Leica D-Lux 7 Adalah Saudara Kembar Lumix LX100 II dengan Penampilan Lebih Elegan

Leica merilis Leica Q-P belum lama ini. Fisik kamera tersebut ringkas dan stealthy, tapi di saat yang sama mengemas sensor full-frame yang amat kapabel dan lensa fixed ber-aperture besar. Seperti biasa, kendalanya selalu pada harga; banderol Leica Q-P mencapai angka $4.995.

Kalau Anda mencari alternatif yang lebih terjangkau serta tidak memerlukan sensor full-frame, ada Leica D-Lux 7 yang baru saja diluncurkan. Kamera ini pada dasarnya merupakan Panasonic Lumix LX100 II yang dikemas ulang dengan gaya desain khas sang pabrikan Jerman.

Leica D-Lux 7

Maka dari itu, spesifikasinya pun sama persis. Utamanya adalah sensor Four Thirds 17 megapixel, dengan tingkat ISO maksimum 25600 dan kemampuan merekam video 4K 30 fps. Dimensi sensornya memang tidak sebesar full-frame, tapi masih lebih besar dibandingkan mayoritas kamera saku yang ada di pasaran.

Lensa yang digunakan juga sama, yakni Vario-Summilux 24-75mm f/1.7-2.8, sehingga ia lebih fleksibel ketimbang Leica Q-P. Pada lensanya ini ada tuas untuk mengubah aspect ratio antara 3:2, 4:3, 16:9 atau 1:1 ala Instagram. Selain itu, ada pula tuas untuk mengganti mode autofocus.

Leica D-Lux 7

Panel atasnya diisi oleh kenop shutter speed dan exposure compensation, sedangkan panel belakangnya menjadi rumah untuk viewfinder elektronik beresolusi 2,76 juta dot dan layar sentuh 3 inci beresolusi 1,24 juta dot. Sekali lagi, semuanya sama persis seperti yang ada pada Lumix LX100 II, hanya saja penampilannya terkesan lebih elegan.

Gerbang pre-order Leica D-Lux 7 saat ini sudah dibuka. Harganya dipatok $1.195, tidak terpaut terlalu jauh dari saudara kembar beda mereknya tersebut.

Sumber: DPReview.

Berkat Firmware Update, Rylo Kini Dapat Merekam Video 360 dalam Resolusi 5,8K

Setahun lalu, pencipta teknologi Hyperlapse memutuskan untuk terjun ke bidang hardware dan merilis Rylo, kamera 360 derajat yang dibekali sistem stabilization super-efektif. Di samping stabilization, fitur unggulan Rylo lainnya adalah kemampuan untuk ‘mengekstrak’ hasil rekaman menjadi video 1080p normal (non-360).

Kendalanya, resolusi 4K kurang bisa memberikan detail yang bagus pada hasil konversinya menjadi video dengan aspect ratio 16:9. Namun pengembangnya sudah menyiapkan solusinya. Melalui firmware update terbaru, Rylo kini bisa merekam video 360 derajat dalam resolusi 5,8K.

Resolusinya ini sedikit lebih tinggi daripada Insta360 One X yang baru dirilis bulan lalu. Namun yang lebih penting adalah, peningkatan resolusi ini semestinya bisa menghasilkan lebih banyak detail, baik pada video 360 derajat maupun video standar hasil konversinya.

Dalam kesempatan yang sama, Rylo juga kedatangan aplikasi pendamping untuk perangkat desktop, meski sayang baru untuk platform macOS saja. Sebelumnya, pengguna harus menggunakan iPhone atau ponsel Android untuk bisa mengedit hasil tangkapannya.

Apa yang dilakukan pengembang Rylo ini sejatinya patut diapresiasi. Ketimbang menelurkan produk generasi kedua dengan pembaruan yang kurang begitu signifikan – dan yang semestinya bisa diwujudkan melalui software – mereka terus rajin merilis firmware update demi menjadikan Rylo lebih menonjol dibandingkan rival-rivalnya.

Sumber: DPReview dan Rylo.

Leica Q-P Adalah Kamera Compact Bersensor Full-Frame dengan Penampilan Stealthy

Sebagai brand yang amat tersohor, Leica bebas meluncurkan edisi khusus dari produk-produknya yang sudah ada. Coba lihat saja Leica Q. Kamera compact bersensor full-frame itu sejauh ini sudah tersedia dalam dua edisi terbatas: satu edisi khusus Indonesia, satu lagi Leica Q Snow yang dirilis menjelang olimpiade musim dingin Februari lalu.

Baru-baru ini, Leica kembali memperkenalkan edisi anyar Leica Q. Kali ini bukanlah yang berkuantitas terbatas, melainkan varian baru bernama Leica Q-P. Embel-embel “P” pada dasarnya menandakan fokus pada aspek stealthy, seperti yang sebelumnya ditunjukkan oleh Leica M10-P.

Leica Q-P

Kesan stealthy itu tersirat dari hilangnya logo merah khas Leica di bagian depan, digantikan oleh ukiran mereknya saja di pelat atas. Pendekatan desain semacam ini pada dasarnya ditujukan kepada para street photographer, yang sering kali tidak mau mengundang perhatian ketika sedang ‘berburu’ di sudut-sudut kota.

Pembaruan lain yang diusung Q-P terletak pada tombol shutter-nya. Leica bilang sensasi taktil tombol ini lebih terasa ketimbang pada Leica Q standar. Mungkin kedengarannya sepele, tapi cukup membantu bagi yang setiap harinya menjepret ratusan foto.

Leica Q-P

Selebihnya, Q-P tidak berbeda dari Q biasa. Sensor full-frame yang tersemat masih sama dan masih beresolusi 24 megapixel, demikian pula lensa Summilux 28mm f/1.7 ASPH yang terpasang. Viewfinder dan layar sentuh 3 incinya pun sama, masing-masing dengan resolusi 3,68 juta dan 1,04 juta dot.

Soal harga, kalau Leica Q standar dibanderol $4.250, Leica Q-P harus ditebus lebih mahal seharga $4.995. Harga tersebut sudah termasuk sebuah leather strap dan satu baterai cadangan.

Sumber: DPReview.

Tips Fotografi dari Kelas Fotografi Xiaomi: Tidak Hanya Rule of Thirds Saja

Dengan munculnya berbagai smartphone dari Xiaomi yang memiliki kamera prima, tentu saja perangkat tersebut bisa jadi alat untuk mengambil gambar di segala kondisi. Hal tersebut juga berlaku dari perangkat Xiaomi yang baru saja diluncurkan, Mi A2 dan Mi A2 Lite. Oleh karena itu, Xiaomi mengundang para jurnalis untuk ikut dalam sesi kelas fotografi yang diadakan pada Onni Cafe di Tanjung Duren pada tanggal 31 November 2018.

MiA2 - Denny Tjan

Perasaan “sudah tahu” yang ada pada beberapa jurnalis pun terbukti pada sesi penjelasan yang dilakukan oleh fotografer bernama Denny Tjan dari Portrait Photography. Hal tersebut dikarenakan beberapa sesi yang diadakan sebelumnya selalu menitik beratkan pada Rule of Third. Akan tetapi, ternyata pemaparan Denny Tjan tidak terhenti sampai di situ saja.

Denny memperkenalkan kepada para media selain menggunakan grid 3×3, masih ada komposisi Golden Ratio dan Fibonacci. Golden Ratio juga membagi layar dengan tiga garis vertikal dan horisontal, namun lebih mengecil pada sisi tengahnya. Sehingga obyek yang diambil harus sejajar dengan garis yang ada.

MiA2 and Lite

Fibonacci memandu cara melihat seseorang dalam sebuah foto. Garis yang ada terbentuk seperti keong dengan pusat visal pada sisi lengkungan terkecil. Jika pas mengambil gambarnya, tentu saja foto yang ada menjadi lebih indah saat dilihat.

Teknik lain yang bisa diperhatikan adalah lighting. Teknik pencahayaan memang mampu membuat sebuah foto menjadi lebih apik. Oleh karena itu, permainan darimana datangnya cahaya juga dapat membuat foto terlihat lebih indah.

MiA2 Lite

Pencahayaan pun dapat menggunakan sebuah lampu meja yang disorot ke obyek yang akan difoto. Selain itu, gunakan saja filter monochrome agar bisa membuat cahaya berbanding bayangan terlihat lebih jelas.

Teknik pencahayaan sangat baik digunakan pada saat kondisi cahaya sedang rendah. Saat ada pada kondisi ini, dekatkanlah obyek dengan sumber cahaya, agar terlihat lebih baik. Teknik monochrome juga baik saat diaplikasikan saat kondisi cahaya sedang rendah, membuat noise menjadi lebih pudar.

Berikut ini adalah contoh pengambilan gambar dengan menggunakan Mi A2 Lite:

Beberapa teknik di atas bisa dicoba jika Anda memiliki smartphone dengan kamera yang baik. Selamat mencoba!

Yongnuo YN450 Adalah Kamera Mirrorless dengan Jeroan ala Smartphone dan OS Android

Pernah mendengar tentang Samsung Galaxy NX? Kalau pernah, semestinya Anda sudah tidak asing dengan ide mengenai kamera mirrorless dengan jeroan ala smartphone dan sistem operasi Android. Eksperimen yang dilakukan Samsung lima tahun lalu itu jauh dari kata sukses, tapi bukan berarti pabrikan lain tidak tertarik untuk mengikutinya.

Adalah Yongnuo, produsen aksesori dan lensa kamera asal Tiongkok, yang dikabarkan sedang mengerjakan kamera semacam itu. Untuk sementara dinamai YN450, tampak pada gambar bahwa panel belakangnya didominasi oleh layar sentuh dengan tampilan mirip smartphone – saya bahkan melihat ada kamera selfie yang tertanam.

Tidak seperti Galaxy NX yang mengadopsi desain ala DSLR, Yongnuo YN450 dibuat setipis mungkin, namun di saat yang sama masih ada sedikit tonjolan di sebelah kanan sebagai hand grip. Juga kelihatan pada gambar adalah lensa 14 mm dengan wujud mirip seperti seri lensa Canon EF-L, tapi setelah diamati, tampak ada label “Yongnuo” di atas cincin merahnya.

Hal ini tidak terlalu mengejutkan, mengingat Yongnuo memang juga memproduksi ‘versi KW’ dari sejumlah lensa Canon dan Nikon. Terlepas dari itu, semestinya kamera ini juga kompatibel dengan lensa asli Canon via bantuan adaptor.

Yongnuo YN450

Berdasarkan informasi yang didapat PhotoRumors, YN450 dapat merekam video 4K 30 fps, tapi tidak ada rincian mengenai sensor yang digunakan beserta resolusinya. Layar sentuhnya berukuran 5 inci dengan resolusi 1080p, sedangkan sistem operasinya mengambil Android 7.1 sebagai basisnya.

Kemiripannya dengan smartphone berlanjut sampai ke konektivitas 4G, RAM 3 GB dan storage internal 32 GB. Kapasitas baterainya cukup besar di angka 4.000 mAh. GPS, dukungan format RAW maupun slot memory card juga tersedia.

Kabarnya perangkat ini bakal diungkap pada CES 2019 di bulan Januari mendatang, bersamaan dengan nama resminya, namun Yongnuo enggan mengonfirmasinya.

Sumber: DPReview.

Leica Kembali Luncurkan Kamera Mirrorless Full-Frame Tanpa LCD, Leica M10-D

Yang namanya kamera digital, sudah pasti ada sebuah layar di bagian belakangnya untuk melihat hasil jepretannya. Namun pakem ini tidak berlaku buat perusahaan sekelas Leica. Dua tahun lalu, mereka mengejutkan industri fotografi dengan meluncurkan kamera mirrorless tanpa LCD bernama Leica M-D.

Bukannya kapok, Leica malah mematangkan ide gilanya ini. Baru-baru ini, maestro kamera asal Jerman itu memperkenalkan Leica M10-D, suksesor M-D yang juga tidak dibekali layar sama sekali.

Leica M10-D

Di saat Leica M10-P menghadirkan layar sentuh pada bodi Leica M10, M10-D malah meniadakannya. Sebagai gantinya, ada satu kenop besar yang menghuni bagian belakangnya. Namun tidak seperti M-D, kenop pada M10-D ini bukan berfungsi untuk mengatur tingkat ISO.

Kenopnya sendiri terbagi menjadi dua: kenop bagian dalam untuk mengatur exposure compensation (+3 sampai -3), sedangkan kenop bagian luarnya untuk mematikan dan menyalakan kamera, serta untuk mengaktifkan koneksi Wi-Fi.

Ya, M10-D setidaknya masih memberikan pengguna opsi untuk mengatur komposisi sekaligus melihat hasil jepretannya via smartphone. Selain fungsi remote control, aplikasi pendampingnya ini juga mendukung fungsi transfer gambar, baik yang diambil dalam format JPEG maupun DNG.

Leica M10-D

Secara teknis, M10-D mengusung spesifikasi yang identik dengan M10 dan M10-P, yang mencakup sensor full-frame 24 megapixel dan prosesor Maestro II. Kamera dilengkapi penyimpanan internal sebesar 2 GB, tapi ada juga slot SD card yang tersembunyi di pelat bawahnya.

Satu hal sepele namun unik adalah kehadiran semacam tuas rol film di pelat atasnya seperti yang terdapat pada kamera analog. Namun fungsi tuas ini ternyata tidak lebih dari sebatas grip tambahan untuk ibu jari.

Leica M10-D saat ini telah dipasarkan seharga $7.995, nyaris $2.000 lebih mahal daripada Leica M-D. Aksesori electronic viewfinder yang bisa dipasangkan ke hotshoe milik M10-D ditawarkan secara terpisah seharga $575.

Sumber: DPReview.

Pixii Adalah Kamera Digital Rangefinder dengan Leica M-Mount dan Terintegrasi ke Smartphone

Harus diakui, hasil foto dari kamera smartphone terutama seri terbaru kualitasnya sudah cukup baik. Prosesnya juga cepat, di mana secara default ada di mode auto, bahkan telah dilengkapi AI – jadi tinggal tekan tombol shutter saja.

Berbeda bila kita memotret menggunakan kamera digital, di mana kita bisa campur tangan untuk mengatur ISO, shutter speed, aperture, white balance, fokus, dan lainnya sesuai keadaan. Sehingga bisa menghasilkan foto yang ‘bernilai’, meskipun kerap kali hasilnya hanya tertimbun di kartu memori tanpa tindak lanjut.

Pixii-Front-View

Bila Anda penggemar fotografi dan pernah mengalami hal seperti di atas, maka Anda wajib berkenalan dengan Pixii. Sebuah kamera digital rangefinder dengan Leica M-mount dari perusahaan startup yang juga bernama Pixii asal Prancis.

Uniknya kamera ini adalah Pixii tidak memiliki layar di bagian belakang. Sebaliknya, pembuatnya merancang agar Pixii terintegrasi dengan smartphone dan hasil fotonya bisa dilihat dari layar smartphone.

Pixii-DosFondNoir

Pixii tidak memiliki slot kartu memori, sebagai gantinya hasil jepretannya bisa langsung dikirim ke smartphone lewat konektivitas WiFi atau Bluetooth. Tetapi, bagaimana bila Pixii tidak terhubung ke smartphone? Jangan khawatir, Pixii memiliki memori internal dengan pilihan kapasitas 8 GB atau 32 GB.

Kemudian, untuk membidik gambar dan mengatur komposisi foto bisa dilakukan melalui optical viewfinder dengan pembesaran 0.67x. Shutter speed bisa diatur ke auto atau manual, namun fokus dan aperture hanya bisa dikontrol secara manual.

pixi2

Di bagian atas juga terdapat layar kontrol dengan panel OLED yang menampilkan pengaturan kamera. Baterainya sendiri berjenis Li-ion dengan kapasitas 1.000 mAh.

Untuk saat ini, Pixii belum mengungkapkan harga, resolusi kamera, dan ukuran sensor yang digunakan. Yang pasti akan mengusung sensor tipe CMOS dengan global electronic shutter, sampling 12-bit, high dynamic range dengan rentang ISO dari 100 hingga 6400.

Sumber: DPreview

5 Kamera Mirrorless Basic dengan Kemampuan Perekam Video 4K

Anda sedang mencari kamera mirrorless dan salah satu kriterianya punya kemampuan merekam video 4K? Tidak perlu bingung, karena saya telah memiliki rekomendasi lima kamera mirrorless basic yang bisa Anda pertimbangkan.

Perlu dicatat, di segmen ini fitur perekam video 4K-nya anggap saja hanya sebagai pelengkap. Misalnya untuk mengambil footage di kondisi tertentu dan produksi video utamanya pada resolusi 1080p.

Bila ingin memproduksi video sepenuhnya di resolusi 4K, Anda akan membutuhkan kamera lebih mahal, kartu memori kapasitas besar dengan read speed tinggi, dan juga komputer kelas atas untuk meng-edit hasil videonya. Mari mulai:

1. Panasonic Lumix DMC-G7 – Rp7,5 Jutaan

Panasonic-Lumix-DMC-G7

Panasonic Lumix DMC-G7 menggunakan sensor Micro Four Thirds dengan resolusi 16-megapixel. Bisa rekam video 4K pada 30 fps, 25 fps, 24 fps, dan 20 fps. Serta, video Full HD pada 60 fps, 50 fps, 30 fps, dan 25 fps.

Kamera ini cocok untuk Anda yang baru mulai menjadi video content creator di YouTube, tapi punya budget yang sangat ‘mepet’. Layar 3 inci yang fully articulated bisa buat aktivitas vlog, sangat membantu bila Anda memproduksi video seorang diri.

Dibanderol dengan harga Rp7,5 jutaan, Anda sudah mendapatkan lensa kit 14-42mm f/3.5-5.6 OIS yang serba guna. Koleksi lensa lainnya harganya juga cukup terjangkau.

2. Fujifilm X-T100 – Rp10,5 Juta

Fujifilm X-T100

Fujifilm X-T100 menggunakan sensor APS-C dengan resolusi 24-megapixel. Perekaman video 4K-nya hanya sebatas 15 fps saja dan video Full HD pada 60 fps, 24 fps, dan 23,98 fps.

Bagian paling menarik pada Fujifilm X-T100 adalah desain retro yang keren banget, feel-nya juga premium. Layar 3 incinya bisa tilt up, tilt down, dan di flip ke samping hingga 180 derajat – jadi asyik untuk aktivitas foto maupun video.

Harga body only Fujifilm X Rp9 juta dan Rp10,5 juta dengan lensa kit 15-45mm f/3.5-5.6 OIS.

3. Canon EOS M50 – Rp11 Juta

Canon-EOS-M50

Canon EOS M50 menggunakan sensor APS-C dengan resolusi 24-megapixel. Bisa merekam video 4K pada 23,98 fps hingga bit rate 120 Mbps dan video Full HD pada 60 fps, 30 fps, dan 23,98 fps.

Layar 3 inci full touchscreen dan full articulated yang hampir bisa diputar ke segala arah dan bisa ditutup saat tidak digunakan. Berkat penggunaan prosesor terbaru Digic 8, kamera ini memiliki performa Dual Pixel AF yang kencang.

Harga Canon EOS M50 dibanderol Rp11 juta dengan lensa kit 15-45mm f/3.5-6.3 IS, serta tersedia dalam pilihan warna white dan black.

4. Panasonic Lumix DMC-G85 – Rp11 Juta

Panasonic-Lumix-DMC-G85

Panasonic Lumix DMC-G85 menggunakan sensor Micro Four Thirds, dengan resolusi 16-megapixel. Mampu merekam video 4K pada 30 fps dan 24 fps dengan bit rate 100 Mbps, serta video Full HD pada 60 fps, 30 fps, dan 24 fps.

Kamera ini juga sudah dipersenjatai 5-axis image stabilization dengan Dual I.S. 2, fitur video Cinelike V profile, dan layar 3 inci full articulated. Bila sebagian besar kebutuhan Anda adalah video, maka kamera ini sangat cocok untuk Anda.

Harga body only Panasonic Lumix DMC-G85 dibanderol Rp9 juta dan Rp11 juta dengan lensa kit 14-42mm f/3.5-5.6 OIS.

5. Sony Alpha A6300 – Rp13 Juta

Sony-Alpha-A6300

Sony Alpha A6300 menggunakan sensor APS-C, resolusi 24-megapixel. Dengan kemampuan merekam video 4K pada 30 fps dan 24 fps, serta video Full HD pada 120 fps, 60 fps, 30 fps, dan 24 fps.

Keunggulan kamera ini memang terletak pada videonya, di mana video 4K direkam pada format Super 35. Kamera menggunakan area 20-megapixel dari sensor, full pixel readout tanpa pixel binning. Sony A6300 juga dilengkapi fitur mewah S-log gamma 3 yang membuatnya bisa digunakan untuk membuat konten video lebih serius.

Cocok juga bagi Anda yang memiliki kebutuhan foto dan video berimbang yang lebih serius. Harga body only Sony Alpha A6300 ini dibanderol Rp11 juta dan Rp13 juta dengan lensa kit 16-50mm f/3.5-5.6.

Verdict

Dari lima rekomendasikan di atas, ada dua yang bisa digunakan untuk produksi konten video cukup serius yakni Panasonic Lumix DMC-G85 dan Sony Alpha A6300. Tetapi, bila kebutuhan Anda berimbang antara foto dan video, Sony Alpha A6300 dengan sensor APS-C resolusi 24-megapixel menawarkan kualitas gambar lebih baik. Pilihan tetap di tangan Anda.

Membandingkan Kamera ASUS Zenfone Max Pro M1 dengan RAM 4GB vs 6 GB

ASUS beberapa bulan yang lalu mengeluarkan sebuah smartphone dengan nama Zenfone Max Pro M1. Pertama kali, ASUS mengeluarkan versi dengan RAM 3 GB dan penyimpanan internal 32 GB. Perangkat ini pun juga sudah kami review.

ASUS mengeluarkan tiga jenis Max Pro M1 di Indonesia dengan varian 3/32 GB, 4/64 GB, dan 6/64 GB. Ketiganya menggunakan SoC Snapdragon 636 yang saat ini digadang sebagai pengganti Snapdragon 625 karena kinerja berbanding daya yang dibutuhkan kurang lebih sama. Jadi, perbandingan pun langsung tertuju pada kamera yang dibawa ketiga perangkat.

Varian 3/32 dan 4/64 menggunakan kamera utama dengan sensor yang sama, yaitu OmniVision 13855 dengan resolusi 13 MP. Dari pantauan beberapa grup dan forum di internet, sensor ini kerap dipandang rendah karena menciptakan gambar yang kurang tajam serta memiliki noise yang cukup terlihat.

review-asus-zenfone-max-pro-m1-14

ASUS pun sudah mengeluarkan banyak perbaikan untuk kamera yang digunakan pada ASUS Max Pro M1 ini. Walaupun ada perbaikan yang cukup terlihat, namun hasilnya masih kurang maksimal. Para pengguna varian 3/32 GB dan 4/64 GB pun mencari cara lain, seperti menggunakan Google Camera tanpa harus melakukan root.

Setelah beberapa bulan, ASUS pun memutuskan untuk mengeluarkan varian 6/64 GB. Kamera utama yang dimiliki oleh varian ini pun berbeda dengan yang ada pada varian 3/32 GB dan 4/64 GB. ASUS menggunakan kamera dengan sensor OmniVision yang memiliki resolusi 16 MP.

Ternyata, kabar yang beredar mengatakan bahwa kamera yang digunakan pada versi 6/64 GB memiliki perbedaan hasil foto yang cukup signifikan! Hal tersebut bukan karena hanya berbeda 3 megapiksel saja, tetapi noise yang tercipta juga cukup minim. Tingkat ketajaman gambar juga sangat terlihat.

smartphone-untuk-gaming-asus-zenfone-max-pro-m1-7

Lalu bagaimana dengan sisi kinerja? Tentu saja kinerjanya hanya terpaut sangat sedikit. Dengan jenis RAM yang sama, perbedaan akan terasa pada saat pengguna membuka banyak aplikasi. Kinerja saat bermain game seharusnya tidak akan terasa karena SoC yang digunakan sama persis, yaitu Snapdragon 636.

Kami pun melakukan beberapa pengujian dari sisi pengambilan gambar, terutama dari kamera utama. Pada kondisi cahaya yang terang, keduanya terlihat hampir sama. Namun, jika dilihat secara mendetail, tingkat ketajaman yang ada pada Max Pro M1 6 GB lebih detail.

Tingkat ketajaman pada saat tingkat cahaya yang lebih rendah juga ternyata lebih baik dibandingkan dengan versi 3/32 gB dan 4/64. Dan yang pasti, noise yang ada walaupun masih terlihat, tetapi lebih minimal untuk versi 6/64.

Harga resmi dari ASUS Zenfone Max Pro M1 adalah Rp. 3.399.000. Sedangkan 3/32 GB memiliki harga Rp. 2.199.000 dan 4/64 saat ini adalah Rp. 2.599.000. Dengan rentang harga yang cukup jauh, ada baiknya pengguna mempertimbangkan apakah penambahan RAM 2 GB serta kamera yang lebih baik pantas untuk dimiliki atau tidak.

Atau Anda memilih harga yang lebih murah dan melakukan tweaking sendiri untuk menggunakan Google Camera? Akan tetapi, yang perlu dipertimbangkan pula adalah saat sebuah kamera yang secara standar sudah bagus dalam mengambil gambar, hasilnya akan lebih baik lagi pada saat menggunakan Google Camera. Tentunya, semua pilihan itu kembali lagi kepada Anda sebagai pengguna.

Nano1 Ibarat GoPro untuk Astrofotografi

Tiga tahun lalu, sebuah startup asal Singapura bernama TinyMOS mencoba mewujudkan visinya untuk mendemokratisasi astrofotografi lewat kamera bernama Tiny1. Premis utama yang ditawarkan Tiny1 adalah menyajikan gambar berkualitas superior di kondisi sangat minim cahaya (syarat utama astrofotografi), dalam kemasan yang tidak lebih besar dari kamera saku.

Belum puas dengan pencapaiannya, TinyMOS pun sekarang sibuk mengembangkan produk baru dengan premis serupa. Namanya Nano1, dan yang cukup mengejutkan, ukurannya lebih kecil lagi daripada Tiny1. Tiga kali lebih kecil tepatnya, dengan bobot kurang dari 100 gram.

Komparasi ukuran Nano1 dan Tiny1 / TinyMOS
Komparasi ukuran Nano1 dan Tiny1 / TinyMOS

Alhasil, wujudnya jadi semakin mirip dengan GoPro. Kendati demikian, prinsip mirrorless rupanya masih dianut sekaligus lebih ditekankan lagi. Nano1 sanggup dipasangi dua macam lensa; satu tipe M12 yang diklaim sangat kecil, satu lagi lensa C-mount yang berukuran lebih besar dan mengemas optik yang lebih kapabel.

Fisik yang lebih ringkas bukan berarti performa Nano1 lebih inferior dibanding kakaknya. Sensor BSI (backside-illuminated) buatan Sony yang tertanam siap dipakai memotret dalam resolusi 12 megapixel (naik tiga kali lipat dari Tiny1), dan video pun sanggup direkam dalam resolusi 4K.

Nano1 rencananya bakal hadir bersama aplikasi pendamping sehingga pengguna dapat mengendalikannya dari jauh menggunakan iPhone atau smartphone Android. Transfer gambar secara wireless pun juga dapat dilakukan via aplikasi ini.

Dimensi Nano1 dibandingkan iPhone X / TinyMOS
Dimensi Nano1 dibandingkan iPhone X / TinyMOS

Di samping itu, TinyMOS juga bakal menawarkan aksesori yang tak kalah ringkas dari Nano1 sendiri. Salah satunya adalah mini tripod yang dapat dilipat secara rata ketika sedang tidak digunakan.

Sejauh ini Nano1 masih dalam tahap pengembangan, dan detail lebih lengkapnya baru akan disingkap bersamaan dengan peluncurannya di bulan April 2019. Buat yang penasaran dengan kapabilitasnya, berikut video time-lapse singkat hasil tangkapan Nano1 versi pre-production.

Sumber: DPReview dan TinyMOS.