10 Kamera untuk Video dengan Harga Kurang dari 10 Juta Rupiah yang Bisa Dibeli di Indonesia

Hampir semua kamera modern, termasuk halnya smartphone, bisa digunakan untuk menjepret foto dan merekam video sekaligus. Kendati demikian, tidak semuanya betul-betul didedikasikan untuk perekaman video.

Memilih kamera untuk video pada dasarnya lebih rumit ketimbang memilih kamera untuk foto, sebab yang perlu diperhatikan bukan cuma resolusi video yang dapat dihasilkan saja. Rekan saya, Lukman, sebelumnya sempat menuliskan sejumlah tips memilih kamera untuk video, dan di artikel ini, saya ingin memberikan rekomendasi langsung terkait kamera-kamera yang pantas dibeli, khususnya bagi yang memiliki bujet terbatas.

Tanpa basa-basi lebih jauh, berikut adalah 10 kamera untuk video yang bisa dibeli di Indonesia dengan dana kurang dari 10 juta rupiah.

1. Sony ZV-1

Dari perspektif sederhana, Sony ZV-1 pada dasarnya merupakan Sony RX100 yang sudah dioptimalkan untuk pengambilan video. Berbekal sensor 1 inci dan bodi yang ringkas, ia pantas dijadikan senjata andalan saat vlogging, apalagi jika melihat layarnya yang bisa dihadapkan ke depan. Keberadaan lensa 24-70mm f/1.8-2.8 juga membuatnya semakin fleksibel.

Kemampuan videonya pun tidak boleh diremehkan. Sony ZV-1 mampu merekam dalam resolusi maksimum 4K 30 fps dengan bitrate 100 Mbps dan tanpa pixel binning pada format XAVC S. Ia juga dibekali hot shoe dan colokan untuk mikrofon eksternal seandainya pengguna tidak puas dengan kualitas mikrofon bawaannya (yang sebenarnya sudah tergolong bagus).

Di Indonesia, kamera ini bisa dibeli dengan harga Rp9.499.000. Anda hanya perlu menyiapkan SD card, maka perangkat bisa langsung digunakan. Buat yang ingin tahu lebih detail mengenai kamera ini, Anda bisa membaca review lengkapnya di sini.

Link pembelian: Sony ZV-1

2. Sony RX0 II

Anda lebih suka dengan desain ala action cam? Coba lirik Sony RX0 II. Kamera ini betul-betul Sony rancang untuk videografer, baik yang masih amatir sampai yang sudah masuk kelas profesional. Para vlogger pun masuk sebagai target pasarnya, sebab layarnya memang bisa dilipat sampai menghadap ke depan.

Di balik ukurannya yang terbilang mungil, bernaung sensor 1 inci bertipe stacked dengan kemampuan merekam dalam resolusi 4K 30 fps, juga dengan bitrate 100 Mbps dan tanpa pixel binning pada format XAVC S. Seperti kebanyakan action cam, ia mengemas lensa fixed (24mm f/4.0). Input mikrofon pun juga tersedia bagi yang membutuhkan.

Dengan banderol Rp9.999.000, kamera ini bakal jadi upgrade yang sangat signifikan bagi mereka yang masih menggunakan smartphone untuk merekam video. Silakan baca artikel hands-on singkatnya seandainya masih penasaran.

Link pembelian: Sony RX0 II

3. Panasonic Lumix LX10

Alternatif lain buat para vlogger, kamera ini turut mengemas sensor 1 inci pada bodi mungilnya. Tipikal Panasonic, sensor tersebut ditandemkan dengan lensa Leica 24-72mm f/1.4-2.8. Sistem penstabil gambar 5-axis turut tersedia, tapi ini hanya bisa aktif ketika merekam video di resolusi 1080p ke bawah.

Namun tak usah khawatir, sebab kamera ini tetap mampu merekam dalam resolusi maksimum 4K 30 fps di bitrate 100 Mbps. Kekurangannya mungkin hanya satu: ia tidak punya port mikrofon. Oh dan satu lagi, ia merupakan produk keluaran tahun 2016. Terlepas dari itu, ia tetap sangat bisa diandalkan untuk keperluan merekam video, dengan catatan dana Anda tidak kurang dari Rp9.499.000.

Link pembelian: Panasonic Lumix LX10

4. Panasonic Lumix G85

Kalau yang diincar adalah fleksibilitas terbaik, maka Anda harus mempertimbangkan kategori mirrorless. Di rentang harga ini, ada Lumix G85. Ia dibekali sensor Micro Four Thirds dan sanggup merekam dalam resolusi 4K 30 fps dengan bitrate 100 Mbps. Ia bahkan punya port HDMI out untuk disambungkan ke external recorder.

Kamera ini memang bukan model yang paling baru, tapi harganya sudah tinggal Rp7.999.000, sehingga sisa dua jutanya bisa dibelikan lensa. Memangnya ada lensa semurah itu yang mendukung autofocus? Well, silakan tengok lensa 14-42mm f/3.5-5.6 milik Olympus, yang sepenuhnya kompatibel dan dijual seharga 1,3 juta saja. Atau kalau bujet Anda bisa melar sedikit, tersedia pula bundel G85 plus lensa 25mm f/1.7 seharga 10,5 juta.

Link pembelian: Panasonic Lumix G85 (body only)

5. Fujifilm X-T200

Mirrorless lain yang patut dilirik adalah Fujifilm X-T200, yang bisa didapat seharga Rp9.499.000, sudah termasuk lensa 15-45mm f/3.5-5.6. Ia mengemas sensor APS-C dan sanggup merekam video 4K secara proper di 30 fps, dengan bitrate maksimum 100 Mbps, tidak seperti pendahulunya yang terbatas di 4K 15 fps saja (alias tidak usable).

Seperti hampir semua kamera yang ada di artikel ini, layarnya juga bisa dihadapkan ke depan sehingga cocok untuk keperluan vlogging. Hot shoe dan colokan 3,5 mm juga tersedia sehingga pengguna bisa memasangkan mikrofon eksternal dengan mudah.

Link pembelian: Fujifilm X-T200

6. Canon PowerShot G7 X Mark III

Model compact premium dari Canon ini menawarkan peningkatan pesat dibanding generasi sebelumnya dalam bentuk sensor 1 inci bertipe stacked. Kemampuan videonya pun juga dirombak besar-besaran. 4K 30 fps dengan bitrate 120 Mbps adalah opsi tertinggi yang bisa dipakai, dan ia bahkan dibekali mode khusus untuk live streaming ke YouTube dalam resolusi 1080p 30 fps. Ya, langsung dari kamera dengan mengandalkan Wi-Fi.

Canon bahkan mengambil satu langkah ekstra dengan menyematkan mode perekaman video vertikal, sehingga hasilnya bisa langsung diedit di smartphone dan dibagikan ke media sosial. Ia memang tidak punya hot shoe, tapi setidaknya masih ada colokan 3,5 mm untuk mengakomodasi mikrofon eksternal.

Harganya? Rp9.499.000 saja. Simak juga ulasan lengkapnya untuk mendapatkan impresi yang lebih lengkap.

Link pembelian: Canon PowerShot G7 X Mark III

7. Insta360 One R 1-Inch Edition

Buat yang berniat membawa kameranya bertualang, Anda tentu butuh action cam dengan fisik yang tangguh. Salah satu kandidatnya adalah Insta360 One R 1-Inch Edition yang dijual seharga Rp8.749.000. Kamera ini tak hanya sekadar mengandalkan bodi yang kokoh saja (bisa menyelam sampai 5 meter tanpa bantuan casing tambahan), tetapi spesifikasinya pun sangat mumpuni berkat sensor 1 inci dan lensa 14,4mm f/3.2 yang dikembangkan bersama Leica.

Resolusi maksimum yang dapat direkam adalah 5,3K 30 fps dengan bitrate 100 Mbps. Namun hal menarik lain dari kamera ini adalah desain modularnya; sensor dan lensanya itu bisa dicopot dan diganti dengan modul yang lain. Insta360 bahkan punya modul berlensa ganda yang dapat dipakai untuk merekam video 360 derajat.

Link pembelian: Insta360 One R 1-Inch Edition

8. GoPro Max

Kalau memang yang diincar adalah perekaman video 360 derajat, maka GoPro Max bisa jadi salah satu alternatif yang menarik. Menarik karena selain bisa merekam video 360 derajat dalam resolusi 5,6K 30 fps, ia juga dapat berperan sebagai action cam biasa maupun kamera vlogging, meski di mode ini resolusinya cuma terbatas di 1440p 60 fps saja.

Seperti GoPro modern lain, Max turut dibekali sistem stabilisasi HyperSmooth yang sangat efektif dalam meredam guncangan. Total ada enam buah mikrofon yang tertanam di kamera ini, dan GoPro mengklaim kinerjanya tak kalah dari shotgun mic.

GoPro Max memang sudah tidak tergolong baru, tapi itu berarti harganya pun sudah turun menjadi Rp7.828.000. Namun kalau Anda menginginkan yang terbaik dari GoPro, masih ada kamera lain yang lebih oke.

Link pembelian: GoPro Max

9. GoPro Hero10 Black

Kamera lain yang saya maksud adalah GoPro Hero10 Black yang masih sangat gres. Dibandingkan versi sebelumnya, Hero10 mengemas sensor baru sekaligus prosesor baru. Alhasil, kemampuan perekaman videonya naik menjadi 5,3K 60 fps, atau 4K 120 fps. Ya, Anda bisa menciptakan adegan slow-motion di resolusi 4K menggunakan kamera ini.

Kinerja kamera secara keseluruhan juga lebih gegas daripada pendahulunya, sehingga semua pemrosesan bakal rampung dalam waktu yang lebih singkat. Pembaruan pada sistem penstabil gambarnya berarti ia dapat meredam guncangan yang lebih ekstrem daripada sebelumnya.

Di Indonesia, pre-order GoPro Hero10 Black saat ini sudah dibuka di harga Rp8.499.000, dengan estimasi kedatangan pada akhir Oktober 2021. Buat yang sebelumnya memiliki Hero9, semua aksesori untuk kamera tersebut kompatibel dengan Hero10.

Link pembelian: GoPro Hero10 Black

10. DJI Pocket 2

Untuk mendapatkan stabilisasi yang lebih baik, videografer biasanya memanfaatkan alat bantu bernama gimbal. Kalau tidak mau ribet, Anda juga bisa mencari kamera yang dari sananya memang sudah dibekali gimbal bawaan. Contohnya seperti DJI Pocket 2 ini.

Duduk manis di gimbal 3-axis miliknya adalah sensor 1/1,7 inci dan lensa 20mm f/1.8 yang siap digunakan untuk merekam video 4K 60 fps dengan bitrate 100 Mbps. Berkat keberadaan sebuah layar mungil, kamera ini tentu juga sangat ideal untuk vlogging.

Konsumen tanah air bisa membeli kamera ini seharga Rp5.999.000. Sederet aksesori opsional juga tersedia guna semakin menambah fleksibilitasnya.

Link pembelian: DJI Pocket 2

Instax Link Wide Adalah Printer Smartphone Terbaru Fujifilm dengan Format Instant Film Instax Wide

Fujifilm telah mengumumkan printer smartphone baru Instax Link Wide yang mampu mencetak foto berukuran lebih besar menggunakan format instant film Instax Wide. Konsepnya serupa dengan Instax Mini Link, cukup sambungkan smartphone Anda melalui Bluetooth, lalu gunakan aplikasi untuk mengedit dan mencetak foto dengan format Instax dari rol kamera Anda.

Instant film Instax Mini yang digunakan Instax Mini Link hanya berukuran 86×54 mm dan fotonya 62×46 mm, cukup kecil dan dapat dengan mudah disimpan di dalam dompet. Sementara, Instax Wide punya dimensi 86×108 mm dan foto di dalamnya 62×99 mm, jauh lebih besar dan cocok buat pajangan di dinding maupun di meja.

Instax-Link-Wide-1 Instax-Link-Wide

Dengan demikian, bentuk dari printer Instax Link Wide memang lebih bongsor daripada Instax Mini Link. Namun masih cukup ringkas dibawa bepergian, dimensinya 139×127.5×33.7 mm dengan bobot 340 gram termasuk instant film dan dilengkapi dengan dock bawaan.

Instax Link Wide juga kompatibel dengan kamera mirrorless Fujifilm X-S10 dan memungkinkan Anda mencetak langsung dari kamera tersebut. Kombinasinya dengan fitur film simulation dapat menghasilkan warna yang sangat menarik.

Tentu saja, Anda tetap bisa mencetak foto yang diambil dari kamera smartphone atau kamera mirrorless lain. Caranya dengan mengirimkannya ke smartphone dan kemudian ditambahkan ke aplikasi Instax Link.

Mode color rich dan natural di Fujifilm Instax Link Wide.
Mode color rich dan natural di Fujifilm Instax Link Wide.

Untuk sekali pengisian daya, Fujifilm mengklaim bahwa Instax Link Wide dapat mencetak hingga 100 kali. Ada dua mode pencetakan yang tersedia, rich dan natural yang memungkinkan Anda memilih antara keluaran warna terang dan imersif atau jenuh dan klasik.

Harga printer smartphone terbaru dari Fujifilm ini dibanderol US$149,95 atau sekitar Rp2,1 jutaan dengan pilihan warna ash white dan mocha gray. Fujifilm juga bakal memperkenalkan varian baru dari film Instax Wide dengan harga US$21,99 isi 10 lembar.

Sumber: TheVerge

Sony Alpha ZV-E10 Adalah Kamera Vlogger Ringkas dengan Sensor APS-C dan Lensa yang Dapat Ditukar

Sony Indonesia akhirnya resmi meluncurkan Alpha ZV-E10, kamera mirrorless dengan lensa yang dapat ditukar dan didesain khusus untuk para vlogger. Harganya dibanderol Rp10.999.000 dengan lensa kit 16-50 mm, akan hadir di Indonesia pada bulan November 2021 dalam warna hitam dan putih.

Bila mengikuti pre-order yang dibuka dari tanggal 29 September 2021 hingga 17 Oktober 2021. Anda bisa mendapatkan keuntungan berupa program purchase with purchase spesial untuk produk Shooting Grip GP-VPT2BT seharga Rp1.199.000 dan microphone ECM-W2BT seharga Rp3.399.000.

Kazuteru Makiyama, President Director PT Sony Indonesia menyampaikan, “Kami menilai bahwa diperlukan cara baru dalam memperlihatkan serta menyalurkan karya secara lebih kreatif, seru, dan ekspresif. Maka dari itu, kami sangat antusias untuk memperkenalkan kamera seri Alpha terbaru yang secara khusus didesain untuk para vlogger.”

Alpha ZV-E10 adalah kamera mirrorless dengan sensor besar – APS-C Exmor CMOS yang didesain untuk memudahkan penggunanya dalam berkreasi secara maksimal. Kamera ini juga memungkinkan para pengguna untuk mengganti-ganti lensa dengan mudah, sesuai dengan kebutuhan, agar dapat berkarya secara maksimal. Alpha ZV-E10 sangat cocok bagi para vlogger yang ingin beralih pada pengaturan yang lebih canggih, namun memiliki fitur yang mudah digunakan“, tambahnya.

Desain Video-first dan Fitur Alpha ZV-E10

Seperti yang sudah saya bahas saat peluncuran global ZV-E10, ia merupakan versi advanced dari ZV-1, kamera compact 1 inci yang nyaris sempurna untuk daily vlog. Lewat ZV-E10, Sony menawarkan semua fitur yang dibutuhkan untuk pembuat konten awal atau yang ingin meningkatkan kualitas produksinya dengan sensor lebih besar CMOS Exmor APS-C 24,2MP dan sistem Sony E-mount yang membebaskan pengguna memasang lensa yang dibutuhkan.

Meski begitu, Sony mengemasnya dengan desain video-first dalam bentuk yang ringkas. Di mana sudah dilengkapi dengan layar LCD vari-angle bukaan samping, hot shoe, dan port mikrofon yang memungkinkan para vlogger menghubungkan mikrofon eksternal di atas kamera.

Selain itu, ZV-E10 juga didukung dengan berbagai fungsi lain yang mudah digunakan dan dirancang khusus untuk foto dan video. Termasuk tombol still/movie/slow dan quick motion baru yang terletak di atas kamera. Fitur video khusus dari ZV-1 juga turut dihadirkan, termasuk background defocus yang dapat beralih antara latar belakang bokeh dan tajam dengan mulus. Serta, mode product showcase setting yang memungkinkan kamera mengalihkan fokus dari wajah subjek ke objek yang disorot secara otomatis.

Saat dipasangkan dengan Shooting Grip opsional dengan Wireless Remote Commander (GP-VPT2BT), pengambilan gambar satu tangan disederhanakan dengan kemudahan akses zoom, record dan tombol yang dapat disesuaikan. Lampu perekaman (tally light) juga tersedia di bagian depan bodi untuk indikasi status perekaman. Frame merah pada layar LCD juga muncul saat perekaman untuk memberitahu pengguna dengan cepat dan mudah jika perekaman aktif saat berada di belakang kamera.

Untuk perekaman videonya, ZV-E10 mendukung hingga resolusi video 4K melalui pixel readout penuh tanpa pixel binning dengan Codec XAVC S dan bitrate 100Mbps. Juga Slow Motion 1080p 120fps dan turut didukung picture style seperti hybrid Log-Gamma (HDR), S-Gamut3.Cine, S-Log3, S-Gamut3, dan S-Log3. Serta, dilengkapi dengan stabilisasi gambar elektronik dengan mode aktif yang menghadirkan perekaman video stabil, bahkan pada saat berjalan dan pengambilan gambar dengan tangan.

Tentu saja, ZV-E10 sudah dilengkapi Fast Hybrid AF dan Real-time Eye AF untuk video, serta Real-time Tracking yang dapat melacak wajah dan mata subjek untuk pemfokusan otomatis yang cepat dan tepat. Menggunakan algoritma Face Priority AE, ZV-E10 secara otomatis dapat mengoreksi pencahayaan sehingga wajah subjek tidak terlalu terang maupun terlalu gelap ketika gambar diambil dalam pengaturan berbeda dengan perubahan cahaya yang dramatis.

Alpha ZV-E10 juga merupakan kamera yang sangat cocok untuk menunjang kegiatan para pengguna yang sedang menerapkan work from home, school from home, atau kegiatan online lainnya. Karena kamera ini dapat digunakan sebagai webcam atau kamera live streaming berkualitas tinggi hanya dengan menghubungkannya ke PC atau smartphone untuk meningkatkan mobilitas saat streaming tanpa memerlukan software tambahan. Alpha ZV-E10 mendukung standar yang digunakan untuk kamera USB seperti UVC (USB Video Class) / UAC (USB Audio Class).

Samsung Ungkap Fitur Canggih dari Sensor Gambar 200MP ISOCELL HP1

Sebelumnya pada awal bulan September, Samsung telah memperkenalkan sensor gambar flagship ISOCELL HP1 yang menawarkan resolusi mencapai 200MP. Padahal 108MP saja sudah tergolong sangat tinggi dan kini Samsung telah mengungkap lebih detail fitur-fitur canggih dari sensor tersebut.

Keunggulan sensor ISOCELL HP1 ini adalah dapat menghasilkan output gambar yang berbeda sesuai kondisi pencahayaan. Hal itu berkat algoritme remosaicing yang berbasis deep learning.

Dalam kondisi minim cahaya, ia akan menggunakan metode pixel binning 4×4 yang menggabungkan 16 piksel menjadi satu piksel untuk mencapai foto 12,5MP dengan piksel besar 2,56 μm. Sebaliknya saat memotret di kondisi cahaya yang ideal, ia akan menggunakan 2×2 untuk foto50 MP dengan piksel 1,28 μm.

Pada mode 50MP, ia dapat merekam video 8K (7.680×4.320 piksel) pada frame rate 30 fps dengan crop minimum. Pengguna juga diizinkan menggunakan resolusi native 200MP dengan piksel 0,64 μm.

Proses pengambilan gambarnya didukung teknologi Smart-ISO Pro yang dapat meningkatkan kualitas foto di kondisi pencahayaan dengan kontras tinggi dengan menggabungkan bidikan ISO rendah dan tinggi menjadi satu. Juga dapat meningkatkan kualitas video HDR yang lebih tajam dan artefak gerak yang lebih sedikit.

Kemudian ada Staggered HDR yang menawarkan dynamic range lebar hingga 100dB, caranya dengan mengambil frame pada short, middle, dan long exposure untuk mengekspos shadow dan highlight secara akurat. Serta, mendukung teknologi multisampling untuk mengurangi noise dengan menganalisis beberapa pembacaan setiap piksel dan meratakannya menjadi satu.

Selain itu, untuk memastikan kinerja sistem autofocus yang cepat dan akurat, Samsung melengkapi ISOCELL HP1 dengan teknologi phase detection Double Super PD. Dengan piksel autofocus dua kali lebih banyak dari Super PD sehingga dapat menangkap subjek yang bergerak cepat.

Sumber: GSMArena

Canon EOS R3 Resmi Dirilis, Siap Tandingi Sony A1 di Segmen Kamera Mirrorless Berperforma Tinggi

Setelah ditunggu-tunggu sejak bulan april, Canon EOS R3 akhirnya resmi diperkenalkan. Kamera ini merupakan mirrorless paling flagship di antara semua penawaran Canon saat ini, dengan performa melampaui banyak kamera DSLR sekalipun.

Rahasianya terletak pada penggunaan sensor full-frame 24 megapiksel generasi baru yang bertipe stacked hasil rancangan dan produksi Canon sendiri. Ini merupakan pertama kalinya Canon memakai sensor semacam ini, dan lonjakan performa yang dihadirkan benar-benar di atas standar kamera mirrorless secara umum.

Menggunakan shutter elektronik, EOS R3 mampu menjepret foto tanpa henti dengan kecepatan 30 fps selagi tracking autofocus-nya aktif (Servo AF), setara dengan yang ditawarkan oleh Sony A1. Kecepatan maksimum shutter elektroniknya mencapai angka 1/64.000 detik.

Kalau menggunakan shutter mekanik, kecepatannya turun menjadi 12 fps. Namun angka ini masih sangat impresif mengingat Sony A1 ‘hanya’ menawarkan 10 fps dengan shutter mekanik. Untuk kecepatan shutter mekaniknya, EOS R3 menawarkan opsi tertinggi di 1/8.000 detik.

Dengan performa sengebut itu, EOS R3 semestinya bakal menarik perhatian para fotografer olahraga maupun fotografer satwa liar. Tidak kalah penting adalah kinerja sistem autofocus-nya. EOS R3 menawarkan fitur bernama Eye Control AF, dan sesuai namanya, fitur ini memungkinkan pengguna untuk menetapkan titik fokus hanya dengan melihat ke arah yang ingin difokuskan selagi membidik menggunakan viewfinder. Sangat intuitif.

Untuk keperluan merekam video, EOS R3 memang belum bisa merekam dalam resolusi 8K. Meski begitu, pengguna bisa memilih antara dua opsi yang tak kalah high-end: 6K 60 fps dalam format RAW, atau 4K 120 fps 10-bit tanpa crop. EOS R3 juga dibekali sistem penstabil gambar 5-poros, sehingga pengguna bisa tetap percaya diri meski memakai lensa yang tidak dilengkapi OIS.

Secara desain, EOS R3 tampak mirip seperti DSLR Canon EOS 1D X Mark III yang mengadopsi rancangan dual grip. Rangkanya terbuat dari magnesium utuh, dengan tingkat weather-proofing yang selevel dengan yang ditawarkan oleh EOS 1D X Mark III. Namun berhubung mirrorless, dimensi EOS R3 lebih ringkas, dan bobotnya pun jauh lebih ringan; 822 gram (R3) dibanding 1.250 gram (1D X Mark III), tanpa lensa.

EOS R3 mengemas viewfinder elektronik dengan panel 120 fps beresolusi 5,76 juta dot. Di atasnya, pengguna bisa menjumpai multi-function shoe generasi baru yang kompatibel dengan lebih banyak macam aksesori. EOS R3 punya dua slot memory card; satu untuk CF Express, satu untuk SD card UHS-II.

Di Amerika Serikat, Canon EOS R3 dijadwalkan masuk ke pasaran pada bulan November dengan harga $5.999 (body only), lebih murah $500 daripada Sony A1. Sejauh ini belum ada informasi soal ketersediaannya di Indonesia. Namun kabarnya, stok EOS R3 bakal cukup langka di seluruh dunia.

Sumber: DPReview.

GoPro Hero10 Black Diumumkan, Janjikan Kualitas Gambar Lebih Baik dan Performa Lebih Responsif

Setahun pasca dirilis, GoPro Hero9 Black sudah punya suksesor, yaitu GoPro Hero10 Black. Action cam generasi terbaru ini menjanjikan peningkatan dari segi kualitas gambar, kestabilan perekaman, serta performa keseluruhan yang lebih responsif.

Secara bentuk, Hero10 identik dengan pendahulunya, hanya saja bodinya kini dihiasi aksen berwarna biru. Semua aksesori yang didesain untuk Hero9 dipastikan kompatibel dengan Hero10, termasuk halnya Max Lens Mod untuk memperluas bidang pandang. Bahkan modul baterai yang digunakannya pun sama persis.

Kulit luarnya boleh sama, tapi jeroannya rupanya telah dirombak cukup drastis. Pertama-tama, ada sensor baru dengan resolusi 23 megapiksel. Kedua, Hero10 turut mengemas prosesor anyar bernama GP2. Sebagai informasi, Hero9 menggunakan GP1, prosesor rancangan GoPro sendiri yang sudah eksis semenjak era Hero6 di tahun 2017.

Chip baru tersebut memungkinkan Hero10 untuk merekam video dalam resolusi yang lebih tinggi lagi: 5,3K 60 fps, atau bisa juga 4K 120 fps. Kemampuannya merekam adegan slow-motion pun juga ditingkatkan; masih dengan kecepatan 240 fps, tapi kini di resolusi 2,7K ketimbang 1080p.

Namun imbas positif penggunaan chip anyar ini tidak berhenti sampai di situ saja, sebab kinerja Hero10 secara keseluruhan juga meningkat pesat dibanding pendahulunya. Untuk urusan mengambil foto HDR misalnya, pengujian yang dilakukan The Verge membuktikan bahwa Hero10 mampu menjepret tiga foto di saat Hero9 masih belum selesai mengolah foto yang pertama.

Proses memindah foto dan video ke smartphone secara nirkabel (via aplikasi GoPro Quik) juga diklaim 30 persen lebih cepat pada Hero10. Pengguna juga bisa menyambungkan Hero10 ke smartphone dengan kabel untuk mendapatkan kecepatan transfer data hingga 50 persen lebih kencang daripada secara wireless.

GoPro Hero10 Black kompatibel dengan semua aksesori milik Hero9 Black / GoPro

Alternatifnya, Hero10 juga bisa langsung mengunggah konten ke cloud selagi baterainya dicas, dengan catatan pengguna sudah terdaftar sebagai subscriber layanan berbayar GoPro.

Terakhir, Hero10 turut menghadirkan sistem penstabil gambar generasi terbaru, yakni HyperSmooth 4.0 yang diklaim lebih efektif lagi dalam hal meredam guncangan yang ekstrem. Di Amerika Serikat, action cam ini sudah bisa dibeli seharga $500, atau kurang lebih sekitar 7,1 jutaan rupiah.

Sumber: PetaPixel dan GoPro.

Gimbal Smartphone DJI OM 5 Resmi Hadir di Indonesia, Lebih Ringkas dan Bisa Diperpanjang

DJI telah memperkenalkan perangkat gimbal smartphone generasi terbarunya, DJI OM 5. Bersama Erajaya, hari ini DJI membuka pre-order untuk DJI OM 5 dengan harga Rp1.469.000 dan akan berlangsung hingga 23 September 2021.

Apa saja peningkatan yang dibawa oleh DJI OM 5 dibandingkan dengan pendahulunya (DJI OM 4)? Dari segi dimensi, ukuran DJI OM 5 jauh lebih ringkas, baik saat siap digunakan ataupun saat dilipat yakni 264.5×111.1×92.3 mm dan 174.7×74.6×37 mm saat terlipat.

Berat gimbal juga lebih ringan, dari 390 gram menjadi 292 gram, ditambah magnetic phone clamp 34 gram. Ia kompatibel dengan smartphone yang berbobot 230 ± 60 gram, dengan ketebalan 6.9-10 mm, dan lebar 67-84 mm.

Selain itu, DJI OM 5 kini memiliki extension rod bawaan yang bisa dipanjangkan hingga 215 mm. Ini fitur yang sangat berguna saat perekaman untuk mencoba gerakan yang lebih epic seperti di film.

Dari segi fitur, teknologi stabilisasi 3-axis DJI OM 5 mengalami peningkatan yang mana dapat menstabilkan dan mendukung smartphone yang lebih berat. Fitur ActiveTrack juga diperbarui ke versi 4.0 untuk pelacakan yang lebih akurat dengan gerakan lebih halus.

Gimbal ini juga mengemas lebih banyak mode pemotretan, selain story mode sekarang ada ShotGuides yang secara otomatis dapat mengenali scene, merekomendasikan template, dan membantu pengguna menguasai setiap bidikan.

Pre-order DJI OM 5 berlangsung hingga 23 September 2021 secara offline di 12 jaringan outlet Urban Republic, DJI Authorized Retail Store di Grand Indonesia, serta di outlet Erafone dan iBox Store tertentu. Pre-order juga dapat dilakukan secara online melalui platform eraspace.com, DJI official store di marketplace Tokopedia, Shopee, Blibli, Lazada dan JD.

Kami bangga dipercaya oleh DJI sebagai strategic partner-nya di Indonesia, dan pada kesempatan ini meluncurkan produk gimbal terbaru dengan kemampuan mumpuni dan teknologi terkini. Produk seperti seri DJI Osmo Mobile ini dapat membantu content creators profesional atau pengguna kasual untuk membuat konten gambar atau video dengan hasil yang berkualitas, bermodalkan smartphone mereka saja”, Djohan Sutanto, CEO Erajaya Active Lifestyle.

Erajaya selaku distributor tunggal produk DJI di Indonesia meyakini DJI OM 5 akan menjadi produk gimbal terfavorit di kelasnya dan akan meneruskan kisah sukses seri Osmo Mobile sebelumnya. Pelanggan dapat melihat dan mencoba produk DJI ini atau model lainnya di gerai eksklusif DJI di Grand Indonesia, lantai 3A,” tambahnya.

DJI OM 5 dibanderol seharga Rp 2.449.000, dan tersedia dalam dua pilhan warna, Sunset White dan Athens Gray. Harga tersebut sudah termasuk penyangga magnetik, tripod, kabel daya, tali pergelangan tangan, dan kantong penyimpanan. Pengambilan dan pengiriman unit pre-order DJI OM 5 akan dimulai pada tanggal 24 September 2021. Selama periode pre-order, pelanggan berkesempatan untuk mendapatkan cashback senilai Rp 150.000 dan cicilan 0% hingga 18 bulan dengan menggunakan Kartu Kredit Bank BCA dan Bank Mandiri di jaringan outlet Urban Republic dan DJI Authorized Retail Store.

Dengan iterasi penstabil ponsel pintar DJI OM selama bertahun-tahun, kami bertujuan untuk menurunkan ambang batas pemotretan berkualitas tinggi dan profesional dengan menawarkan pengguna alat bantu yang lebih terjangkau dan bermanfaat bagi kegiatan keseharian mereka,” ujar Paul Pan, Manajer Lini Produk Senior DJI.

Sebagai tambahan informasi, pada bulan Agustus lalu, DJI telah meluncurkan seri DJI OM 4 SE secara global. DJI Osmo Mobile seri tersebut juga sudah mulai dapat dipesan melalui sistem pre-order di jaringan outlet Urban Republic dan DJI Authorized Retail Store.

Periode pre-order DJI OM 4 SE berlangsung hingga 12 September 2021 dengan jadwal pengambilan dan pengiriman unit pre-order yang dimulai pada tanggal 13 September 2021. Dibanderol dengan harga Rp1.469.000, setiap pemesanan DJI OM 4 SE pelanggan juga akan mendapatkan gratis Eraclub Gift Card senilai Rp 80.000 untuk pembelian produk DJI berikutnya.

Dibanderol $3.999, Fujifilm GFX 50S II Adalah Kamera Mirrorless Medium Format Termurah Fujifilm Sejauh Ini

Dengan ukuran sensor yang lebih besar dari kamera mirrorless full-frame, wajar apabila kamera mirrorless medium format seperti Fujifilm GFX 100S dijual dengan harga selangit. Namun tidak selamanya harus seperti itu, sebab seiring waktu ongkos pengembangan suatu teknologi pasti akan terus menurun, sehingga pada akhirnya pabrikan bisa menjual produk dengan harga yang lebih murah.

Kira-kira begitulah sentimen yang saya dapat setelah mendengar kabar tentang perilisan Fujifilm GFX 50S II. Dibanderol $3.999, atau kurang lebih sekitar 57 jutaan rupiah, ia merupakan kamera medium format paling terjangkau yang pernah Fujifilm luncurkan. Memang belum bisa dikatakan murah, tapi setidaknya bisa membantu konsumen mengalokasikan sisa dana yang ada ke lensa.

GFX 50S II mengemas sensor medium format beresolusi 51,4 megapixel, sementara kemampuan merekam videonya terbatas di resolusi 1080p. Tidak seperti GFX 100S yang dibekali sistem phase-detect autofocus, GFX 50S II masih mengandalkan sistem contras-detect. Meski demikian, Fujifilm mengklaim GFX 50S II punya kemampuan Face / Eye Detection AF yang lebih akurat daripada generasi pertamanya.

Ini dimungkinkan berkat penggunaan chip X-Processor 4 seperti yang terdapat pada GFX 100S. Singkat cerita, bila dibandingkan dengan pendahulunya, GFX 50S II punya sensor yang sama, tapi prosesornya lebih baru.

Yang cukup istimewa dari GFX 50S II adalah sistem IBIS (in-body image stabilization) lima porosnya, yang diklaim mampu mengompensasi guncangan hingga 6,5 stop, paling baik di antara semua kamera dari lini Fujifilm GFX. Berkat sistem IBIS yang efektif, GFX 50S II jadi bisa menawarkan Pixel Shift Multi-Shot, yakni fitur untuk menghasilkan foto beresolusi 200 megapixel dengan cara menjepret dan menggabungkan 16 gambar dalam format RAW.

Dari segi fisik, GFX 50S II mengemas bodi yang identik dengan GFX 100S, bahkan bobotnya pun sama-sama 900 gram. Pengguna dapat menjumpai layar kecil (1,8 inci) di pelat atasnya yang berfungsi sebagai indikator parameter exposure, sementara sisi belakangnya dihuni oleh LCD 3,2 inci yang dapat dimiringkan ke tiga arah yang berbeda, plus viewfinder elektronik dengan panel OLED beresolusi 3,69 juta dot.

Seperti yang sudah disebutkan, Fujifilm GFX 50S II akan dijual dengan harga $3.999 (body only), jauh lebih murah daripada GFX 50S orisinal yang dihargai $6.499 ketika pertama diluncurkan di tahun 2017.

Fujifilm juga akan menjual GFX 50S II bersama lensa baru GF 35-70mm f/4.5-5.6 WR dengan harga $4.499. Di Amerika Serikat, pemasarannya dijadwalkan berlangsung mulai akhir bulan Oktober 2021.

Sumber: DPReview.

RED V-RAPTOR ST Adalah Cinema Camera Flagship, Dukung Perekaman 8K 120fps

RED Digital Cinema telah mengumumkan cinema camera flagship terbarunya, V-RAPTOR ST. Kamera yang dibanderol mencapai US$24.500 atau sekitar Rp349,5 jutaan ini merupakan kamera RED pertama dari generasi DSMC3 baru RED.

V-Raptor ST dilengkapi sensor CMOS 8K VV 35,4MP. Dengan ukuran diagonal 46,31mm, sensor 8K multi-format ini lebih besar dari sensor full-frame 35mm standar. RED mengklaim sensor ini memiliki dynamic range lebih dari 17 stop.

Ia dapat merekam codec REDCODE RAW 16-bit RED dengan resolusi 8K pada frame rate 120fps (17:9), 4K pada 240fps (17:9), dan 2K 480fps (17:9). Dukungan resolusi dan frame rate tinggi ini tentunya memberikan editor fleksibilitas ekstra saat post-production.

RED menggunakan dukukan lensa Canon RF yang berarti kompatibel dengan lensa Canon RF yang ekosistemnya semakin kuat dan mendukung lensa Canon EF dengan adaptor yang kompatibel. Bodi kamera terbuat dari aluminum alloy dan memiliki mount 1/4 inci yang dibor di seluruh bagian. Pada bagian belakangnya terdapat output SDI dan sisi kiri memiliki port untuk penyimpanan, V-Raptor ST menggunakan kartu CFexpress standar seperti Komodo.

Bagian samping terdapat layar bawaan kecil untuk pengoperasian kamera, tetapi untuk preview video perlu menggunakan layar eksternal. Kamera dapat mengirim feed 1080p secara nirkabel melalui jaringan WiFi ke monitor eksternal. Pengguna juga dapat mengontrol kamera dan mendapatkan live preview dari smartphone Android atau iOS menggunakan aplikasi RED Control.

RED V-Raptor ST dibanderol dengan harga US$24.500 untuk body only dengan adaptor daya untuk menjalankan kamera dari sumber listrik. Sementara, untuk paket lengkapnya starter pack dibanderol US$29.580 dan termasuk DSMC3 RED Touch 7-inch LCD, 660GB RED PRO CFexpress card, RED CFexpress card reader, 2x REDVOLT MICRO-V battery packs, RED battery charger, 2x V-Raptor wing grip, dan RED EXT-to-Timecode Cable.

Sumber: GSMArena

5 Webcam Pilihan untuk WFH dan SFH, Dari yang Murah Sampai yang Mahal

Tidak seperti laptop ataupun headset, webcam adalah kategori produk elektronik yang popularitasnya melejit tanpa disengaja karena pandemi. Tren WFH dan SFH secara langsung menjadikan webcam bak suatu komoditas, terutama di kalangan konsumen yang menggunakan PC ketimbang laptop untuk menjalani kesehariannya selama pandemi.

Kendati demikian, saya juga kenal beberapa pengguna laptop yang mempertimbangkan untuk membeli webcam karena sejumlah alasan, mulai dari yang webcam bawaan laptop-nya rusak, sampai yang sebatas ingin tampil lebih prima dalam rapat virtual bersama koleganya.

Kalau Anda termasuk salah satunya, semoga artikel ini bisa membantu. Berikut adalah 5 webcam pilihan untuk WFH dan SFH, urut dari yang paling murah sampai yang paling mahal.

1. M-Tech WB600

Saya yakin Anda bisa menemukan banyak webcam lain yang lebih murah dari yang satu ini di platform e-commerce lokal, akan tetapi saya pribadi memilihnya karena dua alasan: garansinya cukup panjang (1 tahun), dan kebetulan saya sendiri pernah mencoba dan cukup puas dengan webcam dari brand yang sama, meski memang model yang saya gunakan adalah versi yang lebih lawas (WB500).

Sama seperti pendahulunya, WB600 menawarkan resolusi maksimum 1920 x 1080 pixel (tanpa autofocus) dan mekanisme plug-and-play (dapat langsung digunakan tanpa perlu instalasi driver). Yang berbeda, ia mengemas lampu LED terintegrasi yang dapat menyala dalam tiga opsi warna (putih, putih hangat, kuning) untuk membantu meningkatkan kualitas gambar di ruangan dengan kondisi pencahayaan yang kurang optimal.

Harganya? Rp220.000 saja.

Link pembelian: M-Tech WB600

2. Logitech C615

Dengan budget Rp618.000, Anda sebenarnya sudah bisa mendapatkan webcam beresolusi 1080p dari brand sekelas Logitech. Bukan cuma itu, webcam bernama Logitech C615 ini juga mendukung autofocus, yang berarti ketika Anda mendekatkan sesuatu yang memiliki teks ke lensanya — entah itu buku atau smartphone — teksnya bakal tetap kelihatan tajam.

Satu keunikan C615 yang tidak dimiliki mayoritas webcam lain adalah fitur swivel 360 derajat. Jadi selagi dijepitkan ke atas layar, bodi kameranya dapat diputar-putar untuk membantu mendapatkan gambar pada sudut yang tepat. Saat sedang tidak digunakan, ia juga dapat dilipat menjadi datar, memudahkan penyimpanan tanpa khawatir lensa kacanya bakal tergores.

Link pembelian: Logitech C615

3. Logitech C920

Salah satu kekurangan terbesar Logitech C615 tadi adalah mikrofonnya masih mono. Kalau Anda membutuhkan kualitas audio yang lebih baik berkat mikrofon stereo, maka Logitech C920 ini bisa jadi pilihan. Harganya memang lebih mahal — Rp999.000 — tapi beruntung yang di-upgrade bukan cuma dari sektor audionya saja.

Resolusinya memang sama-sama 1080p, akan tetapi C920 menjanjikan kualitas video secara keseluruhan yang lebih baik daripada C615, lengkap beserta kinerja autofocus yang lebih bisa diandalkan. Kabelnya juga lebih panjang 55 cm, memberikan fleksibilitas ekstra dalam hal penempatan kamera.

Link pembelian: Logitech C920

4. Razer Kiyo

Dengan pilihan resolusi 1080p 30 fps atau 720p 60 fps, webcam yang satu ini memang lebih dikhususkan untuk kebutuhan para streamer ketimbang keperluan WFH dan SFH secara umum. Terlepas dari itu, cincin LED yang mengitari lensanya bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen yang kondisi pencahayaan di ruang kerja atau ruang belajarnya tidak begitu optimal.

Total ada 12 LED yang tertanam, dan lampu ini bisa menyala paling terang sampai 10 lux dari jarak 1 meter. Tingkat kecerahan lampunya bisa diatur semudah memutar-mutar kenop bergerigi yang mengitari bodi kamera. Siapkan dana Rp1.849.000 untuk meminangnya.

Link pembelian: Razer Kiyo

5. Logitech Brio

4096 x 2160 pixel, itulah resolusi video maksimum yang dapat dihasilkan oleh webcam yang satu ini. Berkat resolusi sebesar itu, Logitech Brio pun bisa menawarkan fitur digital zoom bagi yang membutuhkan. Bukan cuma itu, Brio turut mendukung teknologi HDR sehingga wajah pengguna tidak akan tampil seperti siluet ketika berada dalam posisi membelakangi sumber cahaya (backlight), semisal jendela di siang hari.

Kelebihan lain webcam seharga Rp3.250.000 ini adalah kompatibilitas dengan Windows Hello, fitur facial recognition bawaan Windows 10. Jadi selama kamera ini terhubung ke PC dan menyala, pengguna tidak perlu sekali pun mengetikkan kata sandinya setiap kali hendak login ke Windows.

Link pembelian: Logitech Brio