Cuma 850 Ribuan, Audio-Technica ATH-S220BT Adalah Headphone Bluetooth Terjangkau yang Kaya Fitur

Audio-Technica punya headphone Bluetooth baru. Namanya ATH-S220BT, dan sepintas ia kelihatan biasa saja. Harga jualnya pun cuma $59, semakin mengindikasikan bahwa tidak ada hal istimewa yang bisa kita dapatkan darinya.

Namun asumsi tersebut salah besar. Setidaknya di atas kertas, value for money yang ditawarkan headphone ini termasuk tinggi. Kita mulai dari konektivitasnya terlebih dulu. S220BT mendukung fitur multipoint pairing, memungkinkannya untuk terhubung via Bluetooth ke dua perangkat yang berbeda secara bersamaan, semisal laptop dan smartphone. Dengan begitu, pengguna bisa mengganti sumber audio dari satu perangkat ke yang lain tanpa harus mengulangi proses pairing.

Multipoint pairing bukanlah fitur yang benar-benar baru di dunia headphone, tapi fitur ini masih tergolong langka sampai sekarang, bahkan pada headphone nirkabel berharga premium sekalipun. Pada kenyataannya, fitur ini juga menjadi salah satu highlight dari ATH-M50xBT2, headphone Bluetooth unggulan Audio-Technica yang juga baru dirilis belum lama ini.

Masih soal konektivitas, S220BT juga mendukung fitur Fast Pair bila digunakan bersama perangkat Android yang kompatibel. Ia juga dilengkapi mode low latency untuk menyinkronkan jalannya audio dan video saat dipakai menonton atau bermain game.

Keunggulan berikutnya adalah daya tahan baterai hingga 60 jam pemakaian dalam sekali pengisian. Charging-nya pun sudah menggunakan USB-C, dan pengguna bisa mendapatkan daya yang cukup untuk pemakaian selama 3,5 jam hanya dengan mengisi ulang headphone selama 10 menit. Kalau benar-benar kepepet, S220BT juga bisa dihubungkan via kabel 3,5 mm standar.

Dengan baterai sekuat itu, wajar apabila kita berasumsi headphone ini berat. Sekali lagi Audio-Technica membuktikan bahwa kita salah, sebab bobotnya tidak lebih dari 180 gram. Rahasianya mungkin terletak pada ukuran earcup-nya yang agak kecil, sebab secara teknis S220BT memang masuk kategori on-ear ketimbang over-ear. Jadi kalau Anda terbiasa dengan headphone yang sepenuhnya membungkus daun telinga, S220BT bukan untuk Anda.

Di balik masing-masing earcup-nya, bernaung driver berdiameter 40 mm dengan respon frekuensi 5 – 32.000 Hz. Sebagai headphone Bluetooth, tidak afdal rasanya kalau ia tidak mengemas mikrofon terintegrasi dan sejumlah tombol kontrol.

Sekali lagi, semua itu bisa didapat di harga $59 saja, atau kurang lebih sekitar 850 ribuan rupiah. Selain warna hitam dan putih, tersedia pula kombinasi warna biru dan krem. Semoga saja Audio-Technica ATH-S220BT bisa cepat tersedia di Indonesia.

Sumber: Engadget dan Audio-Technica.

Headphone Wireless Marshall Major IV Dapat Beroperasi Sampai 80 Jam Per Charge

Seberapa lama headphone wireless kesayangan Anda bisa beroperasi sebelum akhirnya baterainya kehabisan daya? 20 jam? 40 jam? Kalau boleh menebak, kemungkinan besar tidak selama headphone terbaru dari Marshall berikut ini.

Dijuluki Marshall Major IV, ia merupakan penerus langsung dari Marshall Major III yang dirilis lebih dari dua tahun silam. Daya tarik utamanya, seperti yang saya bilang, adalah baterai yang sangat awet; sampai 80 jam nonstop dalam sekali pengisian. Anggap saja Anda mendengarkan musik selama 5 jam setiap harinya, maka baterai headphone ini masih belum habis meski sudah Anda pakai selama dua minggu.

Sepintas mungkin headphone ini terkesan mengemas modul baterai yang sangat besar sehingga bobotnya jadi lumayan. Namun kenyataannya tidak demikian. Berat Major IV cuma 165 gram, dan yang lebih berperan penting terhadap efisiensi dayanya menurut saya adalah penggunaan konektivitas Bluetooth 5.0.

Proses charging perangkat ini juga tidak perlu waktu lama. 15 menit charging saja sudah cukup untuk menenagainya selama 15 jam pemakaian. Selain via sambungan USB-C, Major IV rupanya juga dapat di-charge secara nirkabel dengan meletakkan sisi luar salah satu earcup-nya di atas Qi wireless charger. Kalaupun tidak sempat di-charge, Major IV tetap dapat digunakan bersama kabel 3,5 mm standar.

Secara fisik, Major IV tidak kelihatan terlalu berbeda dari pendahulunya dan masih mengadopsi bentuk on-ear. Kendati demikian, Marshall bilang wujud bantalan telinganya sudah dirombak agar lebih pas di telinga, dan material yang melapisinya pun juga sudah diganti dengan yang lebih lembut.

Di balik masing-masing earcup-nya, tersimpan driver 40 mm dengan respon frekuensi 20 – 20.000 Hz. Selebihnya, Major IV tergolong identik dengan versi sebelumnya; ia dapat dilipat ketika sedang tidak digunakan, dan salah satu earcup-nya juga dilengkapi kenop multifungsi berwarna emas yang sangat memudahkan pengoperasian.

Yang paling menarik, Marshall Major IV tetap dibanderol $150 seperti pendahulunya saat mulai dipasarkan pada tanggal 14 Oktober mendatang.

Sumber: Digital Trends.

Grado GW100 Adalah Headphone Bluetooth Pertama yang Berdesain Open-Backed

Sebelum tren menghilangnya headphone jack dari smartphone, headphone wireless sebenarnya sudah banyak, akan tetapi jumlahnya kian banyak lagi sejak Apple memelopori tren kontroversial tersebut. Pabrikan yang tadinya tidak punya headphone wireless jadi tergerak untuk mencicipi peruntungan di ranah tersebut. Tidak terkecuali Grado.

Grado, bagi yang tidak tahu, adalah produsen headphone asal Amerika Serikat yang cukup dikenal di kalangan audiophile. Sejumlah nilai yang kerap diasosiasikan dengan Grado di antaranya adalah desain open-backed, serta proses pembuatan secara handmade. Tidak sedikit pula yang mengecap Grado sebagai produsen yang konservatif.

Jadi ketika perusahaan seperti Grado memutuskan untuk menggarap headphone wireless, Anda bisa menilai sendiri betapa besar pengaruh tren menghilangnya headphone jack itu tadi. Ya, perangkat bernama Grado GW100 ini merupakan headphone wireless perdana mereka.

Grado GW100

Yang membuat GW100 begitu unik dibandingkan headphone wireless lain adalah desainnya yang open-backed (kelihatan dari grille yang ada di sisi luar masing-masing earcup). Sepintas, perpaduan konektivitas wireless dan desain open-backed terdengar kurang ideal, sebab asumsinya headphone wireless bakal sering dibawa bepergian.

Desain open-backed sering kali diyakini mampu menyuguhkan detail yang lebih baik dan staging yang lebih luas, akan tetapi kelemahannya isolasi suara betul-betul absen, baik dari luar maupun dari dalam. Memakai headphone ini di tempat umum yang berisik, seperti di bandara misalnya, jelas bukan pengalaman yang menyenangkan.

Grado GW100

Terlepas dari itu, Grado sebenarnya ingin menyajikan kualitas khas perangkat audiophile dalam kemasan yang lebih praktis dan fleksibel. Desain open-backed berarti skenario penggunaan yang paling ideal adalah di rumah sendiri, tapi karena wireless pengguna jadi bisa memakainya selagi melakukan aktivitas lain, seperti menyapu dan mengepel misalnya.

Terkait isolasi suara, Grado bilang bahwa suara dari dalam yang bocor keluar tidak sekeras di headphone mereka lainnya. Suara dari luar masih akan masuk sepenuhnya, tapi rancangan baru yang diterapkan pada GW100 diklaim mampu mengurangi kebocoran suara dari dalam hingga 60%.

Grado GW100

Secara keseluruhan, wujud GW100 masih mirip seperti headphone Grado lainnya, dengan nuansa retro yang amat kental. GW100 masuk kategori headphone on-ear, dengan bantalan yang cuma menempel pada telinga, bukan membungkus. Di samping tombol power, perangkat turut mengemas sepasang tombol volume, jack 3,5 mm dan port micro USB untuk charging.

Dalam satu kali pengisian, baterainya diyakini bisa tahan sampai 15 jam pemakaian. GW100 menggunakan konektivitas Bluetooth 4.2, lengkap dengan dukungan codec aptX. Unit driver yang ditanamkan diklaim sama persis seperti yang ada pada headphone lain mereka yang sekelas, dengan respon frekuensi 20 – 20.000 Hz.

Grado GW100

Penggemar berat Grado saat ini sudah bisa membeli GW100 seharga $249. Grado tidak lupa menawarkan sejumlah aksesori opsional seperti hard case, storage box dan headphone stand yang dijual terpisah.

Sumber: The Verge dan Grado.

On-Ear atau Over-Ear? Master & Dynamic MW50+ Tawarkan Keduanya dalam Satu Kemasan

Anggap semua headphone yang dijual adalah wireless, maka ketika hendak membeli, Anda tinggal menentukan mau yang bertipe over-ear atau on-ear. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangannya sendiri-sendiri: tipe over-ear yang membungkus telinga secara menyeluruh sering kali lebih nyaman dipakai untuk durasi yang lama, sedangkan tipe on-ear yang hanya menempel di telinga lebih superior soal portabilitas.

Ketimbang membiarkan konsumennya bingung memilih, Master & Dynamic sudah menyiapkan solusi yang sangat menarik, yakni sebuah headphone wireless bertipe siluman. Siluman maksudnya ia bisa berganti model (over-ear atau on-ear) kapan saja penggunanya mau berkat bantalan telinga yang bisa dilepas-pasang dengan mudah.

Keduanya adalah headphone yang sama, hanya diganti bantalan telinganya saja / Master & Dynamic
Keduanya adalah headphone yang sama, hanya diganti bantalan telinganya saja / Master & Dynamic

Headphone bernama Master & Dynamic MW50+ ini sejatinya merupakan penerus langsung dari MW50 yang dirilis di tahun 2016. Desainnya nyaris sama persis, namun seperti yang saya bilang tadi, bantalan telinga yang tersedia ada dua jenis: satu besar yang membungkus telinga, dan satu kecil yang menempel di telinga.

Melepas dan mengganti satu tipe bantalan dengan yang lainnya begitu mudah, tanpa sekrup maupun perekat yang menyusahkan. Masing-masing bantalannya pun diisi dengan material memory foam yang empuk, serta dibalut bahan kulit yang lembut dan premium. Saat sedang tidak digunakan, earcup-nya bisa dilipat mendatar sehingga perangkat dapat disimpan dalam pouch dengan mudah.

Master & Dynamic MW50+

Di balik setiap earcup-nya tertanam driver 40 mm dengan komponen diafragma yang terbuat dari bahan Beryllium. Tingkat impedansi yang rendah (32 ohm) berarti ia bisa dipakai bersama smartphone tanpa bantuan amplifier eksternal, dan respon frekuensinya pun sangat luas di angka 5 – 30.000 Hz.

Koneksinya mengandalkan Bluetooth 4.1, atau bisa juga menggunakan kabel 3,5 mm standar jika perlu. Dalam satu kali pengisian, baterainya diyakini bisa bertahan sampai 16 jam nonstop, dan charging-nya pun sudah menggunakan kabel USB-C. Pengoperasiannya sendiri mengandalkan sejumlah tombol dan tuas yang terdapat di sisi bawah earcup.

Master & Dynamic MW50+

Menariknya, dengan harga $399, banderol MW50+ lebih murah dari pendahulunya saat pertama kali diluncurkan. Paket penjualannya pun sangat lengkap, mencakup case berbahan kulit untuk salah satu tipe bantalan telinga yang sedang tidak dipakai serta case untuk kabel. Pilihan warna yang tersedia ada tiga: full-hitam, silver dengan aksen hitam, dan silver dengan aksen cokelat.

Sumber: Master & Dynamic via Digital Trends.

Marshall Major III Bluetooth Janjikan Kenyamanan dan Kualitas Suara yang Lebih Baik

Dirilis di bulan Februari 2016, Marshall Major II Bluetooth merupakan headphone wireless perdana dari sang produsen amplifier kenamaan tersebut. Dua tahun lebih berselang, sudah waktunya kita berjumpa dengan suksesornya, Marshall Major III Bluetooth.

Dari segi desain, sejatinya tidak banyak perubahan yang dibawa oleh Major III dibanding pendahulunya. Ia masih mengadopsi desain on-ear, akan tetapi tampak sedikit lebih dewasa berkat balutan warna hitam yang lebih dominan lagi, menyisakan aksen emas hanya di bagian engsel dan tombol multifungsinya.

Marshall Major III Bluetooth

Marshall juga bilang bahwa mereka telah mengoptimalkan desain bantalan telinga, bantalan kepala maupun engselnya agar bisa terasa lebih nyaman. Saat sedang tidak dipakai, kedua earcup-nya bisa dilipat ke dalam sehingga dimensinya jadi jauh lebih ringkas. Lebih lanjut, Marshall juga bilang bahwa unit driver-nya telah dirombak demi menyempurnakan kualitas suaranya.

Di sini Marshall telah menanamkan driver 40 mm anyar, yang diklaim bisa mereproduksi suara yang lebih jernih tanpa mengorbankan sensasi mantap yang dihasilkan dentuman bass-nya. Dalam satu kali charge, Major III dapat beroperasi hingga 30 jam nonstop, sama persis seperti pendahulunya.

Marshall Major III Bluetooth

Secara keseluruhan, pembaruan yang dibawanya memang tidak banyak, sehingga ia lebih pantas menjadi incaran konsumen baru ketimbang mereka yang merupakan pengguna Major II. Karena itulah harganya tidak berubah, masih di angka $150 seperti pendahulunya, dan ada juga varian non-Bluetooth yang dibanderol lebih murah lagi di angka $79.

Sumber: TechRadar dan Marshall.

Koss Porta Pro Wireless Adalah Evolusi dari Legenda Hidup Dunia Audio

Kalau Anda mengikuti perkembangan perangkat audio, khususnya headphone, besar kemungkinan Anda pernah mendengar nama Koss Porta Pro. Ia merupakan salah satu headphone paling legendaris yang pernah ada, masih diproduksi dan cukup laris dibeli meski sudah dipasarkan sejak tahun 1984.

34 tahun sudah lamanya headphone ini berkiprah, saya bahkan kalah tua. Namun demikian, perkembangan dalam dua tahun terakhir ini – spesifiknya tren penghapusan jack headphone oleh pabrikan ponsel – pada akhirnya memaksa Porta Pro untuk berevolusi menjadi headphone wireless.

Koss Porta Pro Wireless

Porta Pro Wireless ini tidak lebih dan tidak kurang dari Porta Pro versi Bluetooth. Desain dan komponen yang digunakan sama persis, mulai dari headband logam di atas sampai ke bantalan busa tipis nan nyamannya. Yang berbeda hanyalah kehadiran Bluetooth 4.1 dengan dukungan aptX, remote control plus mikrofon, dan baterai rechargeable berkapasitas 12 jam.

Kabar baiknya lagi, tambahan tiga fitur tersebut hanya menagih konsumen $20 ekstra dibandingkan versi standarnya. Ya, dengan banderol $80, Koss Porta Pro Wireless bisa dimasukkan ke dalam kategori terjangkau, namun di saat yang sama kemampuannya telah begitu terbukti, mulai dari kenyamanan sampai kualitas suaranya.

Selain di situs Koss sendiri, Porta Pro Wireless juga dapat dibeli melalui Amazon ataupun Massdrop. Saya pribadi cukup yakin produk ini tidak butuh waktu lama untuk menarik perhatian pihak distributor di tanah air.

Sumber: The Verge dan Koss.

Marshall Rilis Headphone Noise Cancelling Pertamanya, Marshall Mid ANC

Sedikit terlambat dibanding pabrikan lainnya, Marshall akhirnya mengungkap headphone noise cancelling perdananya. Dijuluki Marshall Mid ANC, headphone ini pada dasarnya merupakan iterasi lebih lanjut dari Marshall Mid Bluetooth yang dirilis di akhir tahun 2016.

Masih dibuat oleh perusahaan bernama Zound Industries (yang mendapatkan lisensi brand dari Marshall), Mid ANC mengusung gaya desain yang nyaris identik dengan Mid Bluetooth. Perbedaan yang paling mencolok hanyalah kehadiran sebuah tuas baru di earcup sebelah kanan untuk menyala-matikan fitur noise cancelling-nya.

Di samping itu, Marshall bilang bahwa engselnya telah dibenahi agar headphone bisa sedikit lebih nyaman dikenakan. Kendati demikian, perubahan ini sejatinya tidak bisa berdampak besar mengingat Mid ANC masih merupakan headphone bertipe on-ear – buat saya, headphone over-ear masih jauh lebih nyaman untuk dipakai berlama-lama.

Marshall Mid ANC

Noise cancelling-nya sendiri dipastikan jauh lebih efektif ketimbang Mid Bluetooth yang hanya menawarkan isolasi suara secara pasif. Di sini Mid ANC mengandalkan total empat mikrofon untuk memblokir suara dari luar secara aktif, menjadikannya lebih ideal digunakan di dalam kabin pesawat maupun kereta.

Menariknya, meski fitur noise cancelling ini kita nyalakan terus, Mid ANC diyakini masih bisa beroperasi sampai sekitar 20 jam penggunaan – 30 jam tanpa noise cancelling, sama seperti Mid Bluetooth. Kualitas suaranya sendiri semestinya sama seperti Mid Bluetooth, yang dibekali sepasang driver berdiameter 40 mm.

Marshall Mid ANC sekarang sudah dipasarkan seharga $269. Sepertinya kita hanya tinggal menunggu waktu sebelum Marshall merilis penerus Monitor Bluetooth yang juga dibekali fitur active noise cancelling (ANC).

Sumber: The Verge.

Berfisik Elegan, Beyerdynamic Aventho Wireless Janjikan Karakter Suara Sesuai Preferensi Pengguna

Dedengkot headphone asal Jerman, Beyerdynamic, kembali memperkenalkan produk terbarunya yang ditujukan buat kalangan audiophile. Perangkat bernama Aventho Wireless ini bisa dikatakan merupakan suksesor versi wireless dari salah satu headphone on-ear terpopuler Beyerdynamic, T51i.

Hal itu tampak sekali dari penampilannya yang sangat mirip, yang memadukan elemen klasik dan modern secara apik. Kualitas suaranya pun juga bisa dipastikan sekelas, mengingat Aventho mengemas sepasang driver berteknologi Tesla yang sudah menjadi senjata andalan Beyerdynamic dalam beberapa tahun terakhir.

Beyerdynamic Aventho Wireless

Yang membedakan adalah bagaimana Aventho mencoba untuk mereproduksi suara sesuai dengan preferensi pengguna yang beragam. Ia datang bersama sebuah aplikasi pendamping bernama MIY yang dikembangkan bersama ahli audio asal Jerman pula, Mimi Hearing Technologies.

Aplikasi ini bertugas untuk melakukan kalibrasi dan menetapkan profil suara yang tepat berdasarkan hasil analisanya terhadap pendengaran masing-masing pengguna. Prosesnya cuma memakan waktu enam menit, dan setelahnya profil suara tersebut akan disimpan langsung ke headphone, sehingga karakter suaranya akan terus sama meski digunakan bersama perangkat lain yang tak dilengkapi aplikasi MIY tadi.

Aspek personalisasi suara ini merupakan bagian dari visi baru Beyerdynamic yang mengusung tagline “Make It Yours”, yang ternyata juga merupakan kepanjangan dari nama aplikasi pendamping Aventho itu tadi. Lebih lanjut, app yang sama rupanya juga dapat memonitor aktivitas mendengarkan musik pengguna, memberikan peringatan ketika volume dan durasi sudah melewati batas wajar.

Beyerdynamic Aventho Wireless

Selebihnya, Aventho Wireless menawarkan dukungan codec aptX HD maupun AAC, dan baterainya diperkirakan bisa bertahan sampai 20 jam penggunaan. Soal pengoperasian, pengguna dapat mengontrol jalannya musik menggunakan gesture pada earcup sebelah kanannya yang dilengkapi panel sentuh.

Saat ini sedang dipamerkan di ajang IFA 2017 di Berlin, Beyerdynamic Aventho Wireless dijadwalkan masuk ke pasaran mulai bulan Oktober, dengan harga €449. Pilihan warna yang tersedia ada dua, yakni hitam atau coklat.

Sumber: The Verge dan Beyerdynamic.

Headphone Ini Sangat Portable Karena Bisa Digulung Layaknya Ikat Pinggang

Headphone bergaya over-ear maupun on-ear sudah pasti tidak seringkas earphone. Namun setidaknya pabrikan audio patut menerima pujian karena sudah berupaya menanamkan mekanisme agar headphone bisa lebih ringkas dan praktis untuk dibawa-bawa; entah dengan cara melipat earcup-nya ke dalam, atau sekadar memutar earcup supaya bisa diletakkan rata di atas meja.

Apakah inovasi berhenti di sana? Tidak, rupanya ada perusahaan asal Swiss yang mencoba membuat gebrakan dalam hal portabilitas untuk sebuah headphone on-ear. Perkenalkan, Luzli Roller MK01, headphone yang bisa Anda gulung layaknya sebuah ikat pinggang.

Luzli Roller MK01

Sepintas Roller MK01 kelihatan seperti arloji raksasa. Hal ini dikarenakan sepanjang headband-nya mengemas 13 komponen penyambung serta 22 pegas terpisah, dan desainernya memang mengambil inspirasi dari arloji Swiss. Kombinasi ini merupakan rahasia di balik kemampuannya menggulungkan diri bak seekor trenggiling.

Merancang Roller MK01 jelas tidak mudah, dan Luzli mengklaim semua unit Roller MK01 dibuat dengan tangan di markasnya di Switzerland, dengan jumlah produksi yang terbatas. Hal ini pun berujung pada banderol harganya yang cukup ‘gila’: $3.000 untuk sebuah headphone on-ear.

Luzli Roller MK01

Sebagai sebuah headphone, Roller MK01 dibekali dengan unit driver masing-masing berdiameter 30 mm. Kabel sepanjang 1,5 meternya bisa dilepas-pasang, tapi Anda sama sekali tak akan menemukan konektivitas Bluetooth maupun noise cancelling.

Harga selangit itu benar-benar untuk menebus desainnya yang begitu inovatif, plus sebuah kotak penyimpan dari kayu yang cukup mewah, travel pouch berbahan suede serta sepasang bantalan earpad cadangan.

Sumber: SlashGear.

Aiaiai TMA-2, Headphone Modular dengan 360 Kombinasi

Sejauh pengamatan pribadi saya, tidak banyak orang yang mengetahui keberadaan sebuah brand bernama Aiaiai. Namun buat yang mengenalinya, mereka pasti tahu bahwa perusahaan asal Denmark ini tidak bisa dianggap remeh di dunia perangkat audio, khususnya headphone. Continue reading Aiaiai TMA-2, Headphone Modular dengan 360 Kombinasi