Activity Tracker IronCloud Memanfaatkan AI Untuk Memicu Kita Berolahraga Lebih Giat

Dalam merespons munculnya produk-produk smartwatch yang semakin canggih, para produsen activity tracker memfokuskan perhatian mereka pada keakuratan teknologi pelacakan, serta mengimplementasikan arahan desain yang lebih mainstream dan atraktif. Sebuah tim bernama Geekery sendiri menjagokan satu fitur unik di dalam tracker mereka.

Developer dari app fitness Fitmix itu memperkenalkan IronCloud. Perangkat ini dideskripsikan sebagai ‘smartwatch multi-sport GPS premium’, dan demi memenuhi seluruh klaim tersebut, IronCloud dikonstruksi menggunakan material-material terkuat. Tapi aspek andalan smartwatch ini adalah pemanfaatan kecerdasan buatan untuk membantu Anda saat latihan.

IronCloud 1

Menurut Geekery, kompetisi adalah cara terbaik untuk memotivasi seseorang mencetak rekor baru. Itu alasannya mereka membubuhkan Virtual Opponent, yaitu fitur yang berfungsi untuk mengadu Anda dengan diri sendiri. Di sana, Anda bisa menentukan sendiri target dan kecepatannya. Selain itu, device menyimpan fitur Training Zone, berguna untuk mencocokkan target personal dengan level latihan, menggunakan intensitas detak jantung sebagai basisnya.

Smartwatch turut dibekali preset beragam jenis olahraga, dan dari sana, perangkat mampu menghitung dinamika fisik serta performa fisiologi. IronCloud siap mendukung lari, lari di atas treadmill, hiking, panjat tebing, berenang di kolam atau perairan lepas, hingga bersepeda.

IronCloud mampu memonitor detak jantung secara real-time menggunakan sensor Valencell, juga didukung oleh Triple Navigation System (BDS, GPS dan GLONASS). Dan selain sensor buat menyajikan data-data ‘standar’ seperti banyaknya langkah, pembakaran kalori serta VO2 Max (konsumsi oksigen tubuh), device juga dibekali sensor altimeter, barometer serta kompas.

Demi memastikannya tahan banting dan dapat dikenakan di segala aktivitas, produsen memanfaatkan bezel berbahan titanium TC4 yang digunakan dalam pembuatan roket serta display berlapis kaca safir. Tubuhnya kedap air hingga kedalaman 100M. Untuk strap, Anda bisa memilih material TPU (ringan, tahan UV dan lentur) atau stainless steel jika ingin tampil lebih ‘serius’.

 

Display-nya mengingatkan saya pada produk-produk Garmin, mengusung panel sentuh always-on transflective yang efektif menampilkan konten meski diterpa sinar matahari. Lalu baterainya bisa bertahan hingga 50 hari atau maksimal 30 jam jika GPS terus dinyalakan.

Versi early bird IronCloud dapat Anda pesan sekarang di Indie Gogo seharga mulai dari US$ 370. Pengiriman akan dilakukan di bulan Mei nanti.

Menakar harga dan kemampuan IronCloud, produk tampaknya disiapkan untuk bersaing dengan Garmin Fenix 5, Suunto Traverse dan Casio Pro Trek. Keunggulan IronClad terletak pada daya tahan baterai dan harga, namun tiga merek ini tentu lebih dikenal oleh konsumen.

Didesain Oleh Ahli Medis, Keyboard X-Bows Pastikan Pengalaman Gaming dan Mengetik Jadi Lebih Nyaman

Begitu efektifnya keyboard sebagai perangkat input membuatnya digunakan di berbagai perangkat elektronik, dari mulai laptop hingga smartphone (via keyboard digital). Tapi layout QWERTY sendiri memang dari awal tidak memprioritaskan kenyamanan. Ia merupakan adopsi dari mesin ketik. Rancangannya hampir tidak berubah sejak tahun 1800-an.

Upaya untuk merombak desain papan ketik telah sering dilakukan. Arahan yang mungkin terbilang ekstrem adalah rancangan split buat membebaskan posisi tangan Anda. Namun banyak orang belum bersedia menerima gagasan radikal tersebut. Sebagai alternatifnya, seorang pakar medis bernama Dr. Sigo Wang menawarkan papan ketik ergonomis kreasinya: X-Bows.

Mengusung layout tenkeyless sehingga pemakaiannya ringkas, ada tiga hal yang jadi konsep penciptaan X-Bows: memastikan pengguna merasa nyaman, meminimalkan waktu yang diperlukan untuk adaptasi, serta membuat wujudnya tampil atraktif. Demi memenuhi ketiganya, Wang memutuskan buat memilih desain cross-radial.

X-Bows 2

Meski semua tuts berada di atas satu papan, tombol-tombol huruf dibagi dalam dua area dan ditaruh miring sehingga membentuk huruf ‘V’. Selanjutnya, Backspace, Enter, Shift dan Ctrl dipoisisikan di tengah. Perubahan ini dimaksudkan untuk menurunkan tekanan di kelingking yang merupakan jari terlemah, memindahkan perannya ke jempol yang biasanya jarang digunakan. Dengan menaruhnya di sana, tombol-tombol tersebut juga jadi lebih mudah diraih.

X-Bows 4

Penggunaan desain cross-radial  membuat kolom tombol huruf jadi sejajar dan tak lagi miring, sehingga mengurangi jarak tempuh jari serta peregangan otot tangan. Proses belajarnya dijanjikan tidak sulit, dan tidak menuntut Anda buat menghafal layout baru. Dan untuk memudahkan pemakaian, tombol Enter, Backspace, Alt dan Ctrl sekunder juga bisa ditemukan di zona kanan layaknya keyboard standar.

X-Bows 3

Di dalam, produsen memanfaatkan switch mekanis buatan Gateron, dan menyediakan beragam varian: Red (linier 45gf), Blue (clicky 55gf), Black (linier 60gf), Brown (linier bump 45gf), Green (clicky 80gf), serta Silent Red, Silent Black, dan Silent Brown. Switch ini punya daya tahan hingga 50 juta kali tekan. Lalu agar penampilannya menrik, Wang dan tim tak lupa membubuhkan backlight LED RGB yang bisa dikustomisasi.

X-Bows dapat Anda pesan sekarang di Indie Gogo seharga mulai dari US$ 160. Pengiriman akan dilakukan pada bulan Mei 2018.

Buat saya, X-Bows merupakan penawaran yang lebih baik dari Dygma Raise karena konsep ergonomisnya tidak mengorbankan kepraktisan penggunaan. Kendala terbesarnya, kedua produk ini masih tergolong mahal – harganya dua kali lipat dari Corsair K63 yang saya pakai.

Smartwatch Unik Shell Bisa Bertransformasi Jadi Smartphone

Dengan mengusung berbagai fitur canggih, smartwatch di era 2010-an sudah masuk dalam kategori komputer wearable. Meski begitu, mayoritas smartwatch modern masih berperan jadi ekstensi fungsi perangkat utama kita: memberikan notifikasi pesan atau panggilan masuk, app, dan umumnya juga menyimpan kapabilitas activity tracking serta kemampuan analisis fisik penggunanya.

Sejumlah produsen memang telah mulai menawarkan smartwatch yang bisa bekerja mandiri, namun mungkin tidak ada produk seunik Shell. Shell adalah kombinasi ‘tidak biasa’ dari wearable device dan smartphone. Di mode standar, ia dapat dikenakan layaknya smartwatch. Lalu ketika ingin menjawab atau melakukan panggilan telepon, Anda hanya tinggal menekan satu tombol untuk melepas modul utamanya dari strap dan mengeluarkan speaker serta mic.

Saat ini, tim Shell Wearables belum mengungkap spesifikasi hardware dan teknologi-teknologi di dalam smartwatch secara lengkap. Yang jelas, Shell menyajikan layar bundar, terpasang pada frame detachable. Saat dilepas dari ‘docking‘ tersebut, Shell segera mengeluarkan dua lengan/sayap, masing-masing menyimpan unit speaker dan microphone – sekaligus antena radio, GPS, GSM, Bluetooth serta Wi-Fi.

Shell 1

“[Lewat Shell], kami mencoba mengombinasikan fitur-fitur terbaik dari smartwatch dan smartphone menjadi satu perangkat unik yang dapat beroperasi secara independan,” tutur CEO sekaligus penggagas produk ini, Azar Talibzade. “Perangkat ini praktis, desainnya minimalis, dilengkapi teknologi wearableconvertible‘ yang memudahkan aktivitas Anda. Cukup tekan tombolnya untuk menyulap smartwatch ini jadi smartphone 4G tulen.”

Shell 3

Uniknya lagi, Shell juga memungkinkan kita membuat panggilan di saat-saat darurat. Device dibekali modul generator mini dan sistem charging manual. Jadi ketika baterainya menipis, Anda dapat ‘memompa’ bagian lengan buat mengisinya. Dengan melakukan pemompaan selama tiga sampai lima menit, Anda akan memperoleh durasi talk-time hingga lima menit.

Shell 4

Shell Wearables juga tidak melupakan fungsi fotografi. Mereka membubuhkan modul kamera bersensor 12-megapixel dengan teknologi penstabil gambar di bagian antena. Anda bisa memutar posisinya (dengan sumbu putar 360 derajat) saat sedang merekam video atau melakukan live stream.

Sang produsen menawarkan tiga pilihan varian Shell. Signature Model dijajakan seharga US$ 250, sedangkan edisi Commando (komponen-komponennya berstandar militer) dibanderol US$ 400. Sebagai alternatifnya, Shell Wearables juga menyediakan ‘adaptor’ Universal Model seharga US$ 150 untuk menambahkan fungsi smartphone di smartwatch kesayangan Anda.

Smartwatch Shell akan mulai ditawarkan via pre-order di Indie Gogo mulai tanggal 31 Januari besok.

Sumber: Shell Wearables.

Laibox Cam Ialah Action Cam Alternatif GoPro Dengan Lensa Interchangeable

GoPro merupakan merek yang mencetus segmen kamera action, dan menjadi kiblat sekaligus standar produsen lain dalam menggarap perangkat sejenis. Demi menyainginya, para kompetitor menawarkan beragam fitur lebih canggih atau harga lebih terjangkau. Namun karena action cam umumnya mengusung desain padat, fleksibilitas kustomisasi tidak selalu jadi prioritas.

Jika sampai sekarang Anda masih mencari alternatif GoPro yang lebih fleksibel, kreasi pemain baru asal Shenzhen ini boleh dijadikan pertimbangan. Sebagai jawaban atas penggunaan lensa fixed wide-angle di berbagai model action cam, sang produsen menawarkan Laibox Cam, yaitu kamera action berkonsep modular dengan lensa interchangeable pertama di dunia, menawarkan proses bongkar pasang lensa yang sangat simpel.

Laibox Cam mempunyai tubuh ala balok mungil seperti action camera lain, namun desainnya menyerupai versi mini dari kamera point-and-shoot: dilihat dari sisi belakang, tombol shutter berada di area pojok kanan atas dengan modul lensa di zona yang berlawanan, lalu layar live preview-nya dapat diputar 180 derajat dan di arahkan ke depan, sangat berguna ketika ingin membuat video blog atau ber-selfie.

Action cam ini dirancang agar mudah digunakan satu tangan. Semua tombolnya berada di area yang mudah dijangkau jempol dan telunjuk, lalu peralihan dari mode foto ke video juga dapat dilakukan dengan menekan satu tombol saja. Laibox Cam juga dibekali teknologi image stabilization, kemudian Anda bisa memanfaatkan fitur remote control via app mobile buat mengakses fungsi device dari jauh.

Laibox Cam menawarkan beragam mode pengambilan gambar dengan menggunakan lensa berbeda, di antaranya ada Full View 720 derajat, Flat Angle, Optical Zoom delapan kali, serta lensa Wide Angle 170 derajat. Cara menukar modul lensa ini sangat mudah, kata produsen ‘seperti melepas dan menyambung balok Lego’. Perangkat ini menyimpan sensor 14-megapixel plus lensa 7G untuk merekam video 4K di 30-frame rate per detik, ditambah lagi lensa 13-megapixel ganda, yang memungkinkannya menangkap lebih banyak detail dan cahaya.

Agar Anda tidak melewatkan momen berharga, tim penciptanya turut membekali Laibox Cam dengan fitur baterai hot-swap, memperkenankan kita menukar baterai walaupun kamera sedang bekerja. Baterai internal ekstra 1.100mAh tersebut mampu menjaga Laibox Cam tetap menyala selama dua jam. Unit baterai dan case-nya sendiri kompatibel dengan punya GoPro Hero 5.

Saat ini, Laibox Cam bisa Anda pesan sekarang melalui situs crowdfunding Indie Gogo. Produk dijajakan seharga mulai dari US$ 140, sudah termasuk ongkos kirim.

Via The Photoblographer.

Keyboard Azio Retro Classic Manjakan Pengguna Dengan Desain Mewah dan Sensasi ala Mesin Ketik

Populer di kalangan gamer, ada aspek yang wajib dibubuhkan oleh produsen aksesori PC di keyboard mekanis kreasi mereka: desain harus nyaman, dibekali fitur-fitur gaming, lalu desainer juga perlu memastikannya tahan banting. Namun sudah pasti tak semua orang menyukai penampilan gaming. Bagaimana jika Anda membutuhkan periferal minimalis untuk bekerja?

Beberapa produsen memahami kebutuhan tersebut dan sudah mulai menyediakan papan ketik dengan desain yang simpel dan elegan. Dan dalam mengembangkan produk barunya, satu perusahaan asal City of Industry, Kalifornia mencoba menonjolkan elemen premium berbasis desain retro, kemudian memadukannya bersama sejumlah fitur modern. Hasil dari upaya itu adalah keyboard unik bernama Azio Retro Classic.

Azio Retro Classic 1

Disiapkan untuk jadi penerus MK Retro, Azio Retro Classic diklaim sebagai keyboard mekanis paling mewah. Desainnya terinspirasi dari mesin ketik tua, ditegaskan oleh pemakaian tombol bundar dengan backlight. Dibanding tipe standar, keycap jenis ini memiliki jarak antar-tombol yang lebih lapang, memastikan peluang salah ketik jadi lebih kecil. Di dalam, switch-nya dirancang agar dapat mensimulasikan sensasi mengetik di mesin ketik antik.

Azio Retro Classic 3

Azio Retro Classic mempunyai dimensi 455x147x40-milimeter dan bobot kurang lebih 1,6-kilogram. Para desainernya menempatkan tombol-tombol Azio di atas area berlapis kulit asli (atau kayu sebagai alternatifnya), dikelilingi oleh bingkai logam aluminium-zinc. Menurut tim Azio Corporation, kulit asli selalu diasosiaikan dengan tema eksklusif, digunakan di bermacam-macam produk high-end.

Azio Retro Classic 5

Logam aluminium-zinc sengaja dipilih karena anti-korosi. Bahan ini cukup tangguh, tapi penggunaan dalam waktu lama bisa meninggalkan bekas. Bukannya dihindari, aspek tersebut malah ingin ditonjolkan sang produsen. Menurut mereka, tanda-tanda penggunaan memberikan Azio Retro Classic personalisasi dan karakteristik.

Azio Retro Classic 4

Untuk menghadirkan sensasi clicky ala mesin ketik, Azio Corporation memanfaatkan switch mekanis Kailh Blue. Switch ini mempunyai resistensi sebesar 60g (lebih berat dibanding switch Cherry MX Red di 45g), jarak ke titik actuation sejauh 2-milimeter, dengan total key travel sepanjang 4-milimeter. Kabarnya, switch Kailh Blue memiliki daya tahan hingga 50 juta kali tekan.

Azio Retro Classic 6

Produsen menyediakan dua varian Azio Retro Classic, yakni model wireless dan wired. Mereka berdua dilengkapi tombol-tombol hotkey buat memudahkan Anda mengakses fungsi pengaturan multimedia hingga shortcut ke File Explorer, kalkulator dan browser. Tipe wireless sendiri menyimpan baterai 6.000mAh dan kompatibel ke macOS.

Azio bisa dipesan sekarang melalui situs crowdfunding  Indie Gogo seharga US$ 160 (USB) dan US$ 190 (Bluetooth).

Mirabook Sulap Smartphone Anda Jadi Laptop Penunjang Kerja

Hanya beberapa tahun lalu, prediksi analis soal akhir dari era PC menghebohkan seisi industri. Pengapalan produk komputer konvensional memang terus menurun, tapi tidak berarti ranah ini sekarat. Yang terjadi hanyalah perubahan karakteristik pengguna: banyak orang beralih ke ranah DIY, kepopularitasan gaming PC meroket, lalu laptop jadi semakin ringkas serta bertenaga.

Namun sesuai perkiraan, smartphone juga terus berevolusi menjadi perangkat portable serbaguna. Dan menurut Miraxess, kita hanya perlu membubuhkan aksesori yang pas buat mengubah handset menjadi alat pendukung aktivitas produktif optimal. Anda mungkin sudah sering memanfaatkan keyboard portable untuk mengetik di smartphone, tapi developer asal Perancis ini mencoba menawarkan satu solusi all-in-one.

Mirabook

Lewat Indie Gogo, mereka memperkenalkan Mirabook, sebuah aksesori unik yang mampu menyulap smartphone biasa jadi laptop. Wujudnya betul-betul menyerupai notebook clamshell tradisional. Mirabook mempunyai layar, keyboard, touchpad, dan konektivitas fisik esensial. Tubuhnya berdimensi 320x220x15mm dengan bobot cuma 1-kilogra, menyuguhkan panel IPS seluas 13-inci beresolusi 1080p.

Mirabook 2

Tubuh Mirabook terbuat dari aluminium, memanfaatkan smartphone Anda sebagai unit utama pengolah data. Itu artinya, temperatur yang dihasilkan olehnya sangat minimal. Lalu tanpa kehadiran kipas, Mirabook beroperasi dengan hening. Fitur spesial lain di aksesori ini terdapat pada kemampuan ala power bank-nya. Saat tersambung, Mirabook dapat mengisi baterai smartphone Anda secara terus-menerus hingga 10 jam.

Mirabook 1

Mirabook saat ini kompatibel dengan sejumlah handset Android (dan Windows Phone) yang memiliki port USB type-C, di antaranya: Samsung Galaxy S8, LG G5, LG V34, LG V20, HTC U Ultra, HTC 10, Asus ZenFone 3 Ultra, HP Elite x3, Acer Liquid Jade Primo, Microsoft Lumia 950, dan Lumia 950 XL. Miraxess juga berjanji untuk memperluas kompatibilitas Mirabook agar mendukung produk Xiaomi, Nokia, LeEco, OnePlus, Huawei, Google Pixel, Motorola, Sony, BlackBerry, dan Oppo via adaptor universal.

Selain kelengkapan standar, Mirabook turut dibekali port HDMI, dua buah USB type-A, slot kartu SD, audio jack, serta sepasang speaker ‘premium’. Dan karena smartphone yang sebetulnya bekerja, Anda tetap ditunjang jaringan 4G, GPS serta Wi-Fi. Uniknya lagi, Mirabook tak cuma dapat ‘diotaki’ oleh smartphone, tapi juga dapat disambungkan ke Raspberry Pi serta PC-PC stick.

Kampanye crowdfunding Mirabook sudah rampung berbulan-bulan silam, namun produk ini tetap bisa Anda pesan di Indie Gogo seharga mulai dari US$ 250. Tersedia pilihan warna hitam, biru, merah, hijau, kuning dan merah muda.

Arrow Ialah Smartwatch yang Dipersenjatai Kamera Putar 360 Derajat

Saat ini Anda bisa menemukan smartwatch dalam beragam wujud, baik buatan para raksasa elektronik terkenal hingga kreasi-kreasi unik tim desainer baru di platform crowdfunding. Masing-masing produsen terus melakukan pengembangan demi menyajikan fitur yang dapat ditonjolkan, misalnya pemanfaatan sistem analog atau penerapan teknologi self-charging.

Namun satu tim inventor asal Los Angeles punya gagasan yang lebih liar lagi. Mereka mencoba menggabungkan konsep wearable dengan fotografi. Hasilnya adalah produk istimewa bernama Arrow, yaitu smartwatch yang dibekali kamera putar 360 derajat. Berkat kemampuannya ini, Arrow bukan cuma bisa bekerja sebagai ekstensi smartphone Anda, tapi juga dapat dijadikan action cam dan perangkat selfie dadakan.

Arrow 2

Arrow menyuguhkan layar OLED bundar seluas 1,4-inci beresolusi 400x400p, dipasangkan ditubuh berdiameter 50-milimeter dengan ketebalan 15-milimeter. Smartwatch telah memperoleh sertifikasi IP65, yang berarti tahan debu dan cipratan air. Kamera dicantumkan pada bagian bezel yang bisa diputar, lalu di sebelah kanan, Anda akan menemukan dua tombol sebuah crown. Tombol bergaris merah berfungsi untuk mengaktifkan fungsi fotografi.

Arrow 4

Cara menggunakannya sangat mudah. Setelah fungsi foto aktif, Anda hanya tinggal mengarahkan kamera ke sudut yang diinginkan dan layar akan menampilkan live preview-nya. Silakan hadapkan lensa ke wajah buat mengambil selfie, atau ke depan ketika Anda ingin mengabadikan momen penting – tak perlu lagi membuang waktu mengeluarkan smartphone dari tas. Kamera di smartwatch Arrow menyimpan sensor 5-megapixel, bisa merekam video 1080p (juga sudah dibekali microphone built-in).

Arrow 1

Arrow turut ditopang kapabilitas activity tracking yang lengkap. Ia bisa menghitung jarak, banyaknya langkah, mengetahui rute, serta jumlah kalori yang terbakar berkat dukungan sensor accelerometer, pedometer dan GPS. Informasi terkait data tubuh dapat Anda akses melalui app companion-nya. Software itu juga mampu mengkalkulasi hasil olahraga harian, mingguan hingga bulanan.

Arrow 3

Smartwatch diotaki oleh chip MTK6580 berprosesor quad-core 1,3GHz, menyimpan RAM 512MB dan memori internal 9GB, serta ditunjang baterai 400mAh sebagai sumber tenaganya. Baterai tersebut menjanjikan waktu pemakaian selama satu hari penuh dengan waktu isi ulang dua jam. Arrow berjalan di atas sistem operasi Arrow Wear, berbasis Google Android 5.1, kompatibel ke perangkat Android ataupun iOS.

Arrow dapat dipesan sekarang melalui situs crowdfunding  Indie Gogo seharga mulai dari US$ 200. Di sana, produsen menyediakan pilihan strap berbahan silikon, kulit dan baja. Proses pengiriman rencananya akan dilakukan di bulan Februari 2018.

Four Seasons Ialah Penyempurna Lofree, Keyboard Mekanis Wireless Bergaya ‘Retro’

Terlepas dari naik daunnya penggunaan keyboard mekanis di kalangan gamer mulai beberapa tahun ke belakang, periferal ketik jenis ini sudah lama ada – salah satu yang paling ikonis adalah IBM Model M tahun 1984. Saat ini, sejumlah varian gaming bahkan kembali mengusung penampilan bulky ala produk lawas, dan konsumen sepertinya tidak terlalu keberatan.

Tentu saja keyboard mekanis juga tersedia dalam wujud yang lebih ringkas. Anda dapat memilih keyboard tenkeyless atau tipe ’60 persen’. Namun jika menginginkan model yang lebih elegan agar serasi di ruang kerja minimalis Anda, produk baru dari Lofree ini bisa jadi pilihan. Setelah memperkenalkan papan ketik bergaya retro di bulan Maret silam, sang produsen periferal itu menyingkap varian generasi keduanya: Four Seasons.

Four Seasons 3

Sekilas, Four Seasons hampir tidak mempunyai perbedaan dari papan ketik Lofree generasi pertama. Ia masih mengusung tubuh mungil dengan ujung membulat, dipadu tombol-tombol bundar, sehingga penampilannya terlihat seperti versi futuristis dari mesin ketik. Di sana, Anda dipersilakan mengatur tingkat kecerahan LED-nya. Tim penciptanya mengaku, rancangan periferal itu berkiblat pada keyboard Apple Mac.

Four Seasons 4

Tapi jika dilihat lebih teliti, mungkin Anda bisa menemukan sejumlah modifikasi yang tim Lofree bubuhkan di keyboard anyarnya. Beberapa perubahan terpenting di sana meliputi relokasi tombol ‘Q’ ke area kanan bawah tombol ‘1’ sehingga layout-nya lebih familier buat mayoritas pengguna; lalu produsen juga memperluas ukuran tombol Caps Lock kiri dan Backspace – kini memakan dua slot tuts dan lebih mudah diraih.

Four Seasons 5

Tombol-tombol berukuran besar seperti spasi, Enter, Backspace dan Caps Lock dibekali satu switch mekanis saja. Hal ini dipercaya membuat resistensinya lebih kecil demi meminimalkan rasa lelah di jari. Produsen kembali memanfaatkan switch Gateron biru. Berdasarkan komentar mereka yang berpengalaman, switch ini lebih mulus dan ringan dibanding Cherry MX Blue, dengan profile non-linier yang menghidangkan sensasi clicky.

Four Seasons 6

Four Seasons turut dilengkapi beragam fitur yang ada di keyboard Lofree generasi pertama. Periferal ini kompatibel ke perangkat Windows, Mac, iOS dan Android cukup dengan menggeser switch di samping; lalu dapat tersambung ke tiga device sekaligus. Four Seasons juga mendukung mode wireless ataupun wired, serta menyimpan baterai internal yang bisa diisi ulang melalui port microUSB.

Dengan mengusun nama ‘Four Seasons’, produsen tak lupa menyiapkan empat pilihan warna body yang terinspirasi dari empat musim: putih, biru pastel, abu-abu dan hitam. Four Seasons sudah dapat dipesan di Indie Gogo seharga mulai dari US$ 74. Produk rencananya akan didistribusikan pada bulan Maret 2018.

Cinego Adalah Sinema 4K Dalam Wujud Head-Mounted Display

Jauh sebelum headset virtual reality sepopuler sekarang, Sony telah lebih dulu menawarkan konsumen keluarga perangkat wearable yang memungkinkan mereka memperoleh pengalaman sinematik secara personal. Namun sayang, lineup  produk bernama HMZ itu akhirnya ditiadakan karena sang raksasa elektronik asal Tokyo ingin fokus ke bidang penyajian VR.

Memasuki tahun kedua momen ‘lahirnya’ virtual reality, konsep bioskop portable ternyata belum punah. Metode penyampaian konten hiburan ini diadopsi oleh tim Goovis di dalam perangkat bernama Cinego, yaitu bioskop wearable berwujud head-mounted display. Dan berbeda dari Sony HMZ, Cinego juga sudah siap menghidangkan konten-konten 4K.

Goovis Cinego 2

Cinego memiliki wujud menyerupai visor milik karakter Cyclops di film X-Men. Ukurannya tergolong mungil jika dibandingkan dengan headset VR yang ada di pasar sekarang. Bobotnya sangat ringan (cuma 200-gram), dan karena Cinego tidak dirancang untuk digunakan sambil berjalan, perangkat bisa disematkan ke kepala dengan satu strap saja. Saat ingin berhenti sejenak dari aktivitas menonton, Anda tinggal menarik visor-nya ke atas.

Di dalam, Anda disuguhkan sepasang layar M-OLED seluas 0,7-inci, masing-masing memiliki resolusi 1920×1080 dan kepadatan 3.147ppi. Spesifikasi ini diklaim tujuh kali lebih padat dibanding perangkat berpanel M-OLED lain semisal iPhone X. Komponen display tersebut kabarnya mampu menyajikan gambar yang detail serta mulus – 3 kali lebih jernih dari bioskop dan 20 kali dibanding TV.

Goovis Cinego 1

Keunggulan lain dari Cinego ialah konektivitasnya. Headset ini dibekali port USB sehingga Anda bisa menyambungkannya ke PC, speaker ataupun controller game. Headset turut ditopang Wi-Fi dan Bluetooth, membuatnya siap men-stream konten Netflix, Hulu, Amazon serta YouTube. Dan berkat kehadiran HDMI, head-mounted display ini dapat terhubung ke console game semisal Xbox One, PlayStation 4 atau Nintendo Switch.

Goovis Cinego 3

Cinego juga ditunjang baterai yang sanggup menjaganya aktif selama 4,5 jam tanpa perlu tersambung ke sumber listrik. Itu artinya Anda tak perlu cemas terjerat kabel dan bisa menggunakannya saat bepergian. Baterai tersebut diletakkan di unit remote agar bobot headset bisa diminimalkan.

Dan uniknya lagi, Cinego dapat dinikmati tanpa perlu mengenakan kacamata. Output-nya bisa disesuaikan dengan ukuran mata, dari minus delapan sampai plus dua, memastikan gambarnya tetap jelas di mata Anda.

Selama periode pengumpulan dana di Indie Gogo masih berlangsung, Goovis Cinego bisa Anda pesan sekarang seharga cuma US$ 500. Pengiriman rencananya akan dilangsungkan di bulan Februari 2018.

Jaket Stylish Ini Lindungi Tubuh Anda dari Udara Dingin dan Peluru

Jaket adalah salah satu jenis pakaian tertua, merupakan versi pendek dari mantel, diperkenalkan dalam majalah wanita Corriere delle dame di bulan April 1857. Jaket biasanya dikenakan untuk menjaga tubuh tetap hangat, dan selain fungsi protektif itu, tak jarang ia dijadikan pelengkap fashion. Tapi satu inovasi terbaru membuat pemanfataan jaket lebih esensial lagi.

Satu tim desainer bernama AFLoader memperkenalkan Bulletproof Jackets, yaitu jaket yang dibuat untuk melindungi penggunanya dari hawa dingin serta peluru. Berbeda dari rompi anti-peluru/flak jacket standar, produk AFLoader itu dirancang agar tampil stylish serta tidak membebani tubuh. Dan buat memenuhi kebutuhan berbeda, mereka menawarkannya dalam beberapa model.

Bulletproof Jackets 1

Bulletproof Jackets terbuat dari 100 persen Kevlar DuPont Amerika, bahannya ringan serta lentur. Material ini telah memperoleh standar sertifikasi 0101.06 IIIA – kabarnya ialah sertifikasi paling tinggi untuk jaket anti-peluru, sanggup menahan hampir semua proyektil gotri senapan gentel (shotgun) serta peluru .44 Magnum. Sebuah lelucon di internet menyatakan bahwa peluru .44 bisa digunakan untuk ‘menembak pencuri yang bersembunyi di belakang pintu kulkas, di rumah tetangga Anda’.

Bulletproof Jackets 2

AFLoader menyiapkan tidak kurang dari enam tipe Bulletproof Jackets berbeda. Ada The Wonder dengan penampilan ala jaket hoodie (70/30 campuran wol), The Freedom (rompi insulated, 100 persen polyester), The Arctic (jaket windbreaker quilted, juga 100 persen polyester), The Sherpa (berdesain parka dan paling efektif menjaga panas tubuh), The Sport (seperti namanya, merupakan jaket olahraga softshell), dan The Logan (mantel panjang berbahan wol 70/30).

Bulletproof Jackets 3

Desainer menyediakan beragam ukuran mulai dari S sampai XL, termasuk untuk wanita. Sebagai gambaran terkait bobot jaket ini, AFLoader menjelaskan bahwa Bulletproof Jackets ukuran medium mempunyai berat kira-kira 1,5-kilogram. Selain ringan, Bulletproof Jackets juga dibuat agar fleksibel serta nyaman, tidak membatasi gerakan Anda, serta mudah dikenakan.

AFLoader juga menjamin semua jaket ini sanggup menahan angin dan air, lalu kain balistik di dalam diperkuat sedemikian rupa agar tetap efektif melindungi tubuh di waktu lama. Berbicara soal proteksi, kemampuan anti-peluru di sana tak hanya dibubuhkan pada sisi depan dan belakang jaket saja, namun diterapkan secara menyeluruh hingga ke bahu serta pinggang.

Tim AFLoader saat ini sedang melangsungkan kampanye pengumpulan dana di Indie Gogo. Di platform crowdfunding tersebut, Bulletproof Jackets bisa Anda pesan seharga mulai dari US$ 200.