Dihargai $300, Sony MDR-1AM2 Warisi Fitur Headphone Seharga Rp 25 Juta

Satu per satu pabrikan smartphone boleh melupakan eksistensi jack headphone, akan tetapi hal itu tidak mencegah produsen perangkat audio untuk menciptakan headphone berkualitas yang masih mengandalkan sambungan kabel. Ambil contoh Sony, yang baru-baru ini meluncurkan suksesor dari salah satu headphone andalannya yang dirilis di tahun 2014, MDR-1A.

Sony MDR-1AM2, demikian nama resmi penerusnya, tidak mencoba memberikan sebanyak mungkin fitur yang absen pada generasi sebelumnya. Yang ingin ditonjolkan justru adalah kapabilitas headphone dalam memutar audio berkualitas hi-res, sekaligus membahagikan hati kalangan audiophile.

Untuk itu Sony telah mengembangkan unit driver berdiameter 40 mm baru, yang mencakup komponen diafragma yang terbuat dari bahan liquid crystal polymer berlapis aluminium. Hasilnya? Rentang frekuensi headphone ini bisa mencapai angka 100 kHz, meski ini bukan berarti apa-apa mengingat telinga manusia hanya bisa mendengar sampai 20 kHz – tapi setidaknya ada yang bisa dipamerkan.

Untuk menyeimbangi performanya, Sony tidak lupa membekalinya dengan konektor Pentaconn 4,4 mm yang banyak terdapat pada pemutar musik maupun amplifier high-end. Namun jangan khawatir, masih ada kabel dengan konektor 3,5 mm standar untuk Anda pakai bersama smartphone – kalau memang ada colokannya.

Sony bilang bahwa desainnya secara keseluruhan banyak mewarisi Sony MDR-Z1R, headphone kelas sultan yang dihargai Rp 25 juta. Dibandingkan pendahulunya, MDR-1AM2 diyakini berbobot lebih ringan sekaligus lebih nyaman dikenakan berkat bantalan yang dibalut kulit sintetis. Anda tertarik? Siapkan dana $300 dan bersabarlah sampai musim semi tiba.

Sumber: Sony.

Janjikan Kenyamanan dan Performa Audio Superior, Sennheiser GSP 600 Siap Jadi Rekan Gamer Pro

Masuknya sejumlah perusahaan produk suara ke segmen gaming memberikan pilihan bagi para audiophile yang kebetulan juga mendalami hobi itu. Mungkin mereka belum merasa yakin pada kualitas perangkat-perangkat ciptaan para produsen aksori komputer, dan lebih mempercayai brand audio ‘sejati’. Dan Sennheiser sudah cukup lama berkecimpung di sana.

Dalam ekspansi ke gaming, Sennheiser menyediakan beragam opsi headset, dari mulai kelas entry-level hingga varian premium. Lalu selain headphone, pengalaman gaming Anda juga bisa disempurnakan dengan amplifier seperti GSX 1000 dan GSX 1200 Pro. Dan di CES 2018, sang perusahaan audio asal Jerman itu memperkenalkan penerus dari Game Zero yang menyimpan beragam upgrade. Perangkat anyar ini Sennheiser namai GSP 600.

Ketika GSP 300, GSP 350, serta PC 373D mempunyai penampilan yang sederhana, desain GSP 600 terlihat lebih industrial dan futuristis. Headphone ini mengusung struktur ‘standar’: dua housing speaker tersambung oleh satu headband adjustable, lalu lengan microphone boom disematkan di bagian kiri. GSP 600 memanfaatkan engsel logam yang kuat, bisa bergerak bebas tanpa membuatnya jadi ringkih.

Sennheiser GSP 600 2

Kenyamanan adalah aspek andalan Sennheiser di GSP 600. Pertama-tama, headphone ini memanfaatkan rancangan ergonomis dan tekanan yang dapat dikustomisasi sehingga pas ke beragam tipe kepala – baik untuk orang dengan rahang lebar atau kecil. Kemudian headband-nya menggunakan konstruksi split buat mendistribusikan titik beban secara merata di atas kepala. Boom mic-nya memang tidak bisa dilepas, tapi akan mengaktifkan mode mute saat diangkat ke atas.

Sennheiser GSP 600 1

GSP 600 dibekali bantalan memory foam berlapis material kulit sintetis bertekstur suede yang membuat ear pad tidak lengket di kulit sewaktu para gamer profesional dituntut ber-gaming dalam waktu lama. Bahan ini kabarnya juga sangat efektif untuk membuang panas, dan dapat berfungsi sebagai sistem noise cancelling pasif.

Sennheiser GSP 600 3

Headset menjanjikan output memuaskan, berbekal speaker dengan bagian kumparan aluminium yang lebih baik. Upgrade ini membuat nada sub-bass lebih bertenaga, sempurna ketika menangani game dan film. Meski demikian, bass ‘hangat’ tersebut dirancang agar tidak memengaruhi mid-range serta nada berfrekuensi tinggi. Sennheiser menjamin keakuratan, keaslian dan detail dari proses reproduksi suara.

Sennheiser GSP 600 4

GSP 600 siap mendukung platform game berbeda, di antaranya PC berbasis Windows, console, Mac dan mobile – tersambung ke device melalui connector audio 3,5mm. Sennheiser berencana buat mulai memasarkan GSP 600 di akhir bulan Januari 2018, ditawarkan seharga US$ 250.

Sumber: Sennheiser.

Sennheiser HD 820 Adalah Versi Closed-Back dari Headphone Terbaik Sennheiser

Hampir semua headphone terbaik yang ada di pasaran mengemas earcup berdesain terbuka (open-backed), salah satunya Sennheiser HD 800 S. Keuntungan dari headphone jenis ini umumnya adalah soundstage yang terasa amat luas, akan tetapi kekurangannya, Anda hanya bisa menggunakannya di ruangan yang senyap, sebab suara dari sekitar akan sangat mudah terdengar.

Apakah menikmati musik dari headphone berkualitas harus selamanya menjadi aktivitas yang hanya bisa dilakukan di masa-masa tenang di rumah? Tidak. Pada kenyataannya, tidak sedikit juga headphone berjenis closed-back yang menjadi favorit kalangan audiophile, Fostex TH900mk2 contohnya.

Sennheiser HD 820

Sennheiser pun sekarang juga punya headphone premium berdesain tertutup. Diumumkan di ajang CES 2018, Sennheiser HD 820 merupakan versi closed-back dari HD 800 S. Desainnya nyaris identik dengan HD 800 S, hanya saja kedua earcup-nya kini telah ditutup. Yang unik, penutupnya adalah kaca Gorilla Glass yang sedikit melengkung, sehingga jeroannya masih kelihatan dari luar.

Sennheiser bilang bahwa kaca Gorilla Glass ini juga berkontribusi terhadap kualitas suara yang dihasilkan, dengan cara meminimalkan resonansi. Perbedaan lainnya, bantalan telinga HD 820 dibalut perpaduan bahan kulit sintetis dan microfiber, sedangkan HD 800 S sebelumnya hanya mengandalkan microfiber saja.

Sennheiser tidak segan mengategorikan HD 820 sebagai headphone kelas reference dengan reproduksi suara yang alami sekaligus realistis. Namun untuk bisa merasakannya, ia butuh didampingi amplifier eksternal yang sama berkualitasnya. Itulah mengapa Sennheiser juga mengumumkan amplifier baru HDV 820.

Ketergantungan akan amplifier berarti Anda tidak bisa semudah itu membawa dan menggunakan HD 820 selagi berada di dalam kereta komuter. Headphone sekelas ini bukan termasuk barang yang portable, tapi setidaknya Anda tak memerlukan ruangan khusus untuk dimanjakan oleh HD 820; di ruang keluarga pun bisa, sebab suara yang dihasilkannya tak akan bocor ke mana-mana seperti HD 800 S, dan suara dari luar pun juga tidak akan mengganggu Anda kecuali volumenya luar biasa keras.

Sennheiser berencana memasarkan HD 820 seharga $2.400, akan tetapi konsumen yang tertarik harus bersabar menunggu sampai sekitar awal musim panas nanti.

Sennheiser CX 6.00BT / Sennheiser
Sennheiser CX 6.00BT / Sennheiser

Kontras dengan HD 820, Sennheiser juga mengumumkan earphone Bluetooth berharga terjangkau. Dijuluki CX 6.00BT, ia mengusung desain yang amat ringkas dengan bobot hanya 14 gram. Di saat yang sama, ia menjanjikan reproduksi suara yang jernih dan mendetail, lengkap dengan dentuman bass yang mantap.

Meski belum menggunakan Bluetooth 5.0, earphone ini cukup istimewa karena dapat di-pair dengan dua perangkat yang berbeda secara bersamaan, semisal laptop dan smartphone, sehingga pengguna bisa berganti perangkat dengan mudah. Mikrofon berteknologi noise cancelling turut tersedia, demikian pula remote control berisikan tiga tombol.

Baterainya diperkirakan bisa bertahan selama enam jam nonstop, dan perangkat juga mendukung fitur fast charging sehingga bisa terisi penuh hanya dalam waktu sekitar 1,5 jam saja. Harganya? $100 saja, dan konsumen sudah bisa membelinya mulai bulan ini juga.

Sumber: Sennheiser 1, 2.

[Review] Corsair HS50, Headphone Gaming Stereo Terjangkau Berkualitas Premium

Corsair sudah mengamankan namanya sebagai penyedia aksesori gaming premium dan di bidang penyajian suara, lineup  Void Pro merupakan kebanggaan mereka. Namun perusahaan Amerika itu mengerti tak semua gamer diberkahi modal yang besar untuk berbelanja perangkat-perangkat mumpuni. Mungkin inilah salah satu alasan Corsair memperkenalkan headset gaming HS50.

HS50 merupakan headphone stereo wired. Sang produsen menjelaskan bahwa perangkat ini didesain untuk memberikan penggunanya kenyamanan tinggi, dibangun agar tahan lama, dan siap menemani Anda ber-gaming selama berjam-jam tanpa membuat telinga jadi tak nyaman. Dan dalam waktu kurang lebih dua minggu ini, Corsair memberikan saya kesempatan untuk mencoba secara personal dan menguji langsung kinerja HS50.

Satu hal yang saya sukai dari HS50 ialah kesederhanaannya. Ia merupakan headset multi-platform, siap mendukung sistem gaming berbeda – PC, console hingga mobile. Beberapa elemen di sana disajikan secara modular, dan saya mengapresiasi kemudahan akses ke sejumlah fungsi krusial. Dan dengan harga yang ‘masuk akal’, sulit untuk tidak merekomendasikan Corsair HS50. Ayo simak ulasan lengkapnya di bawah.

 

Bundel

HS50 diramu agar dapat segera dipakai begitu dikeluarkan dari bungkusnya. Di dalam, Anda akan menemukan unit headphone, Y-adapter ke sepasang port audio in/out 3,5-milimeter, microphone detachable, dan dua lembar petunjuk garansi. Untuk mulai menggunakanya, tak ada software yang perlu diinstal. Namun agar bisa tersambung ke Xbox One, Anda membutuhkan adapter dari Microsoft.

Corsair HS50 2

 

Desain

Penampilan Corsair HS50 cukup berbeda dari Void Pro dan housing ala diamond-nya. Di HS50, speaker mempunyai wujud oval berjenis over ear dengan struktur terbuka. Ear cup merangkul seluruh permukaan telinga dan kedua housing disambung oleh satu headband berstruktur logam. Dan seperti biasa, Anda dapat menyesuaikan ukurannya dengan menarik housing speaker dari headband.

Corsair HS50 23

Corsair HS50 22

Unit HS50 yang Corsair pinjamkan merupakan varian bertema Xbox. Seperti versi karbon standar, tubuhnya didominasi warna hitam, namun beberapa zona di sana dibumbui warna hijau khas Xbox – berupa garis oval di sisi luar speaker dan pada jahitan padding headband. Penerapan warna hijaunya itu halus dan tak berlebihan, membuat HS50 bukan hanya cocok dipasangkan bersama console Xbox One, tapi juga unit PC ber-case hitam plus LED hijau atau laptop Razer Blade.

Corsair HS50 9

Corsair HS50 4

HS50 sendiri sama sekali tidak dibekali pencahayaan RGB – mungkin sedikit mengecewakan bagi Anda yang ingin memeriahkan setup gaming kesayangan. Namun buat saya, kesederhanaan ini membuatnya terlihat lebih serasi saat disandingkan dengan console/PC apapun. Lalu ketiadaan LED juga menjaga temperatur headphone tetap rendah.

Corsair HS50 1

Tubuh HS50 terbuat dari kombinasi bahan plastik dan logam. Plastik digunakan sebagai case housing dan area-area pembatas, sedangkan material baja ‘rugged‘ diterapkan pada bagian-bagian penting seperti tulang dari headband, engsel, dan grille di luar ear cup. Engsel di headphone sendiri hanya bisa bergerak satu arah. Namun meski sudut geraknya terbatas, ia dapat beradaptasi cukup baik dengan ukuran dan bentuk kepala berbeda.

Corsair HS50 21

Corsair HS50 12

Bagi saya, penyuguhan akses kendali terasa sedikit timpang ke area kiri, namun boleh jadi hal ini dilakukan agar simpel dan dapat dilakukan satu tangan Anda. Kenop volume, tombol mute, sambungan kabel, serta port microphone berada di unit housing kiri. Kabar baiknya, ukuran kenop dan tombol dibuat cukup besar serta menonjol sehingga mudah untuk menemukannya tanpa perlu melepas headset.

Corsair HS50 19

Corsair HS50 14

Microphone-nya mudah disambung serta dilepas, dan Corsair juga telah menyiapkan lubang khusus agar posisinya tidak terbalik. Mic unidirectional tersebut mempunyai struktur yang gampang diarahkan, jadi bahkan tanpa melepasnya, Anda bisa menjauhkan mic dari mulut seandainya merasa terganggu oleh kehadirannya.

Corsair HS50 8

Corsair HS50 7

Corsair HS50 terkoneksi ke perangkat utama lewat kabel sepanjang kira-kira 1,8-meter dengan colokan berlapis emas. Kabel tersebut menggunakan bahan karet biasa, cukup tebal serta lentur – tapi Anda tetap perlu berhati-hati agar ia tidak sampai terlindas atau terlilit di roda kursi saat sedang seru bermain game.

Corsair HS50 5

Corsair HS50 6

 

Kenyamanan

HS50 bukanlah headset berkonsep portable, tapi ia tidak pernah terasa membebani kepala walaupun saya mengenakannya berjam-jam setiap hari. Corsair mencantumkan bantalan empuk berlapis kulit sintetis di bagian dalam housing dan headband. Awalnya saya mengira, bahan ini akan membuat telinga cepat panas seandainya HS50 digunakan di ruang tanpa penyejuk udara, namun ternyata saya keliru. Material tersebut sepertinya mempunyai pori-pori besar sehingga sirkulasi udaranya cukup baik.

Corsair HS50 17

Konstruksi baja yang kokoh di HS50 sangat krusial dalam memastikan headset sanggup menahan perlakuan kasar gamer serta membuatnya mencengkeram kepala pengguna dengan mantap. Sudut gerak engselnya tidak begitu luas, tetapi ia tetap nyaman dikenakan – bahkan buat saya yang sehari-hari harus memakai kacamata. HS50 terpasang sempurna di kepala, tanpa menekan telalu kencang.

Corsair HS50 18

Terlepas dari tubuh HS50 yang terlihat bulky, bobotnya ternyata cukup ringan (Corsair tidak menginformasikan beratnya secara spesifik). Hal ini boleh jadi tercapai berkat headband dan padding-nya yang secara efektif mendistribusikan beban secara merata, ditambah cengkeraman ear cup ke kepala yang pas. Bahkan ketika saya gelengkan kepala dengan cepat, headphone tidak gampang tergeser atau terlepas dari kepala.

Corsair HS50 13

 

Performa suara dan pengalaman penggunaan

Untuk produk yang dijajakan di harga di bawah Rp 1 juta, perfoma Corsair HS50 cukup mengagetkan. Jantung dari headphone ini adalah sepasang driver neodymium berukuran 50-milimeter, mampu menyajikan suara di frekuensi 20Hz sampai 20KHz.

Corsair HS50 3

Dalam menangani sejumlah lagu berbeda (Highway Tune-nya Greta Van Fleet, Hotel California dari Eagles, High Road oleh Mastodon, hingga Seemann-nya Nina Hagen), bass HS50 terasa menendang tanpa kehilangan kekuatan dentuman di frekuensi rendah. Selanjutnya, suara vokal terasa natural, dengan mid-range yang kaya serta detail. Buat nada-nada tinggi, output-nya jernih dan ‘renyah’. Saya hampir tidak mendengar suara mendesis ataupun noise.

Karakteristik ini membuat Corsair HS50 cocok buat menemani gamer menikmati permainan first-person shooter serta game-game balap. Beberapa judul yang saya gunakan untuk mengujinya meliputi Titanfall 2, Wolfenstein II: The New Colossus, Grand Theft Auto V (Online), dan Project CARS 2.

 

corsair hs50 1

Walaupun tidak memanfaatkan sistem surround 7.1, Corsair HS50 sangat ampuh dalam mendeteksi lawan di Titanfall 2. Posisi mereka terekspos dari derap langkah, suara grappling hook atau cloaking yang diaktifkan, serta bunyi jump kit sewaktu mereka melakukan lompatan ganda. Titanfall 2 juga merupakan satu dari sejumlah game yang menggunakan audio sebagai isyarat status perlengkapan Anda – misalnya suara rentetan senapan serbu jadi kian nyaring karena peluru di magazine menipis. HS50 sangat membantu menonjolkannya.

 

corsair hs50 2

Di game single-player murni seperti Wolfenstein II, audio detail yang dihidangkan HS50 tentu menyempurnakan aspek visual permainan. Semua senjata, apapun pilihan Anda, terasa memuaskan ketika ditembakkan. Bunyi favorit saya adalah suara dentuman Schockhammer serta suara kapak yang saya lempar dan menghantam baju pelindung baja lawan. Efeknya terdengar begitu meyakinkan.

 

corsair hs50 4

Pengalaman audio terasa lebih menyeluruh di Grand Theft Auto Online karena adanya musik-musik dan DJ di radio. Kinerja bass dan fleksibilitas HS50 menangani beragam lagu di sana sangat kentara. Lalu ketika keluar dari kendaraan, segala bunyi-bunyian di permainan – percakapan NPC di telepon, suara selipan ban saat motor mengerem mendadak, hingga bunyi ledakan dikejauhan – segera mengepung Anda dengan segala detailnya.

 

corsair hs50 3

Project CARS 2 sendiri memang dirancang untuk menyajikan suara kendaraan serealistis mungkin, terutama dari raungan mesin (Pagani Zonda Cinque Roadster 2010 dengan atap terbukanya betul-betul mengagumkan) dan suara pergantian gigi. Corsair HS50 sangat ideal untuk menunjang Project CARS 2, dan ketiadaan surround 7.1 lebih dapat ditolerir di genre permainan ini.

 

Corsair HS50 11

Corsair HS50 10

Dari uji coba microphone, HS50 sanggup menangkap input dan menyuguhkannya ke lawan bicara secara jernih. Level dengungannya minimal, dan hampir tidak ada efek gema berkat dukungan teknologi noise cancellation. Rekan satu tim saya di Titanfall 2 dan Ghost Recon Wildlands tidak pernah mengeluh karena suara saya sulit didengar. Perlu diingat juga bahwa HS50 telah tersertifikasi dan dioptimalkan untuk app VoIP Discord.

 

Konklusi

Memang ada banyak headphone gaming dengan performa lebih baik serta desain yang ‘lebih gaming‘, namun tidak mudah bagi kita untuk menemukannya di harga yang terjangkau. Lewat celah inilah Corsair HS50 menyalip para kompetitor sekelasnya: kinerja audionya mumpuni, desainnya nyaman, build quality-nya memuaskan, dan Anda dapat miliki semua itu cukup dengan mengeluarkan uang sebesar Rp 750 ribu saja. Corsair juga menjamin produk ini bebas dari cacat produksi (jika ada masalah, Anda dapat segera menukarnya) dan melengkapinya bersama garansi selama dua tahun.

Selera audio tiap orang memang berbeda-beda, meski begitu, saya akan menyarankan HS50 bagi Anda yang menginginkan headset gaming sekaligus perangkat buat menikmati musik sehari-hari. Kesederhanaan desain juga menjadi nilai tambah, tapi mungkin beberapa dari Anda menyadari, rancangan Corsair HS50 – apalagi dengan housing oval dan engselnya – menyerupai Kingston HyperX Cloud. Lalu apakah ini merupakan hal buruk? Tidak juga. Anggap saja HS50 merupakan alternatif yang lebih ekonomis.

Corsair HS50 16

Corsair HS50 15

Corsair Luncurkan HS50 di Indonesia, Headset Gaming Stereo Bersertifikasi Discord

Void Pro merupakan tulang pungggung Corsair Components di bidang penyajian audio gaming. Tak hanya satu, keluarga headphone ini terdiri dari beragam versi serta turut dilengkapi beragam fitur canggih: ada varian wireless dengan pencahayaan RGB hingga headset USB hybrid. Satu hal yang mungkin jadi kendala ialah harganya. Produk-produk tersebut bukanlah barang murah.

Boleh jadi, itulah alasan sang produsen hardware PC dan gaming gear asal Amerika itu memperkenalkan HS50. Perangkat ini adalah headset stereo yang menjanjikan kenyamanan pemakaian, output suara berkualitas, serta daya tahan tinggi ketika Anda menggunakannya ber-gaming dalam waktu lama. Penyajian HS50 cukup simpel serta ditunjang kompatibilitas ke platform game berbeda.

Corsair HS50 1

Corsair HS50 memiliki arahan desain yang cukup berbeda dari Void Pro. Housing speakernya oval, dengan rancangan cup over ear, dan secara keseluruhan penampilannya terlihat minimalis. Engsel yang menyambung dua bagian speaker ke headband memungkinkannya bergerak bebas, sehingga siap mendukung berbagai tipe dan ukuran kepala. Pengendalian bisa dilakukan langsung di unit headphone, mempersilakan Anda mengatur volume hingga mengaktifkan fungsi mute.

Corsair HS50 2

Produsen memanfaatkan struktur logam demi memastikan HS50 mampu bertahan dari perlakuan kasar para gamer. Lalu untuk membuat pengalaman penggunaan yang nyaman (termasuk para gamer berkacamata), Corsair membubuhkan bantalan berbahan memory foam di ear cup dan bagian bawah headband. Dan uniknya lagi, Anda dapat melepas microphone jika tidak digunakan.

Corsair HS50 3

Aspek komunikasi menjadi perhatian utama Corsair dalam merancang HS50.  Mic removable di sana adalah varian unidirectional, dan telah dibekali fitur noise cancelling sehingga lawan bicara bisa mendengar suara Anda secara jelas dan jernih. Bagian tersebut juga sudah memperoleh sertifikasi Discord, salah satu aplikasi voice chat favorit gamer – tersedia di Windows, Linux, iOS, Android serta MacOS.

Jantung dari Corsair HS50 ialah driver neodymium 50mm yang kabarnya sanggup ‘menghidangkan kualitas suara superior dengan keakuratan tinggi serta jangkauan audio yang luas’. Headset tersambung ke perangkat gaming melalui kabel berkepala 3,5mm, siap jadi teman setia gamer PC, Xbox One, PlayStation 4, sampai Nintendo Switch. Agar tampil serasi dengan console Anda, Corsair turut menyediakan model bergaris oval warna ‘biru PlayStation’ atau ‘hijau Xbox’.

Di Amazon, Corsair HS50 dijajakan seharga mulai dari US$ 50. Saat artikel ini ditulis, saya belum menemukannya di channel penjualan lokal.

Sumber: Corsair.

Pabrikan Arloji Premium, Shinola, Luncurkan Headphone dan Earphone Perdananya

Pabrikan jam tangan premium asal Amerika Serikat, Shinola, tahun lalu memulai pelebaran sayapnya ke ranah audio lewat sebuah turntable berdesain mewah. Dimotori oleh mantan CEO Audeze, divisi audio Shinola tentunya masih belum mau berhenti. Baru-baru ini, mereka memperkenalkan sepasang headphone dan sepasang earphone sekaligus.

Kedua headphone yang dimaksud adalah Shinola Canfield Over-Ear dan Canfield On-Ear. Tidak mengejutkan dari perusahaan yang mengawali kiprahnya di industri arloji, duo headphone debutannya ini juga dibalut dengan material premium seperti stainless steel dan kulit asli. Plus, keduanya juga dirakit dengan tangan di markas Shinola di kota Detroit.

Shinola Canfield On-Ear / Shinola
Shinola Canfield On-Ear / Shinola

Keduanya mengusung gaya desain yang sama, dengan perbedaan hanya pada ukurannya. Spesifikasinya juga sedikit berbeda: Canfield Over-Ear mengemas dynamic driver 50 mm dengan rentang frekuensi 20 – 24.000 Hz, sedangkan Canfield On-Ear mengemas driver 40 mm dengan frekuensi 20 – 20.000 Hz.

Sayangnya untuk sekarang belum ada varian wireless untuk keduanya. Ini penting mengingat satu per satu smartphone mulai kehilangan jack headphone. Kendati demikian, Shinola berencana menawarkan aksesori terpisah untuk pengguna perangkat iOS berupa kabel Lightning yang bisa dipasangkan ke kedua headphone-nya, dan versi wireless-nya direncanakan menyusul tahun depan.

Shinola Canfield Pro (kiri) dan Canfield In-Ear Monitors (kanan) / Shinola
Shinola Canfield Pro (kiri) dan Canfield In-Ear Monitors (kanan) / Shinola

Untuk kedua earphone-nya, yakni Shinola Canfield In-Ear Monitors dan Canfield Pro In-Ear Monitors, masih belum ada informasi mendetail terkecuali fakta bahwa Shinola mengembangkannya dengan bantuan dari startup bernama Campfire Audio, yang banyak menerima pujian dari kalangan audiophile.

Shinola saat ini sudah memasarkan Canfield Over-Ear seharga $595, dan Canfield On-Ear seharga $495. Keduanya tersedia dalam dua kombinasi warna – silver-hitam dan silver-coklat – tapi Shinola juga menawarkan varian warna hitam glossy yang lebih mahal $55. Canfield In-Ear dan Canfield Pro In-Ear akan menyusul di bulan Desember, dengan harga masing-masing $195 dan $495.

Sumber: The Verge dan Shinola.

Tiba di Indonesia, Headset JBL JR Pastikan Buah Hati Anda Menikmati Musik Dengan Aman dan Nyaman

Kecintaan pada musik bisa dimulai kapan saja, bahkan ketika seseorang masih belia. Memang ada banyak pilihan perangkat untuk menikmati musik secara personal dan portable, namun mayoritas didesain buat pengguna dewasa. Padahal, ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan orang tua sebelum memberikan atau meminjamkan headphone ke buah hati mereka.

Beberapa contoh hal yang harus jadi perhatian meliputi bobot, ukuran, dan tingkat kekerasan suara. Menurut penjelasan dari perwakilan JBL, orang dewasa masih bisa menoleransi suara dengan level kelantangan maksimal 125dB; sedangkan telinga anak-anak masih sensitif dan tak boleh menerima bunyi-bunyian melampaui batasan 85-desibel. Pada prakteknya, para orang tua mungkin sering mendapati buah hatinya mendengarkan lagu di volume tertinggi.

JBL JR 14

Sebagai solusinya, perusahaan audio Amerika Serikat milik Harman International itu memperkenalkan produk musik yang didesain khusus untuk anak-anak. Dan di tanggal 7 November 2017 kemarin, JBL resmi meluncurkan rangkaian headphone bernama JBL JR (Junior) di Indonesia. Seluruh elemen di JBL JR – dari mulai desain, fitur, hingga hardware di dalam – dirancang secara cermat buat para penikmat musik berusia muda.

JBL JR 8

JBL menyampaikan bahwa hal yang mendorong mereka menyediakan JBL JR adalah bertambahnya jumlah konten hiburan audio yang tidak diimbangi oleh tersedianya headphone khusus anak-anak. Semakin banyak orang tua menyadari dampak berbahaya dari output audio bervolume terlalu tinggi pada pendengaran putra-putrinya, dan mereka menuntut jawaban dari para pemain di ranah ini.

JBL JR 7

JBL Junior hadir ke Indonesia dalam dua model, yaitu JBL JR300 dan JR300BT. Anda mungkin sudah bisa menebak, perbedaan terbesar antara kedua versi ialah kehadiran konektivitas wireless.

 

Desain

JBL JR merupakan headset on-ear dengan cup bundar. Tubuhnya terbuat dari plastik, strukturnya kuat dan tahan banting, dan bobotnya juga ringan (JR300 mempunyai berat 108g, JR300BT berbobot 113g). Rancangannya sendiri terbilang tradisional: housing speaker disambung oleh sebuah headband, lalu engselnya dapat diputar 90 derajat ke belakang, diarahkan ke bawah, serta dilipat sehingga lebih mudah disimpan dan mendukung beragam bentuk kepala.

JBL JR 12

JBL JR 1

Bagian bantalan earcup dan headband-nya tak kalah istimewa. JBL sepertinya memanfaatkan pelapis dari kulit sintetis, namun teksturnya berkerut. Bahan tersebut sangat lentur dan lembut. JBL juga bilang, lapisan padding ini sangat kuat siap menghadapi gesekat dengan intensitas tinggi.

JBL JR 4

JBL JR 9

Meski kedua model tampil identik , mereka menawarkan pilihan warna berbeda. Ada opsi spider red dan ice blue untuk JBL JR300; dan pilihan punky pink, rocker blue, serta tropic teal buat JBL JR300BT. Totalnya ada lima warna. Selanjutnya, paket penjualan JBL JR turut disertai satu set stiker, mempersilakan anak-anak untuk mengustomisasi headset milik mereka.

JBL JR 2

JBL JR 3

Khusus untuk tipe JBL JR300 biasa, headset tersambung ke perangkat pemutar musik melalui kabel sepanjang 1-meter berkepala jack 3,5-milimeter. Kabel audio tersebut menggunakan jenis flat dari material karet. Dari sesi uji coba singkat, material itu terasa lentur dan kokoh, sehingga orang tua tak perlu terlalu cemas headset cepat rusak akibat kabel yang ditarik-tarik.

 

Spesifikasi dan fitur

Sebagai jantung dari dua headphone anak-anak ini, JBL memilih driver dynamic 32-milimeter, mampu menyajikan frekuensi dari 20-hertz sampai 20-kilohertz. Menariknya lagi, bantalan di sana bukan hanya berguna untuk memastikan penggunanya tetap nyaman, tapi juga buat menunjang fungsi noise cancellation pasif, membuat pengalaman mendengarkan musik tetap optimal meski si buyung berada di tempat ramai. Dan karena pasif, fitur noise cancelling ini tidak membutuhkan pasokan daya.

JBL JR 16

JBL JR 17

Khusus pada JR300BT, orang tua bisa menentukan tingkat volume maksimal di headset via perangkat bergerak. Selain supaya anak-anak tidak mendengarkan lagu terlalu keras, fitur ini juga membuat orang tua lebih mudah memanggil mereka. Selain itu, produsen tak lupa merancang agar penempatan serta bentuk tombolnya pas digunakan oleh anak-anak.

JBL JR 15

JBL JR 18

Di dalam, JBL membekali JR300BT dengan baterai berteknologi quick-charge, memungkinkan headset menghidangkan lagu selama satu jam cukup lewat proses isi ulang selama 10 menit saja. Saat terisi penuh, baterai sanggup menghidangkan koleksi lagu hingga 12 jam non-stop.

 

Ketersediaan dan harga

Kedua headphone JBL JR bisa Anda dapatkan di seluruh gerai JBL di Indonesia dan sejumlah toko Gramedia mulai hari ini. Harga dua varian JBL JR cukup kontras: JR300 dijajakan di harga Rp 550 ribu, sedangkan tipe JR300BT dibanderol Rp 900 ribu.

JBL JR 19

JBL JR 5

Sennheiser Luncurkan HD 660 S, Penerus HD 650 yang Lebih Superior dan Lebih Fleksibel

Selama 14 tahun Sennheiser HD 650 sudah dan masih menjadi salah satu headphone kesayangan komunitas audiophile. Meski bukan model yang paling diunggulkan oleh Sennheiser, HD 650 tetap menjadi idaman banyak orang berkat kualitas suara dan kenyamanannya yang superior.

Kiprah panjang HD 650 akhirnya terhenti di tahun 2017 ini, sebab Sennheiser sudah menyiapkan penggantinya yang lebih istimewa lagi, yaitu HD 660 S. HD 660 S mempertahankan segala kebaikan pendahulunya, termasuk desain open-backed yang menjanjikan soundstage luar biasa selagi mengorbankan aspek isolasi suara.

Sennheiser HD 660 S

Desain HD 660 S secara keseluruhan tampak mirip dengan HD 650, lengkap dengan earcup berwujud elips yang berukuran lebih besar ketimbang milik headphone pada umumnya. Anda dapat melihat jeroan HD 660 S dari luar, dan ini pertanda bahwa suara yang dihasilkannya akan bocor ke mana-mana, sehingga disarankan Anda menggunakannya selagi berada di dalam ruangan sendirian.

Perubahan paling mencolok yang dibawa HD 660 S, selain warna hitam matte-nya, adalah unit transducer baru yang diyakini memiliki distorsi lebih rendah dan dapat menghasilkan suara yang lebih alami lagi ketimbang pendahulunya. Sennheiser tidak lupa menguji dan menyesuaikan masing-masing earcup milik HD 660 S agar dapat menghasilkan suara yang nyaris identik satu dengan yang lainnya.

Sennheiser HD 660 S

Juga baru untuk HD 660 S adalah impedansi yang turun drastis, dari 300 ohm menjadi 150 ohm. Ini berarti HD 660 S jauh lebih fleksibel dibanding pendahulunya yang harus digunakan bersama amplifier terpisah hanya supaya suara yang dihasilkan tidak terdengar lirih.

Memang potensi HD 660 S sebenarnya baru bisa dirasakan ketika Anda menyandingkannya dengan perlengkapan high-end, akan tetapi Sennheiser cukup yakin bahwa smartphone saja semestinya sudah cukup untuk bisa menenagai HD 660 S.

Sennheiser HD 660 S rencananya akan dipasarkan seharga $500, banderol yang sama persis yang selama ini diusung HD 650.

Sumber: Sennheiser dan The Verge.

Libratone Luncurkan Headphone dan Earphone dengan Sertifikasi Made for Google

Apple punya “Made for iPhone”, Google punya “Made for Google”. Keduanya pada dasarnya merupakan semacam program sertifikasi buat pabrikan aksesori. Dalam kasus Google, program tersebut resmi dimulai bersamaan dengan diperkenalkannya duo Pixel 2 beberapa pekan lalu.

Libratone adalah produsen perangkat audio yang dengan cepat memanfaatkan momentum program Made for Google ini. Brand asal Denmark itu mengumumkan headphone dan earphone baru yang keduanya sama-sama dirancang secara spesifik untuk mendampingi Pixel 2 dan Pixel 2 XL.

Libratone Q Adapt On-Ear

Yang pertama adalah Libratone Q Adapt On-Ear. Keunggulannya adalah fitur fast pairing macam yang dimiliki Pixel Buds. Fitur ini sederhananya memungkinkan headphone untuk tersambung secara otomatis ke Pixel 2 ketika berada di dekatnya, mirip seperti cara kerja AirPods dan iPhone.

Tidak kalah menarik adalah fitur pause otomatis yang akan aktif ketika pengguna melepas headphone dari kepalanya. Di samping itu, Q Adapt On-Ear juga menawarkan fitur noise cancelling adaptif yang dapat disesuaikan intensitasnya berdasarkan kebutuhan pengguna, plus daya tahan baterai sampai 20 jam nonstop.

Libratone Q Adapt In-Ear

Yang kedua adalah Libratone Q Adapt In-Ear. Model ini tidak dilengkapi fitur fast pairing karena ia memang bukanlah headphone wireless. Pun demikian, konektor USB-C mengindikasikan perannya sebagai solusi atas hilangnya jack headphone pada Pixel 2 dan Pixel 2 XL.

Mengusung bodi yang tahan keringat, Q Adapt In-Ear rupanya turut menawarkan fitur noise cancelling adaptif yang serupa dengan milik kakaknya. Keduanya bakal dipasarkan dalam waktu dekat seharga masing-masing $249 untuk Q Adapt On-Ear dan $149 untuk Q Adapt In-Ear.

Sumber: Android Authority.

Bionik Mantis Adalah Headphone yang Dirancang Khusus untuk PlayStation VR

Tidak seperti Oculus Rift, PlayStation VR tidak dibekali headphone terintegrasi. Versi keduanya mencoba mengatasi masalah tersebut dengan earphone terintegrasi, akan tetapi solusi ini terkesan agak menjijikkan kalau Anda merupakan tipe konsumen yang memakainya secara bergantian dengan pengguna lain.

Solusi yang lebih elegan datang dari produsen peripheral Bionik Gaming. Mereka menciptakan headphone on-ear bernama Mantis yang dirancang secara spesifik untuk PSVR, dimaksudkan untuk dipasang di bagian headband seperti kasusnya pada Oculus Rift.

Bionik Mantis

Karena hanya melibatkan mekanisme penjepit biasa, posisinya dapat diatur sedemikian rupa agar terasa benar-benar pas di telinga pengguna. Namun bagian paling menarik dari Mantis adalah kemampuannya untuk dilipat ke atas ketika pengguna ingin mendengar orang-orang di sekitarnya.

Jadi tanpa harus melepas headset, pengguna pada dasarnya masih bisa mengetahui apa yang sedang terjadi di sekitarnya. Selagi Mantis dalam posisi terlipat ke atas, audio dalam game sebenarnya masih akan terdengar meski lirih.

Bionik Mantis

Solusi ini jelas lebih praktis dan nyaman ketimbang menggunakan headphone biasa di atas PSVR. Kekurangannya mungkin hanya dari segi kualitas suara, apalagi kalau headphone yang Anda bandingkan adalah headphone kelas premium.

Terlepas dari itu, Bionik Mantis yang saat ini sudah dipasarkan seharga $50 tetap merupakan alternatif yang menarik bagi pengguna PSVR, terutama mereka yang keberatan untuk meminang versi barunya yang dilengkapi earphone terintegrasi.

Sumber: VentureBeat.