Kumpulan 17 Perusahaan E-commerce Indonesia yang Gagal Eksis Sejak Era 2000-an

Menurut data Google-Temasek, penduduk “internet” di Indonesia berjumlah sekitar 150 juta orang. Infrastruktur internet juga sudah menjangkau daerah-daerah yang jauh dari perkotaan. Banyak perusahaan bisnis melihat dua hal ini sebagai bekal untuk menumbuhkan industri e-commerce.

Kemudian mereka dengan percaya diri ambil bagian di dalam industri. Tapi panggang ternyata jauh dari api. Peruntungan sejumlah perusahaan tidak sebaik yang dibayangkan hingga kemudian terpaksa menghentikan kegiatannya.

Baru-baru ini platform e-marketplace khusus kerajinan tangan bernama Qlapa menutup layanan operasinya setelah aktif hampir 4 tahun di industri e-commerce tanah air. Qlapa bukanlah yang pertama keluar dari industri jual beli berbasis internet ini. Sejatinya ada banyak perusahaan yang lebih dulu gugur di ranah e-commerce Indonesia. Melalui artikel ini, tim iPrice merangkum perusahaan e-commerce yang gagal bersinar sejak era 2000-an hingga saat ini.

Multiply

Di periode 2008-2010, Multiply mampu menjadi jejaring media sosial yang sangat populer di Indonesia. Dengan aktivitas pengguna yang cukup intens itu, Multiply mencoba mengaplikasikan strategi bisnis e-commerce dalam situsnya. Terlebih, Naspers yang menjadi investor utama Multiply ingin mengembangkan industri e-commerce di Indonesia.

Platform marketplace bernama Multiply Commerce pun dirilis pada tahun 2011. Untuk menunjukkan komitmen pada pengembangan e-commerce, Multiply turut memindahkan kantornya dari Florida ke Jakarta. Sayangnya, perubahan strategi bisnis menjadi platform marketplace ini tidak membawa keuntungan berarti.

Salah satu penyebabnya karena pihak Multiply tidak mampu merespons masalah-masalah yang muncul di kalangan pengguna dalam transisi model bisnis jejaring sosial ke e-commerce. Hingga kemudian Naspers menghentikan keseluruhan investasi di Multiply dan beralih ke Tokobagus. Multiply mau tak mau menutup operasionalnya pada tahun 2013.

Tokobagus

Tokobagus adalah situs jual beli yang awalnya menggunakan konsep iklan baris jenis consumer to consumer (C2C). Artinya, setiap pengguna bisa dengan langsung mengunggah postingan jualan ataupun pencarian barang. Mulai beroperasi pada tahun 2005, situs jual beli online ini merupakan salah satu pionir industri e-commerce di Indonesia.

Tahun 2010 situs ini mendapat investasi dari Naspers yang pada saat bersamaan memiliki situs jual beli di pasar global bernama OLX. Tahun 2013 menjadi momen keemasan Tokobagus. Dilansir dari e27.co ada 1 miliar pengunjung per hari di situs itu. Pencapaian ini membuat Tokobagus masuk sebagai salah satu dari lima situs iklan baris terbesar di dunia.

Karena pencapaian gemilang ini pula, Tokobagus akhirnya diakusisi sepenuhnya oleh Naspers dan berganti nama menjadi OLX Indonesia pada tahun 2014. Namun kepopuleran OLX di Indonesia tidak seperti ketika bernama Tokobagus. Situs ini kalah saing dengan platform e-commerce lokal yang muncul belakangan, seperti Bukalapak, Tokopedia, ataupun Blibli.

Rakuten

Rakuten resmi hadir di industri e-commerce Indonesia pada tahun 2011 dengan menggandeng MNC Group sebagai mitra bisnis lokal alias joint venture. Menurut catatan DailySocial, Rakuten memiliki 51% saham, sedangkan MNC Group mendapat 49% saham. Total investasi awal kedua belah pihak adalah sekitar Rp60 miliar.

Aktivitas Rakuten di industri e-commerce lokal ternyata hanya berlangsung 5 tahun. Perusahaan asal Jepang ini menghentikan aktivitasnya di Indonesia pada tahun 2016. Dilansir dari Reuters, penarikan diri Rakuten dari pasar lokal tanah air karena adanya pergeseran model bisnis yang tidak sesuai dengan konsep awal. Perusahaan e-commerce itu ingin lebih fokus pada model bisnis C2C.

Plasa.com

Plasa.com mulai fokus dalam bidang e-commerce sejak tahun 2010 setelah sebelumnya beroperasi sebagai layanan webmail. Pendanaan portal belanja ini diinisiasi pemerintah melalui perusahaan BUMN Telkom. Setahun kemudian, Plasa.com mengumumkan kerjasamanya dengan eBay. Dengan kerjasama ini, produk yang dijual di Plasa.com dapat muncul di situs eBay untuk kemudian bisa dikenal lebih luas oleh konsumen global. Tapi di tahun 2014 eBay membeli 40% saham Plasa.com dan diikuti perubahan nama menjadi Blanja.com.

Shopo

Shopo adalah perusahaan e-commerce yang memfokuskan bisnis pada produk kerajinan. Perusahaan ini memulai aktivitas pada tahun 2013 dengan dukungan pendanaan dari perusahaan besar India bernama Snapdeal.

Dilansir dari Okezone, Snapdeal sempat menyuntikkan dana US$100 juta pada Shopo tahun 2015. Namun investasi ini tidak berbuah signifikan karena model bisnis C2C yang diusung Shopo kurang mendapat respons positif dari pasar. Akhirnya perusahaan ini menghentikan sepenuhnya aktivitas di industri e-commerce pada tahun 2017.

Valadoo

Valadoo adalah situs e-commerce khusus perjalanan wisata yang didirikan pada tahun 2010. Ketika perusahaan ini muncul, industri e-commerce khusus travel masih sepi pemain. Dua tahun berlalu, Valadoo berhasil mendapat pendanaan tahap awal dari perusahaan serupa asal Singapura yang bernama Wego.

Meski sudah mendapat seed funding, Valadoo ternyata belum mampu membuat arah bisnis yang jelas. Karena itu, perusahaan ini akhirnya memutuskan meleburkan diri dengan Burufly yang juga mendapat pendanaan dari Wego. Tapi akhirnya pada tahun 2015, Valadoo menyatakan menutup seluruh layanannya karena perbedaan kultur dan model bisnis.

Scallope

Scallope adalah portal e-commerce yang menyediakan beragam produk fashion dari desainer muda ternama Indonesia. Dilansir DailySocial, perusahaan ini berdiri pada tahun 2012 dan dimodali oleh Suitmedia Group. Pada masa itu, Suitmedia Group juga membawahi Bukalapak dan Hijup.

Namun, pada perkembangannya Scallope kalah saing dengan perusahaan e-commerce lain yang juga fokus di bidang fashion. Terlebih, Suitmedia Group melihat posisi Hijup lebih potensial dibandingkan Scallope. Akhirnya Suitmedia Group melakukan perampingan dengan menutup Scallope pada tahun 2016.

Paraplou

Paraplou adalah situs e-commerce khusus fashion yang didirikan pada tahun 2011. Perusahaan ini sempat mendapat investasi Seri A sebesar US$1,5 dari Majuven, sebuah venture capital asal Singapura.

Pada tahun 2015 Paraplou mengumumkan bahwa perusahaan itu tutup. Dalam catatan Tech in Asia, faktor seperti pasar yang belum terbentuk, kondisi keuangan yang tidak menentu, dan kesulitan mendapat dana berkesinambungan membuat Paraplou terpaksa keluar dari bisnis e-commerce.

Cipika

Cipika dibesut oleh Indosat Ooredo sejak tahun 2014. Situs e-commerce ini menganut model bisnis business to consumer (B2C) dengan produk unggulan pada kategori elektronik dan makanan.

Namun Cipika tidak bertahan lama karena perkembangan model B2C yang kala itu dianggap lambat. Indosat Ooredo resmi menutup layanan Cipika pada tahun 2017.

Lolalola

Lolalola diluncurkan pada tahun 2015 sebagai situs e-commerce yang menyasar produk pakaian dalam khusus perempuan. Pendanaan Lolalola didapat dari Ardent Ventures yang berasal dari Thailand. Sayangnya, perusahaan yang hadir untuk pangsa pasar spesifik ini terpaksa berhenti beroperasi pada tahun 2017.

Kleora

Awalnya Kleora hadir untuk mengakomodir kebutuhan belanja produk khusus wanita. Perusahaan ini sempat mendapatkan pendanaan dari Rebright Partner dan angle investor. Tapi karena tidak mampu menggaet antusiasme pasar, Kleora akhirnya bertransformasi menjadi e-commerce khusus jual beli barang bekas yang dinamai Prelo sejak tahun 2015.

Beautytreats

Beautytreats adalah situs jualan daring produk kecantikan yang beroperasi sejak tahun 2013. Dalam catatan DailySocial, perusahaan ini mampu mengirimkan 3000 produk kecantikan dalam kurun 6 bulan sejak beroperasi. Beautytreats juga berhasil menjaring 8000 anggota dari berbagai wilayah di Indonesia. Namun perusahaan ini tidak berumur panjang. Pada tahun 2015 Beautytreats resmi berhenti beroperasi.

Lamido

Lamido didirikan pada tahun 2013 oleh perusahaan inkubator Rocket Internet yang juga membesarkan Lazada. Situs e-commerce tipe customer to customer (C2C) ini berfokus kepada penjual menengah ke bawah yang mendistribusikan barang dagangan melalu jejaring media sosial seperti Facebook atau Instagram.

Jenis produk yang umum ada di Lamido meliputi kategori elektronik dan fashion. Tapi pada realitanya, wadah marketplace dihadirkan Lamido kalah populer dibandingkan perusahaan e-commerce lokal seperti Bukalapak dan Tokopedia yang sama-sama berkonsep C2C kala itu. Terlebih Rocket Internet melihat posisi Lamido dan Lazada saling tumpeng tindih di market lokal. Karenanya, Rocket Internet memilih meleburkan Lamido dengan Lazada pada tahun 2015.

Berniaga.com

Berniaga.com adalah situs iklan baris yang fokus melakukan bisnis customer to customer (C2C). Dalam catatan Kompas.com, situs ini beroperasi pertama kali pada tahun 2009 dengan dukungan pendanaan dari 701 Search Pte Ltd yang dimiliki oleh perusahaan hasil kolaborasi antara Singapore Press Holdings (SPH) dan Schibsted Classified Media (SCM). Berniaga.com pada tahun 2014 nyatanya diakusisi OLX Indonesia karena konsep bisnis yang sama. Dilansir CNN Indonesia, saat itu perusahan induk OLX ingin mereknya menjadi penguasa tunggal di pasar Indonesia.

Sedapur

Sedapur adalah platform marketplace yang berfokus pada produk-produk kuliner. Perusahaan ini berdiri pada tahun 2011 dan disokong oleh incubator Nokia Enterpreneurship dengan modal Rp200 juta. Namun Sedapur tidak mampu beroperasi lama. Pada tahun 2013 perusahaan ini menutup operasionalnya karena strategi bisnis yang tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Soegianto Widjaja yang kala itu menjabat sebagai CEO Sedapur mengakui bahwa strategi perusahaannya hanya berfokus pada merchant dan tidak memprioritaskan pembeli. Di samping itu, kegagalan mendapat pendanaan baru turut mempersulit Sedapur untuk bertahan di industri e-commerce.

MatahariMall.com

MatahariMall.com resmi beroperasi pada tahun 2015 sebagai anak perusahaan Lippo Group. Investasi sekitar US$500 juta menjadi modal awal operasionalnya. Situs e-commerce ini mengadopsi model bisnis online to online dan offline to offline (O2O) yang memungkinkan pembeli untuk bertransaksi di berbagai cabang toko fisik Matahari Departement Store. Konsep bisnis ini terinspirasi dari Walmart yang juga lebih dulu menggunakan O2O.

Namun pada tahun 2018, MatahariMall.com meleburkan diri ke dalam unit bisnis daring utama Matahari Departement Store, yakni Matahari.com. Dilansir dari Bisnis.com, langkah peleburan ini bertujuan untuk menjadikan Matahari.com sebagai kanal tunggal belanja daring dari perusahaan Matahari.

Qlapa

Qlapa adalah platform daring untuk berjualan produk kerajinan tangan yang mulai beroperasi sejak tahun 2015. Perusahaan ini sempat mendapat investasi Seri A dari perusahaan bernama Aavishkaar asal India.

Namun pada awal tahun 2019, Qlapa mengumumkan penghentian operasionalnya secara menyeluruh. Dalam keterangan pers Qlapa, perusahaan ini berhenti beroperasi karena alasan bisnis yang dinilai tidak menguntungkan dan berkelanjutan.

***

Artikel ini digarap oleh tim iPrice Indonesia. Secara berkala, iPrice merilis laporan mendalam mengenai e-commerce, startup, dan topik terkait lain di industri ini.

iPrice Group Receives Investment from LINE’s Parent Company

iPrice Group, a product price comparison platform, receives fresh funding from Naver Corp, LINE messenger’s parent company with undisclosed value. The investment is said to come three months after LINE’s investment arm, LINE Ventures , led the Series B Funding for iPrice.

David Chmelar, iPrice Group‘s CEO and Co-Founder, said that Naver has strategic value for the company. It’s not only operating South Korea’s most popular search engine but also capable of developing an impressive shopping and price comparison engine in the domestic market.

“Given the rich experiment and strategic value of Naver, we can’t miss the opportunity to welcome them as our investor. We’re honored to gain trust from a company as iconic as Naver on iPrice’s journey in becoming a major portal for online shopping in Southeast Asia,” Chmelar said.

Peter Na, Naver Corp representative, added, “The extraordinary achievement of iPrice during the last round [funding] is a proof of their solid team impressive performance and explosive growth in SEA e-commerce market.”

iPrice commitment to Indonesia

Matteo Sutto, iPrice’s CMO, told DailySocial separately that the latest funding to be used for Indonesian market development. It’s the same as it was three months ago.

“On the same occasion, we continue with technology development to improve user experience, especially in our two main verticals, fashion and electronics,” he said.

Regarding opportunity for collaboration between iPrice and Naver in the future, Sutto has no further comment.

Indonesia, he continued, has become iPrice’s biggest market in Southeast Asia. Of the total traffic in seven countries, 25% traffic comes from Indonesia. In an effort to increase business penetration, the company will completely focus on providing the best product experience for users.

It’s either from the more complete and comprehensive product catalog, more accurate price comparison information, a fast and convenient user interface, and others. Certainly, by providing high-quality traffic performance for many e-commerce partnered with iPrice.

“This strategy is the key to your success and monetization skill for the recent years compared to our competitors,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

iPrice Group Terima Investasi dari Induk Usaha LINE

iPrice Group, platform perbandingan harga produk, menerima pendanaan segar dari Naver Corp, induk usaha dari aplikasi messanging LINE dengan nilai yang tidak disebutkan. Disebutkan investasi ini datang berselang tiga bulan setelah cabang VC LINE, LINE Ventures, memimpin putaran pendanaan seri B iPrice.

CEO dan Co-Founder iPrice Group David Chmelar mengatakan, Naver memiliki nilai strategis bagi perusahaan, lantaran tidak hanya mengoperasikan mesin pencari terkemuka di Korea Selatan, tapi juga mampu membangun mesin belanja dan perbandingan harga yang mengagumkan di pasar domestiknya.

“Mengingat kekayaan pengalaman dengan nilai strategis yang dimiliki Naver, kami tidak mungkin melewatkan kesempatan ini untuk menyambut mereka sebagai investor kami. Kami merasa terhormat untuk menerima kepercayaan dari perusahaan seikonik Naver dalam perjalanan iPrice menjadi portal utama ke belanja daring di Asia Tenggara,” ucap Chmelar dalam keterangan resmi.

Perwakilan dari Naver Corp turut memberikan tanggapannya, diwakili oleh Peter Na. Na menuturkan, “Pencapaian luar biasa yang terus ditampilkan iPrice di sepanjang putaran pendanaan terakhir mereka [iPrice] adalah bukti kinerja mengesankan dari tim yang kuat dan pertumbuhan eksplosif di pasar e-commerce Asia Tenggara.”

Komitmen iPrice untuk Indonesia

Dihubungi secara terpisah oleh DailySocial, CMO iPrice Group Matteo Sutto menambahkan bahwa pendanaan terbarunya ini juga akan dipakai perusahaan untuk pengembangan pasar Indonesia. Sama halnya saat tiga bulan lalu.

“Di kesempatan yang sama, kami juga terus mengembangkan teknologi untuk meningkatkan pengalaman pengguna, terutama di dua vertikal utama kami, fesyen dan elektronik,” ucap Sutto.

Terkait potensi kolaborasi antara iPrice dengan Naver ke depannya, Matteo masih enggan berkomentar lebih lanjut.

Indonesia, sambungnya, menjadi pasar terbesar iPrice di Asia Tenggara. Dari total trafik di tujuh negara, 25% trafik berasal dari Indonesia. Untuk meningkatkan penetrasi bisnisnya tersebut, menurutnya perusahaan akan selalu fokus menyediakan pengalaman produk terbaik untuk para pengguna.

Baik itu dari katalog produk yang lebih lengkap dan komprehensif, informasi perbandingan harga yang lebih akurat, interface yang cepat dan nyaman bagi pengguna, dan sebagainya. Tentunya, menyediakan performa trafik yang berkualitas untuk e-commerce-e-commerce yang bermitra dengan iPrice.

“Strategi inilah yang menjadi kunci kesuksesan dan kemampuan monetisasi kamu beberapa tahun terakhir dibandingkan dengan kompetitor kami,” pungkas Sutto.

iPrice Umumkan Pendanaan, Optimis Layanan Perbandingan Harga Akan Terus Dibutuhkan

iPrice Group sebagai perusahaan penyedia platform pembanding produk e-commerce hari ini mengumumkan perolehan pendanaan baru dari LINE Ventures. Investor sebelumnya yakni Venturra turut serta dalam pendanaan ini, dengan dukungan investor baru Cento Ventures.

Meskipun tidak disebutkan secara eksplisit dalam rilis yang dikirimkan, menurut sumber yang didapat Crunchbase pendanaan ini masuk ke putaran seri B dengan total nilai sama dengan pendanaan seri A yang didapat akhir 2016 lalu, yakni senilai $4 juta (atau setara dengan 53 miliar rupiah).

Saat ini layanan iPrice telah melenggang di tujuh negara, meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Vietnam, dan Hong Kong. Layanannya diklaim telah menjangkau lebih dari 50 juta pengguna dengan total katalog produk melebihi 500 juta unit.

iPrice optimis akan mencapai lebih dari 150 juta pengunjung di tahun ini, didukung oleh pertumbuhan pesat di pasar Indonesia – terutama segmen produk elektronik – yang tumbuh 30 kali lipat dalam 12 bulan terakhir. Pertumbuhan pesat ini sangat dipicu oleh fragmentasi pasar yang iPrice lakukan dan juga kesadaran berbelanja online konsumen Indonesia yang semakin meningkat.

“Yang membuat kami tetap bersemangat, hal ini hanyalah awal dari perjalanan kami. Sebagai gambaran, di Republik Ceko, negara saya berasal, masyarakat di sana mengunjungi platform perbandingan harga bernama Heureka sebanyak dua kali dalam sebulan. Dengan lebih dari 300 juta pengguna aktif bulanan dan 100 ribu pengunjung baru di setiap harinya, mudah bagi kami untuk melihat peluang tersebut di masa depan,” CEO iPrice Group, David Chmelař.

Untuk mendukung perkembangan selanjutnya, perusahaan yang berbasis di Kuala Lumpur, Malaysia ini baru saja melakukan perombakan organisasi dengan menciptakan tiga unit bisnis utama (Electronic, Fashion, dan Commercial Content), untuk memberikan pengalaman belanja daring terbaik bagi konsumen.

“Saat ini, kami menyediakan platform yang memungkinkan konsumen daring untuk mencari ratusan juta produk, membandingkan harga, dan menghemat dengan katalog kupon yang kami miliki. Kami yakin dalam beberapa tahun ke depan, belanja daring akan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari semua orang di Asia Tenggara.” tambah David.

CMO iPrice, Matteo Sutto, turut menambahkan soal kebutuhan layanan perbandingan harga produk e-commerce di masa mendatang. Menurutnya kehadiran pemain besar seperti Alibaba, Tencent, dan Amazon yang berjuang menjadi market leader di pasar Asia Tenggara, akibatnya terdapat pula peningkatan biaya pemasaran alternatif (seperti Google/Facebook). Dengan ini iPrice mengaku optimis tentang peran situs perbandingan harga dan penemuan produk di lanskap e-commerce, baik untuk konsumen maupun pemilik merchant itu sendiri.

David melanjutkan, “Ketika konsumen semakin tertarik pada e-commerce, mereka akan mencari cara termudah dan komprehensif untuk menemukan produk yang mereka inginkan dengan cepat. Visi kami adalah menjadi portal pertama yang mereka kunjungi saat mulai berbelanja daring,”.

Beberapa Insight Menarik iPrice tentang Bisnis E-Commerce Indonesia

Bisnis e-commerce di Indonesia saat ini terpantau masih terus menguat. Berbagai pihak mencoba untuk memetakan pergerakannya dengan merilis statistik dari tren e-commerce, baik dari kalangan konsumen, pola transaksi, sistem keamanan dan lain sebagainya. Salah satu yang cukup concern merilis data tersebut adalah iPrice Indonesia. Layanan perbandingan item antar toko online dan kupon belanja tersebut telah beberapa insight yang bisa dipetakan sebagai karakteristik menarik dari pergerakan sistem belanja online di Indonesia.

Transaksi online sebagai salah satu backbone layanan e-commerce

Seiring dibutuhkannya efisiensi, model pembayaran transaksi belanja online mulai bervariasi. Kendati model tradisional (bank transfer atau cash on delivery) masih tetap disematkan di hampir semua platform e-commerce, namun model yang lebih baru mulai disajikan. Salah satunya melalui e-money yang digadang-gadang akan booming di masa medatang. Transformasi sistem pun terjadi, termasuk bagaimana sistem kredit dimodifikasi sedemikian rupa sehingga tidak mewajibkan pengguna untuk memiliki kartu kredit. Seperti kita ketahui, penetrasi kartu kredit di Indonesia sendiri sangat minim.

Di luar variasi pilihan pembayaran yang makin beragam, keraguan pengguna dalam melakukan pembayaran secara online masih banyak dikeluhkan. Hal ini lantaran di antara demografi pengguna juga banyak yang berasal dari kalangan digital immigrant. Lebih mendasar dari itu, kalangan tersebut juga masih sering bertanya-tanya keabsahan sebuah platform, misalnya meragukan apakan informasi kartu kredit akan disalahgunakan, apakah toko tersebut sah di mata hukum, kualitas barang dan sebagainya.

Terkait keraguan dalam melakukan transaksi online sendiri, statistik iPrice Indonesia berikut ini menarik untuk disimak:

Data statistik e-commerce iPrice Group tentang keraguan pembarayan online
Data statistik e-commerce iPrice Group tentang keraguan pembarayan online

Layanan logistik menjadi salah satu penentu keputusan konsumen

Pengiriman barang turut menjadi salah satu target improvisasi yang kini banyak difokuskan oleh penyedia platform. Mulai membangun sistemnya sendiri, menjalin kerja sama dengan layanan transportasi berbasis aplikasi, hingga membuka gudang di berbagai wilayah menjadi strategi yang terus digencarkan. Hal ini krusial, lantaran “kasta” toko online saat ini sudah jauh menjadi lebih general, berlomba memberikan pengalaman yang sama bagi konsumen ketika mereka berbelanja langsung ke gerai atau toko.

Menurut iPrice Group, sesuai disampaikan Andrew Prasatya dari tim marketer, tahun 2017 bisnis e-commerce akan semakin fokus meningkatkan layanan ini. Akan banyak inovasi-inovasi yang dilakukan agar proses pengiriman semakin efisien. Terlebih saat ini banyak startup lain yang mencoba menjembatani kebutuhan ini, seperti Deliveree, Etobee, hingga PopBox.

Berbagai program untuk membangun traksi pengunjung

Demi meningkatkan traksi, terutama untuk loyalitas pengguna, banyak cara yang ditempuh oleh layanan e-commerce, mulai dari insentif, program loyalitas, sistem kupon dan melibatkan diri dalam beragam program tahunan belanja online. Dari sebuah data tren e-commerce, 49% pelanggan yang melakukan transaksi online mengatakan bahwa mereka rela berganti brand produk demi kupon (merujuk pada diskon). Saat ini sudah banyak kupon-kupon khusus yang dibuat oleh e-commerce untuk mendukung pengalaman belanja pelanggan.

Menurut statistik iPrice Indonesia, model kupon didominasi penggunaannya oleh kalangan produktif. Kalangan produktif ini dinilai memiliki pola konsumsi yang lebih besar dibandingkan dengan yang lainnya.

Data statistik e-commerce iPrice Group tentang demografi usia penikmat kupon belanja online
Data statistik e-commerce iPrice Group tentang demografi usia penikmat kupon belanja online

Dari analisis iPrice, di tahun 2017 layanan e-commerce akan semakin banyak membuat penawaran-penawaran seperti kupon untuk menarik lebih banyak pelanggan belanja di website mereka. Kupon eksklusif di hari-hari besar, seperti perayaan keagamaan  atau kupon khusus untuk pengguna aplikasi, akan semakin banyak bertebaran.

iPrice Group Peroleh Pendanaan Lanjutan, Indonesia Tetap Jadi Pasar Utama

Hari ini iPrice Group pengusung layanan metasearch engine yang beroperasi di Asia Tenggara mengumumkan pendanaan seri A sebesar $4 juta (atau senilai Rp 53,6 miliar) yang dipimpin Asia Venture Group (AVG) dan Venturra. Turut berpartisipasi dalam pendanaan ini Gobi Parners, DMP, Econa, Starstrike Ventures dan pendaan personal dari CEO iPrice. Sebelumnya AVG juga terlibat pendanaan untuk seed funding.

Sebagai salah satu bagian terpenting, pangsa pasar Indonesia akan menjadi fokus pengembangan pasca pendanaan ini. Menilik data transaksi di Indonesia sendiri, dalam 12 bulan terakhir pertumbuhan iPrice di Indonesia tergolong sangat signifikan. Pertumbuhan trafik mencapai 700%, meningkat 8 kali lipat selama satu tahun.

Kepada DailySocial pihak iPrice menyampaikan, bahwa dalam target capaian bisnis 2017 Indonesia akan terus menjadi pasar utama baginya, dari segi ukuran pasar, kompetisi e-commerce yang panas dan juga fragmentasi yang terjadi di Indonesia.

“Kita melihat sudah mulai banyak merchant yang menghubungi kita secara organik untuk bergabung dalam platform iPrice. Kami percaya bahwa tren tersebut akan semakin meningkat pada tahun mendatang, didukung dengan usaha konten marketing kami yang membuat iPrice semakin diketahui banyak orang dan memperkuat posisi kami sebagai platform metasearch terdepan di Indonesia,” disampaikan PR Marketing Executive iPrice Indonesia Andrew Prasatya.

iPrice berencana untuk membuka katalog produk terbesar di Asia Tenggara yang dapat dimonetisasi oleh pihak ketiga dengan tool yang disesuaikan untuk mendorong potensi pendapatan mereka. Selain itu, guna mendukung perkembangan ke tahap yang lebih lanjut, iPrice menambahkah 2 anggota kunci pada tim kepemimpinan Konstantin Lange (Co-Founder HappyFresh) sebagai COO dan Matteo Sutto (alumni Zalora dan Founder Tate & Tonic) sebagai Senior Vice President of Growth.

“Kami telah melihat kebutuhan akan platform yang komprehensif di mana pelanggan dapat secara konsisten mencari harga terbaik dan juga informasi produk. Di saat yang sama, kami juga melihat adanya kebutuhan akan saluran pemasaran yang terpercaya dan diukur berdasarkan hasil untuk membantu merchant. Dalam 12 bulan terakhir, kami menolong banyak partner kami untuk mengembangkan trafik dan Gross Merchandise Volume sebesar 50%,” ujar CEO iPrice Group David Chmelař.

Pertumbuhan e-commerce yang sangat cepat dan sangat terfragmentasi merupakan tantangan tersendiri bagi pelanggan untuk mencari produk dengan harga terbaik dari begitu banyak merchant. Sebuah studi yang iPrice lakukan mengungkapkan bahwa hanya 2 dari 10 produk di Asia Tenggara yang memiliki harga terendah yang datang dari merchant e-commerce terbesar, artinya pelanggan masih harus mengunjungi ribuan website lain untuk mendapatkan penawaran yang terbaik.

Google dan Temasek dalam laporannya memprediksi bahwa pasar e-commerce di Asia Tenggara akan menjadi industri bernilai US$ 200 Miliar pada 2025 dengan kebutuhan channel pemasaran yang berbeda-beda sangat tinggi. Pasar e-commerce yang sudah lebih dewasa seperti Amerika Serikat telah menunjukkan pentingnya channel pemasaran affiliate bagi e-commerce. Sebuah studi yang dilakukan oleh Forrester Consulting mengungkapkan bahwa, mayoritas e-commerce mendedikasikan 10% dari budget pemasaran mereka untuk program affiliate.