Tidak Tergoda dengan Segmen Full-Frame, Olympus Luncurkan OM-D E-M1X

Panasonic membuat kejutan beberapa bulan lalu dengan mengumumkan kamera mirrorless full-frame perdananya. Mengejutkan karena Panasonic selama ini sangat percaya diri dengan platform Micro Four Thirds yang dikembangkannya bersama Olympus, namun ternyata godaan untuk mencicipi peruntungan di lahan yang didominasi oleh Sony tidak bisa terbendung lagi.

Lalu bagaimana dengan Olympus? Apakah mereka juga bakal menyusul jejak Panasonic ke segmen mirrorless full-frame? Sepertinya tidak dalam waktu dekat, sebab mereka baru saja memperkenalkan kamera Micro Four Thirds baru, yaitu Olympus OM-D E-M1X.

Olympus OM-D E-M1X

OM-D E-M1X bukanlah penerus langsung OM-D E-M1 Mark II, melainkan lebih pantas dianggap sebagai varian yang sedikit lebih advanced. Sensor yang digunakan sama persis dan tetap beresolusi 20,4 megapixel, akan tetapi E-M1X mengemas dua prosesor TruePic VIII sekaligus demi mewujudkan peningkatan performa yang signifikan.

Kehadiran satu prosesor tambahan ini memungkinkan Olympus untuk merealisasikan fitur seperti Intelligent Subject Detection, sehingga E-M1X mampu mendeteksi sekaligus mengikuti pergerakan berbagai macam kendaraan, mulai dari sepeda motor sampai kereta api dan pesawat, di samping sebatas face dan eye detection.

Olympus OM-D E-M1X

Sistem autofocus-nya sendiri belum diubah, masih mengandalkan 121 titik phase detection bertipe cross-type, yang dapat dinavigasikan via layar sentuh maupun joystick 8 arahnya. Menggunakan shutter elektronik, E-M1X sanggup menjepret tanpa henti dengan kecepatan 18 fps dalam posisi continuous AF aktif, atau 60 fps dengan AF dan AE terkunci.

Sistem image stabilization 5-axis yang terdapat pada E-M1X diklaim sudah lebih disempurnakan lagi. Mode Pro Capture yang akan mengambil deretan gambar sebelum tombol shutter ditekan penuh, kini semakin ngebut lagi dengan kemampuan mengambil 35 gambar sekaligus.

Olympus OM-D E-M1X

Secara visual, E-M1X tampak identik dengan E-M1 Mark II yang dipasangi aksesori vertical grip. E-M1X sendiri mengemas dua baterai sekaligus, dan keduanya dapat diisi ulang tanpa perlu dilepas dari kamera, melainkan langsung dengan menggunakan charger USB-C. Juga berjumlah dua adalah slot SD card-nya, dan keduanya sama-sama mendukung tipe UHS-II.

Selebihnya, E-M1X tidak jauh berbeda dari E-M1 Mark II. Olympus sejatinya hanya mendongkrak kinerja kamera yang sudah sangat cepat di kelasnya, dan itulah mengapa E-M1 Mark II masih akan dijual sebagai alternatif yang lebih terjangkau dari E-M1X, yang dibanderol $2.999 saat dipasarkan pada akhir Februari nanti.

Sumber: DPReview.

Optical Zoom 5x Gagal, OPPO Lompat ke Optical Zoom 10x Hybrid

Sebuah teaser sebelumnya menyebutkan bahwa OPPO berencana untuk memperkenalkan kamera lensa zoom yang istimewa di Beijing, 16 Januari 2019. Terbukti, pabrikan asal Tiongkok itu secara resmi memperkenalkan teknologi kamera dengan 10x optical zoom hibrida yang demonstrasinya dijanjikan bakal dilakukan di ajang MWC 2019, Maret mendatang.

Jika mendengar istilahnya, tentu Anda bisa menebak dengan mudah peruntukan teknologi ini. Ditargetkan menjadi fitur unggulan di kamera smartphone OPPO, teknologi optical zoom 10x hibrida bergaung cukup kuat menutupi kabar optical zoom 5x yang diluncurkan di MWC 2017 tetapi tidak pernah terealisasi. Jadi, optical zoom 10x ini pun belum tentu akan dikomersilkan. Selain itu, perusahaan juga mengumumkan sensor sidik jari di layar baru yang memungkinkan ponsel membaca dua sidik jari secara bersamaan.

Teknologi zoom hibrida sebenarnya bukan teknologi baru. Teknologi ini lahir dari perpaduan antara perangkat lunak dan perangkat keras sehinggga tercapailah rentang zoom yang lebih luas. Konfigurasi perangkat kerasnya terdiri dari modul kamera yang mengemas lensa telefoto dan sekunder yang ditanamkan di dalam dan diposisikan tegak lurus ke sensor utama. Cara kerjanya, ketika kamera diperbesar, prisma mengalihkan cahaya dari lensa utama ke sensor telefoto. Selanjutnya, piranti lunak yang telah diprogram akan mengambil alih dan mengombinasikan informasi yang diperoleh dari lensa.

OPPO-10X-Optical-Zoom-Camera-826x1024

Masih terlalu dini untuk berspekulasi smartphone model apa yang akan mengadopsi teknologi kamera ini. Namun di luar sana berseliweran rumor bahwa F19 dan F19 Pro akan menjadi smartphone beruntung itu.

Meski OPPO sudah mengumumkan dan menceritakan kehebatan teknologi optical zoom 10x hibrida ini, namun sejumlah orang merasa pesimis realisasinya akan terjadi dalam waktu dekat. Gagalnya peluncuran zoom 5x yang lalu sepertinya berdampak besar terhadap persepsi yang diterima oleh publik.

Sumber berita Weibo via FoneArena.

Firmware Update Wujudkan Peningkatan Resolusi pada Kamera 360 Derajat GoPro Fusion

Tren penyempurnaan kamera 360 derajat melalui firmware update terus berlanjut. Rylo memulainya pada bulan November lalu dengan merilis update yang meningkatkan resolusi kameranya dari 4K menjadi 5,8K. Tidak lama setelahnya, Insta360 juga mengambil langkah serupa guna menghadirkan opsi perekaman video HDR pada One X.

Tahun 2019 ini, giliran GoPro yang bertindak. Mereka baru saja meluncurkan firmware update versi 2.0 untuk kamera 360 derajat GoPro Fusion, dan pembaruan paling utamanya adalah peningkatan resolusi menjadi 5,6K, serta opsi perekaman 24 fps demi menyuguhkan hasil akhir yang lebih sinematik.

5,2K menjadi 5,6K memang terkesan seakan tidak ada artinya, akan tetapi GoPro bilang bahwa kamera sebenarnya menangkap gambar dalam resolusi 5,8K, sebelum akhirnya di-stitch menjadi 5,6K, sehingga hasil akhirnya semestinya tampak cukup tajam dan mendetail. Bagi penggemar time lapse, opsi perekaman 5,6K 24 fps ini juga bisa dipakai dalam mode tersebut.

Di samping peningkatan resolusi, update ini juga mendatangkan dukungan format RAW pada night mode maupun time lapse dengan interval 5 detik atau lebih. GoPro pun tak lupa meng-update software pendamping Fusion Studio agar kualitas gambar di hasil akhir video bisa semakin ditingkatkan, sekaligus menghadirkan integrasi yang lebih mudah dengan software seperti Adobe Premiere CC maupun After Effects CC.

Sumber: Engadget dan GoPro.

Sony a6400 Usung Peningkatan Performa yang Signifikan dan Ideal untuk Vlogger

Setelah hampir tiga tahun, Sony a6300 akhirnya punya penerus. Sony baru saja memperkenalkan a6400 sebagai model flagship pada lini kamera mirrorless APS-C miliknya. Dilihat dari kulit luarnya, kamera ini seakan tidak membawa pembaruan apa-apa, sebab memang hampir semua yang baru tersembunyi di dalam.

Sensor yang digunakan pun masih sama, APS-C 24,2 megapixel, akan tetapi prosesor yang mendampinginya sudah diganti dengan generasi teranyar. Kamera ini pada dasarnya mewarisi sejumlah keunggulan Sony a9, utamanya perpaduan 425 titik autofocus phase-detection dan contrast-detection yang diklaim sanggup mengunci fokus dalam waktu 0,02 detik saja.

Sony a6400

Lebih lanjut, a6400 turut dibekali Real-time Eye-AF dan Real-time Tracking yang diyakini mampu meningkatkan performa secara signifikan. Kemampuan menjepret tanpa hentinya pun juga impresif: hingga 11 fps dalam posisi AF/AE tracking aktif dan menggunakan shutter mekanis.

Selebihnya, a6400 sebenarnya tidak jauh berbeda dari a6300, yang terbukti sudah sangat mumpuni baik untuk urusan fotografi maupun videografi. Namun masih ada satu lagi pembaruan yang sangat menarik, yaitu layar sentuh yang bisa dilipat 180° hingga menghadap ke depan, sangat ideal untuk para vlogger.

Sony a6400

Selisih tiga tahun untuk pembaruan semacam ini memang terkesan kurang gereget. Namun kabar baiknya, Sony a6400 justru dibanderol lebih murah ketimbang a6300 saat pertama dirilis: $900 body only, atau $1.000 bersama lensa 16-50mm f/3.5-5.6, dan $1.300 bersama lensa 18-135mm f/3.5-5.6.

Kendati demikian, kehadiran a6400 ini berpotensi membuat bingung konsumen, sebab jauh sebelumnya sudah ada Sony a6500 yang dirilis hanya beberapa bulan setelah a6300. Dari pengamatan saya, a6500 unggul dalam satu aspek dibanding a6400: image stabilization 5-axis, tapi harganya dipatok $1.400 ketika pertama diluncurkan.

Sumber: DPReview.

Kaleidoskop Industri Kamera Tahun 2018

Pergantian tahun sudah hampir di depan mata. Namun sebelum kita menyambut tahun yang baru lagi, ada baiknya kita meninjau kembali apa saja yang terjadi di industri kamera pada tahun ini.

2018 sejatinya merupakan tahun yang menarik buat industri kamera. Utamanya karena tahun ini resmi tercatat sebagai tahun dimulainya ‘peperangan’ di kancah mirrorless full-frame. Namun tentu saja itu baru sebagian dari cerita utuhnya.

Nikon, Canon, dan Panasonic umumkan kamera mirrorless full-frame

Canon EOS R / Canon
Canon EOS R / Canon

Seperti yang kita tahu, Sony lewat lini a7-nya telah mendominasi segmen mirrorless full-frame sejak tahun 2013. Selang lima tahun dan tiga generasi Sony a7, barulah datang rival yang sepadan dari Nikon, Canon, dan Panasonic.

Adalah Nikon yang memulai semuanya. Setelah gagal dengan Nikon 1 hingga akhirnya lini tersebut dipensiunkan, pada bulan Agustus lalu Nikon resmi menyingkap Nikon Z 7 dan Z 6. Dua-duanya sama-sama mengusung sensor full-frame, dan perbedaan di antaranya kurang lebih mirip seperti Sony a7R dan a7.

Panasonic Lumix S1R / Panasonic
Panasonic Lumix S1R / Panasonic

Tidak lama setelahnya, giliran Canon yang mengungkap Canon EOS R, melanjutkan rivalitas abadi antaranya dan Nikon ke segmen mirrorless full-frame. Debut Canon di ranah ini memang cuma diwakili satu kamera saja, akan tetapi mereka menegaskan bahwa EOS R baru yang pertama.

Akan tetapi berita yang paling mengejutkan datang bersamaan dengan event Photokina di bulan September, yakni pengumuman kamera mirrorless full-frame dari Panasonic: Lumix S1R dan S1. Mengejutkan karena Panasonic adalah pencetus platform Micro Four Thirds, namun ternyata mereka tergiur juga untuk ikut menginvasi lahan kekuasaan Sony.

Kamera mirrorless full-frame pertama Zeiss dan bangkitnya kembali brand Zenit

Zeiss ZX1 / Zeiss
Zeiss ZX1 / Zeiss

Masih seputar Photokina 2018, Zeiss rupanya juga sempat mengumumkan kamera mirrorless full-frame pertamanya: Zeiss ZX1. Keistimewaannya terletak pada integrasi software Adobe Lightroom CC, dimaksudkan agar pengguna bisa langsung menyunting hasil tangkapannya di kamera.

Photokina 2018 juga tercatat sebagai era kebangkitan dedengkot kamera asal Rusia, Zenit. Upaya mereka melahirkan kamera mirrorless full-frame bernama Zenit M, saudara kandung Leica M (Typ 240) yang memang merupakan hasil kolaborasi langsung antara Zenit dan Leica.

Fujifilm umumkan dua kamera mirrorless medium format

Lineup Fujifilm GFX / Fujifilm
Lineup Fujifilm GFX / Fujifilm

Tidak seperti tiga brand Jepang di atas, Fujifilm rupanya tidak tertarik mengembangkan kamera mirrorless full-frame – dan ini sudah dikonfirmasi langsung oleh petinggi senior Fujfilm kepada DPReview. Mereka justru memilih untuk mengumumkan dua kamera mirrorless medium format baru: GFX 50R dan GFX 100 yang masih berupa prototipe.

Kamera mirrorless lain yang diluncurkan tahun ini

Fujifilm X-T3 / Fujifilm
Fujifilm X-T3 / Fujifilm

Masih seputar Fujifilm, tahun ini mereka resmi memperkenalkan Fujifilm X-T3, kamera mirrorless flagship terbarunya yang mengusung sensor X-Trans generasi keempat, yang kini mengadopsi desain backside illuminated, serta jauh lebih kapabel untuk urusan mengambil video.

Sebelum itu, Fujifilm sebenarnya sudah sukses membuktikan bahwa mereka tak lagi payah soal videografi lewat Fujifilm X-H1. Untuk kalangan konsumen yang lebih casual, penawaran mereka tahun ini mencakup Fujifilm X-A5 dan Fujifilm X-T100.

Panasonic Lumix GH5S / Panasonic
Panasonic Lumix GH5S / Panasonic

Bicara soal video, tentunya kita tidak bisa mengesampingkan Panasonic, apalagi mengingat di awal tahun ini mereka sempat mengumumkan Lumix GH5S. Selain itu, Panasonic juga sempat meluncurkan Lumix GX9, suksesor Lumix GX8 yang kini dibekali sensor tanpa low-pass filter dan sistem image stabilization 5-axis.

Beralih ke sepupu Panasonic, yakni Olympus, tahun ini mereka memperkenalkan Olympus PEN E-PL9. Memang bukan model flagship, akan tetapi jeroannya rupanya nyaris identik dengan Olympus OM-D E-M1 Mark III yang merupakan kamera termahalnya, dengan pengecualian pada sistem image stabilization-nya.

Blackmagic Pocket Cinema Camera 4K / Blackmagic
Blackmagic Pocket Cinema Camera 4K / Blackmagic

Kembali mengulas Canon, EOS R bukanlah satu-satunya kamera mirrorless yang mereka rilis tahun ini. Jauh sebelumnya sudah ada EOS M50, yang menurut rekan saya Lukman dideskripsikan sebagai kamera mirrorless basic tapi berfitur komplet.

Di luar brandbrand populer, ada Blackmagic yang memperkenalkan Pocket Cinema Camera 4K. Kamera ini punya spesifikasi yang cukup mirip dengan Panasonic Lumix GH5S, akan tetapi harganya hanya berkisar separuhnya saja, dan ia juga sangat cocok buat konsumen yang terbiasa memotret dengan smartphone berkat layar sentuh masif yang mendominasi panel belakangnya.

Kamera DSLR dan kamera pocket yang layak disorot tahun ini

Pentax K1 Mark II / Pentax
Pentax K1 Mark II / Pentax

DSLR? Ya, DSLR masih belum mati, dan Pentax membuktikannya dengan sebuah kamera yang sanggup memotret dalam kondisi gelap gulita: Pentax K-1 Mark II. Kelebihan utama kamera ini terletak pada sensor full-frame dengan tingkat ISO maksimum 819200, lengkap dengan penyempurnaan sistem image stabilization 5-axis sehingga mode resolusi tingginya bisa dijalankan tanpa tripod.

Untuk kamera pocket, sulit mencari yang lebih menarik dari lini Sony RX100, dan setelah sempat vakum di tahun 2017, tahun ini hadir Sony RX100 VI. Untuk edisi keenamnya, Sony telah membekalinya dengan lensa dengan kemampuan zoom yang jauh, selagi masih mempertahankan kualitas gambarnya melalui sensor berukuran lebih besar dari biasanya.

Sony RX100 VI / Sony
Sony RX100 VI / Sony

Sensor 1 inci RX100 VI masih kurang besar? Alternatifnya tahun ini adalah Panasonic Lumix LX100 II, yang datang membawa sensor Four Thirds dengan resolusi 17 megapixel, lebih tinggi dari pendahulunya yang selisih usianya berjarak hampir empat tahun.

Sensor Four Thirds masih saja kurang besar? Coba Anda lirik Fujifilm XF10, yang mengusung sensor APS-C dalam bodi sekelas kamera saku. Kekurangannya, kamera ini kurang bisa diandalkan untuk pengambilan video, sebab opsi resolusi 4K-nya cuma terbatas di 15 fps saja.

GoPro dan action cam lain yang hadir tahun ini

Lineup GoPro Hero 7 / GoPro
Lineup GoPro Hero 7 / GoPro

Tentu saja kita tidak boleh melewatkan segmen yang satu ini, sebab action cam boleh dianggap sebagai alternatif yang lebih fleksibel dari kamera pocket. Tahun ini, bintangnya tentu saja adalah trio GoPro Hero 7, dan untuk model unggulannya, GoPro telah menyiapkan teknologi image stabilization internal yang luar biasa efektif sampai-sampai bisa menandingi kombinasi action cam plus gimbal.

Bicara soal fleksibilitas, ada Insta360 One X yang merupakan action cam 360 derajat. Seperti GoPro Hero 7 Black, ia juga mampu merekam dengan sangat stabil, tapi malah dalam format 360 derajat dan resolusi 5,7K. Fleksibilitasnya semakin terjamin berkat kemampuan untuk ‘mengekstrak’ hasil rekaman 360 derajat menjadi video 1080p normal.

DJI Osmo Pocket / DJI
DJI Osmo Pocket / DJI

Terakhir ada DJI Osmo Pocket yang bisa dibilang paling unik sendiri. Ia merupakan kamera plus gimbal dalam satu kemasan, akan tetapi ukurannya kurang lebih setara dengan mayoritas smartphone. Meski tidak head-to-head dengan GoPro, ia tetap merupakan alternatif yang sangat menarik buat konsumen.

Prediksi tren kamera tahun depan

Sony a9 / Sony
Sony a9 / Sony

Seperti yang saya bilang tadi, topik bahasan utama mengenai kamera tahun ini adalah full-frame, dan itu semestinya masih akan terus berlanjut hingga tahun depan. Canon misalnya, dengan tegas mengatakan bahwa EOS R barulah kamera pertama dari lini mirrorless full-frame-nya.

Saya yakin Sony tidak akan tinggal diam begitu saja menghadapi rival-rival barunya. Di luar lini Sony a7, mereka sebenarnya punya ‘senjata’ lain yang lebih mematikan, yaitu Sony a9 yang memiliki performa melampaui DSLR. Sayang penerusnya tidak hadir tahun ini, sehingga kemungkinan besar Sony bakal menyingkapnya tahun depan.

Hal lain yang kerap dianggap sepele namun berperan krusial adalah dukungan firmware update. Adalah Fujifilm yang memulai tren ini sejak lama, dan tahun ini sepertinya Sony sudah mulai menyusul. Semoga saja tahun depan semakin banyak lagi produsen kamera yang menyadari betapa pentingnya firmware update di mata konsumen.

 

[Review] Panasonic Lumix GF10, Mirrorless MFT Seukuran Kamera Pocket

Sejak me-review kamera mirrorless Panasonic Lumix GH5, saya mengakui bahwa sistem Micro Four Thirds (MFT) punya potensi yang luar biasa. Buat saya, terutama kemampuan perekam video dan fitur-fitur yang ditawarkannya.

Sebelumnya, saya juga telah menulis artikel mengenai tips memilih kamera mirrorless Panasonic dengan sensor MFT. Salah satu yang saya rekomendasikan ialah Lumix GF10, yang akhirnya bisa saya review.

Lumix GF10 ialah mirrorless bersensor Micro Four Thirds dengan form factor kamera pocket. Lensanya dapat dilepas-pasang atau diganti dan dilengkapi fitur yang cukup komplet. Baiklah mending langsung saja, inilah review Panasonic Lumix GF10 selengkapnya.

Desain Panasonic Lumix GF10

Panasonic-Lumix-DC-GF10

Lumix GF10 mengusung desain rangefinder, bentuknya super ringkas dengan dimensi 107x65x33 mm dan berat 270 gram. Lumix GF10 juga datang bersama lensa Kit 12-32 mm F/3.5-22 yang serba guna dan berukuran tidak kalah ringkas.

Secara garis besar tampilan GF10 masih identik dengan GF9 yang dirilis tahun lalu, dengan mengontraskan komponen metalik dan aksen seperti kulit untuk tampilan yang modis.

Di GF10 Panasonic memberi sedikit sentuhan yakni segaris grip kecil yang membuatnya lebih erat dalam dekapan tangan. Namun selama pemakaian, saya menyarankan Anda untuk tetap mengalungkan tali kamera/strap ke leher untuk mengantisipasi bila terjadi selip.

Panasonic-Lumix-DC-GF10

Monitor LCD touchscreen 3 inci dengan resolusi 1,04k dot dapat diputar hingga 180 derajat untuk selfie maupun vlog dan dilengkapi dengan berbagai sejumlah mode selfie yang disebut Selfie 4K PHOTO. Touch dan drag di layar untuk mendapatkan fokus yang diinginkan.

Tentu saja, dimensi ringkas ini punya sejumlah batasan. Utamanya, tidak ada ruang bagi Panasonic untuk menanamkan electronic viewfinder, hot shoe, dan input untuk mikrofon eksternal. Pop-up flash masih ada, namun media penyimpanannya mengandalkan microSD.

Bagian atas terdapat tombol shutter yang menyatu dengan sakelar daya untuk menghidupkan dan mematikan daya kamera.  Lalu, ada mode dial untuk berganti mode pengambilan gambar, tombol fisik Fn1 (Function) yang secara default untuk mengakses fitur 4K Photo Mode dan tombol fisik Fn3 untuk fitur Post Focus.

Tombol fisik Fn2 berada di belakang, fungsinya beragam mulai dari membuka quick menu untuk akses cepat ke metering mode dan exposure comp, fungsi kembali, dan juga delete. Lalu, ada tombol disp, tombol playback, dan perekam video.

Kemudian tentu saja, ada control dial untuk menyesuaikan aperture dan shutter speed. Di tengah ada tombol menu, di kelilingi tombol empat arah dengan fungsi berbeda, atas exposure comp, bawah drive mode, kanan white balance, dan kiri AF mode.

Lanjut, ke sisi bagian kiri ada port HDMI dan port microUSB untuk charging. Di bawah ada soket untuk tripod, serta akses baterai dan slot microSD.

Pilihan warnanya ada tiga yaitu black dengan lensa berwarna hitam, serta silver, dan pink dengan lensa berwarna silver. Untuk diketahui, kebanyakan koleksi lensa dari Panasonic berwarna hitam – jadi bila berencana ingin upgrade lensa maka pilihan warna GF10 black adalah yang paling tepat.

Spesifikasi & Fitur Panasonic Lumix GF10

Di dalam Lumix GF10 bernaung sensor Live MOS Digital berukuran Micro Four Thirds (17,3×13 mm) dengan resolusi 16-megapixel (4592×3448 piksel) tanpa Low Pass Filter. Kinerjanya disokong oleh prosesor Venus Engine, dengan rentang sensitivitas ISO 200-25.600 (extends down to 100).

GF10 juga dilengkapi sistem AF Depth from Defocus dan mampu melakukan memotret beruntun 5 fps dengan continuous autofocus. Terdapat pula fitur continuous shooting di mode ‘Self Shot‘ dengan laju 15 fps.

Fitur 4K Photo memungkinkan kamera mengekstrak gambar 8-megapixel dari video 4K yang ditangkap. Fitur lain andalan Panasonic seperti Post Focus dan Focus Stacking turut disematkan, memungkinkan Anda memilih area fokus.

Untuk daya tahan baterainya cuma sebatas di angka 210 jepretan, pastikan jangan melewatkan bonus baterai tambahan bila berencana membeli kamera ini. GF10 sudah dilengkapi konektivitas WiFi, sangat mudah untuk transfer hasil foto ke smartphone atau ingin remote shooting dengan aplikasi bernama Panasonic Image App.

Overall, performa kamera ini tergolong gesit. Dibanding dengan smartphone, GF10 lebih dapat diandalkan untuk mengabadikan aksi-aksi cepat, kondisi low-light, dan mampu merekam video 1080p 60 fps hingga video 4K 30 fps.

Perekam Video Panasonic Lumix GF10

Panasonic-Lumix-DC-GF10

Meski mungil, jangan sepelekan kemampuan perekam videonya. GF10 mampu merekam video 4K UHD pada 30 fps, 25 fps, dan 24 fps dengan bit rate 100 Mbps. Lalu, resolusi 1080p pada 60 fps dan 50 fps dengan bit rate 28 Mbps. Serta, 1080p pada 30 fps dan 25 fps dalam bit rate 20 Mbps.

Sebagai informasi durasi perekam video 4K pada GF10 dibatasi hanya 5 menit, untuk footage harusnya sudah lebih dari cukup. Dalam praktiknya saya mencoba merekam video 4K pada 30 fps dan 25 fps, namun pada durasi sekitar 3 menit 20 detik – sistem kamera sudah mengeluarkan peringatan bahwa suhu panas pada kamera ini meningkat. Sehingga meski belum mencapai durasi 5 menit, sistem akan menonaktifkan kamera secara paksa.

Sementara, untuk perekaman video 1080p tidak ada masalah. Saya sempat menggunakan GF10 untuk syuting cara merakit PC di Dailysocial TV sebagai kamera kedua selama kurang lebih satu jam dan aman-aman saja.

Panasonic-Lumix-DC-GF10

GF10 sebenarnya sangat asyik untuk aktivitas vlogging, lensa Kit 12-32 mm sudah cukup lebar. Pasangkan ke mini tripod dan putar layar menghadap ke depan, Anda bisa berkarya.

Absennya hot shoe dan input untuk mikrofon eksternal, membuat kita tidak bisa memasang dan menggunakan aksesori seperti mikrofon eksternal. Solusinya, Anda bisa menggunakan audio terpisah dengan sound recorder. Meski artinya, Anda harus melakukan video editing.

Fitur favorit saya di GF10 ialah silent mode, di mana saya bisa lebih nyaman memotret saat meliput sebuah acara tanpa mengganggu yang lain. Fitur ini juga berguna bagi yang hobi street photography atau human interest, agar tidak mengundang perhatian sehingga tidak mempengaruhi situasi.

Sejumlah fitur penting di Lumix GF10 tersembunyi di pengaturan, yang mana agak repot bila ingin digunakan secara buru-buru. Stabilizer misalnya, GF10 memang belum punya stabilizer di body tapi tersedia di lensa. Singkatnya ada dua mode stabilizer yang disediakan yakni untuk panning atau gerakan kamera secara horizontal dan tilting secara vertikal.

Jadi, cobalah eksplorasi fitur-fitur yang ditawarkan oleh GF10 dan tetahui fitur penting apa yang sering atau memang Anda butuhkan. Lalu, tarik fitur tersebut sebagai shortcut. Berikut sejumlah foto hasil bidikan GF10:

Verdict 

Panasonic-Lumix-DC-GF10

Bagi Anda yang gemar memproduksi konten video, fitur 4K di sini sangat berguna untuk mengambil footage tertentu. Tapi, hanya sebagai pelengkap saja dan konten video utama pada resolusi 1080p.

Menurut saya, kamera ini cocok buat Anda yang tidak puas dengan hasil foto kamera smartphone. Desainnya yang stylish juga menunjang sebagai pelengkap gaya hidup. Juga recommended sebagai kamera mirrorless pertama dan tertarik mendalami dunia fotografi.

Untuk produksi konten video asyik, tetapi lebih cocok dijadikan sebagai kamera kedua. Pun demikian bagi para fotografer atau enthusiasts photography, ideal buat yang membutuhkan kamera ringkas tapi bisa diandalkan.

Sparks

  • Mampu merekam video 4K
  • Body seringkas kamera pocket
  • Bersensor MFT dan lensa dapat dicopot pasang atau diganti
  • Punya fitur yang terbilang lengkap, seperti silent mode yang sangat membantu

Slacks

  • Perekam video 4K sebatas 5 menit dan overhat saat merekam video 4K
  • Build quality terasa kurang solid

Firmware Update Hadirkan Opsi Perekaman Video HDR pada Insta360 One X

Klaim produsen untuk merilis firmware update atas hardware buatannya secara rutin sering kali dipandang sebelah mata oleh konsumen. Pasalnya, sering kali updateupdate ini memang hanya mendatangkan penyempurnaan yang bersifat minor. Namun tidak selamanya situasinya harus seperti itu.

Bulan lalu, pengembang action cam 360 derajat Rylo merilis firmware update yang amat signifikan dampaknya; meningkatkan resolusi video tangkapan kamera dari 4K menjadi 5,8K, membuatnya jadi setara dengan kamera pesaing yang usianya setahun lebih muda, yakni Insta360 One X.

Sekarang, giliran Insta360 yang secara tak langsung ‘membalas’ dengan merilis firmware update untuk One X. Update tersebut menghadirkan mode perekaman video HDR, padahal sebelumnya HDR cuma tersedia pada pengambilan gambar still saja. Berkat HDR, kondisi pencahayaan pada video yang ditangkap jadi lebih berimbang; highlight tidak terlampau terang, shadow tidak kelewat gelap.

Selain video HDR, update ini juga mendatangkan integrasi Google Maps Street View, sebuah fitur yang selama ini menjadi andalan lini Insta360 Pro. Melalui aplikasi pendamping One X di ponsel, video 360 derajat yang direkam dapat dikonversi secara otomatis menjadi kumpulan foto 360 derajat sebelum akhirnya diunggah ke platform Google.

Kalau sudah seperti ini situasinya, salah besar apabila kita sebagai konsumen mengesampingkan komitmen produsen terkait dukungan terhadap produknya. Daripada harus membeli hardware baru, terkadang fitur anyar bisa kita dapatkan secara cuma-cuma melalui firmware update, dan ini telah dibuktikan baik oleh Rylo maupun Insta360.

Sumber: DPReview.

Semua Mode Autofocus Sony a7 III dan a7R III Kini Dapat Digunakan dengan Lensa Non-Native

Salah satu alasan mengapa saya pribadi selalu menjagokan kamera mirrorless besutan Fujifilm adalah betapa rajinnya sang produsen merilis firmware update, termasuk untuk kamera-kamera yang sudah berumur. Update-nya memang sering terkesan minor, tapi terkadang pembaruan yang dibawa juga sangat signifikan.

Sekarang, pabrikan kamera lain juga mulai menunjukkan gelagat yang sama. Lihat saja Sony, yang merilis firmware update versi 2.0 untuk kamera a7 III dan a7R III dua bulan lalu. Berdasarkan pengujian intensif yang dilakukan DPReview, penyempurnaan yang dihadirkan update tersebut rupanya sangat krusial.

Utamanya adalah bagaimana update ini memungkinkan pengguna a7 III dan a7R III untuk lebih memaksimalkan koleksi lensa non-native (yang memerlukan adaptor) yang dimilikinya. Berkat update ini, semua mode autofocus jadi bisa digunakan meski yang terpasang adalah lensa dengan bantuan adaptor.

Menariknya, ini juga berlaku buat lensa merek lain, semisal lensa Canon yang dibantu adaptor besutan Sigma atau Metabones. Mode-mode autofocus-nya sendiri mencakup Lock-on AF dengan kemampuan subject tracking, Zone dan Expand Flexible Spot, serta Eye AF.

Sejatinya masih banyak pembaruan yang dibawa update tersebut, semisal opsi untuk menetapkan AF Track Sensitivity pada salah satu tombol custom, serta fungsi bracketing selagi kamera dalam mode silent. Pun begitu, tetap saja yang menjadi bintangnya adalah dukungan atas lensa non-native yang lebih maksimal itu tadi.

Sumber: DPReview.

DJI Osmo Pocket Adalah Kamera 4K Mungil yang Duduk di Atas Gimbal 3-Axis

Lahir sebagai kamera handheld yang duduk di atas gimbal, DJI Osmo pada akhirnya berevolusi menjadi gimbal untuk smartphone dengan Osmo Mobile. Masing-masing sudah memiliki iterasi yang kedua, namun Osmo kini memilih untuk berevolusi kembali menjadi kamera handheld.

Adalah DJI Osmo Pocket yang menjadi evolusi terbarunya. Wujudnya bahkan lebih kecil lagi dari Osmo Mobile maupun Osmo Mobile 2, akan tetapi ia dilengkapi unit kameranya sendiri dengan sensor 1/2,3 inci beresolusi 12 megapixel, sanggup merekam video 4K 60 fps dengan bitrate 100 Mbps.

Untuk perekaman dalam resolusi 1080p, frame rate-nya malah bisa ditingkatkan lagi menjadi 120 fps untuk mengambil adegan slow-motion. Semuanya tanpa melupakan akar Osmo sebagai gimbal 3-axis yang mampu meredam guncangan dengan sangat efektif, sehingga video yang dihasilkannya tetap kelihatan mulus dalam kondisi apapun.

DJI Osmo Pocket

Untuk mengoperasikan Osmo Pocket, tersedia dua buah tombol beserta layar sentuh kecil (1 inci) yang juga merangkap peran sebagai viewfinder. Lewat layar ini juga kita bisa mengaktifkan fitur ActiveTrack dan FaceTrack, yang memungkinkan kamera untuk bergerak dengan sendirinya mengikuti subjek yang dipilih maupun wajah seseorang secara otomatis.

Fitur lain yang tak kalah menarik adalah 3×3 Panorama; kamera akan mengambil total sembilan foto dari angle yang berbeda, kemudian menyatukannya menjadi satu gambar panoramik beresolusi tinggi. Timelapse dan Motionlapse juga tersedia, demikian pula FPV Mode untuk mengikuti perspektif sang pengguna; ikut miring ketika posisi tubuh pengguna sedang miring.

DJI Osmo Pocket

Andai layar tersebut terlampau kecil buat Anda, Osmo Pocket masih menyimpan jurus lain: di antara layar dan sepasang tombolnya, ada dongle kecil yang bisa dilepas, dibalik, lalu disambungkan langsung ke smartphone. Lalu dengan bantuan aplikasi DJI Mimo, ponsel Anda pun bisa difungsikan menjadi panel kontrol yang lebih kapabel.

DJI tidak lupa membekali Osmo Pocket dengan seabrek aksesori, di samping kompatiblitasnya dengan beragam aksesori action cam. Casing anti air pun tidak dilupakan, sehingga pengguna bisa membawa Osmo Pocket menyelam sampai kedalaman 60 meter dan mengabadikan keindahan bawah laut.

Gerbang pre-order DJI Osmo Pocket saat ini sudah dibuka. Harganya dipatok $349, dan pemasarannya akan berlangsung mulai bulan Desember nanti.

Sumber: DPReview.

Samsung Galaxy A9 Telah Hadir, Smartphone dengan Empat Kamera

Daya tarik paling utama seseorang dalam memberi sebuah smartphone salah satunya tertuju kepada kameranya. Semakin baik kameranya, konsumen pun bisa lebih tertarik untuk membelinya. Setelah vendor smartphone menawarkan perangkat dengan dua sampai tiga kamera, Samsung menerobos batas dengan menawarkan empat kamera.

Samsung Galaxy A9 - Launch

Samsung meluncurkan smartphone terbarunya dengan nama Samsung Galaxy A9. Peluncuran yang diadakan pada Mall Kota Kasablanka pada tanggal 21 November 2018 lalu tersebut juga menandakan penjualan perdana mereka di Indonesia. Kami pun juga pernah diundang oleh Samsung pada saat meluncurkan Samsung A9 di Malaysia.

Samsung Galaxy A9 - Paket Penjualan

Yang menarik perhatian dari smartphone yang satu ini adalah tersedianya empat buah kamera pada sisi belakangnya. Kamera paling atas memiliki fungsi ultra wide, di mana dapat menangkap gambar dengan lebar 120 derajat. Kamera kedua memiliki resolusi 10 MP dan menggunakan lensa zoom 2x. Kamera ketiga memiliki resolusi 24 megapiksel dan merupakan kamera utama pada smartphone ini. Sedangkan yang terakhir digunakan untuk mengambil gambar bokeh.

Samsung Galaxy A9 - Warna

Samsung Galaxy A9 spesifikasi sebagai berikut:

SoC Snapdragon 660
CPU 4×2.2 GHz Kryo 260 + 4×1.8 GHz Kryo 260
GPU Adreno 512
RAM / Internal Storage 6 GB / 128 GB
Layar 6.3″ 2220 x 1080 IPS rasio layar 18.5:9
Baterai 3800 mAh
Sistem Operasi Android Oreo 8.1

Samsung Galaxy A9

Samsung menjual Galaxy A9 dengan harga Rp. 7.999.000. Saat penjualan perdananya, Samsung menawarkan trade in untuk pembelian Samsung dengan penukaran sampai dengan lima perangkat. Jadi, saat jumlah 5 perangkat tersebut mencukupi, Samsung Galaxy A9 pun bisa didapatkan tanpa harus menambah uang.

NFC

Selama ini, banyak berita simpang siur yang mempertanyakan keberadaan Near Field Communication pada Samsung Galaxy A9. Kami pun sempat menanyakan kepada Denny Gallant selaku Head of Product Management, IT & Mobility Business I Smartphone, Tablet, Wearables, & Services Samsung Indonesia.

Beliau mengatakan bahwa sudah memegang unit retail dari Samsung Galaxy A9 dan bukan produk beta. Nyatanya, NFC sudah tersedia pada unit retail. Jadi, NFC sudah pasti ada pada smartphone yang satu ini.

Kamera: Sama dengan Galaxy A7

Karena kamera merupakan salah satu yang dijual oleh Samsung, tentu saja kamera menjadi bahan utama untuk kami coba. Ternyata, kinerja kamera dari smartphone yang satu ini mirip Galaxy A7. Pembeda utama adalah tersedianya kamera zoom untuk pengambilan gambar lebih dekat.

Samsung juga mengatakan bahwa mereka telah meningkatkan kamera pada saat kondisi gelap. Dengan bukaan f/1.7, membuat pengambilan gambar lebih baik dibandingkan dengan bukaan yang lebih kecil. Kami pun mencoba mengambil beberapa gambar dalam kondisi gelap.

Samsung Galaxy A9 - Belakang

Denny Gallant mengatakan bahwa kamera pada Samsung Galaxy A9 sudah dilengkapi dengan Electronic Image Stabilization atau EIS. Sayangnya, OIS yang merupakan solusi hardware tidak tersedia pada Galaxy A9. Walaupun begitu, pengambilan video akan lebih nyaman dan tidak bergoyang pada saat tangan sedikit tremor.