Sennheiser Luncurkan Dua Earphone Wireless Baru dan Penerus IE 80

IFA 2017 menjadi saksi atas ledakan tren truly wireless earbud, termasuk halnya debut Sony dan Bang & Olufsen di kategori ini. Sennheiser di sisi lain masih memilih untuk bermain di zona yang lebih ‘aman’ dengan memperkenalkan tiga earphone baru – dua di antaranya bertipe wireless.

Yang pertama adalah Sennheiser Momentum HD1 Free (gambar atas). Menjadi bagian dari lini Momentum, sudah semestinya ia menawarkan keseimbangan antara estetika dan performa. Ia juga bisa disebut sebagai penerus dari HD1 In-Ear Wireless, neckband pertama Sennheiser yang diperkenalkan bulan Januari lalu.

Pun demikian, HD1 Free tidak mengadopsi gaya desain neckband. Wujudnya mirip seperti earphone wireless tradisional, dengan seuntai kabel yang menghubungkan masing-masing earpiece. Di belakang, Sennheiser tak lupa menyertakan semacam penjepit kecil sehingga pengguna dapat menyesuaikan panjang kabelnya.

Kedua earpiece-nya juga dilengkapi panel magnetik sehingga dapat ditempelkan dan membentuk seperti kalung ketika sedang tidak digunakan. Di bawah setiap earpiece berbahan stainless steel ini, terdapat plastik kecil yang menjadi rumah untuk mikrofon dan remote control tiga tombol.

HD1 Free dibekali konektivitas Bluetooth 4.2, serta mendukung codec Qualcomm aptX dan AAC. Baterainya bisa bertahan selama 6 jam, dan ia datang bersama sebuah carrying case mewah dari kulit.

Sennheiser CX 7.00BT / Sennheiser
Sennheiser CX 7.00BT / Sennheiser

Earphone wireless yang kedua adalah CX 7.00BT, yang mengadopsi gaya desain neckband dan diproyeksikan sebagai varian yang terjangkau. Model ini datang dengan Bluetooth 4.1 serta NFC untuk memudahkan pairing. Mikrofon sekaligus remote control-nya tertanam di bagian neckband.

Baterainya diperkirakan bisa bertahan selama 10 jam, dan dapat di-charge via USB dalam waktu 1,5 jam saja. Yang menarik, CX 7.00BT rupanya juga bisa berfungsi sebagai headset USB ketika diperlukan.

Sennheiser IE 80 S / Sennheiser
Sennheiser IE 80 S / Sennheiser

Earphone yang terakhir adalah IE 80 S, yang merupakan penerus dari salah satu earphone kelas atas Sennheiser, IE 80. Pembaruannya tidak terlalu banyak, hanya dari segi desain yang lebih terpoles dan kontur yang lebih pas di telinga, membuatnya lebih nyaman dikenakan sekaligus meningkatkan kualitas suaranya.

Ketiganya dijadwalkan masuk ke pasaran mulai bulan Oktober, namun sayang sejauh ini belum ada rincian harga yang diberikan.

Sumber: The Verge dan Sennheiser.

Harman Perkenalkan Smart Speaker dengan Integrasi Alexa dan Google Assistant

Harman mengawali jejaknya di segmen smart speaker lewat perangkat bernama Invoke yang ditenagai oleh Cortana. Kini Harman sudah siap untuk memperluas portofolio smart speaker-nya ke platform lain, spesifiknya Amazon Alexa dan Google Assistant.

Untuk Alexa, speaker yang diperkenalkan adalah Harman Kardon Allure, yang mengadopsi desain semi-transparan macam sejumlah speaker Harman Kardon lainnya. Wujud silindrisnya sendiri merupakan pertanda bahwa speaker ini mampu mendistribusikan suara ke seluruh sudut ruangan alias 360 derajat.

Harman Kardon Allure

Harman tak lupa membekali Allure dengan ambient lighting yang akan menyala dari dalam, bereaksi terhadap perintah suara yang diucapkan maupun ‘berdansa’ mengikuti irama musik yang diputar. Semua ini sejatinya ditujukan supaya Allure bisa menjadi pusat perhatian di suatu ruangan tempatnya bernaung.

Komunikasi dengan Alexa ditunjang oleh empat buah mikrofon berbekal teknologi noise cancelling, memungkinkan speaker untuk menangkap suara pengguna meski berada di ruangan besar yang cukup bising. Saat diperlukan, Allure juga bisa difungsikan sebagai speaker Bluetooth standar.

Allure dijadwalkan masuk ke pasaran mulai musim dingin tahun ini, dengan banderol $250.

JBL Link Series

JBL Link Series

Untuk Google Assistant, persembahan Harman datang melalui anak perusahaannya, JBL. Seri JBL Link ini terdiri dari tiga model: Link 10, Link 20 dan Link 300, masing-masing mengindikasikan ukurannya dari yang terkecil sampai terbesar. Ketiganya juga datang membawa fitur streaming Chromecast secara default dan kapabilitas multi-room ala speaker besutan Sonos.

Sebagai yang terkecil, Link 10 menawarkan output daya sebesar 2 x 8 watt, dengan estimasi daya tahan baterai 5 jam. Link 20 yang sedikit lebih besar menawarkan output daya 2 x 10 W dan daya baterai 10 jam. Yang terbesar, Link 300, mengusung output sebesar 50 watt, tapi tidak dibekali baterai rechargeable dan tidak tahan air (IPX7) seperti kedua adiknya.

Tentu saja fitur unggulan dari seri Link adalah kemudahan mengoperasikan hanya dengan mengucapkan mantra “Ok Google”. Ketiga model mendukung streaming hingga resolusi 24-bit/96K, dan juga dapat digunakan sebagai speaker Bluetooth biasa.

Ketiganya bakal menjalani debut di pasar Eropa mulai musim semi ini, dengan banderol masing-masing €169 (Link 10), €199 (Link 20) dan €299 (Link 300). Sebelum ini, Anker, Mobvoi dan Panasonic – plus Sony – juga sudah mengumumkan smart speaker bertenaga Google Assistant.

Sumber: 1, 2, 3.

Beoplay E8 Ialah Debut Perdana Bang & Olufsen di Ranah Truly Wireless Earbud

Meski sudah berdiri sejak 92 tahun yang lalu, Bang & Olufsen masih peduli terhadap tren perangkat audio terkini. Hal itu dibuktikan lewat truly wireless earbud perdana dari sang produsen asal Denmark, Beoplay E8, yang siap menghadang produk seperti Apple AirPods maupun debut perdana dari Sony.

Tidak mengejutkan dari B&O, penampilan selalu menjadi prioritas. Beoplay E8 menganut gaya desain minimalis selagi masih menonjolkan kesan premium pada bodinya yang kebetulan juga tahan cipratan air maupun debu ini. Pada masing-masing earpiece, terdapat panel sentuh multifungsi yang dikitari oleh cincin aluminium.

Kenyamanan turut menjadi atribut unggulan E8. Agar perangkat tidak mudah terlepas dari telinga dan hilang entah ke mana, B&O telah menyertakan empat eartip silikon dalam berbagai ukuran, serta sepasang eartip buatan Comply yang terkenal nyaman. Bobot perangkat juga sangat ringan; 7 gram di sebelah kanan, dan 6 gram di sebelah kiri – bobotnya berbeda karena kapasitas baterai yang tertanam berbeda pula.

Beoplay E8

Bicara soal baterai, E8 menawarkan daya tahan selama empat jam penggunaan. Seperti halnya truly wireless earbud lain, carrying case-nya yang terbuat dari kulit juga berfungsi sebagai charger, memberikan total daya ekstra sebesar delapan jam. Daya tahan baterainya mungkin tergolong biasa, itu dikarenakan B&O bilang bahwa mereka tidak mau berkompromi perihal kualitas suara.

Mereka sejatinya ingin memastikan ruang yang tersisa tidak berdampak buruk pada akustika driver 5,7 mm milik E8, yang telah diracik sedemikian rupa supaya dapat mereproduksi suara secara utuh dan menyuguhkan soundstage yang presisi. Mendengar nama B&O, saya yakin konsumen bakal mengekspektasikan kualitas suara yang jempolan, dengan rentang frekuensi 20 – 20.000 Hz.

Beoplay E8

Fitur lain E8 meliputi kontrol menggunakan perintah suara, termasuk halnya untuk berinteraksi dengan Siri maupun Google Assistant. Aplikasi pendampingnya juga memungkinkan pengguna untuk menyesuaikan karakteristik suara yang dihasilkan sesuai dengan seleranya masing-masing.

12 Oktober dipilih sebagai tanggal meluncurnya Beoplay E8 ke pasaran. B&O mematok harga $299, jauh di atas perangkat lain dalam kategori ini.

Sumber: New Atlas dan B&O.

Sony Luncurkan Trio Headphone Wireless Berteknologi Noise Cancelling

Divisi audio Sony cukup sibuk memperkenalkan produk baru di ajang IFA 2017. Di samping smart speaker, mereka turut mengungkap tiga headphone wireless baru yang semuanya mengunggulkan teknologi noise cancelling. Ketiganya masuk dalam seri 1000X yang mengawali debutnya pada event yang sama tahun lalu.

Mengapa harus ada tiga? Karena Sony yakin konsumen memiliki preferensi yang berbeda-beda. Meski truly wireless earbud sedang menjadi tren saat ini, sebagian mungkin masih lebih memilih headphone over-ear yang lebih superior soal kualitas suara, atau earphone bergaya neckbud yang sama-sama portable tapi punya baterai lebih awet.

Sony juga memastikan kalau teknologi noise cancelling yang diterapkan tidak sembarang memblokir suara luar begitu saja. Fitur seperti Adaptive Sound Control dirancang untuk mendeteksi apakah pengguna sedang diam, berjalan atau berada di dalam bus, untuk kemudian secara otomatis menyesuaikan pengaturan noise cancelling yang ideal.

Sony WF–1000X

Sony WF-1000X

Sebagai produsen perangkat audio kawakan, mustahil bagi Sony untuk melewatkan momentumnya di sektor truly wireless earbud. WF–1000X terlahir untuk menantang AirPods dan lawan-lawan lainnya di ranah ini, ranah yang benar-benar alergi terhadap kabel.

Masing-masing unitnya dibekali driver berdiameter 6 mm, namun yang menjadi bintang justru adalah teknologi noise cancelling adaptif itu tadi. Saat earphone dikeluarkan dari case-nya, ia akan otomatis menyala dan menyambung ke perangkat terakhir yang di-pair. Terdapat satu tombol pada masing-masing earpiece-nya; satu untuk menerima panggilan telepon dan satu lagi untuk mengaktifkan suara ambient.

Baterai WF–1000X diklaim dapat bertahan selama tiga jam, sedangkan case-nya bisa menyuplai daya ekstra sebanyak dua kali, sehingga pengguna bakal mendapat total daya baterai sebesar sembilan jam. Charging untuk case-nya sendiri mengandalkan micro USB dan memakan waktu sekitar 1,5 jam.

Sony WI–1000X

Sony WI-1000X

WI–1000X mungkin masih kalah portable dari WF–1000X, tapi di saat yang sama kualitas suara dan noise cancelling-nya juga lebih baik. Perpaduan dynamic driver 9 mm dan balanced armature bakal menyajikan suara yang lebih memanjakan telinga, sedangkan fitur Atmospheric Pressure Optimizing bertugas mengoptimalkan kinerja noise cancelling dengan menganalisa tekanan udara di sekitar pengguna.

Selain menawarkan performa yang lebih baik, baterainya juga lebih awet ketimbang model truly wireless itu tadi. Di sini pengguna bisa menikmati alunan musik selama 10 jam nonstop sebelum perangkat perlu di-charge kembali, membuatnya ideal untuk pengguna yang harus lama berada di jalan setiap harinya.

Sony WH–1000XM2

Sony WH-1000XM2

Model over-ear ini merupakan suksesor langsung dari model tahun lalu. Secara keseluruhan desainnya masih sama, dengan gaya estetika khas Sony, dan yang berubah adalah daya tahan baterai serta penambahan fitur seperti Atmospheric Pressure Optimizing itu tadi.

Baterainya kini bisa bertahan selama 30 jam, naik 10 jam dari pendahulunya. Tidak hanya itu, WH–1000XM2 turut dilengkapi fitur Quick Charging yang memungkinkan pengguna untuk mendapat daya baterai selama 70 menit hanya dengan mengisinya ulang selama 10 menit saja. Kualitas suaranya sudah pasti yang terbaik, mengingat driver-nya adalah yang terbesar di antara ketiganya.

Baik Sony WF–1000X, WI–1000X maupun WH–1000XM2 bakal dipasarkan mulai bulan ini juga, masing-masing seharga $200, $300 dan $350.

Sumber: The Verge dan Sony.

DJI Mavic Pro Platinum Mampu Mengudara Lebih Lama dan Lebih Hening

DJI Mavic Pro adalah drone yang sangat tepat bagi mereka yang tidak puas dengan kamera 1080p milik Spark, tapi di saat yang sama mendambakan quadcopter yang jauh lebih portable ketimbang Phantom 4. Setahun berselang sejak Mavic menjalani debutnya, DJI kini sudah menyiapkan varian baru yang lebih sempurna, yakni Mavic Pro Platinum.

Secara garis besar, DJI Mavic Pro Platinum sangat identik dengan varian standar yang sudah beredar di pasaran sekarang. Bodi ringkasnya yang dapat dilipat tidak berubah, demikian pula dengan kamera 4K dan kemampuannya menghindari rintangan secara otomatis. Pembaruannya cuma meliputi dua hal, yaitu daya tahan baterai dan tingkat kebisingan – serta tentu saja lapisan warna baru yang sesuai namanya.

DJI Mavic Pro Platinum

Versi baru Mavic ini diklaim bisa mengudara selama 30 menit nonstop, naik sekitar 11 persen dari versi standarnya yang ‘hanya’ 27 menit – saya bilang “hanya” karena rival seukurannya cuma mampu terbang selama 20 menit. Menurut DJI, peningkatan efisiensi daya ini datang dari penggunaan komponen electronic speed controller baru.

Di samping itu, berkat baling-baling berdesain baru, Mavic Pro Platinum dapat mengudara secara lebih hening ketimbang versi standarnya. Penurunan tingkat kebisingannya cukup signifikan, mencapai angka 60 persen, akan tetapi kabar baiknya baling-baling baru ini ternyata juga kompatibel dengan Mavic Pro standar.

DJI Phantom 4 Pro Obsidian / DJI
DJI Phantom 4 Pro Obsidian / DJI

Dalam kesempatan yang sama, DJI rupanya turut memperkenalkan varian warna baru untuk seri Phantom 4, yakni Phantom 4 Pro Obsidian. Warna abu-abu gelap bertekstur matte membuatnya tampak lebih elegan ketimbang sebelumnya, dan DJI juga tidak lupa untuk menambatkan lapisan anti sidik jari agar drone bisa selalu kelihatan kinclong.

Terakhir, pengguna Spark akan dimanjakan oleh firmware update yang membawa mode baru bernama Sphere, yang memungkinkan mereka untuk menciptakan foto panoramik dengan efek lensa fisheye.

Baik Mavic Pro Platinum maupun Phantom 4 Obsidian bakal masuk ke pasaran mulai bulan September ini juga, dengan banderol masing-masing €1.299 dan €1.699.

Sumber: Engadget dan DJI.

Kecil tapi Tahan Banting, Sony RX0 Adalah Action Cam Unik yang Bisa Dijadikan Solusi Multi-Kamera

Pada perhelatan IFA 2017, Sony memperkenalkan sebuah kamera yang sangat unik. Dinamai RX0, sepintas ia kelihatan seperti sebuah action cam. Namun setelah mengamati fitur-fiturnya, kita akan sadar bahwa ia lebih dari sekadar kompetitor GoPro.

Desainnya memang sangat action cam, berwujud balok mini dengan dimensi 59 x 40,5 x 29,8 mm dan bobot cuma 110 gram. Namun jangan sekali-kali tertipu oleh ukurannya, sebab RX0 telah dirancang dengan ketahanan luar biasa. Jatuh dari ketinggian 2 meter bukan masalah besar baginya, dan ia juga siap diajak menyelam sampai 10 meter di bawah air – 100 meter dengan bantuan casing opsional.

Sony RX0

Di dalamnya bernaung sensor Exmor RS berukuran 1 inci dengan resolusi 15,3 megapixel. Dipadukan dengan lensa fixed Zeiss Tessar T* 24mm f/4, kualitas gambarnya sejatinya tidak perlu diragukan. Performanya juga tidak kalah mumpuni, sanggup memotret dalam format RAW dengan kecepatan 16 fps, dan shutter speed-nya bisa didongkrak sampai 1/32.000 detik.

Opsi perekaman videonya juga sangat beragam. Mode slow-motion bisa diaktifkan dalam kecepatan hingga seekstrem 960 fps, atau 240 fps dengan resolusi nyaris 1080p. Mode S-Log2 pun turut hadir, memungkinkan kamera untuk merekam video dalam format yang sejatinya mirip RAW di mode pemotretan.

Sony RX0

Lalu apa yang membuatnya lebih dari sekadar action cam? Jawabannya adalah potensinya untuk dijadikan sebagai solusi multi-kamera, semisal untuk membuat video 360 derajat. Menggunakan bantuan aksesori opsional, pengguna dapat menyambungkan hingga 15 unit RX0 sekaligus dan mengoperasikan semuanya secara bersamaan – atau hingga 5 unit secara wireless dengan bantuan aplikasi PlayMemories di perangkat mobile.

Kesimpulannya, Sony RX0 bukan sembarang kompetitor GoPro yang dimaksudkan untuk digunakan secara individual saja. Kamera ini dijadwalkan masuk ke pasaran mulai Oktober mendatang dengan harga $700.

Sumber: DPReview dan Sony.

Acer Holo360 dan Vision360 Adalah Kamera 360 Derajat untuk Keperluan yang Sangat Berbeda

Di samping Chromebook 15, Acer juga memperkenalkan dua kamera 360 derajat pada panggung IFA 2017 di kota Berlin. Kenapa harus dua? Karena yang satu ditujukan untuk pemakaian sehari-hari, sedangkan satunya diproyeksikan menjadi dash cam generasi modern untuk mobil.

Kamera yang pertama adalah Acer Holo360. Wujudnya sepintas tampak seperti smartphone berkat kehadiran sebuah layar sentuh berukuran 3 inci di bawah lensanya. Yang sedikit mengejutkan, perangkat ini ternyata punya spesifikasi yang sangat mirip dengan smartphone, sehingga boleh saja disebut sebagai ponsel yang kebetulan sanggup mengambil foto dan video 360 derajat.

Acer Holo360

Tidak tanggung-tanggung, Acer membenamkan chipset Qualcomm Snapdragon 625 ke dalamnya, dan perangkat juga menjalankan sistem operasi Android 7.1. Lebih lanjut, konektivitas LTE juga menjadi bagian dari nilai jual Holo360. Untuk apa? Untuk mengunggah foto dan video, maupun melakukan live streaming tanpa perlu bantuan smartphone sama sekali.

Komponen optiknya sendiri dipercayakan pada perusahaan bernama ImmerVision. Menurut Acer, Holo360 mampu mengambil foto dalam resolusi 6,9K, sedangkan video pada resolusi 4K. Semua proses image stitching serta editing yang diperlukan berjalan langsung di kamera, sehingga kehadiran chipset bikinan Qualcomm tadi jadi kedengaran masuk akal.

Acer Vision360 / Acer
Acer Vision 360 / Acer

Kamera yang kedua, Acer Vision360, punya desain dan fungsi yang sangat berbeda. Meskipun sama-sama dilengkapi layar di salah satu sisinya, perangkat ini dirancang untuk digantungkan di kaca depan mobil, mengabadikan segala peristiwa yang terjadi selama pengguna berkendara.

Saat mobil berbenturan dengan suatu objek, Vision360 akan langsung mulai merekam video sekaligus menyimpan data kecepatan mobil dan koordinat GPS tempat insiden itu terjadi. Selain disimpan di memory internal, hasilnya juga akan diunggah ke cloud secara otomatis sehingga pengguna tak akan kehilangan bukti andai Vision360 kehabisan daya, hilang atau hancur.

Soal ketersediaan, Acer Holo360 rencananya akan dipasarkan mulai kuartal keempat tahun ini seharga $429, sudah termasuk case anti-air. Untuk Vision360, Acer rupanya belum menyediakan informasi sama sekali.

Sumber: SlashGear dan PR Newswire.

Tak Mau Kalah dari Ultrabook, Acer Chromebook 15 Hadir dengan Bodi Tipis Serba Aluminium

Awal Januari kemarin, Samsung membuktikan kalau Chromebook tak harus berpenampilan jelek. Baru-baru ini, Acer menunjukkan kalau Chromebook juga bisa berspesifkasi mumpuni. Kini giliran pabrikan asal Taiwan itu menunjukkan kalau mereka juga dapat meracik Chromebook berdesain menarik.

Produk yang dimaksud adalah Acer Chromebook 15 (CB515–1H), yang membalut layar 15,6 incinya dengan sasis aluminium ala ultrabook berharga mahal. Kalau bukan karena spesifikasinya, perangkat ini sudah bisa masuk kelas ultrabook mengingat tebal bodinya cuma 18,9 mm dan bobotnya 1,72 kg.

Layarnya sendiri menggunakan panel IPS beresolusi 1920 x 1080, dan Acer rupanya juga menyediakan varian touchscreen (CB515–1HT) – relevan mengingat Chrome OS sekarang sudah bisa menjalankan aplikasi Android. Di atas layar, Acer tidak lupa membubuhkan webcam beresolusi 720p dengan lensa wide-angle.

Acer Chromebook 15

Performanya mungkin bukan yang terbaik dari seluruh Chromebook, tapi setidaknya masih oke untuk kebutuhan sehari-hari. Acer hanya menyediakan tiga opsi prosesor: dual-core Intel Celeron N3350, quad-core Intel Celeron N3450 dan quad-core Intel Pentium N4200. Semuanya bertipe fanless, sehingga dipastikan perangkat dapat terus beroperasi secara hening, bahkan ketika Anda memakainya di perpustakaan sekalipun.

Melengkapi spesifikasinya adalah RAM DDR4 yang bisa dikonfigurasikan antara 4 atau 8 GB, tidak ketinggalan juga opsi penyimpanan internal berbasis eMMC dengan kapasitas 32 atau 64 GB. Bagaimana dengan baterainya? Well, Chromebook 15 diyakini siap beroperasi selama 12 jam nonstop.

Acer Chromebook 15

Soal konektivitas, Acer membekali Chromebook 15 dengan Wi-Fi AC, Bluetooth 4.2, dua port USB-C, dua port USB 3.0 standar, HDMI dan slot SD card. Kalau semua itu masih kurang, masih ada pemanis seperti keyboard yang dilengkapi backlight, yang diapit oleh sepasang speaker yang menghadap ke atas.

Kekurangannya, desain elegan serba logam ini harus ditebus dengan biaya yang lebih mahal dari mayoritas Chromebook: mulai dari $399 untuk konfigurasi termurahnya. Pemasarannya sendiri dijadwalkan berlangsung mulai bulan Oktober mendatang.

Sumber: PR Newswire.

Anker, Mobvoi dan Panasonic Umumkan Smart Speaker dengan Integrasi Google Assistant

Sejak awal Google Assistant diperkenalkan, Google sudah mengimpikan skenario dimana asisten virtual-nya itu bisa menghampiri semua perangkat dari berbagai macam kategori. Sejauh ini, Google Assistant sudah tersedia di banyak smartphone Android – bahkan iPhone – dan tentu saja smart speaker Google Home menjadi huniannya yang paling alami.

Saya bilang paling alami karena hampir dalam segala kesempatan, smart speaker dikendalikan menggunakan perintah suara. Kabar baiknya, Google Home bukan satu-satunya speaker yang mengusung integrasi Assistant, sebab di IFA 2017 sudah ada tiga pabrikan yang bersiap meluncurkan persembahannya masing-masing dalam waktu dekat, yaitu Anker, Mobvoi dan Panasonic.

Anker tampil dengan Zolo Mojo yang sepintas kelihatan seperti versi mini dari Google Home. Ini bukan smart speaker pertama Anker, tapi tentu saja yang pertama dilengkapi Google Assistant, plus mendukung fitur multi-room. Kehadirannya sekaligus melengkapi sub-brand Zolo yang memulai debutnya lewat earphone wireless ala Apple AirPods.

TicHome Mini / Mobvoi
TicHome Mini / Mobvoi

TicHome Mini dari Mobvoi adalah yang paling kecil di antara ketiganya. Desainnya sepintas mirip Amazon Echo Dot, dan ia telah mengantongi sertifikasi ketahanan air IPX6 (sekadar cipratan, bukan untuk diceburkan). Sama seperti Zolo Mojo, ia juga dapat difungsikan sebagai speaker Bluetooth biasa jika perlu, dengan daya tahan baterai sekitar 6 jam.

Di sisi lain, Panasonic SC-GA10 merupakan yang paling bongsor, dengan wujud balok minimalis yang berdiri tegak dan pantas dijadikan dekorasi ruangan. Melihat ukurannya, sepertinya kualitas suaranya adalah yang terbaik di antara ketiga smart speaker baru ini.

Panasonic SC-GA10 / Panasonic
Panasonic SC-GA10 / Panasonic

Ketiganya punya jadwal rilis yang berbeda. Zolo Mojo bakal meluncur lebih dulu ke pasaran mulai akhir Oktober, dengan banderol $70. TicHome Mini masih misterius, namun konsumen bisa mendapatkan potongan harga 30% jika mendaftarkan email newsletter di situsnya. Untuk Panasonic, SC-GA10 bakal menyusul di awal 2018, tapi harganya masih belum dirincikan.

Pengumuman lain yang tak kalah menarik adalah kolaborasi Google dan LG, dimana ke depannya berbagai perabot rumah LG dapat dikendalikan dengan Google Assistant yang terpasang di smart speaker maupun smartphone. Mulai dari mesin cuci sampai robot vacuum cleaner, konsumen dapat menugaskan mereka hanya dengan mengucapkan mantra “Ok Google,” diikuti oleh instruksi yang relevan.

Sumber: The Verge dan Google.

Samsung Luncurkan Trio Fitness Tracker: Gear Sport, Gear Fit2 Pro dan Gear IconX Generasi Kedua

IFA 2017 bakal segera dimulai, dan Samsung telah menyiapkan amunisi berupa trio fitness tracker baru: Gear Sport, Gear Fit2 Pro dan Gear IconX generasi baru. Kabar mengenai Gear Fit2 Pro sebenarnya sempat bocor, namun ternyata Samsung lebih memilih untuk memperkenalkannya sebagai ‘tiga serangkai’ ketimbang pendamping Note 8.

Samsung Gear Sport dan Gear Fit2 Pro

Untuk kedua perangkat ini, prioritas Samsung ada pada ketahanan air dan kolaborasi dengan pihak ketiga. Baik Gear Sport dan Gear Fit2 Pro sama-sama tahan air sampai kedalaman 50 meter, dan mereka juga siap digunakan untuk memonitor aktivitas berenang (lap count, lap time, stroke type dll) berkat integrasi aplikasi racikan Speedo.

Samsung Gear Sport dan Gear Fit2 Pro

Namun Speedo bukan satu-satunya mitra yang ditunjuk oleh Samsung. Masih ada akses ke sederet aplikasi fitness garapan Under Armour, dan kedua perangkat juga dapat digunakan untuk memutar musik via Spotify, baik streaming maupun secara offline, tanpa perlu tersambung ke smartphone.

Tentu saja Samsung juga sudah menyempurnakan kinerja kedua perangkat sebagai fitness tracker. Selain dibekali sensor laju jantung yang lebih akurat, Gear Sport dan Gear Fit2 Pro juga bisa mendeteksi beragam aktivitas secara otomatis, mulai dari berjalan, berlari, bersepeda sampai yang Samsung sebut dengan istilah “aktivitas dinamis” macam menari atau bermain basket.

Samsung Gear Sport

Secara estetika, Gear Sport tampil minimalis dengan bezel yang bisa diputar dan strap 20 mm yang mudah dilepas-pasang. Layar sentuhnya menggunakan panel Super AMOLED 1,2 inci dengan resolusi 360 x 360 pixel, dan telah dilapisi kaca Gorilla Glass 3 guna memberikan proteksi ekstra.

Kinerjanya ditunjang oleh prosesor dual-core 1 GHz, RAM 768 MB, memory internal 4 GB, baterai 300 mAh yang mendukung wireless charging, serta sistem operasi Tizen. Selain sebagai smartwatch dan fitness tracker, Gear Sport juga punya peran lain sebagai pusat kendali perangkat smart home buatan Samsung, remote control untuk presentasi PowerPoint dan Samsung Gear VR, serta sebagai alat pembayaran via integrasi Samsung Pay.

Samsung Gear Fit2 Pro

Gear Fit2 Pro di sisi lain masih mempertahankan desain khas para pendahulunya, dengan layar sentuh Super AMOLED 1,5 inci yang melengkung, didukung oleh resolusi 216 x 432 pixel dan juga kaca Gorilla Glass 3 pada lapisan terluarnya. Spesifikasinya cukup identik dengan Gear Sport, terkecuali RAM yang cuma 512 MB dan baterai 200 mAh yang belum mendukung wireless charging.

Samsung sejauh ini masih bungkam soal harga dan ketersediaan Gear Sport. Untuk Gear Fit2 Pro, Samsung berencana melepasnya ke pasaran mulai 15 September dengan harga $199, berdasarkan informasi yang diterima oleh The Verge.

Samsung Gear Icon X (2018)

Samsung Gear IconX (2018)

Dibandingkan generasi pertamanya, Gear IconX versi baru ini hampir tidak membawa perubahan sama sekali perihal desain – mungkin ini juga alasan mengapa namanya pun sama. Samsung cuma bilang kalau versi baru ini bakal lebih nyaman dikenakan karena berbobot lebih ringan di angka 8 gram per earpiece, dan pilihan warnanya sekarang ada tiga.

Pembaruan terbesar yang diusungnya adalah integrasi asisten virtual Bixby, sama seperti yang dibawa oleh headphone U Flex. Kapasitas penyimpanan sebesar 4 GB memungkinkan pengguna untuk menyimpan koleksi musiknya langsung di earphone, yang berarti Anda benar-benar tidak membutuhkan perangkat lain ketika berolahraga.

Samsung Gear IconX (2018)

Bicara soal olahraga, Gear IconX generasi kedua ini turut dilengkapi fitur tracking otomatis serta mode Running Coach yang akan memberikan panduan audio selagi pengguna berlari. Baterainya diestimasikan bisa bertahan selama 7 jam, atau 5 jam kalau dipakai streamingcasing-nya bisa memberikan daya ekstra setara satu kali charge penuh.

Samsung sejauh ini belum merincikan harganya, namun saya kira tidak akan jauh dari pendahulunya mengingat pembaruannya tergolong minor.

Sumber: Samsung.