Canon EOS 200D Teruskan Jejak EOS 100D Sebagai DSLR Terkecil dan Teringan

Selain Canon EOS 6D Mark II, Canon belum lama ini juga memperkenalkan EOS 200D. EOS 200D merupakan penerus langsung dari EOS 100D yang sempat mencuri perhatian publik sekitar empat tahun silam sebagai DSLR terkecil sekaligus teringan.

Sama seperti pendahulunya, kamera ini masih duduk manis di kelas entry. Misi yang diembannya tidak lain dari menjadi DSLR pertama konsumen yang baru mulai menekuni hobi fotografi, terutama mereka yang ingin ‘naik kelas’ dari kamera ponsel atau kamera saku.

Canon EOS 200D

200D mempertahankan desain compact yang dibanggakan pendahulunya. Seperti halnya 6D Mark II, pembaruannya tidak kelihatan dari luar. Yang pertama tentu saja adalah sensor APS-C baru beresolusi 24,2 megapixel, ditemani oleh prosesor DIGIC 7.

ISO maksimumnya berada di angka 25600, sedangkan video bisa ia rekam dalam resolusi 1080p 60 fps. Menjepret tanpa henti bisa ia lakukan dalam kecepatan 5 fps, atau 3,5 fps dengan Continuous AF. Sistem autofocus-nya sendiri kini mengandalkan teknologi Dual Pixel CMOS AF 9 titik, sama persis seperti yang terdapat pada EOS 700D.

Canon EOS 200D

Yang mungkin paling menarik menurut saya adalah LCD-nya. Di sini Canon telah menanamkan layar sentuh 3 inci yang bisa dilipat sekaligus diputar, memberikan kemudahan memotret ala smartphone, sekaligus memudahkan hobi mengambil selfie – ini juga yang menjadi fitur unggulan baru 6D Mark II.

Konektivitas wireless macam Wi-Fi, NFC dan Bluetooth turut hadir, demikian pula dengan pop-up LED flash. Konsumen yang tertarik bisa meminang Canon EOS 200D seharga $550 (body only) atau $700 bersama lensa EF-S 18–55mm f/4–5.6 IS STM mulai akhir Juli mendatang.

Sumber: DPReview.

Kecil Tapi Perkasa, Nikon Coolpix W300 Siap Menyelam Selagi Merekam Video 4K

Di tengah derasnya serbuan action camera, kamera saku dengan bodi tangguh rupanya masih punya cukup banyak peminat. Buktinya, Olympus belum lama ini merilis Tough TG–5, dan kini giliran Nikon yang meluncurkan produk baru dalam kategori ini, yaitu Coolpix W300.

Sepintas kamera ini mungkin terlihat kurang galak, apalagi kalau dibandingkan dengan besutan Olympus itu tadi. Namun sejatinya kedua kamera ini sama-sama siap ditugaskan di medan apapun. Anda mau mengajaknya diving? Bukan masalah, sebab Coolpix W300 tahan air sampai kedalaman 30 meter tanpa bantuan casing tambahan.

Panel atasnya terkesan simpel dan bersih dengan hanya tombol power dan shutter / Nikon
Panel atasnya terkesan simpel dan bersih dengan hanya tombol power dan shutter / Nikon

Seperti kamera lain dalam kategori ini, ada banyak embel-embel serba “proof” lain yang dibanggakannya: freezeproof hingga suhu –10º Celsius, dustproof dan shockproof dari ketinggian 2,4 meter. Kecil tapi perkasa adalah frasa yang tepat untuk mendeskripsikannya.

Kemampuan jepret-menjepretnya didukung oleh sensor CMOS 1/2,3 inci beresolusi 16 megapixel, dibantu oleh lensa 24–120mm f/2.8–4.9 (5x optical zoom). Video siap ia rekam dalam resolusi 4K 30 fps, dan Nikon tak lupa membekalinya dengan perpaduan sistem electronic dan optical image stabilization.

LCD 3 inci mendominasi penampang belakang Coolpix W300 / Nikon
LCD 3 inci mendominasi penampang belakang Coolpix W300 / Nikon

Yang unik dari Coolpix W300 adalah integrasi GPS dan fitur Active Guide, yang memungkinkan pengguna untuk mengakses data seperti lokasi maupun ketinggian secara cepat. Juga tak kalah menarik adalah fitur SnapBridge, yang sederhananya memungkinkan kamera untuk terus tersambung ke ponsel dan mengirim gambar secara otomatis via Bluetooth, di samping Wi-Fi untuk memberikan kontrol dari kejauhan.

Nikon Coolpix W300 bakal dipasarkan bertepatan dengan dimulainya musim panas tahun ini. Banderol harga yang ditetapkan adalah $390, dan perangkat tersedia dalam tiga pilihan warna: oranye, kuning dan hitam.

Sumber: DPReview.

Dahului GoPro, Garmin Luncurkan Action Cam 360 Derajat yang Mampu Merekam Video 5,7K

Garmin sepertinya hobi sekali mencuri start dari GoPro. Tahun lalu, mereka memperkenalkan action cam Virb Ultra 30 hanya dua minggu sebelum GoPro mengungkap Hero5. Tahun ini kejadian yang sama rupanya terulang kembali, dimana Garmin mengungkap Virb 360 sebelum GoPro Fusion meluncur secara resmi.

Sesuai namanya, Garmin Virb 360 merupakan sebuah kamera 360 derajat, namun dengan karakteristik yang biasa kita jumpai pada action cam. Bodinya tampak begitu kokoh, dan ia tahan air hingga kedalaman 10 meter tanpa bantuan casing, sehingga Anda bisa mengabadikan keindahan terumbu karang secara lebih immersive.

Foto spherical dapat ia tangkap dalam resolusi 15 megapixel, sedangkan video dalam resolusi 5,7K 30 fps – sedikit lebih tinggi dari GoPro Fusion. Tak hanya video dari segala sudut, perangkat juga akan menangkap audio dari segala arah (360 derajat) dengan bekal empat buah mikrofon terintegrasi.

Garmin Virb 360 datang bersama tripod kecil yang juga bisa dijadikan handgrip / Garmin
Garmin Virb 360 datang bersama tripod kecil yang juga bisa dijadikan handgrip / Garmin

Virb 360 meminjam dua fitur unggulan action cam Virb Ultra 30, yaitu kontrol via perintah suara dan kemampuan untuk menambatkan data (overlay) seperti kecepatan atau tingkat ketinggian langsung di atas video. Data-data ini didapat melalui deretan sensor yang tertanam pada kamera, macam accelerometer, gyroscope, barometer, kompas dan GPS.

Virb 360 juga menawarkan fitur stabilization untuk video spherical yang dihasilkannya dengan bantuan aplikasi pendamping pada smartphone maupun desktop. Lewat aplikasi smartphone-nya inilah pengguna bisa mengendalikan kamera dari kejauhan maupun melangsungkan sesi live streaming.

Layarnya diklaim tetap mudah dilihat di bawah terik matahari / Garmin
Layarnya diklaim tetap mudah dilihat di bawah terik matahari / Garmin

Selain via ponsel, pengoperasiannya mengandalkan tiga buah tombol pada panel atasnya. Di sini juga terdapat sebuah layar kecil yang akan menampilkan indikator mode video, kapasitas penyimpanan – perangkat mendukung kartu microSD hingga 128 GB – dan sisa baterai. Baterainya sendiri diperkirakan bisa bertahan sampai 1 jam nonstop.

Garmin Virb 360 akan dipasarkan mulai bulan Juni seharga $800, menjadikannya salah satu kamera 360 derajat termahal yang ada di pasaran. Paket penjualannya mencakup aksesori unik berupa handgrip yang juga bisa difungsikan sebagai tripod.

Sumber: Garmin dan PetaPixel.

Olympus Tough TG-5 Siap Abadikan Momen di Segala Medan

Lini kamera Olympus Tough merupakan salah satu alternatif terbaik jika Anda mengincar kamera saku untuk travelling yang siap menghadapi segala medan. Model terbarunya, Olympus Tough TG–5, baru saja diperkenalkan, dan bersamanya datang sederet pembaruan yang signifikan dibanding pendahulunya.

Tepat di jantungnya bernaung sensor 12 megapixel dengan ISO maksimum 12800 dan kemampuan memotret dalam format RAW. Buat yang mengikuti perkembangan lini Olympus Tough, Anda mungkin sadar kalau resolusi sensor pendahulunya malah lebih besar di angka 16 megapixel, akan tetapi Olympus menjamin kualitas gambar TG–5 tetap lebih baik.

Panel atasnya kini dilengkapi sebuah control dial, sedangkan mekanisme zoom-nya kini diganti menjadi lebih konvensional / Olympus
Panel atasnya kini dilengkapi sebuah control dial, sedangkan mekanisme zoom-nya kini diganti menjadi lebih konvensional / Olympus

Kok bisa? Sederhana saja: ukuran penampang sensor yang digunakan masih sama, yakni 1/2,3 inci, tapi berhubung jumlah pixel-nya lebih sedikit, maka ukuran masing-masing pixel-nya jadi lebih besar. Hasilnya, kualitas gambar TG–5 dalam kondisi low-light bisa lebih bagus karena cahaya yang masuk lebih banyak. Ini sangat penting diingat supaya kita tidak selalu mengukur kualitas kamera berdasarkan resolusinya.

Peningkatan kualitas gambar ini juga didukung oleh prosesor quad-core TruePic VIII, persis seperti yang terdapat pada kamera mirrorless unggulan Olympus, OM-D E-M1 Mark II. Soal video, TG–5 siap merekam dalam resolusi 4K 30 fps, atau 1080p 120 fps jika Anda hendak mengabadikan aksi slow-motion.

Lensa yang digunakan masih sama seperti TG–4, yaitu 25–100mm f/2.0–4.9. Lensa ini sendiri sebenarnya cukup istimewa karena dapat mengunci fokus meski objek hanya berada 1 cm di depannya.

Tough TG-5 mengemas fitur Field Sensor System yang dipinjam dari action cam TG-Tracker / Olympus
Tough TG-5 mengemas fitur Field Sensor System yang dipinjam dari action cam TG-Tracker / Olympus

Desainnya tidak berubah banyak, akan tetapi Olympus rupanya sudah membuat TG–5 jadi lebih ‘berotot’. Ketahanan airnya kini naik jadi 15 meter – bisa ditingkatkan lagi menjadi 45 meter dengan bantuan underwater housing – dan perangkat masih tetap tahan banting dari ketinggian 2,1 meter, plus tetap bisa beroperasi meski mendapat tekanan sebesar 100 kg. Suhu dingin sampai –10º Celsius juga bukan masalah besar buat TG–5.

Fitur unik lain dari TG–5 adalah Field Sensor System, yang sejatinya dipinjam dari action cam TG-Tracker. Fitur ini memungkinkan kamera untuk merekam informasi seperti lokasi, suhu, ketinggian maupun arah, yang kemudian bisa ditambatkan pada foto atau video sebelum dibagikan ke media sosial.

Olympus Tough TG–5 bakal tersedia di pasaran mulai bulan Juni mendatang seharga $449. Pilihan warna yang tersedia ada dua, yakni hitam atau merah.

Sumber: DPReview.

Phase One IQ3 Achromatic Ialah Kamera Medium Format Seharga $50.000 yang Hanya Bisa Memotret Hitam-Putih

Leica M Monochrom merupakan salah satu produk paling kontroversial dalam sejarah perkembangan teknologi kamera digital. Bagaimana tidak, kamera seharga $7.450 itu cuma bisa mengambil gambar hitam-putih saja. Ya, Anda tak mungkin mengambil foto untuk dijadikan iklan produk Crayola dengan kamera ini.

Akan tetapi foto hitam-putih tentunya memiliki kesan artistik tersendiri, dan sekarang M Monochrom bukan satu-satunya pilihan jika Anda ingin benar-benar mendedikasikan waktu dan talenta Anda ke fotografi hitam-putih. Kalau Anda punya modal berlebih, Phase One baru saja meluncurkan kamera medium format yang hanya bisa memotret foto hitam-putih.

Dinamai IQ3 Achromatic, secara teknis ia merupakan modul belakang yang mencakup sensor dan layar, dan yang kompatibel dengan sistem IQ3 XF maupun bodi kamera medium format lain. Layaknya M Monochrom, sensor 100 megapixel milik IQ3 Achromatic tidak dilengkapi filter warna Bayer. Menurut Phase One, absennya filter warna ini memungkinkan sensor untuk berfokus hanya pada detail, nuansa dan pencahayaan.

Modul Phase One IQ3 Achromatic tanpa dipasang ke bodi kamera medium format / Phase One
Modul Phase One IQ3 Achromatic tanpa dipasang ke bodi kamera medium format / Phase One

Sederhananya, gambar yang dihasilkan IQ3 Achromatic bakal terlihat lebih mendetail ketimbang kamera lain yang sama-sama mengemas sensor 100 megapixel dengan lapisan filter warna Bayer. Karena tidak perlu menangkap informasi warna, sensor Achromatic ini juga dapat menerima lebih banyak cahaya – ISO 200 setara dengan ISO 50 pada sensor ber-filter warna standar.

ISO maksimumnya sendiri berada di angka 51200, menjadikannya sebagai yang paling sensitif terhadap cahaya dalam segmen medium format menurut Phase One. Akan tetapi yang tidak kalah istimewa, IQ3 Achromatic bisa digunakan untuk fotografi inframerah tanpa perlu dikalibrasi ulang, dan gambar dalam spektrum cahaya inframerah ini bisa kita lihat langsung lewat layar belakangnya.

Kembali ke soal modal berlebih tadi, Phase One IQ3 Achromatic saat ini telah dipasarkan seharga $50.000 – bukan typo. Berikut sejumlah sampel foto untuk memberikan gambaran terkait kualitas yang dijanjikannya.

Sampel foto Phase One IQ3 Achromatic / Phase One
Sampel foto Phase One IQ3 Achromatic / Phase One
Sampel foto Phase One IQ3 Achromatic / Phase One
Sampel foto Phase One IQ3 Achromatic / Phase One
Sampel foto Phase One IQ3 Achromatic / Phase One
Sampel foto Phase One IQ3 Achromatic / Phase One
Gambar atas di-zoom bagian tengahnya, bisa Anda lihat tingkat detailnya yang mengesankan / Phase One
Gambar atas di-zoom bagian tengahnya, bisa Anda lihat tingkat detailnya yang mengesankan / Phase One
Sampel foto Phase One IQ3 Achromatic dalam spektrum cahaya inframerah / Phase One
Sampel foto Phase One IQ3 Achromatic dalam spektrum cahaya inframerah / Phase One

Sumber: 1, 2, 3.

Acer Pamerkan Holo 360, Kamera Hybrid yang Juga Berfungsi Layaknya Smartphone

Acer baru saja menggelar event yang cukup besar di New York City, di mana mereka memperkenalkan sederet perangkat dari ranah laptop, smartwatch, proyektor, notebook dan juga monitor. Di antara deretan produk baru tersebut, ada satu perangkat yang tak banyak dibicarakan oleh Acer, yaitu Holo 360. Sebuah perangkat unik yang mengusung konsep perkawinan silang antara kamera dan smartphone. Ada alasan di balik bungkamnya Acer, pasalnya perangkat ini masih berupa unit prototipe yang belum diyakini akan diluncurkan ke pasar atau tidak.

Dengan fitur yang dipunyai, Acer Holo 360 memang lebih pas difungsikan sebagai kamera, namun dengan kemampuan ponsel dan bahkan dibekali sistem operasi Android sebagai jendela interface perangkat dengan pengguna. Salah satu fitur kunci di perangkat ini adalah fitur kamera yang terintegrasi dengan modem 4G LTE yang dapat dipergunakan untuk mengunggah konten ke internet. Tetapi di saat bersamaan, kamera juga bisa digunakan untuk melakukan panggilan layaknya ponsel.

Kamera Acer Holo 360

Saat ini Acer belum banyak buka suara soal Holo 360, yang mengindikasikan bahwa kamera masih dalam masa pengembangan sebelum benar-benar diluncurkan ke pasar. Bahkan saat ini kita belum bisa mengetahui soal konfigurasi sensor lensanya, soal prosesor ataupun soal modem yang bakal digunakan.

Tapi sekilas Acer mengatakan perangkatnya ini bisa memroses, meng-edit dan membagikan video secara mandiri tanpa memerlukan dukungan smartphone ataupun komputer. Secara default perangkat terintegrasi dengan piranti lunak, WiFi dan juga modem LTE serta kemampuan seluler. Sedangkan dari sisi desain, perangkat tampak menyerupai iPhone 4 dengan dua lubang kamera, layar 3 inci dan juga slot untuk kartu, sejumlah tombol dan sensor cahaya. Terakhir, meski menjalankan sistem operasi Android, hingga kini belum diketahui apakah Holo 360 juga mendapatkan pintu akses ke Google Play Store.

Sumber berita AF News dan Phandroid.

Dibanderol $399, Yi 360 VR Sanggup Merekam Video 360 Derajat dalam Resolusi 5,7K

Yi Technology kembali membuat gebrakan usai ‘mengusik’ pasar action cam dan mirrorless. Produsen kamera binaan Xiaomi tersebut kali ini mengincar segmen kamera 360 derajat melalui produk bernama Yi 360 VR.

Seperti yang bisa Anda lihat pada gambar di atas, wujud perangkat sangatlah ringkas dan menyerupai sebuah voice recorder. Di setiap sisinya tertanam sensor Sony IMX377 beresolusi 12 megapixel yang didampingi oleh lensa dengan sudut pandang masing-masing seluas 220 derajat.

Kombinasi ini sanggup menghasilkan video atau foto 360 derajat beresolusi 5,7K. Tanpa bantuan perangkat atau software eksternal, kamera kemudian akan mengolahnya secara otomatis menjadi video 4K yang siap di-share menggunakan smartphone.

GoPro Fusion baru diumumkan, Yi 360 VR sudah lebih dulu mencuri start / Yi Technology
GoPro Fusion baru diumumkan, Yi 360 VR sudah lebih dulu mencuri start / Yi Technology

Bicara soal smartphone, Yi telah menyiapkan aplikasi pendamping supaya pengguna dapat mengendalikan kamera sekaligus mengedit hasil tangkapannya menggunakan ponsel. Live streaming video 360 derajat pun juga dimungkinkan dalam resolusi 2,5K 30 fps, baik ke Facebook ataupun YouTube.

Tanpa bantuan smartphone, pengguna juga tetap bisa mengendalikan perangkat via tombol dan panel indikator di bagian atas. Yi 360 VR diklaim sanggup beroperasi selama satu jam nonstop, namun pengguna juga dapat mengoperasikannya selagi dicolokkan ke listrik.

Entah sengaja atau tidak, perangkat ini diumumkan hanya beberapa hari setelah GoPro mengumumkan kamera 360 derajat perdananya. Pun begitu, Yi Technology sudah siap memasarkannya mulai Juni mendatang seharga $399 – sedikit lebih mahal dari Samsung Gear 360, tapi di atas kertas Yi 360 VR juga lebih unggul.

Yi Halo

Yi Halo terdiri dari 17 action cam Yi 4K yang telah dimodifikasi / Yi Technology
Yi Halo terdiri dari 17 action cam Yi 4K yang telah dimodifikasi / Yi Technology

Selain Yi 360 VR, perusahaan asal Tiongkok tersebut turut mengumumkan Yi Halo, satu set kamera 360 derajat untuk kalangan profesional yang merupakan hasil kolaborasi Yi dengan Google. Kasusnya sama seperti GoPro Odyssey, dimana perangkat ini dirancang secara spesifik untuk platform VR Google Jump.

Yi Halo mengemas total 17 action cam Yi 4K yang telah dimodifikasi, dimana satu di antaranya diposisikan di atas supaya hasil videonya bisa lebih bagus lagi. Seperti Odyssey, Yi Halo dapat menghasilkan video 360 derajat beresolusi 8K 30 fps, namun pengguna juga diberi opsi perekaman dalam resolusi 5,8K 60 fps.

Perangkat dapat dioperasikan melalui panel layar sentuh yang berada di sisi perangkat, dan hasil rekamannya juga bisa dilihat langsung dari smartphone dengan bantuan aplikasi pendamping. Tentunya Yi Halo bukan untuk semua orang seperti Yi 360 VR di atas, apalagi mengingat harganya yang mencapai angka $16.999.

Sumber: Business Wire dan The Verge.

PolarPro Katana Sulap Drone DJI Mavic Pro Menjadi Kamera Handheld

Berbekal sensor 4K dan gimbal 3-axis, DJI Mavic Pro boleh dianggap sebagai salah satu kamera video terbaik di pasaran. Kebetulan saja kamera itu bisa terbang dan menghindari rintangan dengan sendirinya, dan lagi dimensinya cukup ringkas untuk bisa digenggam dengan satu tangan.

Melihat hal ini, wajar apabila ada yang berpikiran untuk menggunakan Mavic Pro sebagai kamera video biasa. Satu perangkat untuk mengambil video aerial sekaligus video di darat, kira-kira begitu premis sederhananya. Masalahnya, DJI mendesain Mavic Pro untuk terbang, bukan untuk dipegangi.

PolarPro Katana tak akan terasa efektif tanpa dimensi ringkas Mavic Pro sendiri / PolarPro
PolarPro Katana tak akan terasa efektif tanpa dimensi ringkas Mavic Pro sendiri / PolarPro

Tanpa grip yang mantap, sulit rasanya untuk menciptakan video yang menawan. Beruntung ada perusahaan seperti PolarPro yang punya ide unik, yakni aksesori untuk mengubah Mavic menjadi sebuah kamera handheld untuk digunakan dalam skenario sehari-hari.

Buah pemikiran mereka adalah PolarPro Katana, sebuah perangkat yang mereka sebut dengan istilah “Mavic Tray”. Cara kerjanya sederhana: selipkan drone Mavic ke tengahnya (dalam posisi lengan-lengannya terlipat tentu saja), lalu pasangkan smartphone di atas sebagai viewfinder, dan perangkat pun siap dioperasikan dengan sepasang gagang di kiri-kanannya.

Jangan sia-siakan kapabilitas kamera DJI Mavic Pro untuk video aerial saja / PolarPro
Jangan sia-siakan kapabilitas kamera DJI Mavic Pro untuk video aerial saja / PolarPro

Kehadiran kedua gagang ini, ditambah gimbal 3-axis bawaan kamera Mavic, menjadi jaminan atas hasil video yang stabil dan mulus. Satu-satunya hal yang menurut saya bakal menjadi kendala hanyalah daya tahan baterai. Namun karena baling-balingnya tidak beroperasi, saya kira Mavic dalam skenario ini bisa bertahan lebih dari 27 menit.

PolarPro Katana mungkin tidak termasuk sebagai aksesori esensial untuk Mavic Pro, akan tetapi banderol harganya yang cuma $50 menurut saya wajib menjadi pertimbangan setiap pengguna Mavic Pro. Pemikiran sederhana saya: jangan sia-siakan kapabilitas kamera Mavic Pro untuk video aerial saja.

Sumber: DPReview.

Masuk Kelas Pocket, Panasonic Lumix TZ90 Warisi Sejumlah Fitur Lini Mirrorless

Panasonic baru saja meluncurkan kamera pocket anyar untuk lini “Travel Zoom” (TZ) mereka, yakni Lumix TZ90. Melihat penamaannya, kamera ini merupakan suksesor dari Lumix TZ80 yang dirilis bersama-sama dengan Lumix TZ100 pada awal tahun lalu.

Desainnya tidak banyak berubah dibanding TZ80, dan kamera ini juga masih menggunakan sensor berukuran 1/2,3 inci, meski resolusinya naik sedikit menjadi 20,3 megapixel. Lensa yang digunakan sama persis, dan masih mengacu pada standar yang ditetapkan Leica; menawarkan optical zoom sebesar 30x di angka 24–720mm, dengan aperture f/3.3–6.4.

Seperti pendahulunya, Lumix TZ90 menawarkan optical zoom sebesar 30x / Panasonic
Seperti pendahulunya, Lumix TZ90 menawarkan optical zoom sebesar 30x / Panasonic

Soal video, TZ90 pun tidak membawa perubahan, tetap dalam resolusi 4K 30 fps. Yang baru justru adalah sistem autofocus-nya, dimana TZ90 telah mewarisi teknologi Depth-from-Defocus dari lini mirrorless Panasonic, memungkinkannya untuk mengunci fokus dengan sangat cepat.

Sistem ini, dipadukan dengan kemampuan burst shooting secepat 10 fps (atau 5 fps dalam mode Continuous AF), menjadikan peran TZ90 sebagai kamera travelling makin esensial. Melengkapi semua itu adalah sistem hybrid OIS 5-axis – sayang ini tidak bisa digunakan saat merekam video 4K.

Fitur baru lain yang diusung oleh TZ90 adalah Post Focus dan Focus Stacking – lagi-lagi merupakan warisan lini mirrorless Panasonic. Dengan Post Focus, pengguna dapat mengganti bagian foto yang terfokuskan pasca pemotretan. Focus Stacking juga demikian, tapi untuk depth of field, dan semua prosesnya ini langsung terjadi di perangkat.

Kehadiran layar sentuh sangat memudahkan pengguna dalam menentukan fokus / Panasonic
Kehadiran layar sentuh sangat memudahkan pengguna dalam menentukan fokus / Panasonic

Menengok ke belakang, Anda akan disambut oleh layar sentuh 3 inci beresolusi 1,04 juta dot yang dapat dimiringkan 180 derajat hingga menghadap ke depan. Dalam posisi ini, kamera akan masuk dalam mode Self Shot secara otomatis. Saat sinar matahari terlalu terik, pengguna dapat memanfaatkan electronic viewfinder meski ukurannya terlampau kecil jika dibandingkan dengan milik kamera mirrorless kebanyakan.

Panasonic Lumix TZ90 akan dilepas ke pasaran mulai akhir Mei mendatang dengan banderol harga $449. Pilihan warna yang tersedia hanya hitam dan silver.

Sumber: DPReview.

Fujifilm Luncurkan Kamera Instan Hybrid, Instax Square SQ10

Fujifilm baru saja meluncurkan kamera instan yang cukup unik. Dijuluki Instax Square SQ10, ia merupakan kamera instan berjenis hybrid. Hybrid artinya ia dapat menghasilkan gambar digital sekaligus gambar cetakan seperti model Instax lainnya.

Sebagai kamera analog, SQ10 sejatinya ingin menghadirkan ‘warna’ baru lewat format gambar kotak. Foto dengan aspect ratio 1:1 seperti yang kerap kita jumpai di Instagram ini akan dicetak pada kertas film berukuran 86 x 72 mm.

Tampak depan dan belakang Fujifilm Instax Square SQ10 / Fujifilm
Tampak depan dan belakang Fujifilm Instax Square SQ10 / Fujifilm

Sebagai kamera digital, SQ10 telah mengemas sensor CMOS 1/4 inci yang sanggup menghasilkan gambar JPEG beresolusi 1920 x 1920 pixel. Ya, hasil jepretan smartphone Anda mungkin masih lebih bagus, tapi setidaknya SQ10 tetap bisa digunakan meski Anda sedang kehabisan kertas film – fitur yang tidak akan Anda jumpai pada model Instax lainnya.

Jadi dengan SQ10, Anda dapat mengambil foto digital lalu menyimpannya terlebih dulu di memory internal perangkat atau microSD, baru kemudian mencetaknya saat kertas film sudah tersedia. Memory-nya sendiri bisa menampung sampai sekitar 50 foto, sedangkan baterai rechargeable-nya dapat bertahan hingga 160 kali jepretan.

Salah satu dari dua tombol shutter di depannya dapat dimanfaatkan sebagai tombol multi-fungsi (Fn) / Fujifilm
Salah satu dari dua tombol shutter di depannya dapat dimanfaatkan sebagai tombol multi-fungsi (Fn) / Fujifilm

Fisik SQ10 mengingatkan saya pada logo Instagram. Di depan, terdapat lensa fixed 28,5mm f/2.4, sedangkan panel belakangnya dihuni oleh LCD 3 inci beresolusi 460 ribu dot beserta sederet tombol pengoperasian. SQ10 dilengkapi dua tombol shutter yang diposisikan di kiri atau kanan lensa, memudahkan pengguna untuk mengambil selfie, tidak peduli tangan dominannya sebelah kiri atau kanan.

Fujifilm Instax Square SQ10 bakal dipasarkan mulai bulan Mei seharga $280. Satu paket kertas filmnya (isi 10) dibanderol $17.

Sumber: PetaPixel dan Fujifilm.