Samsung Berniat Ciptakan Sensor Kamera 600 Megapixel

Resolusi kamera smartphone meningkat drastis dalam dua tahun terakhir ini. Dan kalau bicara soal resolusi, nama Samsung tentu tak akan terlewat dari pembahasan, mengingat mereka adalah yang pertama menembus batas 100 megapixel di ranah smartphone.

Lebih tepatnya 108 megapixel, lengkap dengan teknologi pixel binning generasi terbaru yang mampu melebur sembilan pixel individual menjadi satu dengan ukuran 2,4 μm. Lalu yang menjadi pertanyaan, apakah Samsung akan berhenti di 108 megapixel?

Tidak. Melalui salah satu petinggi divisi sensor kameranya, Yongin Park, Samsung secara resmi menyatakan ketertarikannya untuk menciptakan sensor beresolusi 600 megapixel. Di angka tersebut, bahkan mata manusia pun – yang dipercaya mempunyai resolusi sekitar 500 megapixel – sudah kalah tajam.

Di titik ini, Samsung belum bisa menjabarkan detail mengenai sensor 600 megapixel itu, akan tetapi mereka sadar betul akan sejumlah tantangan yang harus dihadapi. Sederhananya, menciptakan sensor 600 megapixel tidak semudah menyematkan lebih banyak pixel begitu saja. Ukuran pixel-nya juga harus diciutkan agar dimensi sensor tetap ringkas.

Masalahnya, ketika ukuran pixel mengecil, kualitas gambar dipastikan bakal menurun karena cahaya yang masuk juga lebih sedikit. Itulah gunanya teknologi pixel binning seperti Tetracell atau Nonacell, dan Samsung akan terus menyempurnakan teknologi ini hingga akhirnya mereka bisa mencapai angka 600 megapixel itu tadi.

Kamera smartphone dengan resolusi 600 megapixel? Well, Samsung rupanya juga melihat potensi pengaplikasiannya di bidang lain, semisal IoT dan otomotif. Di segmen otomotif sendiri, permintaan akan sensor kamera dipastikan bakal meningkat seiring terus berkembangnya teknologi mobil kemudi otomatis.

Sumber: Mashable dan Samsung.

Samsung Jelaskan Mengapa Kamera 108 Megapixel Milik Galaxy S20 Ultra Bukan Sebatas Gimmick

Samsung belum lama ini resmi memperkenalkan trio Galaxy S20, dan kamera menjadi salah satu fitur yang diunggulkannya, terutama pada model S20 Ultra. Seperti yang kita tahu, S20 Ultra merupakan model yang paling mahal, sekaligus satu-satunya yang dilengkapi kamera utama beresolusi 108 megapixel.

Sepintas, resolusi setinggi itu mungkin terdengar agak gimmicky, apalagi mengingat ukuran penampang fisik sensornya masih tergolong kecil (1/1,33 inci) jika dibandingkan dengan sensor milik kamera tradisional. Namun Samsung ingin meyakinkan bahwa sensor bernama lengkap Samsung ISOCELL Bright HM1 ini bukan sebatas gimmick.

Rahasianya terletak pada teknologi Nonacell yang terdapat pada sensor ini. Nonacell pada dasarnya merupakan kelanjutan dari Tetracell, teknologi pixel-binning yang bekerja dengan cara menyatukan empat pixel menjadi satu pixel berukuran lebih besar, sehingga pada akhirnya dapat menyerap lebih banyak cahaya.

Nonacell membawa teknik tersebut ke level yang lebih tinggi lagi. Yang disatukan bukan lagi cuma empat pixel (2×2), melainkan sembilan pixel (3×3). Ukuran pixel individual yang tadinya cuma 0,8 μm bisa disulap menjadi. 2,4 μm berkat teknologi Nonacell. Alhasil, Samsung mengklaim cahaya yang diserap bahkan dua kali lebih banyak ketimbang Tetracell.

Samsung ISOCELL Bright HM1 Nonacell

Nonacell ini juga yang menjadi pembeda utama antara sensor milik S20 Ultra (Bright HM1) dan milik Xiaomi Mi Note 10 (Bright HMX). Kedua sensor itu memang sama-sama beresolusi 108 megapixel, akan tetapi yang sudah dibekali teknologi Nonacell hanyalah Bright HM1, sedangkan Bright HMX masih mengandalkan teknologi Tetracell.

Hal lain yang istimewa adalah klaim Samsung bahwa beragam fitur canggih yang diterapkan sensor ini diproses oleh image processor terpisah, bukan prosesor utama milik smartphone itu sendiri (Snapdragon 865 atau Exynos 990, tergantung kawasan). Hardware terpisah khusus untuk mengatasi keperluan fotografi merupakan salah satu resep untuk menciptakan kamera ponsel yang hebat, dan itu sudah dibuktikan Google sejak 2017.

Keuntungan lain resolusi setinggi ini adalah untuk keperluan zooming. Kita tahu bahwa S20 Ultra menawarkan kapabilitas zooming yang ekstrem, tapi itu dapat terealisasi berkat lensa kompleksnya. Menggunakan lensa biasa pun, sensor ini sudah bisa menghasilkan gambar dengan tingkat zoom 3x pada resolusi 12 megapixel tanpa penurunan kualitas.

Sumber: Samsung.

OnePlus Janjikan Kapabilitas Videografi yang Lebih Baik pada Ponsel Barunya Nanti

2020 baru berjalan hampir satu bulan, namun OnePlus rupanya sudah menggarap banyak pekerjaan rumahnya. Belum lama berselang sejak pengumuman mendetailnya terkait layar 120 Hz yang bakal diusung OnePlus 8, mereka kini membeberkan rencananya untuk menyempurnakan performa kamera ponsel bikinannya, spesifiknya kapabilitas videonya.

Lewat sebuah workshop yang diadakan di kota New York, OnePlus mengundang komunitas videografer guna menampung berbagai masukan dari mereka. Rangkuman sesi tanya-jawabnya OnePlus sampaikan melalui sejumlah poin secara cukup merinci di forumnya, dan saya akan coba soroti beberapa yang paling penting.

Yang pertama adalah terkait konsistensi. Semua ponsel sekarang punya lebih dari satu kamera belakang, namun sering kali karakteristik exposure maupun white balance-nya tidak sama. OnePlus bilang bahwa prioritas mereka adalah memastikan semua ini bisa konsisten di seluruh modul kamera milik ponsel baru mereka ke depannya.

Selanjutnya, OnePlus berencana menerapkan sejenis fitur super stabilization yang bisa diaktifkan saat merekam video 4K, demikian pula mode HDR dan fitur Night Mode untuk video, yang keduanya juga sedang mereka kerjakan. Lebih lanjut, OnePlus juga akan menyediakan tool untuk mengedit video yang lebih lengkap pada aplikasi Gallery bawaan.

Masukan lain yang cukup menarik adalah seputar pengoperasian menggunakan satu tangan. OnePlus sepertinya bakal merombak tampilan aplikasi kamera bawaan ponselnya supaya deretan fiturnya tidak terkumpul semua di bagian atas. Zooming misalnya, semestinya bisa dilakukan dengan satu tangan saja, dan itu juga bakal diusahakan oleh OnePlus.

Hal lain yang layak disoroti lebih dalam adalah komitmen OnePlus untuk berfokus pada aspek yang esensial saja. Fitur-fitur pemanis yang terkesan gimmicky macam AR emoji, light painting maupun reverse recording tidak akan mereka jadikan prioritas. Semuanya demi menghadirkan peningkatan kualitas video yang signifikan.

Sumber: OnePlus via Android Central.

Samsung Ungkap Sensor Kamera Smartphone Beresolusi 64 Megapixel

Belakangan ini kita sering dibuat geleng-geleng kepala melihat resolusi kamera yang diusung sejumlah smartphone. Contoh yang paling gampang, lihat saja Huawei P30 dan P30 Pro yang mengemas kamera 40 megapixel. Meski resolusi memang tak bisa dijadikan faktor penentu kualitas gambar yang paling utama, angka setinggi ini jelas tak mungkin bisa dicapai tanpa terobosan dari sisi teknisnya.

Buat produsen sensor kamera seperti Samsung, 40 megapixel rupanya masih kurang. Mereka baru saja mengumumkan sepasang sensor kamera smartphone baru: ISOCELL Bright GW1 dan Bright GM2, masing-masing dengan resolusi 64 dan 48 megapixel. Keduanya sama-sama memiliki ukuran pixel individu sebesar 0,8 mikrometer (μm) saja.

Bright GW1 adalah yang bakal ditujukan untuk smartphone flagship. Pixelpixel super mungil itu duduk di atas penampang dengan bentang diagonal 1/1,72 inci, sedikit lebih besar dari ukuran sensor kamera saku pada umumnya. Bright GM2 di sisi lain punya dimensi yang sedikit lebih kecil, tepatnya 1/2 inci.

Samsung ISOCELL Bright GM2 / Samsung
Samsung ISOCELL Bright GM2 / Samsung

Yang menarik, kedua sensor ini turut Samsung bekali dengan teknologi Tetracell, yang pada dasarnya memungkinkan empat pixel untuk dilebur menjadi satu pixel yang lebih terang. Ini berarti dalam kondisi low light, foto yang diambil ‘hanya’ beresolusi 16 megapixel, tapi hasilnya bisa lebih terang ketimbang hasil tangkapan sensor yang tak dilengkapi teknologi Tetracell.

Jadi perlu dicatat, resolusi 64 dan 48 megapixel itu sejatinya cuma berlaku ketika memotret dalam kondisi pencahayaan yang optimal. Dalam kondisi low light, memaksakan resolusi tinggi adalah hal yang percuma, dan itulah yang Samsung terapkan pada kedua sensor barunya.

Lebih lanjut, Samsung juga mengklaim bahwa Bright GW1 mampu mendukung dynamic range hingga 100 dB di saat mayoritas sensor lain cuma 60 dB kalau dirata-rata. Semakin tinggi angkanya berarti warna yang ditangkap semakin kaya, itulah mengapa mata manusia umumnya disebut memiliki dynamic range setinggi 120 dB.

Saat ini Samsung baru menguji kedua sensor ini bersama sejumlah mitranya. Rencananya, tahap produksinya bakal dimulai setelah pertengahan tahun ini. Jadi kalau menurut saya, kemungkinan paling cepat kita berjumpa dengan smartphone yang mengusungnya adalah awal tahun depan.

Sumber: Samsung dan AnandTech.

Ponsel Kedua RED Digarap dengan Fokus pada Kualitas Kamera Kelas Profesional

Masih ingat dengan RED Hydrogen One, smartphone perdana bikinan sang brand kamera tersohor? Hype atas ponsel tersebut begitu besar ketika diumumkan, tapi sayang realisasinya tidak demikian; banyak reviewer yang kecewa dengan nilai jual utamanya, yakni kemampuannya menampilkan hologram.

Apakah RED langsung menyerah akibat debut yang gagal? Rupanya tidak. RED justru sedang dalam proses mengembangkan ponsel baru, dan model baru ini bakal menitikberatkan pada kapabilitas kamera kelas profesionalnya. Lebih lanjut, ponsel ini bakal dikerjakan oleh tim yang sebelumnya bertanggung jawab atas kamera-kamera bikinan RED.

Kabar ini datang langsung dari pendiri RED, Jim Jannard, lewat sebuah post di forum RED. Meski pesan yang ia sampaikan agak ambigu, kita bisa berasumsi bahwa pada smartphone keduanya nanti, RED bakal sepenuhnya berfokus pada kualitas kamera, dan tidak lagi menawarkan fitur-fitur gimmicky macam hologram seperti pada Hydrogen One.

Lalu bagaimana nasib Hydrogen One sendiri, apalagi mengingat RED sebelumnya sudah menjanjikan kehadiran modul-modul pendukung, termasuk modul kamera kelas profesional? Semuanya masih misteri, akan tetapi Jim memastikan bahwa Hydrogen One tak akan langsung ditinggalkan begitu saja ketika ponsel kedua RED sudah tiba nanti.

Langkah yang lebih bijak mungkin adalah menawarkan program trade-in bagi para pengguna Hydrogen One, sehingga mereka bisa menukarkan ponselnya dengan model yang baru. Program trade-in sudah lama RED terapkan untuk portofolio kameranya, jadi semestinya ini juga dapat mereka lancarkan di segmen smartphone.

Pasalnya, walaupun modul kamera Hydrogen One benar-benar terwujudkan nanti, di titik itu spesifikasinya (contoh: chipset Snapdragon 835) sudah tergolong sangat ketinggalan. Tukar tambah dengan model yang baru, lengkap beserta spesifikasi terkini dan kamera yang lebih mumpuni; saya kira konsumen RED tak akan menolak jika diberi kesempatan seperti ini.

Sumber: The Verge.

Xiaomi Juga Gandeng Light untuk Tingkatkan Kemampuan Kamera Smartphone-nya

Di ajang MWC 2019 beberapa hari yang lalu, HMD Global memperkenalkan Nokia 9 PureView yang merupakan smartphone pertama di dunia yang menggendong lima buah lensa kamera di punggungnya. Menurut kabar, teknologi kamera di smartphone tersebut tidak diproduksi sendiri oleh HMD Global, melainkan hasil kerjasama dengan sebuah perusahaan lain asal AS bernama Light.

Melihat adanya ruang untuk melakukan peningkatan, Xiaomi mengambil langkah yang sama. Dikutip dari Globenewswire via Slashgear, pabrikan asal Tiongkok itu mengonfirmasi telah menjalin kemitraan baru bersama Light untuk mengembangkan smartphone berkemampuan fotografi sekelas kamera DSLR. Dengan manuver ini, jelas sekali Xiaomi punya ambisi besar untuk juga memiliki apa yang ditawarkan oleh Nokia 9 PureView.

Light sendiri mengklaim bahwa perusahaannya merupakan platform pencitraan paling canggih di dunia. Dan teknologi kamera di Nokia 9 PureView adalah bukti untuk itu. Bukti kepiawaian Light bahkan pernah ditunjukkan kala mereka merilis kamera Light L16 yang membawa bukan lima tapi 16 lensa dalam satu atap.

Tetapi Xiaomi bukan satu-satunya perusahaan yang menyadari potensi yang ditawarkan oleh Light. Pabrikan asal Jepang, Sony juga sudah membubuhkan tanda tangannya sebagai tanda setuju guna mengembangkan teknologi serupa untuk smartphone-nya. Hanya saja, jika Xiaomi memilih untuk tidak menyebutkan secara spesifik jumlah lensa yang akan dibawa, Sony sudah mengonfirmasi bakal membenamkan empat kamera atau lebih.

Bertenagakan teknologi milik Light, Nokia 9 PureView mendapatkan dua sensor RGB 12 megapiksel dan tiga sensor monokrom 12 megapiksel dengan panjang fokus 28mm. Salah satu kemampuan istimewanya, saat mengambil foto semua sensor kamera dapat bekerja secara bersamaan untuk menangkap cahaya, warna, dan detail. Kelima citra yang ditangkap kemudian digabungkan menjadi satu hasil jepretan yang berkualitas tinggi.

Pun demikian, kemitraan ini masih sangat muda. Jadi sepertinya kita harus menunggu lama sebelum melihat produk pertama yang lahir dari kolaborasi antara Xiaomi dan Light. Mungkin saja di MWC 2020 tahun depan.

OPPO Perkenalkan Smartphone 5G Pertamanya dan Teknologi 10X Lossless Zoom

Sesuai ekspektasi, di ajang MWC 2018 kita akan melihat perangkat baru dengan dukungan jaringan 5G. Salah satu pabrikan yang menyatakan kesiapannya mengeksplorasi dukungan akan teknologi seluler 5G adalah OPPO. Pabrikan asal Tiongkok tersebut baru saja memperkenalkan smartphone 5G pertamanya dan juga menyingkap teknologi kamera 10X lossless zoom untuk smartphone.

Dalam event bertajuk Innovation Event di ajang Mobile World Congress 2019, OPPO juga mengumumkan inisiasi 5G Landing Project yang melibatkan sejumlah operator telekomunikasi terkemuka di seluruh dunia. Hal ini tak lain dan tak bukan adalah untuk memuluskan ekspansi jaringan 5G dan memastikan ketersediaannya bagi perangkat terdukung, yang bertujuan mulia demi performa dan efisiensi yang lebih unggul agar dapat digunakan untuk banyak hal baru dan menghubungkan berbagai industri baru.

OPPO secara gamblang mengatakan bahwa smartphone 5G buatannya bakal ditenagai chipset teranyar buatan Qualcomm, Snapdragon 855 dan tentu saja dengan sisipan modem X50. Namun sayang pabrikan asal Tiongkok itu tak memberikan rincian lebih lanjut tentang spesifikasi bahkan nama untuk smartphone 5G yang dimakuskan. Sementara di luar sana, santer berhembus kabar bahwa itu kemungkinan besar nama perangkat yang disentil oleh OPPO adalah Find X2.

IMG_20190223_143905

Guna menghadirkan kemampuan maksimal, Oppo mengonfirmasi telah bekerja sama dengan sejumlah operator dan mitra telekomunikasi, yang meliputi sejumlah nama besar seperti Swisscom, Telstra, Optus dan Singtel. Oppo bahkan sudah menjadwalkan demonstrasi bersama Ericsson dan Qualcomm dalam cloud gaming dengan game SoulCalibur6 yang dikembangkan dengan Shadow.

Wakil Presiden OPPO, Anyi Jiang dalam rilis pers yang Dailysocial terima mengatakan, “Dengan bangga kami mengadakan acara Inovasi Global pertama untuk media dan para mitra. Inovasi adalah prioritas utama, dan kami telah membuat pengembangan terbaru untuk menghadirkan masa depan ke tangan konsumen. Kami ingin melanjutkan komitmen ini dan membawa pengembangan teknologi 5G dan fotografi terbaru ke pasar.”

IMG_20190223_143931

Teknologi 10 lossless zoom sendiri sudah pernah dibeberkan oleh OPPO sebelum ajang MWC digelar. Namun kali ini OPPO memberikan penjelasan yang lebih mendalam sekaligus memperlihatkan cara kerjanya kepada audiens.  Teknologi ini terdiri dari tiga lensa yang terdiri dari lensa telefoto, lensa sudut ultra lebar, dan kamera utama. Dengan inovasi ini, pengguna OPPO bisa memiliki kesempatan untuk mengambil foto berkualitas layaknya fotografer professional tanpa takut akan kualitas hasilnya.

Di kesempatan yang sama, OPPO juga memperkenalkan optical image stabilization (OIS) yang terpasang baik di kamera utama dan lensa telefoto, memberikan akurasi anti goyang yang lebih baik saat mengabadikan foto. Fitur-fitur baru ini diharapkan segera debut di ponsel yang tidak disebutkan namanya pada tahun 2019.

IMG_20190223_143942

Sensor Kamera ISOCELL Plus Buatan Samsung Janjikan Kualitas Gambar yang Lebih Baik Lagi

Pengalaman Samsung memproduksi sensor kamera smartphone memang belum sepanjang Sony, tapi hal itu rupanya tak menghalangi upaya inovasi mereka di bidang ini. Salah satu buktinya adalah teknologi ISOCELL yang pertama diumumkan di tahun 2013, yang menerapkan teknik isolasi pixel guna memaksimalkan reproduksi warna dan penyerapan cahaya.

Kunci dari teknologi ISOCELL adalah adanya sekat pemisah di antara setiap pixel, sehingga pada akhirnya masing-masing pixel bisa menyerap lebih banyak cahaya dan menghasilkan kualitas gambar yang lebih baik. Problemnya, sekatnya ini terbuat dari logam, sehingga terkadang cahaya yang semestinya masuk ke pixel malah jadi dipantulkan atau diserap sendiri oleh sekat tersebut.

Samsung ISOCELL Plus

Namun masalah ini sudah terselesaikan dengan hadirnya ISOCELL Plus, di mana Samsung telah memanfaatkan material baru ciptaan Fujifilm yang inovatif. Kedua pihak enggan menjelaskan material misterius ini, tapi yang pasti ini adalah pertama kalinya material tersebut masuk tahap komersialisasi.

Hasilnya, sensor ISOCELL Plus mengusung peningkatan sebesar 15 persen dalam hal sensitivitas cahaya, dan reproduksi warnanya pun dijamin juga lebih akurat. Di samping itu, ISOCELL Plus juga memungkinkan ukuran masing-masing pixel pada sensor yang begitu kecil (0,8 mikrometer), sehingga resolusi totalnya bisa melampaui angka 20 megapixel tanpa risiko pengurangan kualitas gambar yang drastis.

Teknologi ini sekarang sedang dipamerkan di acara Mobile World Congress Shanghai, namun sejauh ini belum ada informasi terkait smartphone apa ke depannya yang akan dibekali sensor ISOCELL Plus.

Sumber: Samsung.

Lemuro Kawinkan Desain ala Itali dan Teknik Presisi ala Jerman dalam Meracik Lensa untuk Smartphone

Pilihan lensa tambahan untuk smartphone ada banyak di pasaran, namun yang masuk kategori premium terbilang sedikit, semisal besutan Olloclip, Moment dan Zeiss. Dari ketiga brand itu, sejatinya cuma satu (Zeiss) yang punya pengalaman panjang di bidang pengembangan teknologi optik.

Namun Olloclip dan Moment sudah membuktikan bahwa startup pun juga bisa menelurkan lensa smartphone premium, dan itu sepertinya yang menjadi inspirasi bagi startup asal Jerman bernama Lemuro. Lewat Kickstarter, mereka memperkenalkan lineup lensa smartphone racikannya.

Pendekatan yang diambil Lemuro cukup unik, yakni mengawinkan desain elegan ala Itali dengan teknik pembuatan yang presisi ala Jerman. Hasilnya, lensa buatan Lemuro tak hanya manis di mata, tapi juga diyakini mampu menghasilkan foto yang berkualitas superior.

Lemuro Lens

Total ada empat jenis lensa yang ditawarkan: fisheye 8mm (238°), wide-angle 18mm (110°), macro 10x 25mm, dan tele 60mm (2x zoom) untuk mengambil foto portrait. Keempat lensa berbodi aluminium ini datang bersama casing kulit elegan yang dilengkapi dudukan lensa yang juga berbahan aluminium. Ini penting karena kalau sampai drat untuk memasangkan lensa rusak, sama saja lensanya sia-sia.

Untuk sekarang, kombinasi lensa dan casing ini baru kompatibel dengan iPhone 7, 7 Plus, 8, 8 Plus dan X. Lemuro sudah punya rencana untuk membuatkan versi tersendiri yang kompatibel dengan sejumlah smartphone Android populer, tapi itu baru akan menyusul dalam beberapa bulan mendatang.

Selama masa kampanyenya di Kickstarter masih berlangsung, starter kit Lemuro (case + 1 lensa) bisa dipesan seharga €75. Untuk paket kompletnya yang berisi empat lensa, para backer harus menyiapkan dana sebesar €225.

Sumber: DPReview.

Adapter Ini Bisa Sulap Smartphone Jadi Kamera DSLR

Saat ini ada banyak klaim yang menyatakan bahwa kinerja fotografi di smartphone mulai menyaingi kamera DSLR atau mirrorless, tapi tentu saja para fotografer berpengalaman akan menyanggahnya. Meski mungkin megapixel kedua device setara, pemanfaatan sensor berukuran lebih besar memungkinkan perangkat spesialis fotografi menghasilkan gambar yang jauh lebih baik.

Terlepas dari kemampuan kedua perangkat itu dalam mengambil foto, sejumlah pakar yakin smartphone tak akan menggantikan peran kamera DSLR atau mirrorless. Menariknya, ada satu langkah tak terduga yang dilakukan oleh Cinematic International Company Limited. Perusahaan asal Tiongkok ini menciptkan sebuah adapter universal yang memperkenankan kita memasangkan lensa jenis apapun di smartphone.

Cinematic International Company Limited DOF Adapter 1

Eksistensi dari produk bernama ‘DOF Adapter’ itu ditemukan oleh tim No Film School di acara National Association of Broadcasters Show yang dilangsungkan di kota Las Vegas minggu ini. Perangkat unik tersebut terdiri dari dua bagian utama: frame untuk mencantumkan smartphone, dan adapter tempat lensa didudukkan. CICL menjelaskan bahwa DOF Adapter mendukung hampir semua jenis lensa dari produsen berbeda, termasuk Canon, Nikon, Sony sampai Leica.

Dengan menyambungkan lensa dan handset ke adapter ini, mayoritas kendali dilakukan sepenuhnya dari layar perangkat bergerak Anda. Tentu saja, fungsi zoom in/out serta pengaturan fokus dapat diakses secara normal via memutar ring. Namun dengan absennya koneksi elektronik dari smartphone ke lensa (via adapter), kemungkinan besar ada fitur-fitur yang tidak berfungsi.

Dalam video No Film School, adapter buatan Cinematic International Company Limited itu menggabungkan lensa CT.Pro 28-70 dengan iPhone 7 (representatif CICL juga bilang DOF Adapter kompatibel ke smartphone Samsung), dan penampilan keseluruhannya memang ‘eksentrik’. Saat menggunakannya pertama kali, mungkin Anda akan bingung bagian mana yang harus dipegang agar semuanya tetap aman? Apakah lensa, ujung adapter ataukah grip?

Gagasan memasangkan lensa high-end ke sensor berukuran kecil di kamera smartphone juga tidak biasa. Kemampuan sensor di perangkat bergerak telah disesuaikan agar pas dengan lensa yang tidak terlalu besar.

Cinematic International Company Limited belum mengungkap harga dan kapan DOF Adapter akan tersedia. Pertanyaan saya kini adalah, untuk siapa kira-kira produk ini ditujukan? Saat smartphone serta kamera point-and-shoot didesain buat pemakaian handheld yang simpel, kemudian kamera DLSR dan mirrorless lebih pas untuk user yang ‘serius’, jenis konsumen apa yang akan tertarik pada pendekatan seperti ini?

Via PetaPixel.