DOKU dan Bareksa Luncurkan Tabungan Reksa Dana

Masyarakat Indonesia masih sangat awam terhadap investasi di pasar modal. Untuk kembali menggalakkan misi edukasi investasi pemerintah melalui micro investing, kini DOKU dan Bareksa, financial marketplace lokal, meluncurkan tabungan reksa dana untuk pengguna DOKU.

Kedua pihak memutuskan untuk memilih produk Cipta Dana Cash yang dimiliki oleh Cipta Dana Asset Management. Produk ini khusus bermain di instrumen pasar uang, dengan karakteristik risiko yang minim, khusus untuk memperoleh pertumbuhan modal jangka pendek dan tingkat likuditas yang tinggi.

Karakteristik instrumen ini cocok sebagai langkah awal edukasi ke masyarakat Indonesia yang masih sangat awam terhadap investasi di pasar modal.

“Kami pilih Cipta Dana Cash untuk menyesuaikan dengan profil masyarakat Indonesia yang cenderung masih takut berinvestasi. Produk ini merupakan best product di Bareksa dan memiliki kinerja tahunan yang cukup baik dengan tingkat imbal hasil 8,5% per tahun,” terang Karaniya Dharmasaputra, Co-founder dan Chairman Bareksa, Kamis (3/11).

Menurut Karaniya, bila membandingkan dengan imbal hasil yang diberikan ketika menabung atau membeli deposito di bank, tingkat pengembalian hasilnya tidak akan sebesar reksa dana. Salah satu bank, sambungnya, memberikan return untuk nasabah yang menabung di tempatnya sebesar 0,7% per tahun dan deposito sebesar 4,25%. Besaran imbal hasil ini masih terhitung kotor, artinya belum dipotong dengan pajak penghasilan sebesar 20%.

“Berarti nasabah tidak mendapat untung sama sekali, beda halnya dengan reksa dana. Untuk menggalakkan jumlah rekening reksa dana di Indonesia, pemerintah membebaskan pemotong pajak untuk ini.”

Dia menambahkan, besaran nominal untuk berinvestasi lewat DOKU sebesar 100 ribu Rupiah. Menurutnya, ini sangat cocok untuk pengguna yang ingin belajar dan mencoba berinvestasi. Fitur ini juga memberikan manfaat lebih bagi pengguna yang memiliki endapan dana di DOKU.

Menurut Karaniya, dalam peraturan Bank Indonesia pemain uang elektronik tidak boleh memberikan bunga kepada uang yang mengendap di e-wallet. “Bekerja sama dengan Bareksa, pengguna DOKU bisa sekaligus menabung di reksa dana pasar uang sehingga mereka dapat memperoleh imbal hasil dari dana endapan di DOKU.”

Thong Sennelius, CEO DOKU, menambahkan terhitung saat ini pengguna DOKU mencapai 1,3 juta orang dengan mayoritas adalah laki-laki usia produktif antara 18-35 tahun. Kelompok orang tersebut yang akan disasar oleh DOKU untuk menjadi pemilik rekening reksa dana.

Adapun dari rata-rata dana endapan pengguna DOKU kini menunjukkan peningkatan. Dari awalnya hanya top up saldo ketika dibutuhkan saja kini sudah bergeser, rata-rata dana endapan sudah mencapai ratusan ribu per penggunanya.

“Dengan tingkat imbal hasil 8,5% yang ditawarkan Cipta Dana Cash, diharapkan bisa encourage pengguna DOKU untuk mengalihkan dananya untuk di simpan di instrumen investasi ini.”

Siap luncurkan instrumen pasar uang untuk syariah

Troy Hambali, Business Development DOKU, melanjutkan DOKU dan Bareksa saling berkomitmen untuk meluncurkan produk investasi dari instrumen reksa dana lainnya yang tingkat risiko sejenis dengan pasar uang hingga dua tahun mendatang. Menurutnya, instrumen investasi lainnya yang bakal ditawarkan ke pengguna DOKU adalah obligasi.

Pihaknya juga akan menambah variasi investasi reksa dana untuk syariah, tidak hanya konvensionalnya saja. Sebab tujuan akhirnya adalah semua orang Indonesia bisa melek investasi di pasar modal.

“Kerja sama antara DOKU dan Bareksa adalah eksklusif. Kami akan pilih perusahaan aset manajemen lainnya dengan produk reksa dana dari pasar uang dan obligasi, baik syariah maupun konvensional karena mau jangkau seluruh masyarakat Indonesia. Rencananya, kami akan meluncurkan kembali instrumen pasar uang untuk produk syariahnya pada tahun depan,” pungkasnya.

Saat ini pengguna DOKU mencapai 1,3 juta orang, dengan jumlah merchant lebih dari 22 ribu dan 15 mitra perbankan. Akhir tahun lalu, DOKU mengelola total transaksi online sebesar 8,5 triliun Rupiah. Diharapkan pada tahun ini bisnis bisa tumbuh antara 30%-40%.

Survei Fintech Indonesia 2016: 61 Persen Startup Fintech Anggap Regulasi di Indonesia Belum Jelas

Di sela-sela acara Indonesia Fintech Festival & Conference (IFFC) 2016 hari pertama, Deloitte Consulting bekerja sama dengan Asosiasi Fintech Indonesia merilis hasil Survei Fintech Indonesia 2016. Terungkap bahwa 61 persen startup fintech Indonesia menganggap regulasi Indonesia masih belum jelas dan lambat beradaptasi terhadap perkembangan fintech. Temuan lainnya menyebutkan bahwa kolaborasi dan kemitraan strategis dianggap penting untuk mendorong inovasi keuangan digital.

Survei Fintech Indonesia 2016 ini dilakukan pada Juni-Agustus 2016 yang melibatkan 70 perusahaan fintech Indonesia. Ditemukan bahwa saat ini fintech di Indonesia masih berusia muda dengan 76 persen perusahan fintech baru beroperasi selama dua tahun. Di samping itu, terungkap juga bahwa 24 persen perushaan fintech Indonesia bergerak di bidang P2P atau Online Lending dan 25 persen responden saat ini memiliki total 30-100 staf.

Penasihat untuk industri jasa keuangan Deloitte Consulting Erik Koenen menyampaikan bahwa dari hasil Survei Fintech Indonesia 2016 ada empat poin penting yang bisa diambil. Keempat poin tersebut berkaitan dengan regulasi, kolaborasi, talenta, dan financial literacy dan financial inclusion.

Dari sisi regulasi ditemukan bahwa 61 persen responden menganggap adaptasi regulasi di Indonesia terhadap perkembangan fintech tergolong lambat dan berada di area abu-abu. Setidaknya, ada lima area dalam fintech yang dirasa responden memiliki kebutuhan paling tinggi untuk kejelasan regulasi. Lima area tersebut adalah Payment Gateway (60%), e-money/e-wallet (58%), mekanisme Know Your Client atau KYC (57%), P2P lending (57%) dan digital signature (54%).

Dari sisi kolaborasi ditemukan bahwa 100% responden setuju kolaborasi merupakan poin penting dalam pengembangan bisnis fintech, baik itu dengan pemerintah dan institusi finansial atau dengan pelaku fintech lainnya. Ada 38% responden yang percaya bahwa peningkatan penerapan best practice adalah manfaat terbesar kolaborasi dan 25% lainnya percaya kolaborasi bisa meningkatkan kemampuan mereka dalam memanfaatkan data pasar.

Masalah kekurangan talenta juga tidak lepas dari sektor fintech, terutama kepada keahllian spesifik di bidang fintech itu sendiri. Erik menyampaikan ada banyak engineer dan developer di Indonesia, seharusnya tidak ada kekurangan bakat dari sudut pandang ini. Namun, menurutnya saat ini tidak ada banyak engineer atau sales person di Indonesia yang memahami teknologi di balik jasa keuangan.

Berdasarkan hasil survei ditemukan bahwa untuk perusahaan fintech yang berusia 0-2 tahun talenta di bidang data and analytics adalah permintaan tertinggi (83%). Perusahaan berusia 3 tahun butuh talenta di bidang back end programming (67%). Sedangkan perusahaan dengan usia 4 tahun ke atas kebutuhan talenta yang memahami risk management adalah yang paling dicari (90%).

Dari hasil survei juga ditemukan bahwa perusahaan fintech Indonesia hingga saat ini kesulitan untuk memajukan inklusi keuangan karena rendahnya tingkat pendidikan keuangan.  Sekjen Asosiasi Fintech Indonesia Karaniya Dharmasaputra bahkan menyebutkan masalah ini tidak hanya terjadi di antara anggota masyarakat umum tetapi juga di antara pemain di industri keuangan konvensional.

Berdasarkan hasil survei, 36 persen reponden percaya bahwa collaborative training and communications efforts adalah cara terbaik untuk meningkatkan financial literacy dari konsumen yang dibidik.

Karaniya mengatakan, “Saat ini kita sedan berada di tengah era inovasi keuangan, terutama dengan pesatnya perkembangan teknologi. Melalui survei ini, kami ingin menyoroti bagaimana kolaborasi di antara pemain fintech dan regulator dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan-layanan keuangan, khususnya yang memanfaatkan teknologi.”

Erik menambahkan, “Berkembangnya penggunaan teknologi di sektor keuangan membuktikan bahwa pasar Indonesia memiliki potensi besar dan ini perlu menjadi agenda penting pemerintah [sebagai regulator]. Kolaborasi antara perusahaan fintech atau dengan institusi keuangan juga merupakan faktor penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.”

Bareksa Tawarkan Kemudahan Berinvestasi Melalui Marketplace Reksadana Online

Ilustrasi Produk Reksadana / Shutterstock

Portal keuangan Bareksa mengumumkan kerja samanya dengan Buana Fund, sebagai agen penjual, untuk mengembangkan produk marketplace reksadana online. Di awal peluncurannya, marketplace ini menggandeng 8 sekuritas dengan 47 produk reksadana. Ini merupakan langkah menarik dalam memanfaatkan tren e-commerce di Indonesia. Alih-alih mendorong masyarakat untuk konsumtif, marketplace ini justru mendorong masyarakat untuk berinvestasi.

Continue reading Bareksa Tawarkan Kemudahan Berinvestasi Melalui Marketplace Reksadana Online

Portal Finansial Bareksa Disiapkan Untuk Bersaing Dengan Bloomberg

Pada hari Kamis (19/3), portal investasi Bareksa secara resmi diluncurkan, menghadirkan layanan informasi keuangan dan bursa saham secara online bagi investor. Dalam acara peluncuran yang juga dibarengi dengan diskusi iklim pasar modal dan perekonomian Indonesia, Karaniya Dharmasaputra, selaku co-founder dan Presiden Direktur Bareksa, optimis portal bentukannya tersebut dapat meningkatkan jumlah investor sekaligus mengembangkan produk investasi di Indonesia. Continue reading Portal Finansial Bareksa Disiapkan Untuk Bersaing Dengan Bloomberg

Mantan Petinggi Grup Viva Hadirkan Portal Investasi Bareksa

Dua mantan petinggi grup media Viva, Karaniya Dharmasaputra dan Ady F. Pangerang, menghadirkan portal investasi Bareksa yang diharapkan bisa menjadi Bloomberg-nya Indonesia dalam memberikan informasi instrumen keuangan terlengkap. Bareksa sudah bisa diakses (dalam bentuk soft launch), baik melalui desktop maupun mobile web. Tersedia paket berlangganan secara premium untuk memperoleh informasi paripurna.

Continue reading Mantan Petinggi Grup Viva Hadirkan Portal Investasi Bareksa

Vivanews Luncurkan Desain Baru, Rebrand Menjadi Viva

Kemarin, Karaniya Dharmasaputra (founder dan CEO Vivanews) mengumumkan bahwa situs portal berita Vivanews meluncurkan desain baru dan mengubah nama brand-nya dari Vivanews menjadi Viva. Vivanews diluncurkan tahun 2008 lalu sebagai anak perusahaan dari VivaGroup, unit bisnis yang menjalankan stasiun televisi TVOne dan ANTV.

Viva akan menjadi portal utama yang menampung News, VivaSocio, Vivalog, VivaForum dan konten vertikal lain yang sebelumnya berada dibawah entitas tunggal, Vivanews. Viva memutuskan untuk membuat ‘payung’ yang lebih besar untuk berbagai produk ini yang memiliki audiens yang berbeda dan menjamin semua produk mendapatkan ekspos ketika berada di bawah naungan Viva.

Continue reading Vivanews Luncurkan Desain Baru, Rebrand Menjadi Viva

Vivanews launches new design, rebrands to Viva

Today, Karaniya Dharmasaputra (founder and CEO Vivanews) announces that the news portal site is launching a new design and change the brand name from Vivanews to Viva. Vivanews was launched in 2008 as an online subsidiary of VivaGroup, a business unit that runs TV stations TVOne and ANTV.

Continue reading Vivanews launches new design, rebrands to Viva