Program VR Ambassador Siap Cetak 5.000 Pionir Media Pembelajaran Berbasis Virtual Reality

Pandemi COVID-19 di tahun 2020 memaksa kita untuk menghadapi perubahan yang besar secara mendadak. Sektor pendidikan pun tidak luput dari itu. Kegiatan belajar mengajar yang umumnya dilakukan secara tatap muka kini harus dilangsungkan secara daring. Ketidaksiapan pun banyak terjadi karena dalam waktu yang singkat, para pendidik harus bisa menyesuaikan diri dengan teknologi yang tersedia.

Di sisi lain, peserta didik juga mengalami kebosanan karena metode pembelajaran daring yang kurang efektif. Mereka mendambakan metode baru yang dapat memberikan kesenangan belajar, dan di sinilah teknologi virtual reality (VR) hadir sebagai salah satu solusi.

Relevansi VR di sektor pendidikan bisa kita tinjau lebih jauh pada laporan World Economic Forum yang diterbitkan di bulan Oktober 2020. Data dalam laporan tersebut menunjukkan bahwa penyerapan teknologi VR di dunia pendidikan mencapai 70% hingga tahun 2025.

Kebutuhan yang tinggi akan teknologi VR ini tentunya bukan tanpa alasan. VR terbukti mampu meningkatkan pencapaian siswa dalam hal pemahaman materi, peningkatan emosi positif, hingga kemampuan berpikir kritis. Pembuktiannya telah dilakukan di banyak negara dalam bentuk penelitian ilmiah universitas maupun penelitian independen.

Di Indonesia, dampak positif implementasi VR di bidang pendidikan ini bisa kita lihat dari uji coba yang dilakukan di 10 provinsi oleh penyedia platform pendidikan berbasis VR asal tanah air, MilleaLab. Dalam uji coba tersebut, MilleaLab bekerja sama dengan sekolah-sekolah yang direkomendasikan oleh jaringan Ikatan Guru Indonesia.

“Uji coba yang melibatkan 1.800 peserta didik dari jenjang dasar dan menengah ini memberikan hasil yang sangat positif,” jelas Andes Rizky, Managing Director MilleaLab. “Dari data uji coba yang dilakukan, penggunaan VR dapat meningkatkan emosi positif siswa hingga 90%, meningkatkan daya ingat dan pemahaman siswa pada konteks pembelajaran hingga 80%, dan juga mampu meningkatkan nilai rata-rata kelas hingga 53%,” imbuhnya.

LenteraEdu, platform pendidikan yang diinisiasi oleh Putera Sampoerna Foundation, meyakini bahwa teknologi VR dapat menjadi solusi bagi penyesuaian kegiatan belajar mengajar di era pandemi, sekaligus menjadi gerbang untuk menyatukan teknologi yang bersahabat bagi tenaga dan peserta didik secara bersamaan.

Program VR Ambassador untuk mempercepat transformasi digital pendidikan tanah air

VR Ambassador

Berpegang pada prinsip tersebut, LenteraEdu menginisiasi program VR Ambassador yang bertujuan untuk mencetak tenaga pendidik yang bisa menjadi pionir teknologi immersive dalam dunia pendidikan Indonesia. Dalam melangsungkan programnya, LenteraEdu menggandeng MilleaLab yang sejak tahun 2019 telah aktif memberikan program pelatihan VR.

Kombinasi antara pengalaman pendidik dan fasilitator dari LenteraEdu dengan teknologi bersahabat yang MilleaLab ciptakan tentu dapat bersinergi dan membuka gerbang pendidikan Indonesia ke langkah yang lebih baik lagi. Hal ini pun dibuktikan dengan tingginya antusiasme terhadap program VR Ambassador. Hinggai hari terakhir, jumlah data yang masuk sebagai pendaftar tercatat 3x lipat lebih banyak daripada jumlah yang ditargetkan.

Dari sekian banyak pendaftar, LenteraEdu dan MilleaLab telah melakukan seleksi hingga mendapatkan 100 calon ambassador terbaik. Beberapa di antaranya juga merupakan guru-guru SMK, dan harapannya tentu supaya mereka dapat membantu meningkatkan kualitas lulusan di bidang vokasi, yang pada akhirnya akan berdampak pada meningkatnya jumlah pelaku usaha kecil dan menengah yang lebih kompeten.

Secara total, program VR Ambassador ini akan berlangsung selama enam bulan. Proses seleksinya telah selesai pada bulan Desember kemarin, dan program pelatihannya sendiri akan dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret ini. Selama pelatihan berlangsung, para guru akan diasah pengetahuan sekaligus keterampilannya dalam menyusun materi pembelajaran alternatif yang inovatif dengan memanfaatkan teknologi VR.

Tujuan akhirnya tentu supaya hasil belajar siswa dapat ditingkatkan, sekaligus memberikan pengalaman belajar yang autentik dan tanpa batas bagi mereka. Namun bukan cuma itu saja, masing-masing dari 100 VR Ambassador ini juga diwajibkan untuk melakukan diseminasi kepada 50 tenaga pendidik di tempat mereka berada, sehingga dapat memperluas praktik baik dan dampak positif yang diberikan. Program diseminasi ini rencananya akan dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2021.

Program VR Ambassador ini telah menerima dukungan penuh dari Kementerian Perindustrian maupun Kementerian Riset dan Teknologi. Kendati demikian, LenteraEdu dan MilleaLab masih membuka pintu kerja sama dengan instansi lain yang tertarik untuk berkontribusi langsung terhadap pergerakan transformasi digital pendidikan di tanah air, entah itu dalam bentuk sponsorship maupun bentuk dukungan lainnya.

Disclosure: DailySocial adalah media partner program ShintaVR/MilleLab.

Mendalami Peran Kemenristek Cetak Startup Baru dari Sisi Hulu

Di kabinet yang baru diumumkan beberapa waktu lalu, Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek)/Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) menegaskan perannya dalam mencetak lebih banyak startup baru di sisi hulu. Menteri Bambang Brodjonegoro mempromosikan berbagai program terkait hal tersebut saat berbicara di NextICorn 2019, pekan lalu.

Sebagai catatan, pengembangan ekosistem startup pada Kabinet Kerja, sebelumnya ditempatkan di Kemenkominfo dan Bekraf, yang sekarang dilebur ke Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Indonesia pernah memiliki Kemenparekraf saat pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono.

Tugas tersebut kini dibagi ke Kemenkominfo dan Kemenristek pada Kabinet Indonesia Maju. Menteri Bambang menegaskan pihaknya telah berdiskusi secara matang dengan Menteri Kemenkominfo Johnny G. Plate terkait pembagian kerja.

Bambang memastikan pengembangan startup berbasis teknologi yang tengah digalakkan tidak tumpang tindih dengan program Kemenkominfo, lantaran Kemenristek lebih fokus dalam pembangunan di sisi hulu.

Kemenristek punya direktorat khusus bernama Direktorat Perusahaan Perintis Berbasis Teknologi, bertugas untuk melahirkan sebanyak mungkin startup. Direktorat ini sebenarnya sudah ada sejak Mohamad Nasir (menteri sebelumnya) dan menjalankan program pengembangan startup.

Sayangnya, gaungnya kurang terdengar. Malah punya kesan bersaing dengan Kemenkominfo dengan program 1000 Startup Digital, sebab kurang lebih mirip antara satu sama lain. Bambang menegaskan bahwa ini tidak akan tumpang tindih.

“Kami lebih ke hulu, bertanggung jawab menciptakan sebanyak mungkin startup dan memastikan kontinuitas dari startup tersebut. Sementara Kemenkominfo akan lebih bertugas di hilir, bertanggung jawab untuk infrastrukturnya,” kata Bambang.

Dia menjelaskan direktorat tersebut telah memiliki program PPBT (Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi), startup terpilih akan menerima sejumlah insentif dan pembinaan. Program ini sudah dirintis sejak 2015.

Selain itu, Kemenristek/BRIN juga memiliki beberapa ‘Science Techno Park (STP)’ potensial yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Agar inovasi yang dihasilkan dapat dikomersialisasikan menjadi produk massal, startup binaan didukung dengan ketersediaan inkubasi bisnis yang terdapat di berbagai STP tersebut.

“Artinya startup yang sudah kita bina, kita jaga track record-nya agar menjadi ‘the next unicorn’, walaupun mungkin butuh waktu lama,” imbuhnya.

Program PBBT terbagi jadi tiga tahap. Pertama, CPPBT (Calon Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi) atau lebih dikenal pre-startup bertugas mencari startup berbasis teknologi yang siap untuk dikomersialkan.

Kedua, PBBT (Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi) atau startup yang merupakan program inkubasi. Terakhir, PLBT (Perusahaan Lanjutan Berbasis Teknologi) atau post-startup bertugas untuk pasca inkubasi dan pendanaan eksternal.

Tiga tahapan tersebut dimaksudkan untuk tetap menjaga seluruh startup binaan tetap on the track dan mature sebelum mereka bisa dibawa ke acara besar seperti Nexticorn.

“Kebanyakan pre-startup itu mahasiswa aktif, mereka adalah peserta potensial karena bibit-bibit entrepreneur.”

Pendanaan yang diberikan Kemenristek untuk startup binaan tergantung di mana tahapan mereka. Sumber dananya berasal dari APBN. Menurutnya, APBN Kemenristek untuk tahun 2020 sudah ditetapkan. Akan tetapi harus disisir kembali karena masih bercampur dengan Dikti.

Perlu diketahui, kini direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) kembali dipisah dari Kemenristek dan dilebur ke Kemendikbud yang pimpinan oleh Nadiem Makarim.

“Yang punya dana untuk pembinaan startup itu kami. Nanti kita rapikan lagi [APBN 2020], agar saya tahu persis berapa totalnya [pendanaan untuk startup].”

Fokus startup yang diincar adalah foodtech, transportasi, healthtech dan medtech, energi, ketahanan dan keamanan, material, advanced material, dan TIK. Tidak hanya fokus ke digital saja, tapi juga ke startup teknologi.

“Yang kita dorong jangan cuma [startup] digital saja, tapi teknologi lain juga berkembang, kita butuh dua hal itu. Karena kalau digital saja dan e-commerce-nya kuat, tapi nanti apa yang mau dijual di e-commerce?”

“Hal ini yang dikhawatirkan presiden, e-commerce akan membawa terlalu banyak impor di barang konsumsi. Kita harus isi barang konsumsi dengan startup di bidang industri yang berbasis teknologi,” sambung Bambang.

Dia menyebut, sejak 2015 hingga saat ini program PBBT telah membina 1.307 startup dan pre-startup, dengan rincian 558 pre startup dan 749 startup. Dari keseluruhannya, sebanyak 13 startup telah mencetak pendapatan Rp102 miliar dalam setahun dan mengantongi pendanaan Rp4,5 miliar.

Tantangan global pada tahun depan

Di satu sisi, upaya pemerintah dalam mencetak lebih banyak startup berbasis teknologi adalah salah satu bagian antisipasi dari perlambatan ekonomi global yang bakal menghantui pada tahun depan.

Negara maju seperti Amerika Serikat dan Tiongkok diramalkan akan menghadapi masa sulit untuk jangka waktu yang sedikit panjang. Awalnya ekonomi Tiongkok bisa tumbuh lebih dari 10%, tapi tidak untuk tahun depan.

Perlambatan global di Amerika Serikat dan Tiongkok akan menghantui negara lain karena punya pengaruh yang kuat dalam perekonomian. “Jadi prospeknya tidak bagus buat negara maju, tapi tidak buat negara berkembang, India dan Indonesia.”

“Indonesia punya pengalaman yang bagus dalam menghadapi resesi global. Kita berhasil mempertahankan pertumbuhan ekonomi di angka 4% pada krisis di 2008.”

Kuncinya untuk bisa bertahan dari perlambatan global adalah memperkuat ekonomi dalam negeri, dengan menambah jumlah techpreneur. Selama ini, menurut Bambang, Indonesia kekurangan techpreneur dan tidak bisa bergantung pada pemain existing.

“Jika ini tidak dilakukan, kita akan jadi negara yang ketinggalan untuk menjadi produser. Makanya saya sangat apresiasi program yang mendukung munculnya bisnis baru.”

Munculnya banyak bisnis baru di bidang teknologi, menurutnya, tidak akan membuat terjadinya pengangguran, melainkan pekerjaan yang hilang yang berganti ke pekerjaan baru. Hanya saja, orang yang kehilangan pekerjaan, sebelum berganti pekerjaan baru harus meningkatkan keahliannya.

Bagian ini akan diidentifikasi lebih lanjut oleh Kemenristek, pekerjaan apa saja yang berpotensi akan hilang dan muncul. “Nanti Kementerian Tenaga Kerja dan Kemendikbud harus menyiapkan pendidikan dan pelatihannya agar bisa langsung diganti pekerjaannya.”

Bambang berambisi pada lima tahun mendatang, Kemenristek secara umum dapat berpartisipasi dalam transformasi ekonomi. Ekonomi Indonesia harus mulai bergeser dari yang tadinya eficiency based and resources, menjadi innovation based economy.

Inovasi nantinya difokuskan pada tiga hal dalam transformasi ekonomi, yaitu teknologi tepat guna yang menolong banyak masyarakat, inovasi untuk hilirisasi dan nilai tambah, dan inovasi dalam konteks substitusi impor dengan meningkatkan TKDN.

Silicon Valley Nasional Harus Didirikan di Lokasi Strategis

Silicon Valley Nasional penting sebagai pusat dan penghubung industri keratif digital / Shutterstock

Berkunjung ke “kiblat” industri teknologi Silicon Valley juga masuk ke dalam agenda Presiden Joko Widodo dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara beberapa waktu mendatang. Dikatakan oleh Rudiantara bahwa kehadirannya ke Silicon Valley nanti untuk menggali inspirasi pengembangan Silicon Valley Nasional. Hal itu penting, karena kemajuan berbagai sektor dengan dukungan teknologi memerlukan sebuah wadah untuk berkembang. Dalam sebuah kesempatan Rudiantara juga menyinggung bahwa untuk Silicon Valley Nasional rencana akan didirikan di Bandung atau Yogyakarta. Continue reading Silicon Valley Nasional Harus Didirikan di Lokasi Strategis

BPPT: Puspiptek Serpong to be Indonesian’s “Silicon Valley”

BPPT stated that Puspiptek (Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi/The Research Center for Science and Technology) in Serpong is prepared to be the “technopolitan” embryo starting this end of year. Collaborating with Tangerang Selatan government, universities, and local industry, BPPT will realize the area to be the Indonesian “Sillicon Valley” – refer to the famous area around San Francisco that becomes the center for world technology development.

As cited from Berita Satu, the Deputy of Pengkajian Kebijakan Teknologi (The Study for Technology Policy) BPPT, Tatang A Taufik affirmed that a technopolitan requires decent science and technology infrastructure, physical infrastructure, business base, and human resources from related universities and research center.

He added, “a technopolitan should has strong support from political leader, academicians, entrepreneurship culture, relationship between scientific community and technopreneur, information link, incubator, and technopolitan image.”

Continue reading BPPT: Puspiptek Serpong to be Indonesian’s “Silicon Valley”

BPPT: Kawasan Puspiptek Serpong Disiapkan Jadi “Silicon Valley” Indonesia

BPPT menyebutkan bahwa kawasan Puspiptek (Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) Serpong akan disiapkan sebagai suatu embrio teknopolitan yang dimulai akhir tahun ini. Bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Tangerang Selatan, universitas, dan industri setempat, BPPT akan disiapkan menjadi laiknya “Silicon Valley” Indonesia — mengacu kawasan terkenal di seputaran San Franscisco yang menjadi pusat perkembangan teknologi dunia.

Seperti dikutip dari Berita Satu, Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi BPPT Tatang A Taufik mengatakan bahwa suatu teknopolitan harus memiliki infrastruktur sains dan teknologi, infrastruktur fisik, basis bisnis, dan pasokan SDM dari universitas dan lembaga riset di sekelilingnya. Dia menambahkan bahwa, “Suatu teknopolitan juga membutuhkan dukungan pimpinan politik, akademisi, budaya kewirausahaan, kaitan yang kuat antara komunitas scientific dan technopreneur, jaringan informasi, inkubator dan pencitraan teknopolitan.”

Continue reading BPPT: Kawasan Puspiptek Serpong Disiapkan Jadi “Silicon Valley” Indonesia