The Looking Glass Ialah Display Hologram Sejati Berbentuk Kotak Kaca

Berawal dari cerita-cerita fiksi ilmiah, banyak perusahaan mencoba mewujudkan teknologi hologram melalui beragam cara. Pada realitanya, memunculkan objek tiga dimensi di udara tanpa bantuan medium proyeksi atau kacamata khusus tidaklah mudah. Sistem yang paling mendekati hologram saat ini adalah teknologi augmented serta mixed reality.

Berdiri sejak 2013, impian tim Looking Glass Factory asal Brooklyn adalah menyajikan teknologi hologram sejati yang bisa dilihat tanpa memerlukan alat optik tambahan. Inkarnasi pertama ide tersebut muncul di tahun lalu lewatHoloPlayer One. Selain menampilkan konten hologram di hadapan mata telanjang, perangkat ini memungkinkan kita berinteraksi dengannya secara real-time.

Namun produsen sepertinya masih belum puas. Belum lama ini, Looking Glass Factory memperkenalkan lagi display hologram generasi terbaru. Mereka memberinya nama yang sederhana: The Looking Glass. Perangkat mengusung basis teknologi serupa HoloPlayer One, tetapi penampilannya jauh lebih rapi karena tubuhnya lebih padat – dan tak lagi terdiri dari beberapa bagian.

The Looking Glass 1

The Looking Glass memiliki wujud seperti boks kaca dengan pilihan ukuran 9- atau 16-inci. Perangkat diposisikan miring 45 derajat, didesain untuk ditaruh di permukaan datar seperti meja. Saat The Looking Glass menapilkan objek, konten tersebut seakan-akan melayang di udara. Dan ketika display digeser, ia akan menampilkan bagian berbeda dari objek itu layaknya benda tiga dimensi.

Metode light field kembali digunakan oleh Looking Glass Factory pada perangkat ini untuk memproyeksikan gambar dari sudut berbeda secara berbarengan demi menciptakan sensasi 3D. Produsen berharap kreasi mereka tersebut bisa membantu para seniman, desainer produk, developer game hingga arsitek buat mendapatkan perspektif baru dari proyek yang tengah mereka kerjakan.

The Looking Glass 2

Tentu saja Anda juga bisa berinteraksi dengan konten 3D di sana. The Looking Glass siap mendukung beragam peiferal kendali, dari mulai Nintendo Joy-Con untuk Switch hingga controller berbasis gerakan seperti Leap Motion. Perangkat ini bisa menampilkan objek dari software-software seperti Maya, Zbrush, Blender, Tinkercad, serta Solidworks.

Perlu diketahui bahwa untuk bekerja, The Looking Glass membutuhkan PC berspesifikasi cukup tinggi. Pastikan sistem Anda sudah dibekali prosesor Intel Core i5, RAM sebesar 4GB dan kartu grafis minimal Nvidia GTX 1060. The Looking Glass juga memerlukan port HDMI buat data dan USB type-C untuk tenaga.

The Looking Glass.

Saat artikel ini ditulis Looking Glass Factory sedang melangsungkan kampanye crowdfunding produk di Kickstarter, dan kabar gembiranya, mereka berhasil mengumpulkan modal berkali-kali lipat dari target awal. Rencananya, The Looking Glass 9-inci akan dijajakan seharga US$ 600, lalu varian 16-incinya dibanderol US$ 3.000.

Via Digital Trends.

Gelang Pintar InstaDreamer Memungkinkan Kita Mengendalikan Mimpi

Familierkah Anda dengan lucid dreaming? Lucid dream ialah jenis mimpi di mana Anda menyadari sedang bermimpi. Realisasi tersebut memberikan kita kemampuan buat mengendalikan elemen di sana, misalnya cerita, karakter serta latar belakang lokasi. Inilah alasan mengapa banyak orang tertarik untuk mengalami lucid dream, meski tak semua bisa mendapatkannya.

Khusus bagi Anda yang penasaran untuk merasakannya, satu tim asal Montreux, Swiss punya penawaran menarik. Mereka memperkenalkan InstaDreamer, yaitu perangkat wearable yang memungkinkan kita mengendalikan mimpi dan menghidupkan imajinasi. InstaDreamer mempunyai wujud berupa gelang. Pengoperasiannya sangat aman dan sama sekali tidak melibatkan injeksi ataupun zat kimia.

Basis teknologi dari InstaDreamer buat memicu lucid dream ialah metode Pavlovian conditioning, yaitu sebuah prosedur pembelajaran dan pelatihan kebiasaan tubuh yang memanfaatkan stimulasi biologis. Perangkat ini menggunakan getaran sebagai stimulasi sekaligus metode melatih otak agar kita bisa sadar sedang bermimpi. Dengan begitu, lucid dreaming dapat diperoleh.

Cara kerja InstaDreamer seperti ini: saat ‘gelang mimpi’ ini dikenakan, ia akan bergetar beberapa kali sehari untuk mengetahui apakah Anda sedang terjaga atau tidak. Selanjutnya, InstaDreamer segera mendeteksi saat kondisi tubuh Anda terlelap dan siap bermimpi. Melalui getaran, InstaDreamer mencoba menyadarkan pengguna bahwa mereka tengah bermimpi. Getarannya cukup lembut sehingga tidak membangunkan kita.

InstaDreamer 1

Teknik ini mungkin pernah diusung oleh perangkat serupa, namun mayoritas dari mereka mengandalkan suara dan cahaya. Menurut developer, kedua hal ini malah berpeluang menginterferensi tidur. Dengan stimulasi cahaya, tubuh Anda bisa jadi meresponsnya sebagai pemicu buat siap-siap bangun; lalu suara sendiri merupakan metode yang digunakan oleh mayoritas alarm.

InstaDreamer 2

Developer percaya, getaran adalah metode terbaik untuk mengakses alam bawah sadar. Dan hampir seluruh pengguna perangkat bergerak mengasosiasikan getaran dengan notifikasi, karena vibrasi dipakai buat menarik perhatian kita.

InstaDreamer 3

Mungkin Anda penasaran, seberapa efektif InstaDreamer dalam memicu lucid dream. Developer mengklaim bahwa lebih dari 70 persen tester unit purwarupa memperoleh lucid dreaming di periode tiga malam pertama sejak mereka mengenakannya. Perangkat ini juga berguna buat merekam fase mimpi, temperatur tubuh dan pose ketika tidur, serta membangunkan Anda di momen terbaik.

InstaDreamer sudah dapat dipesan sekarang melalui Kickstarter. Di situs crowdfunding ini, produk dijual seharga mulai dari 200 Swiss Franc atau sekitar US$ 201, dan siap dikirimkan ke seluruh wilayah di dunia pada bulan Februari 2019.

Genki Hadirkan Dukungan Headphone Bluetooth pada Nintendo Switch

Sebagus-bagusnya Nintendo Switch, ia jelas tak luput dari kekurangan. Salah satu yang kedengarannya sepele tapi sangat mengganggu adalah tidak adanya dukungan atas headphone maupun earphone Bluetooth. Agak ironis, mengingat Switch sangatlah ideal dibawa bepergian.

Beruntung ada startup seperti Human Things yang memikirkan solusinya. Mereka mengembangkan sebuah adaptor Bluetooth khusus untuk Switch sehingga konsumen dapat menikmati sesi bermainnya selagi mendengarkan audionya dari headphone atau earphone Bluetooth, bahkan termasuk yang tipe truly-wireless macam Apple AirPods.

Genki for Nintendo Switch

Adaptor bernama Genki ini dimensinya amat ringkas, dan ia menyambung ke Switch secara elegan via USB-C. Ada sentuhan detail yang cukup menarik, yakni tombol untuk mengaktifkan koneksi Bluetooth yang berwarna biru muda dan merah di sisi kiri dan kanan, yang tampak senada dengan warna controller Joy-Con.

Lho, tombol Bluetooth-nya ada dua? Ya benar, berkat Genki, pengguna bisa menyambungkan dua headphone sekaligus ke Switch, sangat berguna apabila Anda sedang bermain bersama seseorang. Headphone atau earphone (atau malah speaker) yang kompatibel pun sangat beragam mengingat Genki telah menggunakan konektivitas Bluetooth 5.

Genki for Nintendo Switch

Genki pada dasarnya bisa dianggap sebagai aksesori wajib bagi konsumen Switch yang memiliki headphone atau earphone Bluetooth. Ia juga tak akan merepotkan; Anda sama sekali tidak perlu mengisi ulang baterainya, dan ia juga tak akan menguras baterai Switch dengan cepat ketika tersambung.

Bagi yang tertarik, Genki saat ini dapat dipesan melalui situs crowdfunding Kickstarter dengan harga paling murah $39. Harganya tidak kelewat mahal untuk layak disebut sebagai aksesori wajib.

Earphone Berwujud Anting Ini Pastikan Anda Tidak Akan Menghilangkannya

Apple sengaja meracik AirPods untuk menemani peluncuran iPhone 7 yang tidak lagi mempunyai port audio 3,5mm. Selain buat mendengarkan musik dan berkomunikasi, produsen menyematkan sejumlah teknologi seperti kompatibilitas Siri serta sinkronisasi iCloud otomatis. Tapi sejumlah orang mengeluhkan desainnya karena dalam pemakaian sehari-hari, AirPods mudah hilang.

Bahkan tanpa menggunakan desain ‘terpisah’ ala AirPods, produk in-ear phone punya banyak kelemahan: desainnya mungkin kurang nyaman di telinga, lalu ia juga gampang terlepas saat Anda sedang beraktivitas. Scandi Electronics punya jalan keluar menarik atas masalah-masalah tersebut. Startup yang didirikan oleh Melissa Eldridge itu memperkenalkan Swings, earphone dengan rancangan seperti anting.

Perlu Anda ketahui bahwa Swings tidak bisa dipakai oleh semua orang. Karena disajikan seperti anting, earphone wireless ini hanya bisa dikenakan oleh mereka yang pernah menindik/melubangi daun telinga. Swings memang sengaja didesain untuk wanita. Eldridge menjelaskan, Swings ialah sebuah pembuktian bagaimana rancangan anggun dan kualitas suara bisa ‘hidup berdampingan’.

Swings 3

Cara mengoperasikan Swings sangat mudah, dan ia bisa berkamuflase sebagai aksesori fashion tanpa membuat penampilan Anda jadi canggung (gaun dan earphone olahraga bukanlah pasangan serasi). Sematkan di daun telinga layaknya anting, lalu ketika ingin menikmati musik, tinggal posisikan bagian modul utamanya di lubang telinga layaknya in-ear headphone.

Swings 1

Tentu saja Anda tetap bisa membawa Swings saat berolahraga. Scandi Electronics sangat mendukung kegiatan tersebut, dan sebagai wujud dari perhatian mereka, produsen turut menyiapkan varian Swings Sport. Berbeda dari tipe standar yang dirancang layaknya aksesori fashion dengan warna emas-putih, Swings Sport mengusung warna hitam, dipadu band silikon ringan dan tubuh anti-keringat serta konstruksi tahan benturan.

Swings 4

Swings tersambung ke smartphone Anda melalui konektivitas Bluetooth 5.0, kompatibel ke perangkat Mac, iDevice, Android serta Windows. Masing-masing modul earbud mempunyai microphone, sehingga selain buat mendengarkan musik, Anda juga bisa berkomunikasi secara hands-free. Swings dibekali sensor sentuh untuk mengendalikan fungsinya, serta accelerometer – memungkinkan earphone secara otomatis menjalankan lagu begitu Anda pasang di lubang telinga.

In-ear headphone berwujud anting ini menyimpan baterai built-in yang menjanjikan lima jam penggunaan. Tim Scandi tak lupa menyediakan charging case dengan unit baterai tambahan, daya tahannya mencapai 24 jam.

Saat ini Scandi sedang melangsungkan kampanye crowdfunding agar Swings bisa sampai ke tangan konsumen. Mereka membutuhkan modal minimal US$ 200 ribu. Di situs Kickstarter, produk dijajakan seharga mulai dari US$ 130.

Berwujud Seperti Termos, Airwirl Ialah Unit Penyejuk Udara Portable

Memang tak mudah tinggal di wilayah tropis. Ketika penduduk negera empat musim hanya berjumpa dengan musim panas selama beberapa bulan saja, kita harus menghadapinya sepanjang tahun. Pendingin udara merupakan sahabat baik kita dalam berurusan melawan panas dan keringat, namun AC tidak banyak membantu jika Anda harus pergi ke luar ruangan.

Sudah ada banyak solusi perangkat pendingin tubuh portable ditawarkan developer, dari mulai AC mini hingga wearable. Perangkat-perangkat tersebut sangat unik, namun mungkin alasan mereka tidak populer di kalangan konsumen disebabkan oleh aspek desain yang kurang praktis, atau sebetulnya cuma sekadar memberikan ‘sensasi dingin’. Tapi perangkat bernama Airwirl ini berbeda karena betul-betul menawarkan portabilitas dan solusi pendingin sejati.

Perangkat unik garapan tim developer Florida tersebut mempunyai penampilan seperti tumbler/termos. Desain ini memastikannya mudah dibawa-bawa dan tidak membuat Anda jadi pusat perhatian. Airwirl mengusung sebuah solusi thermal baru, tidak seperti mister (penyemprot kabut) atau kipas bertenaga baterai, dan benar-benar menghadirkan zona temperatur yang pengguna inginkan.

Airwirl 1

Dengan begini, Anda dapat membawa udara sejuk ke mana pun, saat berjalan-jalan sambil membawa bayi di stroller, menonton pertandingan olahraga, atau ketika pergi ke gym. Dan tidak hanya menyejukkan, Airwirl juga bisa menjadi penghangat portable sewaktu Anda pergi ke daerah dingin. Bergantung dari kebutuhan, Anda bisa memasukkan es atau hand warmer ke wadahnya.

Airwirl 2

Airwirl memiliki struktur mirip termos, terbuat dari dua lapis baja anti-karat dengan ruang vakum di tengahnya. Tubuhnya didesain untuk menjaga temperatur internal tetap bertahan lama dan tidak keluar tanpa seizin Anda. Namun bagian paling istimewa di sana adalah tutupnya.

Airwirl 5

Bagian tersebut mempunyai sistem kipas turbin yang bekerja hening untuk ‘menyemprotkan’ udara dingin/hangat ke luar, dikombinasikan bersama pipa panjang dengan ujung yang diposisikan di tengah-tengah wadah – karena di zona inilah suhu berada di titik paling rendah/tinggi. Di sana, developer juga membubuhkan busa khusus buat mengisolasi temperatur.

Airwirl 3

Cara menggunakannya sangat mudah. Setelah memasukkan es atau hand warmer, Anda hanya tinggal mencantumkan tiga buah baterai AA di tempat yang tersedia, lalu menyalakannya dengan menekan tombol power. Anda bisa mengarahkan lubang exhaust langsung ke tubuh atau menyambungkan selang penyemprot. Airwirl diklaim mampu bekerja efisien, menyala seharian cuma berbekal tiga butir baterai (Anda bisa memilih varian lithium rechargeable).

Airwirl sudah dapat dipesan di Kickstarter, dan akan mulai dikapalkan pada bulan Agustus nanti. Seperti pada produk elektronik lain, portabilitas memang menuntut harga yang tidak murah. Airwirl dijajakan seharga mulai dari US$ 130 – setara atau bahkan lebih mahal dari air-cooler rumahan.

Webcam Pintar Hello Segera Kedatangan Suksesor yang Lebih Andal Lagi

Sekitar dua tahun yang lalu, saya sempat menulis tentang Hello, sebuah webcam pintar yang dapat mengubah TV atau monitor apapun menjadi alat video conferencing, screen sharing maupun live broadcasting, semuanya lewat satu sambungan HDMI. Kampanye crowdfunding-nya terbukti sukses, dan kini Solaborate selaku pengembangnya sedang sibuk menyiapkan suksesornya.

Premis yang ditawarkan Hello 2 masih sama seperti pendahulunya: ketimbang harus membeli perangkat video conferencing yang umumnya berharga mahal, Anda hanya perlu menyambungkan Hello ke TV, lalu meletakkannya di atas TV supaya semua orang dalam ruangan bisa ikut berpartisipasi.

Solaborate Hello 2

Beberapa komponen penunjangnya masih dipertahankan, namun telah disempurnakan. Di antaranya ada sensor kamera 4K dengan kualitas yang lebih baik dan sudut pandang lebih luas (112°), 4 mikrofon beam-forming berteknologi noise dan echo-cancelling yang mampu menangkap suara dari jarak sejauh hampir 10 meter, serta prosesor 6-core yang menjadi otak semuanya.

Namun penyempurnaan hardware baru sebagian dari cerita lengkapnya, sebab platform-nya secara keseluruhan kini juga sudah dipoles lebih matang lagi berkat dukungan asisten virtual Alexa dan Google Assistant, serta dukungan fungsi home automation lewat platform Zigbee.

Solaborate Hello 2

Pengguna sekarang juga dapat meng-install berbagai aplikasi Android pada Hello 2, sehingga perangkat pun sejatinya dapat merangkap peran sebagai sebuah set-top-box untuk streaming video jika perlu. Integrasi berbagai layanan seperti Slack, Facebook Workplace, Dropbox, Google Drive dan Calendar kini juga telah tersedia secara default pada Hello 2.

Perannya sebagai kamera pengawas juga tidak dilupakan, bahkan lebih dipertegas lagi lewat penyempurnaan pada fitur night vision, serta pendeteksi suara dan gerakan. Bagi yang mementingkan masalah privasi, Hello 2 dilengkapi dua tombol untuk secara langsung memutus input video dan audio, meminimalkan peluang perangkat diretas secara remote.

Hello Touch dan keputusan menjadi open-source

Solaborate Hello 2

Di samping Hello 2, Solaborate rupanya turut mengembangkan perangkat lain bernama Hello Touch. Touch sejatinya merupakan TV 4K besar berbekal panel sentuh yang dapat digunakan untuk memudahkan proses kolaborasi secara real-time maupun sebagai papan tulis digital.

Semua yang dapat dilakukan Hello 2 juga bisa dilakukan Hello Touch, sebab seperti yang bisa Anda lihat, memang ada sebuah Hello 2 yang menancap di bagian atasnya. Secara keseluruhan, Touch sejatinya bisa menjadi alternatif terhadap Microsoft Surface Hub atau Google Jamboard, dan Solaborate pun memastikan harganya bakal cukup terjangkau guna meningkatkan nilai kompetitifnya.

Hal lain yang juga menarik untuk disorot adalah keputusan Solaborate membuka platform Hello 2 dan menjadikannya open-source. Dengan begitu, developer pihak ketiga bisa mengembangkan aplikasi untuk meningkatkan fungsionalitas Hello 2.

Solaborate Hello 2

Bukan cuma software, Solaborate juga membuka kesempatan bagi yang tertarik menggarap hardware untuk melengkapi Hello 2 maupun Hello Touch. Guna menginspirasi para kreator hardware, Solaborate pun telah menyiapkan dua aksesori berupa game controller dan programmable button untuk Hello 2.

Dari situ kreator dapat memonetisasi karya mereka masing-masing. Saat saya tanya lebih spesifik mengenai aspek monetisasi ini, Labinot Bytyqi selaku CEO Solaborate mengungkapkan bahwa detailnya masih sedang mereka diskusikan dan matangkan. Namun yang hampir bisa dipastikan, Hello nantinya juga bakal membawa semacam app store-nya sendiri demi mewadahi karya para developer pihak ketiga.

Rencananya, Hello 2 akan kembali ditawarkan melalui platform crowdfunding Kickstarter dan Indiegogo sekaligus dalam waktu dekat. Harganya masih belum diungkapkan, tapi semestinya tidak terpaut jauh dari pendahulunya. Sebagai informasi, selama masa kampanye crowdfunding, Hello generasi pertama ditawarkan seharga $189, tapi sekarang versi retail-nya dibanderol $449.

*Update: kampanye Kickstarter untuk Hello 2 saat ini sudah dimulai.

Storyball Ialah Mainan Pintar Bebas-Layar Untuk Membangkitkan Imajinasi Anak

Terlepas dari keterbatasannya, layar sentuh memungkinkan interaksi manusia dengan konten digital jadi lebih intuitif. Kini ia merupakan standar penyajian gadget modern, dimanfaatkan di berbagai perangkat, dan digunakan di bidang produktif, hiburan hingga edukasi. Begitu menyebarnya pemakaian touchscreen, anak-anak pun sudah sangat familier menggunakannya.

Mungkin saat ini orang tua mulai kesulitan mengurangi ‘ketagihan’ buah hatinya terhadap perangkat berlayar. Hal tersebut tak sepenuhnya buruk karena layar bisa bermanfaat sebagai jendela mengakses ilmu pengetahuan. Namun jika Anda mulai merasa tak nyaman melihat si buyung menatap gadget setiap hari, kreasi Adi Maimon Geffen dan kawan-kawan ini dapat menjadi jalan keluar.

Melalui Kickstarter, startup dengan visi ‘tech-for-good‘ itu memperkenalkan Storyball, yakni mainan pintar yang disiapkan untuk mengurani ketergantungan anak-anak pada gadget berlayar, membuat mereka lebih aktif, serta dirancang sebagai alat pembangkit imajinasi. Ingatkah saat dahulu kita berkhayal dan bermain menjadi tentara, mata-mata, dokter, hingga penjaga kebun binatang? Hal ini yang ingin dihidupkan kembali oleh Storyball.

Storyball 1

Seperti namanya, Storyball hadir dalam wujud seperti bola dan mengandalkan suara sebagai interface-nya. Perangkat bisa menjadi rekan anak-anak berpetualangan secara imajinatif, menantang mereka melakukan tantangan-tantangan seru, hingga memberikan kuis. Si buyung dipersilakan berinteraksi dengan Storyball lewat gerakan dan suara. Menariknya lagi, mainan pintar ini juga dapat berinteraksi bersama lebih dari seorang user dan mendorong anak-anak bermain bersama.

Storyball 2

Bagian paling unik di Storyball terdapat pada cover-nya. Hadir dalam beragam rupa, skin memberikan Storyball karakteristik berbeda. Developer telah menyiapkan sejumlah persona, misalnya Agent Ayo, Pepper the Bear, dan Sesame sang unicorn. Masing-masing karakter ini difokuskan pada kemampuan berbeda, misalnya bahasa, skill motorik, imajinasi, kecakapan sosial, penyelesaian masalah, serta mendongkrak kreativitas.

Storyball 3

Developer juga telah berkolaborasi bersama sejumlah brand terkemuka di bidang hiburan anak buat mengekspansi karakter Storyball. Sejauh ini mereka telah menggaet Nickelodeon dan publisher buku HarperCollins. Dengan kerja sama itu, tim Storyball memperoleh lisensi untuk menciptakan cover dari tokoh-tokoh kartun Paw Patrol seperti Chase dan Skye, serta karakter dari buku anak-anak, semisal Magic Ballerina dan Snivel di Robo-Dog.

Storyball 4

Perlu diketahui bahwa Storyball tidak benar-benar bebas dari layar. Bluetooth dan smartphone tetap diperlukan untuk proses setup mainan pintar ini sebelum Anda memberikannya pada sang buah hati. Via aplikasi companion, kita juga dapat memonitor apa saja yang sudah anak-anak pelajari.

Selama kampanye crowdfunding Storyball masih berlangsung di Kickstarter, mainan ini bisa Anda pesan seharga mulai dari US$ 60, sudah termasuk satu jenis skin.

Komputer Single Board UDOO BOLT Siap Jalankan Game Kelas AAA

Kita semua tahu bahwa Raspberry Pi adalah komputer single-board (SBC) yang paling populer. Namun kalau ditanya mengenai SBC yang paling kencang performanya, sejatinya ada cukup banyak alternatifnya di luar sana. Salah satunya adalah yang bernama UDOO BOLT berikut ini.

Tim pengembang UDOO sendiri memulai kiprah mereka lewat sebuah SBC yang merupakan perkawinan antara Raspberry Pi dan Arduino, menawarkan fleksibilitas ekstra bagi komunitas maker dan DIY enthusiast. Seiring waktu, SBC besutan UDOO terus bertambah perkasa, dan UDOO BOLT masih mempertahankan tradisi ini.

Pada kenyataannya, UDOO BOLT diklaim sanggup menjalankan game kelas AAA secara mulus. Judul-judul seperti Overwatch atau Dota 2 bisa ia jalankan dalam resolusi full-HD tanpa masalah, bahkan game yang lebih berat seperti GTA V pun juga bisa, meski hanya dalam resolusi 720p saja.

UDOO BOLT

Rahasianya terletak pada SoC AMD Ryzen Embedded V1605B yang terdiri dari prosesor quad-core 3,6 GHz dan GPU Radeon Vega 8 (setara Nvidia GTX 950M). Slot RAM DDR4-nya sendiri ada sepasang, siap mengakomodasi hingga kapasitas 32 GB. Pengembangnya bilang bahwa performa BOLT hampir dua kali lebih cepat ketimbang MacBook Pro 13 inci dengan prosesor Intel Core i5, dan bahkan tiga kali lebih cepat daripada Mac Mini.

Begitu istimewanya performa BOLT, pengembangnya juga yakin ia bisa digunakan untuk memainkan game VR. Semuanya memang terkesan berlebihan untuk sebuah SBC, akan tetapi kapabilitasnya ini justru bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, termasuk yang sebelumnya tak bisa difasilitasi SBC lain dengan alasan kekurangan tenaga.

Untuk storage, ada eMMC 32 GB yang terintegrasi, namun pengguna juga dapat memasangkan SSD tipe NVMe maupun SATA. Konektivitasnya juga tak kalah impresif; BOLT dapat disambungkan dengan empat monitor 4K sekaligus (dua via HDMI 2.0, dan dua lagi via USB-C). Namun yang sudah menjadi ciri khas UDOO adalah tersedianya konektor Arduino, sehingga BOLT juga dapat mengotaki beragam proyek robotik.

UDOO BOLT

Semua itu dikemas di atas sebilah papan yang panjang tiap sisinya tidak lebih dari 12 cm. Sebagai perbandingan, model Raspberry Pi yang paling bertenaga memiliki dimensi 8,5 x 5,6 cm, tidak terpaut terlalu jauh dari UDOO BOLT.

Satu hal yang perlu dicatat, harga yang harus ditebus untuk satu unit UDOO BOLT tidak murah. Di Kickstarter, starter kit-nya yang mencakup RAM 4 GB dan power supply ditawarkan seharga $378. Kalau mau lebih berhemat lagi, ada varian lain yang hanya mengemas prosesor dual-core dan GPU Vega 3, di mana starter kit-nya ditawarkan seharga $298.

Via: TechCrunch.

Casing Ini Bekerja Seperti Airbag Demi Menyelamatkan Ponsel yang Terjatuh

Entah sudah berapa banyak nyawa yang terselamatkan oleh keberadaan airbag di dalam mobil. Lalu fantasi liar pun muncul: “Apakah bisa teknologi serupa diterapkan ke smartphone?” Tentunya ini dimaksudkan supaya ponsel tidak rusak meski terjatuh, sekaligus menjadi alternatif terhadap casing protektif yang bongsor dan tebal.

Jawabannya sebenarnya bisa saja. Tinggal sisipkan komponen-komponen yang dibutuhkan ke dalam sebuah casing smartphone, lengkap beserta sensor yang dibutuhkan untuk mendeteksi ketika smartphone tidak sengaja terlepas dari tangan, dan ponsel pun bisa terselamatkan dari maut.

Namun berdasarkan pengalaman seorang engineer muda asal Jerman, Philip Frenzel, cara ini sangat tidak praktis. Seperti yang kita tahu, airbag bersifat sekali pakai, dan harus diperbaiki setiap kali selesai meletup. Dari situ Philip mencoba bereksperimen dengan ide lain, spesifiknya seputar per atau pegas.

Tidak seperti kantong udara (airbag), pegas dapat kembali ke bentuk semula dengan sendirinya. Sifatnya pun juga memantul-mantul, sehingga ideal digunakan untuk meredam getaran dan menyelamatkan ponsel yang terjatuh. Konsep ini Philip realisasikan menjadi prototipe produk yang fungsional.

Mobile airbag

Sejauh ini produknya belum punya nama. Ada yang menyebutnya mobile airbag, ada juga active damping case. Intinya, cara kerjanya memang mirip airbag: casing dilengkapi sejumlah sensor untuk mendeteksi apakah benar ponsel terjatuh dari tangan, lalu mengirim sinyal supaya komponen penyelamat berkonsep pegas tadi bisa langsung aktif.

Pegasnya ini kelihatan seperti delapan tanduk yang muncul sesaat sebelum ponsel mencium tanah, terbuat dari logam tipis yang cukup fleksibel. Saat Anda mengambil ponsel yang jatuh tadi kembali, cukup lipat tanduknya tersebut, lalu dorong dan jejalkan kembali ke dalam casing.

Kabar baiknya, teknologi ini sudah dipatenkan oleh sang penciptanya, dan ia pun berencana untuk merealisasikannya lewat bantuan platform crowdfunding Kickstarter dalam waktu dekat. Semoga saja ia tidak menemui kesulitan dalam tahap manufaktur nantinya.

Sumber: TechCrunch dan Designboom.

Flip Grip Persilakan Anda Menikmati Game Arcade di Nintendo Switch Secara Vertikal

Karena bisa dinikmati sebagai handheld atau home console, Nintendo Switch boleh disebut sebagai perangkat game paling fleksibel yang tersedia saat ini. Salah satu faktor pendorong kesuksesannya adalah ketersediaan aksesori pendukung Switch, baik resmi dari Nintendo ataupun third-party, yang membuat kegiatan gaming di sana jadi lebih nikmat.

Selain game-game eksklusif dan judul-judul blockbuster multi-platform, Nintendo juga sudah menghadirkan permainan-permainan arcade klasik seperti Ikaruga, Pac-Man serta port resmi Donkey Kong. Dalam memanjakan konsumennya, sang perusahaan hiburan Jepang itu memang patut diacungi jempol. Namun ada satu masalah: bagian kickstand dan slot Joy-Con sejauh ini belum mendukung format vertikal game arcade.

Flip Grip 1

Solusi atas kendala ini diajukan oleh tim Fangamer. Lewat Kickstarter, mereka memperkenalkan Flip Grip, yaitu aksesori tambahan yang memungkinkan tablet Switch diposisikan secara vertikal di tengah-tengah controller. Jalan keluar dari Fangamer tersebut sederhana sekaligus brilian. Dengannya, tidak ada pixel di layar yang terbuang sia-sia.

Flip Grip hadir berupa adaptor. Di sisi kiri dan kanan terdapat slot untuk mencantumkan Joy-Con. Selanjutnya, tablet Switch dimasukkan ke celah secara vertikal. Ukuran Flip Grip telah disesuaikan dengan dimensi Switch sehingga ia tetap mengekspos port audio, slot kartu microSD serta game card. Aksesori ini juga tidak menutup console secara erat, memastikan sirkulasi udaranya tetap optimal.

Flip Grip 5

Dalam uji coba yang Fangamer lakukan, tidak ada peningkatan temperatur di Switch ketika dipasangkan ke Flip Grip, meskipun console hybrid itu digunakan secara intensif buat menjalankan game bergrafis berat seperti The Legend of Zelda: Breath of the Wild.

Fangamer merancang Flip Grip agar hanya bisa beroperasi di mode baterai. Ketika terpasang, Anda tidak dapat men-charge-nya. Dengan begini, Switch tidak bekerja secara ‘maksimal’, dimaksudkan agar tidak menghasilkan panas terlalu tinggi dan sistem pendingin beroperasi secara wajar.

Flip Grip 3

Anda juga tak perlu mencemaskan daya tahannya. Flip Grip terbuat dari plastik PC/ABS molded injection. Material ini ekonomis, serta lebih kuat dan lentur dari plastik 3D printer standar. Fangamer menjamin Flip Grip mampu ‘menahan tumpahan emosi yang mungkin Anda keluarkan saat bermain’, dan mengunci masing-masing komponen Switch (tablet serta Joy-Con) dengan mantap.

Selain judul-judul yang saya sebutkan di atas, ada cukup banyak game yang lebih optimal dimainkan secara vertikal, di antaranya: Terra Cresta, Danmaku Unlimited 3, Gunbarich, Gunbird 1 dan 2, Dig-Dug, Galaga serta Galaga ’88, Strikers 1945 dan sekuelnya, hingga Samurai Aces.

Flip Grip 2

Tidak ada dampak negatif dari membeli Flip Grip. Harganya murah, mudah dipasang, dan ia merupakan investasi berharga bagi pemilik Switch yang mencintai game-game arcade lawas. Aksesori ini bisa Anda pesan di Kickstarter, dijajakan seharga US$ 12 dan akan mulai didistribusikan pada bulan November 2018.