesial sebesar $79, atau 50% lebih murah daripada estimasi harga retailnya.

Sumber: PC Gamer.

Logitech Luncurkan Mouse Gaming Kelas Budget dengan RGB, G203 Lightsync

Logitech punya mouse gaming baru untuk gamer dengan budget terbatas, khususnya mereka yang mewajibkan ketersediaan pencahayaan RGB. Namanya Logitech G203 Lightsync, dan ia merupakan penerus dari G203 Prodigy yang dirilis empat tahun silam.

Apa saja yang berubah? Dari luar, hampir tidak ada. G203 Lightsync tetap mengadopsi wujud ambidextrous dan layout 6 tombol yang sama persis seperti sebelumnya. Perbedaan fisiknya tidak lebih dari pencahayaan warna-warni yang telah menggantikan lampu biru milik pendahulunya, dan tentu saja pattern-nya bisa dikustomisasi via software.

Namun RGB tentu bukan satu-satunya perubahan yang disuguhkan. Logitech telah memperbarui jeroannya; G203 Lightsync mengemas sensor optik dengan sensitivitas maksimum hingga 8.000 DPI. Seperti pendahulunya, mouse ini turut mengunggulkan polling rate sebesar 1.000 Hz demi memberikan respon yang lebih instan dari biasanya. Belum lama ini, Corsair juga membanggakan mouse gaming barunya yang mempunyai polling rate di atas normal.

Logitech G203 Lightsync

Memori onboard tetap dipertahankan oleh G203 Lightsync, memungkinkan pengguna untuk menyimpan sampai lima preset sensitivitas langsung pada perangkat. Di atas kertas, fitur yang ditawarkan cukup melimpah untuk mouse gaming kelas budget.

Semurah apa memangnya? $40 saja saat mulai dipasarkan pada bulan Mei mendatang, $10 lebih murah daripada harga pendahulunya di hari peluncuran. Selain warna hitam, Logitech G203 Lightsync juga tersedia dalam balutan warna putih.

Sumber: Logitech.