Jangjo Hadirkan Solusi Pengelolaan Limbah Sektor B2B

Menurut Bank Dunia, Indonesia menghasilkan lebih dari 65 juta ton limbah setiap tahunnya, namun hanya sekitar 10-15% yang dikelola dengan benar. Laporan tersebut juga menegaskan sektor bisnis/industrial berkontribusi secara signifikan pada aliran sampah ini, menghasilkan berbagai bentuk limbah, termasuk bahan kemasan, produk sampingan industri, dan limbah elektronik.

Salah satu platform yang kemudian mencoba menghadirkan solusi kepada sektor B2B dalam pengelolaan limbah adalah Jangjo. Saat ini klien mereka termasuk pengelola pusat perbelanjaan, perkantoran, area rekreasi, hingga perumahan.

Kepada DailySocial.id, CEO Jangjo Joe Hansen, mengungkapkan rencana perusahaan ke depannya.

Fokus kepada sektor B2B

Setelah menerima pendanaan awal dari Darmawan Capital, Jangjo ingin menciptakan solusi pengelolaan sampah berkelanjutan dengan konsep ekonomi sirkular demi menghubungkan para stakeholder. Stakeholder yang dimaksud melingkup penghasil sampah (masyarakat), pengangkut sampah (operator), tempat singgah sampah sementara (hub), dan pengelolaan sampah (industri).

Jangjo juga ingin memodernisasi proses pengelolaan sampah dengan mendorong kolaborasi stakeholder melalui teknologi sehingga memberikan keuntungan secara ekonomi maupun dampak ke lingkungan.

Tercatat saat ini perusahaan yang telah bermitra dengan Jangjo di antaranya adalah Plaza Indonesia, Mall of Indonesia, Grand Hyatt, Ashta, PIK Avenue, dan lainnya.

“Jangjo pada dasarnya ingin menyelesaikan sampah secara menyeluruh. Namun sumber sampah terbanyak ternyata ada pada B2B, yaitu mall, hotel, office, dibanding perumahan. Dengan ini kami melihat impact yang kami berikan bisa lebih besar dan pengukuran pun dapat kami lakukan dengan lebih efektif,” kata Joe.

Mengklaim sebagai platform waste management yang menerapkan proses secara end-to-end, Jangjo hingga kini masih terus melakukan edukasi, penjemputan, sampai strategi pengurangan sampah ke landfill. Jangjo berkomitmen untuk melakukan zero waste, sehingga perusahaan menggunakan strategi pengurangan sampah yang komprehensif, seperti penggunaan maggot untuk sisa makanan, serta melakukan pemilahan hingga 60 jenis material untuk didaur ulang oleh para mitra.

“Ada dua poin penting untuk memperluas layanan kami, yaitu melalui kolaborasi dan inovasi. Hal yang akan kami lakukan yaitu berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat. Karena dengan hal ini kami percaya, permasalahan sampah bisa diselesaikan bersama,” kata Joe.

Hal lain yang juga menjadi fokus dari Jangjo adalah dengan mengedepankan berbagai inovasi, baik dalam mengedukasi masyarakat, mau pun dari sisi teknologi sesuai dengan kebutuhan pengolahan sampah modern.

Strategi monetisasi yang dilancarkan oleh Jangjo saat ini adalah cukup sederhana, yaitu dengan tipping fee dan pemanfaat value dari material yang mereka terima.

Pengelolaan sampah berkelanjutan

Indonesia saat ini sedang menghadapi krisis pengelolaan limbah yang signifikan. Ditandai dengan infrastruktur yang kurang memadai, inisiatif daur ulang yang terbatas, dan pertumbuhan penduduk yang cepat.

Meskipun Indonesia telah menetapkan regulasi terkait pengelolaan limbah, penegakan dan implementasi regulasi ini tetap tidak konsisten. Regulasi yang lebih jelas dan ketat untuk pembuangan limbah, daur ulang, dan tanggung jawab produsen diperlukan untuk mendorong bisnis menuju praktik berkelanjutan.

Mengadopsi pendekatan ekonomi sirkular juga dapat membantu meminimalkan penghasilan limbah. Bisnis dapat menerapkan cara ideal untuk mengurangi kemasan, mempromosikan penggunaan daur ulang, dan menggabungkan bahan daur ulang ke dalam proses produksi mereka. Ini tidak hanya mengurangi limbah tetapi juga mampu menurunkan biaya dalam jangka panjang.

DailySocial.id juga mencatat penyebab lain pengelolaan limbah masih sulit untuk dilakukan adalah ongkos pengelolaan sampah yang terlalu murah dibandingkan tanggung jawab yang harus diemban. Ongkos yang kelewat murah ini dinikmati warga selama bertahun-tahun sehingga sedikit kenaikannya saja bisa menuai protes.

Ke depannya Jangjo melihat pengelolaan limbah untuk konsumen hingga bisnis masih menghadapi banyak tantangan. Namun kehadiran platform seperti Jangjo, MallSampah, Rekosistem, Waste4Change dan WLabku, diharapkan bisa melancarkan proses pengelolaan limbah dan sampah lebih efektif lagi.

“Sulit tapi diperlukan. Tanpa pengolahan sampah yang baik, pertumbuhan bisnis malah bisa menjadi boomerang untuk kehidupan kita berikutnya. Karena ini Jangjo memiliki visi untuk membangun keseimbangan antara lingkungan dan manusia,” kata Joe.

15 Startup yang Mencoba Memberikan Solusi untuk Lingkungan

Isu lingkungan belakangan ini santer diperbincangkan oleh berbagai kalangan. Pasalnya, perubahan iklim telah nyata-nyata memberikan dampak buruk kepada kehidupan — mulai dari gagal panen akibat cuaca buruk berkepanjangan sampai dengan flora-fauna yang kehilangan habitatnya.

Melihat permasalahan yang ada, sejumlah inovator lokal mencoba menghadirkan cara baru yang dapat membantu masyarakat berpartisipasi untuk mengurangi potensi isu akibat perubahan iklim. Salah satunya, para startup ini hadir membantu masyarakat untuk bisa mengetahui kondisi kesehatan udara di daerah sekitar dan memberikan alternatif energi yang ramah lingkungan.

Berikut ini beberapa inovasi startup lokal terkait perubahan iklim yang layak diektahui.

BLUE

BLUE (Bina Usaha Lintas Ekonomi) adalah salah satu startup di bidang energi terbarukan yang didirikan pada 2018 Oleh Abu Bakar Abdul Karim Almukmin.

BLUE ini menyediakan solusi satu atap untuk barang dan jasa energi terbarukan melalui pasar Warung Energi. Selain itu, BLUE juga mengembangkan solusi energi surya B2B untuk sistem energi surya komersial, industri, dan terpusat untuk wilayah perkotaan dan pedesaan di Indonesia.

Debut pendanaan BLUE sendiri berasal dari New Energy Nexus yang telah mendanai 16 Startup climate change maupun renewable energy.

BuMoon.io

Salah satu startup social yang bergerak pada bidang IoT (Internet of Things), Blockchain, dan Artificial Intelegences yaitu BuMoon.io memiliki project juga untuk mengatasi climate change melalui token crypto.

BuMoon.io sendiri didirikan pada tahun 2021 oleh Dian Agustian Hadi dan Adya Kemara. Selain climate change, BuMoon.io juga mengatasi limbah sampah plastik yang ada. Hal ini bisa dijadikan salah satu hal yang baik untuk diikuti.

Konsep dari BuMoon.io ini sangat unik yaitu mereka memberlakukan “Eco Living Token”, pengguna dapat menyetor sampah ke BuMonn.io setelah itu kita akan mendapatkan benefit (uang, token, dan semacamnya). Model bisnis yang satu ini dilakukan secara periodik.

Tidak hanya Eco Living Token saja, BuMoon.io memliki proyek untuk pemasangan panel surya yang diambil dari data carbon trading, sehingga menjadi salah satu transaksi program yang cukup menarik.

Carboon Addons

Startup ini didirikan pada Agustus 2020. Carboon Addons menghadirkan solusi untuk menggerkakan dampak limbah serta startup untuk mengimbangi emisi karbon dari setiap pembelian seperti produk online dan tiket transportasi melalui add-on sebelum memeriksa produk.

Carbon Addons ini memungkinkan pengguna untuk mengimbangi jejak karbon dari pembelian produk/layanan mereka dengan menambahkan dana karbon tambahan sebelum checkout melalui plugin aplikasi perangkat lunak yang dapat diintegrasikan dengan platform seperti e-commerce.

Carboon Addons sendiri didirikan oleh Mohamad Naufal. Dengan adanya Carboon Addons sendiri, Mohama Naufal yakin bisa meminimalisir kerusakan lingkungan yang ada sehingga kita bisa menikmati keindahan alam terutama di Indonesia.

Duitin

Salah satu startup dengan waste management system yang aman adalah Duitin. Duitin adalah gerakan memilah, mengumpulkan, dan mengelola sampah agar bisa mendapatkan ‘kehidupan kedua’ melalui proses daur ulang.

Jadi Duitin, startup pengumpulan sampah, khususnya sampah anorganik. Apalagi, kampanye pengumpulan sampah anorganik – termasuk pemilahan sampah – terus berlanjut hingga saat ini.

Startup waste management yang satu ini didirikan oleh empat founder yaitu Agy (CEO), Adjiyo Prakoso (COO), Astriani L(CFO), dan Danni Fajariadi (CMO) yang pastinya akan membantu masyarakat Indonesia dalam mengelola limbah sampah dengan baik menggunakan Aplikasi Mobile yang terintegarasi yakni Duitin.

Gringgo

Salah satu startup waste management yang ada di Bali ini dapat menjadi salah satu perusahaan yang dapat berdampak pada lingkungan. Gringgo didirikan oleh Oliver Pouillon (CEO) dan Febriadi Pratama (CTO) pada tahun 2014.

Cara kerja dari Gringgo sendiri adalah memfasilitasi pengelolaan sampah dengan menggunakan website based application yang terintegrasi antara satu sama lain. Hal ini agar para user dapat mengangkut sampahnya melalui aplikasi Gringgo. Namun, pengangkutan sampah ini ada tujuannya yaitu Gringgo ingin membangun sebuah layanan network untuk waste collection.

Pastinya hal tersebut dapat menjadi hal yang baik untuk bank sampah dan kolektor sampah sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik.

Pada tahun 2019, Gringgo sendiri mendapatkan pendanaan sekitar $500.000 dari Google untuk mengekspansi bisnisnya ke beberapa wilayah kota seperti Jakarta dan Bali tentunya.

Hijauku.com

Hijauku.com adalah green portal yang menyediakan informasi terkini tentang gaya hidup hijau dan sehat. Startup climate change yang satu ini berisi ide-ide konten untuk penghijauan yang dibagikan menggunakan lisensi Creative Commons untuk mengedukasi orang-orang dan lebih jauh lagi menghijaukan bisnis dan kehidupan sehari-hari mereka.

Selain itu Hijauku.id ini adalah salah satu startup  yang bisa digunakan untuk mengetahui emisi karbon di daerah sekitarnya. Hijauku sendiri berdiri pada Maret 2011 didirikan oleh Hizbullah Arief. 

Selain emisi karbon, Hijauku.com juga memprediksi perubahan cuaca dan Iklim di Indonesia. Hal ini untuk mengetahui gambaran dasar yang baik untuk kamu gunakan dalam kehidupan sehari-hari dan beraktivitas.

Jangjo

Jangjo adalah startup baru di Indonesia. Startup yang satu ini ingin menciptakan ekosistem sinergi yang dapat mengintegrasikan setiap pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat dalam pengelolaan sampah. Mulai dari rumah tangga, pemulung, perusahaan operator hingga industri.

Stakeholder yang dimaksud antara lain penghasil sampah (masyarakat), pengangkut sampah (operator), tempat penampungan sementara (hub), dan pengelolaan sampah (industri).

Untuk mengatasi permasalahan di atas, kata dia, Jangjo mengembangkan solusi utama yaitu edukasi pemilahan dan pengangkutan sampah terpilah untuk wilayah Jakarta. Warga yang terdidik memilah sampah bisa menggunakan jasa angkut sampah untuk didaur ulang oleh industri

Edukasi pemilahan sampah dilakukan door to door untuk kawasan pemukiman. Kemudian, Jangjo Rangers akan merekam data sampah yang telah dipilah melalui aplikasi.

Platform waste management ini didirikan oleh 4 Co-Founder Joe Hansen (Co-founder dan Commisioner), Nyoman Kwanhok (Co-founder dan CEO), Eki Setijadi (COO), dan  Hendra Yubianto (CMO) pada tahun 2019.

Startup waste management yang satu ini mendapatkan seed funding dari Darmawan Capital dengan nominal yang dirahasiakan. Dengan Investasi yang satu ini Jangjo akan mengekspansi bisnisnya dan memodernisasi aplikasinya.

Jejak.in

Jejak.in merupakan salah satu startup climate change yang menggunakan teknologi IoT (Internet of Things) dan AI (Artificial Intelegences). Startup ini awalnya adalah berbentuk FMCG yang didirikan oleh Arfan Alandra pada tahun 2018.

Jejak.in memiliki misi untuk menginisiasi aksi iklim melalui solusi berbasis AI dan IoT. Salah satu produk andalan mereka adalah Tree and Carbon Storage Monitoring Platform, sebuah platform yang memanfaatkan teknologi seluler, drone, sensor IoT, LiDAR, dan satelit untuk mengumpulkan dan menganalisis data ekologi lingkungan. 

Jejak.in ini sangat bagus untuk dimanfaatkan dengan baik karena dengan adanya aplikasi ini masyarakat mampu mengetahui perkembangan climate change serta emisi karbon dengan real time.

Selain itu, ada fitur lain yang berfungsi untuk mengukur dampak penyerapan karbon, infiltrasi udara, kondisi tanah dan udara, serta keanekaragaman hayati.

Nafas

Didirikan oleh Ex-CMO Gojek Piotr Jakubowski dan Zulu Nathan Roestandy pada tahun 2018. Startup climate change yang satu ini memiliki perbedaan dibandingkan dengan startup climate change yang lain. Nafas bisa menghadirkan kondisi dan situasi iklim serta kadar emisi karbon yang tepat secara real time dan akurasinyas sangat jitu.

Nafas sudah memasang 46 sensor yang tersebar di Jabodetabek. Sensor mereka dapat memperbarui data kualitas udara setiap 20 menit. Adapun data yang disajikan dalam aplikasi nafas berupa kadar Air Quality Index (AQI) dan Particulate Matter (PM) 2,5. Mereka juga kini menjual produk pembersih udara Aria.

OCTOPUS

Octopus adalah  platform agregator yang bisa dimanfaatkan oleh industri terkait untuk mendapatkan sampah daur ulang dari pemulung dan pengepul. Layanan ini telah memulai operasionalnya di kota lapis 2 dan 3.

Octopus didirikan pada tahun 2020 oleh Dimas Ario Rubianto, Hamish Daud Wyllie, Niko Adi Nugroho, Moehammad Ichsan. Octopus juga sudah melayani ampir 200 ribu pengguna yang tersebar di lima kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Tangerang Selatan, Bandung, Bali, dan Makassar. OCTOPUS juga telah bekerja sama dengan lebih dari 1.700 bank sampah dan 14.600 pemulung terlatih dan terverifikasi (mereka menyebutnya dengan “pelestari”).

Saat ini Octopus telah mendalami fokus bisnisnya untuk mengembangkan hal tersebut. Salah satunya melakukan membukukan pendanaan awal dari Openspace Ventures.

Plumelabs

Plume Labs, sebuah startup yang khusus untuk mengukur kualitas udara, baru-baru ini meluncurkan API Plume.io berbayar yang memungkinkan siapa saja untuk menambahkan kualitas udara ke layanan pembeli API mereka. Sebelumnya Plume Labs telah mengembangkan aplikasi mobile dan pengukur kualitas udara.

Plume Labs sendiri didirikan oleh Romain Lacombe pada tahun 2021. Pastinya Plume Labs ini akan menahadirkan startup climate change yang berbeda dengan yang lainnya. 

Rekosistem

Startup Zero Waste Management ini didirikan pada tahun 2018 oleh Ernest Layman dan Joshua Valentin. Rekosistem sendiri tumbuh dan berkembang menjadi perusahaan Zero Waste Management terkemuka dan termutakhir.

Produk dan layanan dari Rekosistem ini cukup banyak model bisnisnya sangat luas di B2B serta B2C dan layanan dan produk rekosistem ini komperhensif seperti edukasi pengelolaan sampah, Mengirim dan menerima sampah agar mudah diolah serta energi terbaharukan seperti Biogas dan sebagainya.

Produk utama yang ditawarkan Rekosistem antara lain Layanan Penjemputan (Repickup Service) dan Penyetoran Sampah ke Tempat Sampah (Redrop Service). Layanan penjemputan ulang meliputi layanan pengumpulan dan penjemputan sampah untuk rumah tangga atau perumahan, bisnis, perkantoran, sekolah, fasilitas umum, fasilitas olahraga, dan tempat komersial.

Rekosistem juga mendapatkan pendanaan dari  Bali Investment Club dan menjalin kerja sama strategis dengan Marubeni. Hal ini digunakan untuk melakukan eskpansi bisnis ke ranah yang lebih meluas lagi.

Sampangan

Salah satu startup waste management selanjutnya adalah Sampangan. Startup yang satu ini didirikan oleh Muhammad Fauzal Rizki (CEO) dengan Hana Punawarman (CPO) pada tahun 2019. Startup ini membantu para pengepul untuk mengelolaan sampah agar lebih berguna.

SamPangan ini memiliki magic box yaitu Carbonized Technlogy untuk pengolahan sampah menjadi sesuatu yang berharga, yaitu mengubah sampah menjadi karbon secara berkala.

Carbonized Technology ini merupakan kombinasi proses Pyrolis dan Gasifikasi. Ini adalah proses penguraian materi menggunakan radiasi panas tanpa adanya oksigen (sehingga tidak ada pembakaran dan tidak ada polusi).

Magic Box ini beroperasi pada 100-400 derajat celcius dibandingkan dengan 700 dan 1200 derajat celcius untuk masing-masing diproses secara tradisional. Sumber energi adalah input limbah yang energi potensialnya diubah menjadi energi panas dalam prosesnya.

Secara sederhana konsepnya mirip dengan rice cooker atau oven. Tidak ada api. Hanya radiasi panas. Limbah masuk, karbon aktif + produk organik dan aman lainnya keluar.

Jadi secara tidak langsung sampang juga dapat mempengaruhi dan memperbaiki kualitas udara melalui pembakaran sampah dan limbah.

Waste4Change

Waste4Change adalah perusahaan pengelola sampah yang bertanggung jawab yang didirikan oleh Mohamad Bijaksana Junerosano pada tahun 2014 di Bekasi, Jawa Barat.

Waste4Change memberikan solusi pengelolaan sampah dari hulu hingga hilir yang terdiri dari 4 jalur, yaitu: Konsultasi : Penelitian dan kajian terkait persampahan Kampanye : Peningkatan kapasitas, edukasi, dan pendampingan Kumpulkan : Pengangkutan dan pengolahan sampah harian untuk zero waste to landfill Create : Daur ulang sampah dan program EPR (Extended Producer Responsibility).

Hingga saat ini, Waste4Change telah berhasil mengelola 5.400 ton sampah dan mengurangi 52% sampah yang berakhir di TPA. Saat ini, layanan pengelolaan sampah Waste4Change mencakup wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Surabaya, Sidoarjo, Semarang, Bandung, dan Medan.

Zerowaste

Zero Waste Indonesia (ZWID) adalah komunitas berbasis online yang didirikan pada tahun 2018 oleh Maurilla Imron dan Kirana Agustina dengan tujuan mengajak masyarakat Indonesia untuk menjalani gaya hidup zero waste. Zero Waste Lifestyle merupakan gaya hidup untuk meminimalkan produksi sampah yang dihasilkan dari setiap individu yang akan berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dalam upaya melestarikan lingkungan.

ZWID berperan aktif untuk terus menyebarkan kesadaran penerapan pola pikir bijak dalam pengelolaan sampah dengan menerapkan 6R (Rethink, Refuse, Reduce, Reuse, Recycle, dan Rot) dengan memberikan tips gaya zero waste yang bermanfaat dan informasi isu-isu pengelolaan sampah. dan kaitannya dengan kelestarian lingkungan.

Mengusung visi sebagai one-stop-solution platform dan payung informasi gaya hidup minim sampah di nusantara, ZWID juga menjadi wadah berkumpulnya individu, penggiat lingkungan, komunitas, dan semua pihak yang peduli terhadap kelestarian lingkungan.

Platform Manajemen Sampah “Jangjo” Memperoleh Pendanaan Tahap Awal dari Darmawan Capital

Platform manajemen sampah Jangjo mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal (seed) dari Darmawan Capital dengan nominal yang dirahasiakan. Melalui investasi ini, Jangjo ingin memodernidasi proses pengelolaan sampah dengan mendorong kolaborasi stakeholder melalui teknologi sehingga memberikan keuntungan secara ekonomi maupun dampak ke lingkungan.

Sebagai informasi, Jangjo dipimpin oleh Joe Hansen (Co-founder dan Commisioner), Nyoman Kwanhok (Co-founder dan CEO), Eki Setijadi (COO), dan  Hendra Yubianto (CMO).

Sementara, Darmawan Capital merupakan perusahaan investasi yang berfokus untuk menciptakan sustainable growth di ekosistem digital Indonesia. Beberapa portofolionya antara lain Indodax, Lyfe, DokterSehat, Udana, Kredibel, Nobi, Farmaku, dan Tokenomy.

“Investasi di Jangjo membuktikan bahwa pengelolaan sampah mulai menarik bagi investor, baik dari sisi lingkungan maupun ekonomi,” tambah Co-founder & Commisioner Jangjo Joe Hansen dalam keterangan resminya

Lebih lanjut, Co-founder & CEO Jangjo Nyoman Kwanhok mengungkap permasalahan utama pada pengelolaan sampah di Indonesia adalah tidak terintegrasinya stakeholder di ekosistem ini. Maka itu, Jangjo ingin menciptakan solusi pengelolaan sampah yang berkelanjutan dengan konsep sirkular ekonomi demi menghubungkan para stakeholder.

Stakeholder yang dimaksud melingkup penghasil sampah (masyarakat), pengangkut sampah (operator), tempat singgah sampah sementara (hub), dan pengelolaan sampah (industri). “Kami menargetkan dapat meningkatkan proses daur ulang hingga 20 kali lipat, dan menciptakan ekosistem sirkular ekonomi lewat platform Jangjo,” tutur Nyoman.

Untuk mengatasi masalah di atas, ujarnya, Jangjo mengembangkan solusi utama, yakni edukasi pemilahan dan pengangkutan sampah terpilah untuk wilayah Jakarta. Warga yang teredukasi memilah sampah dapat menggunakan jasa penjemputan sampah untuk didaur ulang oleh industri

Edukasi pemilahan sampah dilakukan secara door-to-door untuk kawasan residensial. Kemudian, Jangjo Rangers akan melakukan pencatatan data sampah pilah lewat aplikasi.

Saat ini, Jangjo menyalurkan 55 macam produk untuk didaur ulang, termasuk sterofoam, kaca beling, dan minyak jelantah. Dari setiap proses pengambilan sampah terpilah ini, warga akan mendapatkan berbagai reward, seperti saldo e-wallet atau minyak goreng.

Tantangan pengelolaan sampah

Dalam pemberitaan sebelumnya dengan DailySocial.id, perwakilan Waste4Change Bijaksana Junerosano menyoroti tantangan dalam pengelolaan sampah di Indonesia. Salah satunya adalah ongkos pengelolaan sampah terlalu murah dibandingkan tanggung jawab yang harus diemban. Apabila ada kenaikan biaya, hal ini akan menuai protes dari warga.

Pria yang karib disapa Sano ini mengungkap, jika ingin mendorong ekosistem pengelolaan sampah, aspek pembiayaan harus lebih baik sehingga tidak melulu bergantung pada anggaran pemerintah yang terbatas.

Badan Pusat Statistik DKI Jakarta mencatat sebanyak 337,33% sampah di Ibu Kota berasal dari rumah tangga di 2020. Sumber sampah terbanyak lainnya berasal dari pasar (16,35%), kawasan (16%), perniagaan (7,29%), fasilitas publik (5,25%), dan perkantoran (3,22%). Survei Waste4Change menambahkan bahwa pandemi Covid-19 di 2020 memicu peningkatan jumlah sampah di kategori rumah tangga.

Di tengah-tengah tantangan tersebut, para pelaku startup mulai mengambil inisiatif dan tertarik untuk meningkatkan dampak lingkungan melalui teknologi. Selain Jangjo yang fokusnya mendaur ulang dari sampah pilah, ada juga WLabku yang mendaur ulang limbah tebu sebagai pakan ternah (bagasse). Wlabku juga didukung oleh Gayo Capital.

Kemudian, Duitin mengembangkan layanan digital yang memfasilitasi daur ulang dan memungkinkan masyarakat dapat meminta pengambilan sampah di rumahnya dan mendapatkan reward. Duitin merupakan startup lulusan program akselerator Google pertama di Indonesia.