Huawei Luncurkan Tiga Tablet dan Dua Smartwatch Baru Bersamaan dengan Perilisan HarmonyOS 2.0

Setelah menjalani tahap beta testing selama beberapa bulan, versi final HarmonyOS 2.0 akhirnya resmi diperkenalkan, dan akan merambah ke sekitar 100 perangkat Huawei, termasuk smartphone dan tablet. Dalam kesempatan yang sama, Huawei turut mengumumkan sederet perangkat baru, mulai dari tablet, smartwatch, TWS, hingga monitor.

Untuk tablet-nya, total ada tiga model anyar yang diperkenalkan, yaitu Huawei MatePad Pro 12.6, MatePad Pro 10.8, dan MatePad 11. Pada ketiga perangkat tersebut, kita bisa melihat bagaimana tampilan antarmuka HarmonyOS 2.0 telah dioptimalkan untuk layar besar tablet. Dengan dock yang terpisah, sejumlah widget, dan control panel, pengalaman yang didapat pengguna akan lebih mirip seperti mengoperasikan perangkat desktop.

Huawei pun tidak lupa menyempurnakan fitur mirroring-nya, sehingga tablet tak hanya bisa disambungkan dengan ponsel Huawei saja. Bagi yang mempunyai laptop Huawei yang kompatibel, mereka bisa memakai trio tablet HarmonyOS 2.0 ini sebagai layar kedua, atau malah sebagai sebuah alas menggambar untuk aplikasi seperti Adobe Photoshop.

Huawei MatePad Pro 12.6 dan MatePad Pro 10.8

Huawei MatePad Pro 12.6 / Huawei

Dari segi spesifikasi, MatePad Pro 12.6 merupakan model yang paling flagship. Ia hadir membawa layar OLED 12,6 inci dengan resolusi 2560 x 1600 pixel, tapi sayang refresh rate-nya cuma 60 Hz. MatePad Pro 10.8 di sisi lain mengemas panel IPS LCD dengan resolusi yang sama persis, tapi refresh rate-nya sudah 120 Hz.

Kedua perangkat sama-sama mendukung format HDR10, lengkap beserta coverage DCI-P3 color gamut secara menyeluruh. Huawei tidak lupa menyematkan delapan buah speaker Harman Kardon, plus empat buah mikrofon yang mampu menangkap suara dengan jelas dari jarak 5 meter. Kamera selfie-nya sendiri diposisikan di bezel samping sehingga perangkat bisa dipakai video call dalam orientasi landscape.

Huawei MatePad Pro 10.8 / Huawei

Urusan performa, MatePad Pro 12.6 mengandalkan chipset Kirin 9000E, sedangkan MatePad Pro 10.8 ditenagai Snapdragon 870. Keduanya sama-sama dibekali RAM 8 GB dan pilihan storage 128 atau 256 GB. Di belakang, ada tiga buah kamera, lengkap dengan 3D depth sensor. Keduanya sama-sama kompatibel dengan stylus M-Pencil generasi baru yang lebih presisi sekaligus lebih responsif.

Sebagai model yang lebih besar, MatePad Pro 12.6 otomatis mengemas baterai yang lebih besar pula, persisnya 10.000 mAh, dengan dukungan fast charging 40 W, wireless charging 27 W, dan reverse wireless charging 10 W. MatePad Pro 10.8 di sisi lain mengusung baterai berkapasitas 7.250 mAh.

Di kawasan Eropa, MatePad Pro 12.6 akan segera dipasarkan dengan harga mulai €799 (± Rp13,9 jutaan), sedangkan ketersediaan MatePad Pro 10.8 masih belum dirincikan. Kedua model sama-sama bakal hadir dalam tiga pilihan warna: abu-abu, putih, dan hijau.

Huawei MatePad 11

Huawei MatePad 11 / Huawei

Sesuai dugaan, MatePad 11 tanpa embel-embel Pro ini hadir mengusung spesifikasi yang sedikit lebih inferior. Kinerjanya mengandalkan chipset Snapdragon 865, RAM 6 GB, dan storage 128 GB. Layarnya merupakan panel LCD 10,95 inci dengan resolusi 2560 x 1600 pixel dan refresh rate 120 Hz.

MatePad tercatat mengemas baterai berkapasitas 7.250 mAh yang mendukung fast charging 22,5 W. Seperti duo MatePad Pro baru tadi, MatePad 11 juga kompatibel dengan stylus baru. Perangkat ini rencananya akan dijual seharga €399 (± Rp6,9 jutaan) di dataran Eropa.

Huawei Watch 3 dan Watch 3 Pro

Huawei Watch 3 / Huawei

Beralih ke smartwatch, Huawei menyingkap Watch 3 dan Watch 3 Pro. Masing-masing tampil dengan gaya yang berbeda; Watch 3 dengan gaya modern dan layar nyaris tanpa bezel, sedangkan Watch 3 Pro dengan gaya lebih klasik dan ukuran sedikit lebih besar.

Material yang digunakan keduanya pun berbeda. Watch 3 menggunakan konstruksi berbahan stainless steel, sedangkan Watch 3 Pro menggunakan bahan titanium, plus kaca safir untuk memproteksi layarnya. Layarnya sendiri sama-sama merupakan panel AMOLED 1,43 inci dengan kepadatan pixel 326 ppi dan tingkat kecerahan maksimum 1.000 nit. Juga sama adalah sisi belakang yang terbuat dari keramik, plus ketahanan air hingga kedalaman 50 meter.

Total ada lebih dari 100 mode latihan yang didukung. Selain memonitor laju jantung dan saturasi oksigen dalam darah (SpO2), kedua smartwatch turut dibekali sensor untuk mengukur suhu kulit tubuh. Huawei pun tidak lupa melengkapi keduanya dengan eSIM, sehingga perangkat dapat digunakan secara mandiri. Kehadiran HarmonyOS 2.0 juga berarti aplikasi bisa diunduh langsung ke smartwatch, tidak perlu ponsel sebagai perantaranya.

Huawei Watch 3 Pro / Huawei

Huawei tidak merincikan spesifikasinya secara lengkap, tapi yang pasti kedua perangkat mengandalkan RAM 2 GB dan storage 16 GB. Khusus pada Watch 3 Pro, ada dual-band GPS receiver yang memungkinkan pendeteksian lokasi secara lebih akurat dan stabil.

Terkait daya tahan baterai, Watch 3 diklaim mampu beroperasi selama 3 hari nonstop dengan 4G aktif, atau sampai 14 hari jika mengaktifkan fitur Ultra-Long Lasting Mode. Watch 3 Pro di sisi lain bisa tahan sampai 5 hari pemakaian dengan 4G aktif, atau sampai 21 hari menggunakan fitur Ultra-Long Lasting Mode.

Di Tiongkok, Huawei Watch 3 bakal segera dijual dengan harga 2.600 yuan (± Rp5,8 jutaan), sedangkan Huawei Watch 3 Pro dibanderol 3.300 yuan (± Rp7,4 jutaan).

Sumber: GSM Arena 1, 2.

Huawei MateBook 16 Resmi, dengan Prosesor AMD Ryzen 5000 H-Series dan Rasio Layar Kekinian 3:2

Huawei telah mengumumkan MateBook 16, laptop premium 16 inci ini menawarkan keseimbangan antara power dan portabilitas. Perangkat ini ditenagai prosesor AMD Ryzen 5000 H-Series, namun bobotnya di bawah 2kg meski bodinya hampir seluruhnya logam.

MateBook 16 ini tersedia dalam dua varian, mulai dari versi prosesor AMD Ryzen 5 5600H dengan konfigurasi 6 core dan 12 thread. Satu lagi menggunakan AMD Ryzen 7 5800H dengan konfigurasi 8 core dan 16 thread.

Kedua prosesor tersebut dibangun di atas arsitektur terbaru AMD 7nm ‘Zen 3’ yang ditujukan untuk para content creator dan antusias gamer. Dengan thermal design power (TDP) 45W dan tersedia mode performance 54W yang dapat diaktifkan dengan menekan tombol kombinasi Fn + P.

Untuk menjaga APU tetap dingin bahkan dalam mode performance atau TDP tinggi, Huawei menerapkan solusi dual fan. Setup ini terdiri dua heat pipe 2mm yang mengarah ke heat sink dengan desain ‘shark fin‘ dan dihembus oleh dua kipas berukuran 75mm.

Huawei tidak menyediakan opsi untuk GPU eksternal, namun integrated graphics AMD Radeon sudah cukup powerful untuk menangani keperluan pembuatan konten dan kegiatan kerja sehari-hari. Kedua varian didukung RAM 16GB DDR4 dual channel dan storage SSD NVMe PCIe berkapasitas 512GB.

Layar menjadi aspek unggulan yang ditawarkan oleh MateBook 16, membentang 16 inci menggunakan panel IPS beresolusi tinggi 2.520×1.680 piksel. Dengan aspek rasio kekinian 3:2 yang diyakini lebih ideal untuk bekerja, baik browsing, edit dokumen maupun foto video karena mampu menampilkan konten vertikal lebih banyak.

Bagi para content creator yang mementingkan akurasi warna, layar MateBook 16 juga sudah mendukung HDR (8 bit + FRC) yang menawarkan cakupan 100% pada color space sRGB dengan kalibrasi warna deltaE kurang dari 1. Rasio kontrasnya 1.500:1, mendukung flicker-free DC dimming, namun tingkat kecerahannya sebatas 300 nits.

Desain keyboard-nya sangat minimalis, diapit oleh speaker stereo, memiliki touchpad kaca yang luas, dan tombol power yang terintegrasi sensor sidik jari di pojok kanan atas. Kelengkapan konektivitasnya cukup lengkap, termasuk dua port USB-C, dua port USB-A 3.2 Gen 1, HDMI full size, dan headphone jack 3.5 mm.

Pengisian dayanya dilakukan melalui port USB-C dan dalam paket penjualannya disematkan adapter pengisian daya cepat 135W yang mendukung teknologi SuperCharge untuk mengisi daya smartphone Huawei. Kapasitas baterainya 84WHr yang dapat memutar video 1080p+ selama 12 setengah jam.

Saat ini, laptop terbaru Huawei MateBook 16 baru tersedia di China, mengingat Huawei Indonesia cukup rajin merilis laptop, semoga saja MateBook 16 bakal masuk ke Tanah Air secepatnya. Harganya mulai dari CNY 6.300 atau sekitar Rp14 jutaan untuk konfigurasi dasar dengan AMD Ryzen 5 5600H dan CNY 6.800 atau sekitar Rp15,1 jutaan untuk versi AMD Ryzen 7 5800H.

Sumber: GSMArena

 

 

[Review] Huawei Band 6: Smartband Rasa Smartwatch, Layar Lebar dan Fitur Lengkap

Selama ini, desain sebuah smartband tidak luput dari bentuknya yang mungil dan minimalis. Sayangnya, desain tersebut akan membuat layar yang terpasang memiliki dimensi yang kecil sehingga akan menyulitkan beberapa orang untuk melihat. Beda halnya dengan solusi yang ditawarkan oleh Huawei pada smartband terbarunya yang diberi nama Huawei Band 6.

Huawei Band 6 menawarkan perangkat gelang pintar yang utamanya digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan dengan layar yang lebih lebar. Hal tersebut membuatnya terlihat seperti sebuah smartwatch. Tidak hanya itu saja, Huawei juga melengkapi smartband mereka dengan fitur yang lebih lengkap serta animasi serta widget yang tidak berbeda dengan sebuah smartwatch.

Smartband Huawei Band 6 memiliki spesifikasi sebagai berikut ini

Layar AMOLED 1.47 inci 194 x 368 touch
Baterai Tahan hingga 14 hari, Li-Poly
Konektivitas Bluetooth 5.0 BLE
Dimensi 43×25.4×11.45mm
Bobot 29 gram, 18 gram tanpa strap
Sensor Accelerometer, heart rate, SpO2, Gyroscope
OS LiteOS
Sertifikasi 5 ATM
Bahan strap Karet silikon

Sayang memang, Huawei tidak memberikan informasi lebih lanjut mengenai prosesor yang digunakan, kapasitas RAM dan penyimpanan internal, dan bahkan kapasitas baterai yang ditanamkan. Akan tetapi yang pasti, perangkat ini menggunakan prosesor satu inti saja. Tebakan saya, Huawei menggunakan prosesor ARM Cortex M4 atau M7 pada smartband yang satu ini.

Charger

Perangkat ini datang dengan sebuah charger yang desainnya khusus hanya untuk Huawei Band 6 saja. Sama seperti kebanyakan smartwatch, Huawei Band 6 juga menggunakan sistem magnet untuk menempelkan konektor pengisian baterai. Padahal biasanya sebuah smartband sangat jarang ditemukan dengan desain pengisian baterai seperti ini.

Desain

Jika desain smartband lain memiliki dimensi yang kecil, beda dengan apa yang digunakan pada Huawei Band 6. Huawei Band 6 tampil seperti sebuah smartwatch yang memiliki dimensi mungil. Apalagi, saat ini model kotak pada sebuah smartwatch sedang naik daun. Bahan dari perangkatnya sendiri terbuat dari plastik polikarbonat dan strap-nya terbuat dari bahan karet.

Layar dari Huawei Band 6 menggunakan tipe AMOLED atau Active Matrix Organic Light Emitting Diode. Dimensi dari layar tersebut adalah 1,47 inci dengan resolusi 192 × 368 piksel. Walaupun terbuat dari plastik, layarnya sendiri cukup tahan terhadap benturan-benturan ringan. Namun, hindarkan layar tersebut dari debu dan pasir karena pasti akan membuatnya tergores dan sebisa mungkin gunakan lapisan anti gores.

Layar AMOLED yang digunakan memiliki fungsi sentuh, sehingga pengguna bisa menekan atau menggeser untuk memilih dan berpindah menu. Selain itu, pada bagian kanannya terdapat sebuah tombol yang memiliki multifungsi. Saat perangkat mati, tombol ini berguna untuk menyalakan dan mematikan perangkat. Saat perangkat sedang menyala, tombol ini berfungsi sebagai tombol pembuka app drawer dan home.

Jika Anda bosan, perangkat ini ternyata juga bisa diganti strap-nya. Sampai sekarang, sudah banyak yang menjual strap pada ecommerce yang ada di Indonesia. Mengganti strap-nya juga cukup mudah, tinggal mencongkel bagian ujung strap yang tersambung dengan band-nya. Setelah itu, geser strap tersebut ke atas dengan pelan dan akan segera terlepas.

Di bagian bawah dari perangkat ini juga terdapat beberapa sensor. Hal tersebut seperti sensor pendeteksi detak jantung serta kadar oksigen dalam darah. Selain itu, terdapat dua konektor untuk mengisi ulang baterainya. Huawei Band 6 juga memiliki sensor akselerometer dan juga gyroscope.

Perangkat ini dapat dihubungkan ke smartphone dengan menggunakan aplikasi Huawei Health. Aplikasi ini akan melakukan sinkronisasi data yang ada pada smartband sehingga pengguna dapat melihat data-datanya dengan nyaman. Aplikasi ini juga menyediakan update firmware, berbagai macam koleksi watch face, serta setting lainnya.

Pengalaman Menggunakan

Gelang pintar ( atau jam tangan pintar? ) ini datang saat pandemi COVID-19 datang. Oleh karena itu, saya tidak bisa menggunakannya setiap hari untuk berolah raga. Jika ada waktu untuk berbelanja atau pergi ke sebuah tempat, saya pun menggunakan perangkat ini walaupun tidak ekstrim.

Saya menggunakan smartband yang satu ini dalam waktu sekitar tiga mingguan. Tentunya saat perangkat ini datang ke rumah saya, saat itu juga perangkat ini diisi ulang baterainya sampai penuh. Charger-nya sendiri memiliki model magnet, sehingga pengguna tidak akan kebalik saat menghubungkannya. Karena kabelnya cukup pendek, saya sangat menyarankan agar pengguna untuk menyimpannya dengan benar agar tidak hilang.

Seperti biasa, saya langsung menghubungkan perangkat ini ke aplikasi Huawei Health. Yang cukup aneh adalah aplikasi ini harus di-download dari Huawei App Gallery atau toko aplikasi lain selain Google Play. Setelah melakukan pemasangan aplikasi, barulah Huawei Health bisa mendeteksi Huawei Band 6. Bahkan aplikasi ini langsung melakukan update firmware sebanyak dua kali.

Seperti halnya sebuah jam tangan pintar, Huawei Band 6 memiliki fitur-fitur seperti pemantauan detak jantung, pemantauan tidur, SpO2, pernapasan, notifikasi, cuaca, jam, alarm, senter, dan kontrol musik. Fitur-fitur yang sudah umum ditemukan pada hampir setiap jam tangan pintar yang sudah beredar di pasaran. Semua itu juga disajikan dengan animasi yang sama dengan yang ada pada smartwatch.

Jika Anda pengguna sebuah smartband, tentu saja watch face yang ada cukup membosankan karena terlihat sangat kecil. Oleh karena dimensi layar dari Huawei Band 6 yang cukup besar, tentu saja membuat watch face-nya bisa terlihat dengan jelas. Untuk menambah watch face, aplikasi Huawei Health bisa digunakan untuk melakukan download dan langsung memasangkannya pada Band 6. Beberapa watch face bahkan bisa diubah warnanya pada saat kita menyentuh layarnya.

Huawei Band 6 juga mampu memberikan informasi notifikasi yang datang dari aplikasi tukar pesan seperti Whatsapp dan Telegram. Semua pesan bisa langsung dilihat jika kita menggeser layarnya ke atas. Sayangnya, ada bug di mana satu pesan Whatsapp bisa ditampilkan dua kali pada layar Huawei Band 6. Bahkan kadang pesan tersebut telat masuk dari smartphone ke smartband.

Lalu bagaimana dengan notifikasi panggilan suara dan video dari Whatsapp dan Telegram? Sama seperti sebuah smartwatch dari Huawei, semua notifikasi tersebut akan muncul di layar gelang pintar ini hanya pada saat smartband-nya terpasang di tangan. Hal ini tentu membuat baterai yang ada pada smartband tersebut akan menjadi lebih irit. Dan pengguna tidak akan melewatkan satu pun panggilan baik dari seluler mau pun dari aplikasi pihak ketiga.

Smartband ini ternyata mendukung banyak mode olah raga. Dan tidak tanggung-tanggung, Huawei Band 6 bisa mendukung hingga 96 mode olah raga sekaligus. Hal yang sama juga ditemukan pada perangkat smartwatch dari Huawei sendiri. Jadi dengan menggunakan gelang pintar ini, hampir semua olah raga yang kita lakukan sudah bisa terdeteksi dengan baik.

Terakhir yang ingin saya ceritakan adalah pemakaian baterainya. Selama tiga minggu, pemakaian saya memang cukup minimal, seperti hanya bepergian hari sabtu dan minggu saja. Hasilnya sampai hari terakhir artikel ini terbit, baterainya masih tersisa sekitar 35%. Cukup panjang, bukan?

Verdict

Huawei yang memiliki strategi 1+8+N sepertinya sedang gencar memasarkan bagian “8”-nya. Hal tersebut berarti mereka sedang gencar mendorong pasar AIoT. Salah satunya dengan perangkat-perangkat smartband seperti Huawei Band 6 yang memiliki bentuk seperti sebuah smartwatch.

Kinerja dari gelang pintar yang satu ini memang cukup baik untuk digunakan sehari-hari. Saya tidak merasakan adanya lag saat menggunakannya serta bernavigasi pada menu yang ada. Semua fungsi yang ada bisa diakses dan dijalankan tanpa adanya masalah. Hanya saja, saya sering mendapatkan dua notifikasi yang sama pada perangkat ini.

Harga yang ditawarkan oleh Huawei juga termasuk terjangkau untuk ukuran sebuah smartband dan smartwatch. Dengan Rp. 699.000 perangkat ini sudah bisa dimiliki. Pengguna bisa mendapatkan semua fungsi-fungsi canggih seperti perekaman olah raga, detak jantung, serta pengukuran SpO2 seperti sebuah smartwatch biasa.

Sparks

  • Antarmuka yang responsif
  • Gelang pintar dengan layar yang lebar
  • Fitur yang cukup lengkap, seperti SpO2, detak jantung, dll
  • Daya tahan baterai yang cukup baik
  • Ringan saat digunakan
  • 5 ATM

Slacks

  • Masih terdapat bug, seperti notifikasi ganda pada sebuah pesan teks
  • Layar mudah tergores saat terbentur
  • Tanpa GPS

 

[Review] Huawei Freebuds 4i: TWS 10 Jam dengan ANC dan Latensi Rendah

Seperti yang sudah diketahui, Huawei sudah lama mencanangkan strategi produk AIoT mereka yang dikenal dengan 1+8+N. Untuk saat ini, Huawei Indonesia sepertinya sedang menggalakkan strategi “8” mereka. Hal tersebut dibuktikan dengan munculnya sebuah produk audio dari mereka yang tidak menggunakan kabel. Produk tersebut berupa True Wireless Stereo yang dinamakan Huawei FreeBuds 4i.

Sebuah Huawei Freebuds 4i pun sudah datang ke meja pengujian tim Dailysocial. Perangkat yang datang kebetulan memiliki warna yang saya sukai, yaitu merah tua. Satu hal yang saya cukup terkesan pada perangkat ini adalah kemampuannya untuk mendengarkan musik selama 10 jam! Hal ini tentunya bisa membuat kita untuk mendengarkan musik seharian tanpa khawatir habis baterainya.

Huawei Freebuds 4i sendiri memiliki spesifikasi sebagai berikut

Bobot 5,5 gram per earbuds, 36,5gram case
Versi Bluetooth 5.2
Ukuran Driver ⌀10 mm dynamic
Dimensi 37.5 x 21 x 23.9 mm (earbud), ⌀61.8 x 48 x 27.5 mm (case)
Kapasitas Baterai 55 mAh (per earbud), 215 mah (case)

Jika diperhatikan, baterai yang ada pada case-nya terlihat cukup kecil jika dibandingkan dengan produk sekelas. Driver yang digunakan juga lebih kecil dari Freebuds 3. Namun, model dengan eartips seperti ini memiliki desain isolasi tersendiri sehingga 10 mm akan terdengar lebih kencang.

Unboxing

Seperti inilah ini dari paket penjualan Huawei Freebuds 4i

Desain

Desain True Wireless Audio mengindikasikan bahwa earphone ini tidak memiliki kabel apa pun untuk terkoneksi satu dengan lainnya dan ke perangkat musik, seperti smartphone atau PC. TWS ini juga menggunakan desain tangkai yang sudah banyak digunakan pada beberapa produk audio. Dengan menggunakan eartip, Huawei Freebuds 4i menggunakan model in-ear dan bukan open-ear. 

Huawei Freebuds 4i menggunakan bahan dengan jenis plastik polikarbonat. Build-nya sendiri terasa cukup kokoh saat digenggam sehingga tidak perlu khawatir rusak saat terjatuh dari telinga. Beberapa model TWS malah memiliki build yang ringkih dan terdengar kosong saat diketuk. Namun tidak untuk Huawei Freebuds 4i ini.

Dengan menggunakan eartips, tentu saja membuat semua suara yang keluar dari driver-nya akan masuk seluruhnya ke telinga karena bersifat in-ear. True Wireless Earbuds yang satu ini memiliki driver dengan dimensi 10 mm yang besar untuk sebuah model in-ear. Namun hati-hati, karena volumenya akan cukup besar saat sebuah musik dimainkan.

Pada kedua earbuds juga terdapat sensor sentuh di bagian luarnya. Sensor sentuh ini berfungsi untuk mengendalikan musik yang sedang terpasang mau pun menerima atau menolak telepon. Selain itu, pada kedua batangnya juga terdapat microphone yang juga memiliki fungsi call noise cancelling. Dan pada bagian bawah dari TWS ini terdapat konektor untuk mengisi ulang baterai dari case-nya.

Baterai yang terdapat pada setiap earbuds memang cukup besar, yaitu 55 mAh. Namun, charging sase-nya membawa baterai yang tidak terlalu besar, hanya 215 mAh yang hanya bertahan untuk dua sampai tiga kali isi ulang. Untuk mengisi baterainya, Huawei Freebuds 4i memiliki port USB-C pada bagian bawahnya. Pada sisi depannya hanya ditemukan sebuah LED sebagai indikator saat melakukan pengisian baterai dan terdapat tombol pairing pada sisi kanannya.

TWS ini dapat diatur penggunaannya dengan memakai aplikasi buatan Huawei. Aplikasi yang dinamakan Huawei AI Life ini bisa mengetahui isi baterai dari setiap earbuds dan juga charging case-nya. Saya juga bisa menyalakan noise cancelling-nya serta mode awareness pada aplikasi ini. Dan tentunya TWS ini juga bisa di-upgrade firmware-nya langsung dari AI Life.

Pengalaman Menggunakannya

Terus terang, saya sangat menyukai model desain tangkai yang menggunakan eartips seperti pada Huawei Freebuds 4i. Hal tersebut akan membuat kedua earbuds akan menempel di kuping dan tidak tergeser sehingga suaranya tidak keluar. Tentunya hal tersebut harus disesuaikan lagi dengan besarnya eartips dan lubang telinga.

Saat pertama ingin menguji Huawei Freebuds 4i, tentu saja saya harus melakukan pairing dengan smartphone. Selain itu, saya harus terlebih dulu memasang aplikasi pendampingnya, yaitu Huawei AI Life. Sayangnya, aplikasi yang paling baru harus di-download dari Huawei App Gallery atau dari website HiCloud. Versi yang ada pada Google Play ternyata tidak ter-update.

Setelah melakukan update pada Huawei AI Life, waktunya melakukan pairing dengan aplikasi tersebut. Setelah tersambung, Huawei AI Life langsung menawarkan update firmware terbaru. Bagi saya, update firmware sangat penting mengingat semua fitur mampu ditingkatkan serta menghilangkan banyak bug yang mungkin ditemukan.

Huawei Freebuds 4i mendukung mode AAC dan SBC. Penggunaan AAC pun membuat perangkat ini memiliki suara yang lebih baik. Sayang memang, perangkat ini tidak mendukung codec yang lebih tinggi seperti LDAC.

Perangkat ini memiliki fitur noise cancelling serta awarenessNoise cancelling saat diaktifkan mampu meredam sebagian besar suara yang datang dari luar. Mode awareness akan membuat seluruh suara yang ada dari luar telinga terdengar, walaupun suaranya cukup kecil. Keduanya membutuhkan microphone untuk aktif, sehingga akan mempercepat pemakaian baterainya.

Untuk pengujian kali ini, saya menggunakan beberapa file Ogg Vorbis dengan bitrate 320 Kbps. Selain itu, beberapa file FLAC juga ikut saya gunakan supaya detail lagu bisa terdengar.

Pada beberapa musik rock tahun 90-an, saya mendengar bahwa suara bass dari Huawei Freebuds 4i terdengar cukup lembut jika dibandingkan dengan Freebuds 3 yang pernah saya review. Kanal mid dan high-nya memang terdengar dengan cukup detail. Bagi Anda yang suka mendengarkan musik pop, Huawei Freebuds 4i cocok untuk digunakan.

Selanjutnya saya mencoba menggunakannya untuk bermain game. Huawei Freebuds  4i sudah mendukung latensi yang lebih rendah yang sayangnya tidak diketahui informasinya. Hal ini membuat suara dan game yang sedang berjalan terdengar sinkron. Saya menggunakan game Valorant, PUBG M, Genshin Impact,  dan CoDM, dan suara yang terdengar memang tidak terdengar lag.

Huawei Freebuds tentunya juga saya uji dengan melakukan panggilan melalui telepon dan Whatsapp serta Telegram Call. Kedua pengujian menghasilkan suara yang tergolong cukup baik. Namun, call noise cancelling-nya tidak menghilangkan suara background secara keseluruhan.

Dalam sekali pengisian baterai, saya dapat menggunakan TWS ini dari jam 9 pagi hingga jam 6 sore dan TWS ini belum menampakkan tanda-tanda kehabisan baterai. Namun, baterainya hanya bertahan sekitar 4 jam saja saat ANC atau awareness diaktifkan. Pengisian baterai membutuhkan waktu kurang dari satu jam untuk penuh.

Verdict

Huawei sepertinya tidak akan berhenti untuk memenuhi pasar audio dengan perangkat buatan mereka. Dengan strategi 1+8+N yang mereka miliki, Huawei ternyata terus bersinar di pasar AIoT. Salah satunya dengan memperkenalkan Huawei Freebuds 4i yang memiliki fitur yang lengkap untuk sebuah perangkat audio.

Suara yang dihasilkan oleh TWS ini memang cukup baik. Hanya saja, bass yang dikeluarkan tidak terlalu “nendang”. Namun, suara pada mid dan high dapat terdengar dengan jelas dan tidak menusuk telinga. Hal tersebut bisa didengarkan secara terus menerus hingga 10 jam tanpa berhenti.

Huawei Freebuds 4i juga cocok digunakan saat bermain game. Latensi yang dimiliki cukup rendah sehingga membuat suara dari game tidak tertinggal. Suaranya yang jernih juga mampu membuat pengguna aware terhadap langkah musuh saat bermain game FPS.

Huawei Freebuds dijual dengan harga Rp. 1.199.000. Harga tersebut memang tidak bisa dibilang rendah. Akan tetapi dengan daya tahan baterai yang sangat panjang serta fitur-fitur yang dimiliki, TWS yang satu ini memang tidak terlihat memiliki harga yang mahal.

Sparks

  • Kinerja active noise cancelling yang baik
  • Kualitas suara yang bagus
  • Daya tahan baterai yang lama hingga 10 jam
  • Latensi yang kecil sehingga cocok untuk bermain game
  • Fungsi dasar yang cukup lengkap pada Huawei AI Life

Slacks

  • Suara bass kurang “nendang”
  • Kapasitas baterai case kurang besar
  • Aplikasi AI Life tidak updated pada Google Play

 

Smartband Huawei Band 6 Hadir di Indonesia, Mirip Smartwatch Kecil

 

Huawei kembali meluncurkan sebuah gelang pintar yang tentunya sangat berguna saat menemani berolah raga. Gelang pintar tersebut memiliki nama Huawei Band 6. Acara peluncurannya sendiri dilaksanakan secara live pada kanal Youtube resmi mereka. Lalu apa yang berbeda dari perangkat yang satu ini dibandingkan dengan pendahulunya?

Patrick Ru, Country Head of Huawei CBG Indonesia, menyatakan, “Huawei melanjutkan dedikasi kami terhadap pengembangan teknologi melalui peluncuran HUAWEI Band 6 sebagai anggota baru keluarga perangkat wearable Huawei. Produk terbaru kami membuat debut yang menakjubkan dengan peningkatan dalam hal teknologi dan mendefinisikan kembali kategori pelacak kebugaran. Meskipun HUAWEI Band 6 dikategorikan sebagai smartband, namun HUAWEI tetap menghadirkan fitur-fitur terbaik serupa dengan yang biasa ditemukan pada smartwatch namun Anda bisa mendapatkannya dengan harga smartband. Dengan desain luar biasa yang menampilkan layar tampilan penuh, mendukung 96 mode latihan menjadikan Anda seperti memiliki pelatih pribadi, dan dilengkapi dengan pemantauan kesehatan profesional, kami berharap dapat menyediakan smartband terbaik untuk konsumen dan menawarkan nilai terbaik bagi mereka.”

Satu hal yang memang berbeda dari perangkat yang satu ini jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, yaitu layarnya yang lebih besar. Huawei Band 6 adalah smartband pertama dari Huawei yang memiliki layar AMOLED besar 1,47 inci dengan tombol samping, yang 148% lebih besar dari pendahulunya. Resolusi layar yang dimiliki oleh gelang pintar yang satu ini adalah 194 x 368 dengan 282ppi.

Gelang yang satu ini juga sudah memiliki beberapa fitur yang biasanya ada pada sebuah smartwatch. Salah satunya adalah SpO2 yang saat ini diklaim bisa menjadi salah satu indikator untuk mendeteksi COVID-19. Selain itu, Watch face pada Band 6 juga bisa diubah dengan beberapa model yang sudah disediakan oleh Huawei. Selain itu, notifikasi berbentuk isi teks dari berbagai aplikasi chatting juga sudah didukung.

Huawei Band 6 menggunakan bahan polimer yang dicampur dengan fiberglass sehingga diklaim kuat oleh produsennya. Perangkat ini memiliki dimensi 43 × 25,4 × 10,99 mm dengan bobot hanya 18 gram saja tanpa strap. Untuk menyelam, Band 6 juga sudah memiliki sertifikasi 5 ATM. Dan terakhir, baterai yang terpasang mampu membuat gelang pintar ini tahan sampai 14 hari.

Huawei Band 6 di Indonesia dijual dengan harga Rp. 699.000. Pada tanggal 16 hingga 21 April, Huawei memotong Rp. 100.000 pada saat flash sale. Perangkat ini bisa langsung didapatkan pada semua toko resmi Huawei, baik secara online di beberapa ecommerce, maupun offline nantinya.

Tanpa Gorilla Glass: Kuatkah?

Huawei Band 6 datang dengan layar yang tidak akan menyulitkan mata untuk melihat. Namun, semakin besar dimensi layarnya, semakin rentan pula terbentur dan tergores. Apalagi, Huawei Band 6 khusus dibuat untuk berolah raga yang mungkin juga akan digunakan pada pusat kebugaran. Sekuat apakah kacanya?

Edy Supartono selaku Training Director Huawei Consumer Business Group Indonesia mengatakan bahwa memang tidak ada produksi spesifik untuk kaca dar smartband ini, tetapi pada penggunaan wajar dipastikan kuat. Untuk terjatuh atau terbentur seharusnya kacanya masih kuat. Namun jika terbentur besi seperti barbel pada pusat kebugaran, tentu saja Huawei tidak bisa menjaminnya.

Saya sendiri cukup menyarankan para calon pengguna nantinya untuk memasangkan lapisan anti gores. Dengan begitu, layarnya sendiri akan mendapatkan tambahan keamanan saat terbentur atau terjatuh. Jika tergores, tentunya tinggal mengganti lapisan tersebut dengan harga yang minimal dan tidak mengurangi estetikanya.

Sony Masih Memimpin Bisnis Sensor Kamera Smartphone, Tapi Samsung Terus Mengejar

Pandemi boleh menggerus penjualan smartphone secara global di tahun 2020 — turun 8,8% dibanding tahun sebelumnya — akan tetapi hal itu rupanya tidak berpengaruh buruk terhadap bisnis sensor kamera smartphone. Berdasarkan laporan terbaru dari Strategy Analytics, bisnis sensor kamera smartphone justru bertumbuh 13% selama tahun 2020, dengan total pemasukan sebesar $15 miliar.

Secara keseluruhan, Sony masih mendominasi bisnis tersebut dengan pangsa pasar sebesar 46%. Duduk di posisi kedua adalah Samsung dengan 29%, diikuti oleh OmniVision dengan 10%. Sisa 15% merupakan akumulasi dari penjualan produsen-produsen sensor kamera lain yang kurang begitu dikenal.

Meskipun Sony masih jauh memimpin, pangsa pasar mereka sebenarnya sudah menurun jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Di tahun 2019 misalnya, Sony tercatat memiliki 53,5% pangsa pasar sensor kamera smartphone secara global, dan Samsung kala itu bahkan belum mencapai 20%. Lalu apa yang salah dari Sony?

Huawei Mate 40 Pro, salah satu smartphone yang menggunakan sensor Sony IMX700 / Huawei
Huawei Mate 40 Pro, salah satu smartphone yang menggunakan sensor Sony IMX700 / Huawei

Problemnya rupanya bukan Sony, melainkan Huawei, yang merupakan pelanggan terbesar kedua Sony setelah Apple. Seperti yang kita tahu, penjualan smartphone Huawei benar-benar anjlok sejak mereka tidak lagi diperbolehkan menggunakan Google Mobile Services (GMS), dan ini secara tidak langsung berdampak pada penurunan pangsa pasar Sony. Sebagai informasi, beberapa sensor bikinan Sony, seperti misalnya IMX700, memang hanya bisa ditemui di smartphone Huawei.

Belakangan ini kita juga melihat semakin banyak lagi smartphone yang menggunakan sensor kamera bikinan Samsung. Brand seperti Vivo dan Xiaomi misalnya, sudah beberapa kali menyematkan sensor Samsung pada sejumlah produknya, termasuk halnya pada model flagship seperti Vivo X60 Pro+ dan Xiaomi Mi 11 Ultra. Wajar apabila pada akhirnya selisih pangsa pasar Sony dan Samsung terus menyempit.

Ditambah lagi, Samsung bisa dibilang cukup jago dalam hal mempromosikan teknologi sensor kameranya. Setiap kali ada sensor baru, Samsung selalu memberitakannya ke publik, lengkap dengan penjelasan merinci mengenai inovasi-inovasi yang diusung, seperti ketika mereka memperkenalkan sensor ISOCELL GN2 sebagai sensor kamera smartphone berukuran paling besar sejauh ini.

Sumber: EET Asia via DPReview. Gambar header: Depositphotos.com.

Huawei Perkenalkan Freebuds 4i: TWS ANC Harga Sejutaan

Huawei kembali meluncurkan produk AIoT unggulan mereka pada kuartal pertama tahun 2021. Sebuah produk baru yang berhubungan dengan musik mereka luncurkan dalam rangka menyeimbangkan produktivitas di tempat kerja dengan gaya hidup sehat. Produk tersebut adalah sebuah True Wireless Stereo yang bernama Huawei Freebuds 4i.

“Bertahun-tahun yang lalu, kita tidak dapat membayangkan bagaimana hidup dapat menjadi lebih mudah dan saling terhubung dengan berbagai gawai yang dimiliki sekarang. Namun, melalui tekad kami dalam memajukan teknologi yang bermanfaat bagi konsumen, kami dengan bangga memperkenalkan produk terbaru kami, Huawei FreeBuds 4i dan Watch Fit Elegant Edition,” ujar Patrick Ru, Country Head Huawei CBG Indonesia

HUAWEI FreeBuds 4i - launch

HUAWEI memperkenalkan FreeBuds 4i yang menawarkan daya tahan baterai yang kuat untuk memutar musik selama 10 jam terus-menerus ketika ANC dimatikan. Active noise cancellation (ANC) juga hadir pada perangkat yang satu ini serta mode awareness yang membuat suara luar bisa masuk ke TWS. Kualitas audio pada TWS ini didukung dengan driver 10 mm.

Selain memperkenalkan FreeBuds 4i, Huawei juga kembali meluncurkan versi terbaru dari jam tangan pintarnya. Huawei Watch Fit memiliki versi baru yang dinamakan Elegant Edition. Jam tangan pintar ini ditujukan untuk kegiatan berolah raga dan yang pertama dari Huawei yang emmiliki layar persegi. Versi Elegant Edition dihadirkan untuk menampilkan sisi estetika yang berbeda dari pendahulunya.

Huawei Watch Fit Elegant menyediakan fitur pengingat panggilan dan pesan masuk, shutter kamera jarak jauh, kontrol pemutaran musik, mendukung pengisian cepat, dan masa pakai baterai hingga 10 hari. Jam tangan ini juga sudah dilengkapi dengan fitur deteksi detak jantung serta SpO2.

FreeBuds 4i-1

“Jajaran produk audio dan smartwatch terbaru Huawei dibuat untuk memenuhi kebutuhan berbagai kalangan dengan dukungan teknologi canggih yang mampu memenuhi setiap kebutuhan pengguna. Setiap perangkat yang kami hadirkan merupakan bentuk upaya mewujudkan pemikiran maju dari perusahaan, semangat inovatif, dan bertujuan untuk memberikan pengalaman produk yang belum pernah ada sebelumnya. Kami berharap melalui kerja keras Huawei dalam mengembangkan teknologi terobosan baru, kami dapat semakin membantu konsumen menjalani gaya hidup yang selalu terkoneksi dengan mulus,” kata Patrick.

Pre-order FreeBuds 4i & Watch Fit Elegant Edition akan dimulai dari 24 Maret hingga 2 April. Untuk FreeBuds 4i, Huawei akan menjualnya pada harga Rp. 1.199.000. Untuk Watch Fit Elegant Edition akan dijual pada harga Rp. 1.699.000. Pre-order-nya sendiri dilakukan secara online maupun offline.

Sudah dukung LDAC?

FreeBuds 4i memang menawarkan segudang fitur, mulai dari ANC hingga latensi di bawah 200 milidetik. Driver yang digunakan juga terbilang cukup besar di kelasnya dengan 10 mm. Namun, saat ini yang cukup sering dicari oleh para penggemar earphone adalah codec LDAC. Apakah FreeBuds 4i sudah mendukungnya?

FreeBuds 4i-4

Edi Supartono – Training Director Huawei CBG Indonesia, mengatakan bahwa LDAC sendiri merupakan standar dari Sony. Beliau mengatakan bahwa perangkat ini sudah mendukung file-file musik yang memberikan suara dengan kualitas tinggi. Jadi, FreeBuds 4i sudah mendukung musik-musik yang memiliki kualitas setingkat dengan LDAC.

Notifikasi di SmartWatch sudah dibenahi?

Satu hal yang menjadi kendala saat ini pada ekosistem jam tangan Huawei adalah notifikasi penerimaan panggilan suara dan video di jam tangan mereka. Walaupun sebenarnya tidak terlalu mengganggu, namun banyak pengguna yang bergantung pada notifikasi ini saat tidak melihat smartphone-nya. Apakah hal ini sudah dibenahi pada Watch Fit?

WatchFit-3

Edy mengatakan bahwa pada seri terbarunya ini, mereka sudah memberikan upgrade untuk konektivitas antara perangkat untuk notifikasi dan suara. Namun, software upgrade juga perlu dilakukan mengingat banyak sekali pengguna yang kurang aware. Hal tersebut juga berlaku pada Huawei Watch Fit.

Akan tetapi, upgrade tersebut tidak berarti bahwa fitur instalasi aplikasi pihak ketiga sudah ada pada Watch Fit. Hal tersebut juga bergantung pada tingkat kompatibilitasnya. Untuk lebih optimal dan terkoneksi lebih baik, Edy menyarankan untuk memeriksanya pada aplikasi Huawei Health.

OPPO Salip Huawei Jadi Brand Smartphone Nomor Satu di Tiongkok

Selama bertahun-tahun, dunia mengenal Huawei sebagai pabrikan smartphone asal Tiongkok yang paling besar. Namun belakangan Huawei secara perlahan terus mengalami penurunan akibat sanksi demi sanksi yang diterimanya dari pemerintahan Amerika Serikat.

Sesuai tebakan, nasib kurang beruntung yang menimpa Huawei itu justru mendatangkan keuntungan buat pabrikan-pabrikan smartphone lain yang masih satu kampung halaman. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, OPPO berhasil menyalip posisi Huawei sebagai produsen smartphone dengan pangsa pasar terbesar di Tiongkok, berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Counterpoint.

Dalam laporannya, Counterpoint menjelaskan bahwa pada bulan Januari 2021 kemarin, OPPO mencatatkan pangsa pasar sebesar 21%, melampaui Vivo dan Huawei yang masing-masing mencatatkan 20%, serta Apple dan Xiaomi di 16%. Kalau dibandingkan dengan tahun sebelumnya, penjualan OPPO tercatat mengalami kenaikan sebesar 26%.

OPPO China market share

Alasannya, selain karena penurunan yang dialami Huawei itu tadi, juga karena strategi yang diterapkan OPPO sendiri. Mereka secara konsisten meluncurkan perangkat demi perangkat yang kapabel dalam harga yang terjangkau. Di segmen menengah ke bawah dengan harga di bawah $300 misalnya, OPPO A72 5G merupakan smartphone 5G terlaris sejak bulan November 2020, dan ini penting mengingat lebih dari 65% dari total smartphone yang terjual di Tiongkok selama kuartal keempat 2020 adalah smartphone 5G.

Bukan cuma itu, kesuksesan seri Reno5 di segmen premium tapi terjangkau juga memegang peranan penting dalam kesuksesan OPPO menyalip Huawei di Tiongkok. Selain di negaranya sendiri, Reno5 juga berhasil mencetak rekor penjualan terlaris dari semua seri Reno yang pernah dirilis di Indonesia.

Untuk segmen flagship, kita tahu bahwa OPPO sedang bersiap untuk meluncurkan seri Find X3 dalam waktu dekat. Ponsel ini kabarnya bakal mengusung peningkatan yang signifikan di sektor kamera berkat modifikasi kelas berat yang OPPO lakukan pada sensor gambarnya, tidak ketinggalan pula upgrade dari sisi performa dan display. Lebih jelasnya mengenai OPPO Find X3 bakal disingkap pada tanggal 11 Maret nanti.

Sumber: Counterpoint.

Perbandingan Spesifikasi Huawei Mate X2 dan Samsung Galaxy Z Fold2

Diumumkannya Huawei Mate X2 baru-baru ini membuat segmen foldable smartphone kembali bergairah. Tentunya ada beberapa alasan terkait hal ini. Yang pertama adalah fakta bahwa Huawei merupakan salah satu pelopor di segmen foldable, dan yang kedua adalah betapa drastisnya perubahan yang dibawa oleh Mate X2.

Dibandingkan generasi pertamanya, Mate X2 punya desain yang amat berbeda. Ia kini jauh lebih mirip seperti Samsung Galaxy Z Fold2 berkat layar yang ada di bagian dalam sekaligus luar. Sebelum ini, Huawei Mate X dan Xs hanya memiliki satu layar di sisi luar yang bisa dilipat.

Arahan desain baru yang diusung Mate X2 ini membuatnya semakin dibanding-bandingkan dengan Galaxy Z Fold2. Sejauh ini keduanya memang merupakan foldable smartphone paling flagship yang bisa dibeli oleh konsumen, jadi wajar apabila keduanya selalu dikomparasikan satu sama lain.

Tanpa harus berlama-lama lagi, berikut adalah perbandingan spesifikasi Huawei Mate X2 dan Samsung Galaxy Z Fold2.

Layar

Huawei Mate X2

Kita mulai dari bagian yang menjadi identitas utama foldable smartphone, yakni layar. Seperti yang saya bilang, kedua smartphone ini punya dua layar yang berbeda, satu di sisi luar dan satu lagi di sisi dalam. Yang bisa dilipat dan dibuka adalah layar di sisi dalam.

Pada Mate X2, layar lipatnya menggunakan panel OLED 8 inci beresolusi 2200 x 2480 pixel dengan refresh rate 90 Hz. Layar di sisi luarnya juga memakai panel OLED 90 Hz, tapi dengan ukuran 6,45 inci dan resolusi 2700 x 1160 pixel. Kedua layar milik Mate X2 ini rupanya lebih besar ketimbang yang ada di Z Fold2.

Di Z Fold2, layar lipatnya merupakan AMOLED 7,6 inci beresolusi 1768 x 2208 pixel dengan refresh rate 120 Hz. Juga berbeda adalah adanya lubang untuk kamera selfie di layar lipatnya ini — Mate X2 yang hanya punya lubang kamera di layar luarnya. Layar luarnya sendiri merupakan panel AMOLED 6,23 inci dengan resolusi 816 x 2260 pixel dan refresh rate standar 60 Hz.

Fisik

Samsung Galaxy Z Fold 2

Meski desainnya terbilang aneh, Mate X dan Xs sebelum ini bisa memukau berkat bodinya yang sangat tipis. Mate X2 tidak lagi demikian, sebab kehadiran dua layar sekaligus otomatis membuat tubuhnya jadi sedikit lebih tebal. Meski begitu, ia rupanya masih lebih ramping ketimbang Z Fold2 dengan tebal hanya 14,7 mm dalam posisi terlipat.

Z Fold2 di sisi lain tercatat memiliki ketebalan 16,8 mm saat layarnya terlipat. Untuk bobotnya, Z Fold2 ternyata sedikit lebih ringan di angka 282 gram, bandingkan dengan Mate X2 yang mempunyai bobot 295 gram.

Performa

Samsung Galaxy Z Fold 2

Terkait performa, Mate X2 semestinya lebih unggul karena memang lebih muda sekitar setengah tahun ketimbang Z Fold2. Ia mengemas chipset Kirin 9000 yang dibuat dengan proses pabrikasi 5 nm, membuatnya selevel dengan Snapdragon 888 maupun Exynos 2100 bikinan Samsung sendiri.

Z Fold2 di sisi lain ditenagai oleh Snapdragon 865+, yang tidak lain merupakan chipset flagship di tahun 2020. Samsung melengkapinya dengan RAM 12 GB, lebih besar ketimbang milik Mate X2 yang berkapasitas 8 GB. Untuk storage internalnya, kedua ponsel sama-sama ditawarkan dalam varian 256 atau 512 GB.

Perihal baterai, kedua perangkat sama-sama dibekali kapasitas sebesar 4.500 mAh. Yang membedakan adalah dukungan fast charging dari masing-masing perangkat: Mate X2 mendukung output maksimum 55 W, sedangkan Z Fold2 cuma mendukung 25 W. Menariknya, di saat Z Fold2 mendukung fitur wireless charging maupun reverse wireless charging, Mate X2 justru tidak punya sama sekali.

Kamera

Huawei Mate X2

Lanjut mengenai kamera, Mate X2 hadir membawa empat kamera belakang yang terdiri dari kamera utama 50 megapixel f/1.9 (ukuran sensor 1/1,28 inci), kamera ultra-wide 16 megapixel, kamera telephoto 12 megapixel (3x optical zoom), dan kamera periskop 8 megapixel (10x optical zoom).

Z Fold2 di sisi lain hanya mengemas tiga kamera belakang, yakni kamera utama 12 megapixel f/1.8 (ukuran sensor 1/1,76 inci), kamera ultra-wide 12 megapixel, dan kamera telephoto 2 megapixel (2x optical zoom), tanpa kamera periskop.

Meski demikian, pengguna Z Fold2 semestinya bakal lebih dimudahkan untuk mengambil selfie karena memiliki kamera depan di layar bagian luar sekaligus dalam, masing-masing dengan resolusi 10 megapixel dan kemampuan merekam video 4K. Di Mate X2, satu-satunya cara mengambil selfie adalah dengan mengandalkan kamera 16 megapixel di layar bagian luarnya, dan resolusi video selfie-nya cuma terbatas di 1080p.

Software

Berhubung ini Huawei yang kita bicarakan, sudah pasti ada perbedaan dari sisi software mengingat mereka tidak diperkenankan menggunakan Google Mobile Services (GMS). Bukan hanya itu, Mate X2 juga masih menjalankan EMUI 11 yang berbasis Android 10. Kendati demikian, Huawei sudah menjadwalkan update sistem operasi anyar HarmonyOS untuk Mate X2 pada bulan April mendatang.

Kenyataan pahitnya, sebagian besar dari kita memang masih belum bisa lepas dari ekosistem Google, dan dalam konteks ini Z Fold2 yang menjalankan One UI 3.0 berbasis Android 11 jelas lebih unggul ketimbang Mate X2.

Harga

Bicara soal harga, kita semestinya tidak perlu terkejut melihat banderol kedua perangkat ini yang ternyata sangat mahal. Di Indonesia, Z Fold2 saat ini sudah dijual dengan harga paling murah Rp33.888.000 untuk varian 256 GB.

Huawei Mate X2 di sisi lain baru tersedia di pasar Tiongkok saja, dan sejauh ini belum ada informasi terkait rencana mereka untuk menjualnya di pasar internasional. Harganya pun ternyata juga lebih mahal daripada Z Fold2: 17.999 yuan atau kurang lebih sekitar 39,6 jutaan rupiah untuk varian 256 GB.

Huawei Umumkan Smartphone Foldable Mate X2, Bawa Layar Sekunder dan Lensa Periscope

Pada bulan Februari 2019, Huawei memperkenalkan smartphone foldable Mate X dan Mate Xs setahun kemudian. Untuk tahun 2021, Huawei baru saja meluncurkan Mate X2 yang hadir dengan desain berbeda.

Bila Mate X dan Mate Xs mengemas satu layar foldable OLED 8 inci di bagian dalam, Mate X2 memiliki dua layar di dalam dan di luar. Pendekatannya mirip seperti smartphone foldable Samsung seri Galaxy Fold.

Layar utama Mate X2 tetap berukuran 8 inci dengan panel OLED dan resolusi yang sama 2200×2480 piksel yang dilipat secara vertikal, bedanya refresh rate yang digunakan meningkat menjadi 90Hz dan mendukung color space DCI-P3. Huawei menjelaskan, layar utamanya ini menggunakan ‘magnetically-controlled nano optical layer‘ yang pertama digunakan di industri dan dapat meminimalkan pantulan cahaya atau silau dengan reflektifitas di bawah 1,5%.

Sementara, layar sekundernya juga pakai panel OLED 90Hz, berukuran 6,45 inci dengan resolusi 2700×1160 piksel dalam rasio 21:9. Huawei merancang agar engselnya memungkinkan smartphone ini dapat terlipat dengan mulus tanpa celah. Engsel Mate X2 ini terbuat dari liquid metal berbasis Zirconium dan carbon fiber untuk mengurangi berat perangkat.

Huawei-Mate-X2-2

Selain membawa perubahan desain dan layar, aspek kamera dan performa juga meningkatkan signifikan. Tersemat empat unit kamera belakang dengan label optik Leica, kamera utama sama seperti yang terdapat pada Mate 40 dan P40 series, yakni 50mm 1.22µm f/1.9 dengan sensor besar 1/1.28″.

Ditemani kamera 12MP dengan lensa telephoto 70mm f/2.4 yang memberikan kemampuan 3x optical zoom. Lalu, kamera 8MP dengan lensa telephoto periscope 240mm f/4.4 dengan kemampuan 10x optical zoom. Satu lagi, kamera 16MP dengan lensa ultrawide 17mm f/2.2. Sedangkan, kamera depannya 16MP f/2.2.

Untuk performa, Huawei Mate X2 ditenagai chipset Kirin 9000 5G yang dibuat pada teknologi proses 5nm. Terdiri dari CPU octa-core meliputi 1x Cortex-A77 3.13 GHz, 3x Cortex-A77 2.54 GHz, dan 4x Cortex-A55 2.05 GHz, serta GPU Mali-G78 MP24. Didukung RAM 8GB dengan penyimpanan internal 256GB atau 512GB.

Smartphone ini masih menjalankan EMUI 11 berbasis Android 10 dan tanpa Google Mobile Service (GMS). Namun Huawei berjanji, Mate X2 akan menjadi salah satu smartphone pertama yang akan diperbarui ke sistem operasi terbaru Huawei yakni HarmonyOS yang rencananya keluar pada bulan April.

Saat ini, Huawei Mate X2 tersedia di Tiongkok dengan harga CNY 17.999 atau sekitar Rp39,3 jutaan untuk versi 256GB. Serta, CNY 18.999 atau Rp41,5 jutaan untuk versi 512GB, warna yang tersedia meliputi blue, pink, black, dan white.

Sumber: GSMArena