Berbekal AI Canggih, Arsenal Akan Bantu Anda Memaksimalkan Potensi Kamera Mirrorless Maupun DSLR

Hampir semua kamera modern, baik itu DSLR maupun mirrorless, menawarkan mode pemotretan otomatis. Hasilnya boleh dibilang oke, akan tetapi seorang fotografer pasti akan bilang kalau Anda tidak memaksimalkan potensi asli yang dimiliki kamera Anda.

Memang benar, dengan latihan dan jam terbang yang cukup, Anda bisa menghasilkan foto yang jauh lebih menarik menggunakan mode manual. Namun tentu saja tidak semua orang punya cukup waktu atau ketertarikan untuk belajar fotografi. Mereka mungkin cuma punya budget yang cukup untuk membeli kamera mirrorless demi mendapatkan foto yang lebih baik ketimbang memakai smartphone.

Buat orang-orang seperti ini, mungkin perangkat bernama Arsenal berikut bisa menjadi alternatif yang menarik. Secara prinsip ia merupakan artificial intelligence (AI) yang dirancang secara spesifik untuk membantu Anda menciptakan foto yang lebih baik, tanpa harus merepotkan Anda dengan mode manual atau malah mengandalkan mode otomatis.

Arsenal AI

Arsenal mempunyai wujud seperti modem Wi-Fi portable yang dapat diselipkan ke hot shoe, lalu menyambung ke port USB milik kamera via kabel. Ia dapat dikendalikan secara wireless melalui aplikasi pendamping untuk perangkatiOS maupun Android.

Anda bisa menganggap Arsenal sebagai mode pemotretan otomatis milik kamera pada umumnya yang telah disuntik steroid. AI di dalamnya telah dilatih menggunakan ribuan gambar untuk bisa memahami beragam kondisi pencahayaan dan lingkungan di sekitarnya, sebelum akhirnya menetapkan parameter yang tepat pada kamera.

Yang perlu Anda lakukan hanyalah mengatur framing-nya saja, kemudian Arsenal yang akan mengatur setting seperti ISO, shutter speed, aperture, dan masih banyak lagi dengan memperhatikan total hingga 18 faktor.

Arsenal AI

Lebih lanjut, Arsenal juga menawarkan fitur pemotretan HDR, long exposure maupun focus stacking, semuanya dengan menggabungkan beberapa foto dalam setting exposure yang berbeda menjadi satu foto yang menawan tanpa perlu melewati tahap editing.

Fitur lain yang tak kalah menarik adalah time lapse, dimana Arsenal akan mengatur exposure secara otomatis seiring berjalannya waktu dan bergantinya kondisi pencahayaan. Semua foto yang diambil akan otomatis disimpan ke smartphone dalam resolusi penuh, dan siap untuk dibagikan ke media sosial pilihan Anda.

Arsenal kompatibel dengan berbagai model DSLR maupun mirrorless keluaran Canon, Nikon, Sony dan Fujifilm. Ia saat ini sedang dipasarkan melalui Kickstarter seharga $150, sedangkan harga retail-nya diperkirakan berkisar $210.

Olympus Tough TG-5 Siap Abadikan Momen di Segala Medan

Lini kamera Olympus Tough merupakan salah satu alternatif terbaik jika Anda mengincar kamera saku untuk travelling yang siap menghadapi segala medan. Model terbarunya, Olympus Tough TG–5, baru saja diperkenalkan, dan bersamanya datang sederet pembaruan yang signifikan dibanding pendahulunya.

Tepat di jantungnya bernaung sensor 12 megapixel dengan ISO maksimum 12800 dan kemampuan memotret dalam format RAW. Buat yang mengikuti perkembangan lini Olympus Tough, Anda mungkin sadar kalau resolusi sensor pendahulunya malah lebih besar di angka 16 megapixel, akan tetapi Olympus menjamin kualitas gambar TG–5 tetap lebih baik.

Panel atasnya kini dilengkapi sebuah control dial, sedangkan mekanisme zoom-nya kini diganti menjadi lebih konvensional / Olympus
Panel atasnya kini dilengkapi sebuah control dial, sedangkan mekanisme zoom-nya kini diganti menjadi lebih konvensional / Olympus

Kok bisa? Sederhana saja: ukuran penampang sensor yang digunakan masih sama, yakni 1/2,3 inci, tapi berhubung jumlah pixel-nya lebih sedikit, maka ukuran masing-masing pixel-nya jadi lebih besar. Hasilnya, kualitas gambar TG–5 dalam kondisi low-light bisa lebih bagus karena cahaya yang masuk lebih banyak. Ini sangat penting diingat supaya kita tidak selalu mengukur kualitas kamera berdasarkan resolusinya.

Peningkatan kualitas gambar ini juga didukung oleh prosesor quad-core TruePic VIII, persis seperti yang terdapat pada kamera mirrorless unggulan Olympus, OM-D E-M1 Mark II. Soal video, TG–5 siap merekam dalam resolusi 4K 30 fps, atau 1080p 120 fps jika Anda hendak mengabadikan aksi slow-motion.

Lensa yang digunakan masih sama seperti TG–4, yaitu 25–100mm f/2.0–4.9. Lensa ini sendiri sebenarnya cukup istimewa karena dapat mengunci fokus meski objek hanya berada 1 cm di depannya.

Tough TG-5 mengemas fitur Field Sensor System yang dipinjam dari action cam TG-Tracker / Olympus
Tough TG-5 mengemas fitur Field Sensor System yang dipinjam dari action cam TG-Tracker / Olympus

Desainnya tidak berubah banyak, akan tetapi Olympus rupanya sudah membuat TG–5 jadi lebih ‘berotot’. Ketahanan airnya kini naik jadi 15 meter – bisa ditingkatkan lagi menjadi 45 meter dengan bantuan underwater housing – dan perangkat masih tetap tahan banting dari ketinggian 2,1 meter, plus tetap bisa beroperasi meski mendapat tekanan sebesar 100 kg. Suhu dingin sampai –10º Celsius juga bukan masalah besar buat TG–5.

Fitur unik lain dari TG–5 adalah Field Sensor System, yang sejatinya dipinjam dari action cam TG-Tracker. Fitur ini memungkinkan kamera untuk merekam informasi seperti lokasi, suhu, ketinggian maupun arah, yang kemudian bisa ditambatkan pada foto atau video sebelum dibagikan ke media sosial.

Olympus Tough TG–5 bakal tersedia di pasaran mulai bulan Juni mendatang seharga $449. Pilihan warna yang tersedia ada dua, yakni hitam atau merah.

Sumber: DPReview.

Phase One IQ3 Achromatic Ialah Kamera Medium Format Seharga $50.000 yang Hanya Bisa Memotret Hitam-Putih

Leica M Monochrom merupakan salah satu produk paling kontroversial dalam sejarah perkembangan teknologi kamera digital. Bagaimana tidak, kamera seharga $7.450 itu cuma bisa mengambil gambar hitam-putih saja. Ya, Anda tak mungkin mengambil foto untuk dijadikan iklan produk Crayola dengan kamera ini.

Akan tetapi foto hitam-putih tentunya memiliki kesan artistik tersendiri, dan sekarang M Monochrom bukan satu-satunya pilihan jika Anda ingin benar-benar mendedikasikan waktu dan talenta Anda ke fotografi hitam-putih. Kalau Anda punya modal berlebih, Phase One baru saja meluncurkan kamera medium format yang hanya bisa memotret foto hitam-putih.

Dinamai IQ3 Achromatic, secara teknis ia merupakan modul belakang yang mencakup sensor dan layar, dan yang kompatibel dengan sistem IQ3 XF maupun bodi kamera medium format lain. Layaknya M Monochrom, sensor 100 megapixel milik IQ3 Achromatic tidak dilengkapi filter warna Bayer. Menurut Phase One, absennya filter warna ini memungkinkan sensor untuk berfokus hanya pada detail, nuansa dan pencahayaan.

Modul Phase One IQ3 Achromatic tanpa dipasang ke bodi kamera medium format / Phase One
Modul Phase One IQ3 Achromatic tanpa dipasang ke bodi kamera medium format / Phase One

Sederhananya, gambar yang dihasilkan IQ3 Achromatic bakal terlihat lebih mendetail ketimbang kamera lain yang sama-sama mengemas sensor 100 megapixel dengan lapisan filter warna Bayer. Karena tidak perlu menangkap informasi warna, sensor Achromatic ini juga dapat menerima lebih banyak cahaya – ISO 200 setara dengan ISO 50 pada sensor ber-filter warna standar.

ISO maksimumnya sendiri berada di angka 51200, menjadikannya sebagai yang paling sensitif terhadap cahaya dalam segmen medium format menurut Phase One. Akan tetapi yang tidak kalah istimewa, IQ3 Achromatic bisa digunakan untuk fotografi inframerah tanpa perlu dikalibrasi ulang, dan gambar dalam spektrum cahaya inframerah ini bisa kita lihat langsung lewat layar belakangnya.

Kembali ke soal modal berlebih tadi, Phase One IQ3 Achromatic saat ini telah dipasarkan seharga $50.000 – bukan typo. Berikut sejumlah sampel foto untuk memberikan gambaran terkait kualitas yang dijanjikannya.

Sampel foto Phase One IQ3 Achromatic / Phase One
Sampel foto Phase One IQ3 Achromatic / Phase One
Sampel foto Phase One IQ3 Achromatic / Phase One
Sampel foto Phase One IQ3 Achromatic / Phase One
Sampel foto Phase One IQ3 Achromatic / Phase One
Sampel foto Phase One IQ3 Achromatic / Phase One
Gambar atas di-zoom bagian tengahnya, bisa Anda lihat tingkat detailnya yang mengesankan / Phase One
Gambar atas di-zoom bagian tengahnya, bisa Anda lihat tingkat detailnya yang mengesankan / Phase One
Sampel foto Phase One IQ3 Achromatic dalam spektrum cahaya inframerah / Phase One
Sampel foto Phase One IQ3 Achromatic dalam spektrum cahaya inframerah / Phase One

Sumber: 1, 2, 3.

Masuk Kelas Pocket, Panasonic Lumix TZ90 Warisi Sejumlah Fitur Lini Mirrorless

Panasonic baru saja meluncurkan kamera pocket anyar untuk lini “Travel Zoom” (TZ) mereka, yakni Lumix TZ90. Melihat penamaannya, kamera ini merupakan suksesor dari Lumix TZ80 yang dirilis bersama-sama dengan Lumix TZ100 pada awal tahun lalu.

Desainnya tidak banyak berubah dibanding TZ80, dan kamera ini juga masih menggunakan sensor berukuran 1/2,3 inci, meski resolusinya naik sedikit menjadi 20,3 megapixel. Lensa yang digunakan sama persis, dan masih mengacu pada standar yang ditetapkan Leica; menawarkan optical zoom sebesar 30x di angka 24–720mm, dengan aperture f/3.3–6.4.

Seperti pendahulunya, Lumix TZ90 menawarkan optical zoom sebesar 30x / Panasonic
Seperti pendahulunya, Lumix TZ90 menawarkan optical zoom sebesar 30x / Panasonic

Soal video, TZ90 pun tidak membawa perubahan, tetap dalam resolusi 4K 30 fps. Yang baru justru adalah sistem autofocus-nya, dimana TZ90 telah mewarisi teknologi Depth-from-Defocus dari lini mirrorless Panasonic, memungkinkannya untuk mengunci fokus dengan sangat cepat.

Sistem ini, dipadukan dengan kemampuan burst shooting secepat 10 fps (atau 5 fps dalam mode Continuous AF), menjadikan peran TZ90 sebagai kamera travelling makin esensial. Melengkapi semua itu adalah sistem hybrid OIS 5-axis – sayang ini tidak bisa digunakan saat merekam video 4K.

Fitur baru lain yang diusung oleh TZ90 adalah Post Focus dan Focus Stacking – lagi-lagi merupakan warisan lini mirrorless Panasonic. Dengan Post Focus, pengguna dapat mengganti bagian foto yang terfokuskan pasca pemotretan. Focus Stacking juga demikian, tapi untuk depth of field, dan semua prosesnya ini langsung terjadi di perangkat.

Kehadiran layar sentuh sangat memudahkan pengguna dalam menentukan fokus / Panasonic
Kehadiran layar sentuh sangat memudahkan pengguna dalam menentukan fokus / Panasonic

Menengok ke belakang, Anda akan disambut oleh layar sentuh 3 inci beresolusi 1,04 juta dot yang dapat dimiringkan 180 derajat hingga menghadap ke depan. Dalam posisi ini, kamera akan masuk dalam mode Self Shot secara otomatis. Saat sinar matahari terlalu terik, pengguna dapat memanfaatkan electronic viewfinder meski ukurannya terlampau kecil jika dibandingkan dengan milik kamera mirrorless kebanyakan.

Panasonic Lumix TZ90 akan dilepas ke pasaran mulai akhir Mei mendatang dengan banderol harga $449. Pilihan warna yang tersedia hanya hitam dan silver.

Sumber: DPReview.

Fujifilm Luncurkan Kamera Instan Hybrid, Instax Square SQ10

Fujifilm baru saja meluncurkan kamera instan yang cukup unik. Dijuluki Instax Square SQ10, ia merupakan kamera instan berjenis hybrid. Hybrid artinya ia dapat menghasilkan gambar digital sekaligus gambar cetakan seperti model Instax lainnya.

Sebagai kamera analog, SQ10 sejatinya ingin menghadirkan ‘warna’ baru lewat format gambar kotak. Foto dengan aspect ratio 1:1 seperti yang kerap kita jumpai di Instagram ini akan dicetak pada kertas film berukuran 86 x 72 mm.

Tampak depan dan belakang Fujifilm Instax Square SQ10 / Fujifilm
Tampak depan dan belakang Fujifilm Instax Square SQ10 / Fujifilm

Sebagai kamera digital, SQ10 telah mengemas sensor CMOS 1/4 inci yang sanggup menghasilkan gambar JPEG beresolusi 1920 x 1920 pixel. Ya, hasil jepretan smartphone Anda mungkin masih lebih bagus, tapi setidaknya SQ10 tetap bisa digunakan meski Anda sedang kehabisan kertas film – fitur yang tidak akan Anda jumpai pada model Instax lainnya.

Jadi dengan SQ10, Anda dapat mengambil foto digital lalu menyimpannya terlebih dulu di memory internal perangkat atau microSD, baru kemudian mencetaknya saat kertas film sudah tersedia. Memory-nya sendiri bisa menampung sampai sekitar 50 foto, sedangkan baterai rechargeable-nya dapat bertahan hingga 160 kali jepretan.

Salah satu dari dua tombol shutter di depannya dapat dimanfaatkan sebagai tombol multi-fungsi (Fn) / Fujifilm
Salah satu dari dua tombol shutter di depannya dapat dimanfaatkan sebagai tombol multi-fungsi (Fn) / Fujifilm

Fisik SQ10 mengingatkan saya pada logo Instagram. Di depan, terdapat lensa fixed 28,5mm f/2.4, sedangkan panel belakangnya dihuni oleh LCD 3 inci beresolusi 460 ribu dot beserta sederet tombol pengoperasian. SQ10 dilengkapi dua tombol shutter yang diposisikan di kiri atau kanan lensa, memudahkan pengguna untuk mengambil selfie, tidak peduli tangan dominannya sebelah kiri atau kanan.

Fujifilm Instax Square SQ10 bakal dipasarkan mulai bulan Mei seharga $280. Satu paket kertas filmnya (isi 10) dibanderol $17.

Sumber: PetaPixel dan Fujifilm.

Kamera Mirrorless Terbaru Sony Diklaim Mempunyai Performa Melampaui DSLR

Sony boleh terpuruk di ranah mobile, akan tetapi mereka masih memimpin di segmen kamera, utamanya untuk kategori mirrorless. Hal ini dibuktikan lewat kamera terbaru mereka, Sony A9, yang diklaim sanggup menyuguhkan performa setara, atau bahkan melampaui DSLR.

Rahasianya terletak pada sensor full-frame Exmor RS baru bertipe stacked, dengan resolusi 24,2 megapixel, yang didampingi oleh prosesor BIONZ X baru pula. Menurut Sony, kombinasi ini memungkinkan A9 untuk mengolah data 20 kali lebih cepat ketimbang A7R II – yang sendirinya sudah termasuk kencang.

Lewat A9, Sony sejatinya ingin menarget fotografer olahraga yang selama ini masih belum bisa menemukan kamera mirrorless yang mampu menandingi kinerja DSLR-nya. Tidak main-main, A9 sanggup menjepret hingga 362 gambar JPEG atau 241 gambar RAW tanpa henti dalam kecepatan 20 fps.

Gaya desain Sony A9 mirip seperti A7R II; ringkas tapi performanya ngebut / Sony
Gaya desain Sony A9 mirip seperti A7R II; ringkas tapi performanya ngebut / Sony

Perihal autofocus, A9 dibekali dengan sistem hybrid yang mengandalkan 693 titik phase-detection, dengan coverage sekitar 93% dari keseluruhan bingkai. Dibandingkan A7R II, A9 diyakini memiliki performa autofocus 25% lebih cepat. Melengkapi semua itu adalah dukungan electronic shutter hingga secepat 1/32.000 detik.

Kualitas gambar maupun dynamic range yang dihasilkannya juga tidak perlu diragukan lagi, mengingat sensor yang digunakan adalah sensor full-frame, dan lagi perangkat juga dilengkapi sistem image stabilization 5-axis. Sensitivitasnya juga tinggi, dengan rentang ISO 100 – 51200, yang dapat diekspansi lebih jauh menjadi 50 – 204800. Soal video, A9 menjanjikan kualitas video 4K terbaik tanpa mengandalkan teknik pixel binning.

Panel belakang Sony A9 dilengkapi sebuah joystick untuk menentukan titik fokus dengan mudah dan cepat / Sony
Panel belakang Sony A9 dilengkapi sebuah joystick untuk menentukan titik fokus dengan mudah dan cepat / Sony

Secara fisik A9 mengadopsi gaya desain A7R II, dengan sejumlah penyempurnaan. Utamanya adalah electronic viewfinder (EVF) dengan resolusi yang lebih tajam, tepatnya di angka 3,68 juta dot selagi menawarkan tingkat perbesaran 0,78x. Selain lebih tajam, tingkat kecerahan EVF-nya juga dua kali lebih tinggi ketimbang yang ada pada A7R II.

Aspek pengoperasian turut disempurnakan lewat sebuah joystick untuk menentukan titik autofocus dengan cepat – mirip seperti yang ditawarkan Fujifilm. A9 juga sudah mengemas dua slot SD card, dimana salah satunya mendukung kartu jenis UHS-II. Unik juga untuk A9 adalah kehadiran port Ethernet supaya proses transfer gambar dalam skenario profesional bisa berlangsung secara instan.

Sony cukup percaya diri menyebut A9 sebagai kamera tercanggih yang pernah mereka buat, tanpa membatasi pada kategori mirrorless atau DSLR. Namun mengingat A9 masih masuk dalam segmen mirrorless, konsumen mungkin masih khawatir soal daya tahan baterai. Well, Sony mengklaim baterai A9 dua kali lebih awet ketimbang A7R II.

Sony berencana memasarkan A9 mulai bulan Mei mendatang seharga $4.500 body only. Ingat, target pasarnya adalah fotografer olahraga yang terbiasa menggunakan DSLR kelas atas, jadi wajar kalau banderol harganya seperti itu.

Sumber: Sony.

Begini Penampakan Final Light L16, Kamera Pocket yang Terdiri dari 16 Kamera Kecil

Masih ingat dengan Light L16, sebuah kamera pocket yang menyimpan 16 kamera kecil dan sanggup menjepret foto beresolusi 52 megapixel? Setelah sibuk mencari pendanaan investor selagi menyempurnakan prototipe beserta teknologinya, pengembangnya kini tengah bersiap untuk merilis versi produksi dari kamera unik tersebut.

Jadwalnya memang molor dari rencana awal di bulan September 2016, akan tetapi Light telah mengumumkan bahwa konsumen yang telah melakukan pre-order bakal menerima pesanannya mulai 14 Juli mendatang. Bersamaan dengan itu, Light juga merilis foto L16 versi final yang sepertinya telah melewati sejumlah revisi.

LED flash-nya pindah posisi dan kini merupakan dual-tone flash / Light
LED flash-nya pindah posisi dan kini merupakan dual-tone flash / Light

Versi finalnya ini membawa sejumlah perubahan. Yang paling kelihatan, LED flash-nya tidak lagi berada di atas logo “Light”, melainkan diposisikan di bagian tengah, tepat di sebelah modul laser focus assist. LED flash ini juga mengemas dua temperatur warna yang berlawanan, mirip seperti yang kita jumpai pada mayoritas smartphone.

Penataan 16 lensanya tidak berubah dan tetap terlihat acak. Dari total 16 lensa, L16 mengemas enam lensa telefoto 150mm f/2.4, lima lensa 70mm f/2, dan lima lensa wide-angle 28mm f/2. Di sebelah kirinya, grip-nya tampak rata dengan bodi, berbeda dari versi sebelumnya dimana grip-nya tampak sedikit menonjol.

Grip-nya kini rata dengan bodi, sedangkan panel atasnya tetap minimalis / Light
Grip-nya kini rata dengan bodi, sedangkan panel atasnya tetap minimalis / Light

Panel atasnya juga tetap sama dan masih sangat minimalis dengan hanya sebuah tombol power dan shutter. Di sekeliling kanan bodinya saya duga merupakan deretan lubang ventilasi – penting mengingat kamera ini harus melakukan proses stitching gambar yang kompleks yang pastinya akan berujung pada meningkatnya suhu perangkat.

Yang sedikit mengecewakan, tidak ada gambar terbaru dari panel belakangnya. Apakah masih didominasi oleh layar sentuh? Sejauh ini belum ada yang bisa memastikan, namun saya kira bagian ini semestinya tidak banyak berubah.

Terlepas dari itu, Light sepertinya masih kesulitan memenuhi pesanan konsumen. Mereka baru akan menerima pesanan lagi mulai akhir tahun ini, tapi itu pun hanya di Amerika Serikat saja. Buat yang penasaran seperti apa foto yang bisa dihasilkan Light L16, silakan lihat sendiri kedua foto di bawah – selengkapnya bisa langsung di situs resmi Light.

Sampel foto Light L16 / Light
Sampel foto Light L16 / Light
Sampel foto Light L16 / Light
Sampel foto Light L16 / Light

Sumber: 1, 2, 3.

Nikon D7500 Warisi Spesifikasi dan Performa D500 untuk Menjadi Raja Fotografi Aksi Cepat

Nikon baru saja mengumumkan DSLR kelas menengah anyar, yaitu D7500. Ia merupakan suksesor langsung dari D7200, dengan desain yang hampir identik, akan tetapi bobotnya sedikit lebih ringan, hand grip-nya lebih tebal, dan weather sealing-nya lebih sempurna.

Namun yang membuat Nikon D7500 terdengar sangat menarik sebenarnya tidak kelihatan dari luar. Ia telah mewarisi jeroan milik D500 yang diposisikan di segmen lebh high-end, yang antara lain meliputi sensor APS-C 20,9 megapixel, prosesor Expeed 5 dan sensor metering RGB 180 ribu pixel.

Dengan bekal seperti ini, D7500 sejatinya jadi bisa sangat diandalkan dalam fotografi aksi-aksi cepat, – ranah dimana D500 cukup bersinar – meskipun sistem autofocus-nya sama seperti yang digunakan D7200. Kehadiran sistem metering baru ini sangat berkontribusi pada kinerja D7500 dalam mempertahankan fokus pada objek yang bergerak secara konstan.

Dibanding pendahulunya, Nikon D7500 sedikit lebih ringan, hand grip-nya lebih tebal dan weather sealing-nya lebih superior / Nikon
Dibanding pendahulunya, Nikon D7500 sedikit lebih ringan, hand grip-nya lebih tebal dan weather sealing-nya lebih superior / Nikon

Dibanding pendahulunya, D7500 kini mengemas rentang ISO 100 – 51200, dan ia juga sudah bisa merekam video 4K. Performa burst shooting-nya pun meningkat cukup pesat, dengan kemampuan menjepret hingga 100 gambar JPEG atau 50 gambar RAW sekaligus dalam kecepatan 8 fps.

Bicara soal RAW, D7500 dapat memroses beberapa gambar sekaligus secara internal menjadi format JPEG, sehingga Anda dapat memindahnya langsung ke smartphone tanpa bantuan komputer. D7500 pun juga telah dibekali sistem SnapBridge yang inovatif, dimana kamera memadukan Bluetooth dan Wi-Fi untuk urusan remote control dan file transfer selagi mempertahankan koneksi – tidak perlu pairing berulang-ulang.

Nikon D7500 dibekali layar sentuh yang dapat di-tilt, fitur yang tergolong langka dalam kategori DSLR / Nikon
Nikon D7500 dibekali layar sentuh yang dapat di-tilt, fitur yang tergolong langka dalam kategori DSLR / Nikon

Melirik panel belakangnya, Anda bakal disambut oleh layar sentuh 3,2 inci beresolusi 922 ribu dot yang dapat dimiringkan ke atas atau bawah – jujur, layar sentuh di DSLR termasuk cukup langka. Slot SD card-nya tak lagi ada dua seperti D7200, sedangkan baterainya diperkirakan bisa bertahan hingga 950 jepretan per charge.

Nikon berencana memasarkan D7500 mulai musim panas mendatang seharga $1.250 untuk bodinya saja, atau $1.750 bersama lensa 18-140mm f/3.5-5.6G ED VR.

Sumber: DPReview.

Samsung Ungkap Kamera Gear 360 Generasi Baru

Samsung Galaxy S8 sudah resmi menyapa dunia. Bersamanya, Samsung turut memperkenalkan perangkat lain yang tak kalah menarik, yakni kamera Gear 360 generasi baru. Dibandingkan pendahulunya, desain Gear 360 edisi tahun 2017 ini berubah cukup signifikan.

Perangkat tak lagi berwujud seperti bola, melainkan menyerupai jamur dimana bagian bawahnya berperan sebagai handle – yang pastinya akan sangat membantu dalam pengambilan selfie. Gear 360 baru ini tetap bisa dipasangkan pada tripod standar, akan tetapi Samsung turut menyertakan semacam dudukan berbahan karet supaya perangkat bisa tetap stabil di atas permukaan datar.

Selain desain, jeroannya juga dirombak. Gear 360 (2017) mengemas sepasang sensor 8,4 megapixel dan sepasang lensa fisheye f/2.2. Berbeda dari pendahulunya, Gear 360 kini dapat merekam video dalam resolusi 4K, 4096 x 2048 pixel lebih tepatnya.

Tak hanya kompatibel dengan smartphone Samsung saja, Gear 360 (2017) bahkan bisa digunakan bersama iPhone / Samsung
Tak hanya kompatibel dengan smartphone Samsung saja, Gear 360 (2017) bahkan bisa digunakan bersama iPhone / Samsung

Hal baru lain adalah dukungan live streaming ke Facebook atau YouTube dalam resolusi 2K, asalkan perangkat tersambung dengan smartphone yang kompatibel. Kabar baiknya, Samsung telah memperluas kompatibilitasnya hingga mencakup perangkat non-Samsung dengan versi OS minimum Android 5.0, bahkan iPhone pun juga kebagian jatah kali ini.

Samsung Gear 360 (2017) memiliki dimensi 101 x 46 x 45 mm, dengan bobot 130 gram. Dirinya telah dibekali dengan baterai berkapasitas 1.160 mAh, dan secara keseluruhan bodinya tahan air dengan sertifikasi IP53.

Informasi terkait ketersediaannya masih minim. Pemasarannya dikabarkan bakal dimulai pada musim semi mendatang, sedangkan harganya masih belum dipastikan. Kendati demikian, Samsung sempat bilang kalau banderolnya bakal lebih terjangkau ketimbang Gear 360 versi sebelumnya yang dipatok di angka $349.

Sumber: Samsung dan The Verge.

Daftar Kamera Buatan Polaroid yang Bisa Anda Beli di Pasaran

Didirikan di tahun 1937, Polaroid merupakan salah satu nama legendaris dalam industri teknologi, khususnya di ranah fotografi. Perusahaan asal Amerika Serikat ini adalah yang pertama kali mengembangkan dan memproduksi kamera instan, yakni Polaroid Model 95 yang diperkenalkan pada tahun 1948.

Nama Polaroid begitu melekat pada kategori produk kamera instan. Faktanya, beberapa toko yang saya tahu menjual kamera Fujifilm Instax menyebutnya sebagai “kamera Polaroid”, padahal jelas-jelas mereknya Fujifilm. Terlepas dari itu, mungkin tidak banyak yang tahu kalau Polaroid yang beroperasi sekarang bukanlah yang dulu lagi.

Pasalnya, Polaroid Corporation menyatakan bangkrut pada tahun 2001, dan brand beserta aset-asetnya pun dijual. Meski sekarang berada di bawah pemilik baru, Polaroid masih memproduksi kamera instan – tentu saja yang berspesifikasi modern dan ditujukan buat generasi terkini.

Artikel ini bermaksud untuk mengulas kamera-kamera terbaru buatan Polaroid yang bisa dibeli di pasaran, bukan cuma kamera instan, tetapi juga action cam macam GoPro. Berikut daftarnya.

Polaroid Snap

Polaroid Snap / Polaroid
Polaroid Snap / Polaroid

Snap merupakan contoh terbaik dari peleburan peninggalan Polaroid dengan teknologi modern. Desainnya masih sangat mencerminkan Polaroid sebagai sebuah brand, khususnya berkat garis berwarna pelangi di sisi depannya. Pada kenyataannya, Snap merupakan sebuah kamera digital dengan sensor 10 megapixel dan kemampuan menyimpan gambar pada kartu microSD.

Di saat yang sama, Snap juga merupakan sebuah kamera instan yang dapat mencetak foto 2 x 3 inci secara langsung tanpa memerlukan tinta berkat teknologi garapan Zink. Fotonya sendiri bisa Anda ambil dalam tiga mode warna: normal, hitam-putih, atau sepia yang bernuansa retro.

Beli: Blibli – Rp 1.990.000

Polaroid Snap Touch

Polaroid Snap Touch / Polaroid
Polaroid Snap Touch / Polaroid

Suksesor Snap ini membawa sejumlah pembaruan yang sangat signifikan, terlepas dari desainnya yang cukup identik. Yang paling utama bisa ditebak dari namanya, yakni penambahan layar sentuh berukuran 3,5 inci di panel belakangnya untuk semakin memudahkan pengoperasian.

Sensornya juga telah diganti dengan yang beresolusi 13 megapixel, dan Snap Touch juga dapat mengakomodasi microSD sampai dengan 128 GB. Kemampuan mencetaknya tidak berubah, namun Snap Touch juga dapat merekam video 1080p sekaligus dibekali konektivitas Bluetooth.

Meski jelas jauh lebih menarik ketimbang pendahulunya, harganya juga dipatok hampir dua kali lipat lebih mahal. Sayang sekali saya belum menemukan toko online di Indonesia yang menjualnya.

Beli: Amazon – $180

Polaroid Cube

Polaroid Cube / Polaroid
Polaroid Cube / Polaroid

Di mata saya, inilah produk paling jenius dari Polaroid. Di saat pabrikan-pabrikan lain meramaikan pasar action cam dengan sebisa mungkin meniru apa yang GoPro lakukan, Polaroid tampil beda sendiri dengan Cube. Nyatanya, justru GoPro yang mencontek Polaroid dan merilis Hero4 Session.

Cube memiliki desain yang sangat simpel namun juga menarik. Dengan dimensi hanya 35 x 35 mm, ia dapat Anda gunakan di mana saja, dan bagian bawahnya yang dilapisi magnet juga berarti Anda bisa memanfaatkan beragam objek sebagai tripod.

Spesifikasi Cube sendiri terbilang standar, dengan sensor 6 megapixel dan kemampuan merekam video 1080p, semuanya dalam sudut pandang seluas 124 derajat. Pengoperasiannya hanya mengandalkan satu tombol saja, sedangkan media penyimpanannya menggunakan microSD dengan kapasitas maksimum 32 GB.

Beli: Blibli – Rp 1.399.000

Polaroid Cube+

Polaroid Cube+ / Polaroid
Polaroid Cube+ / Polaroid

Kalau tidak ada yang rusak, sebaiknya jangan diutak-atik. Prinsip ini sepertinya dipegang teguh oleh Polaroid saat mendesain Cube+. Bentuk dan ukurannya sama persis seperti pendahulunya di atas, akan tetapi hampir semua jeroannya baru.

Sensor yang dikemas sekarang beresolusi 8 megapixel, dan resolusi video yang dapat direkam naik menjadi 1440p, dengan durasi maksimum 107 menit per klip. Lensanya masih sama dengan sudut pandang 124 derajat, sedangkan slot microSD-nya kini bisa menampung hingga yang berkapasitas 128 GB.

Akan tetapi peningkatan spesifikasi saja sejatinya kurang begitu menarik, apalagi mengingat selisih harganya dengan Cube orisinil terpaut cukup lumayan. Yang lebih menarik justru adalah integrasi konektivitas Wi-Fi, dimana pengguna Cube+ jadi bisa mengendalikan perangkat dengan smartphone-nya.

Beli: Blibli – Rp 2.199.000