[Music Monday] Mengapa Toko Unduhan Musik Tidak Akan Berhasil di Indonesia

Makin saya pikirkan, semakin yakin bahwa layanan musik – setidaknya di Indonesia – berjalan ke arah yang salah. Sejak 2008, Indonesia telah memiliki beberapa toko unduhan musik online. Berbagai model bisnis telah dijalankan – ISP mencoba pembayaran ISP, operator telekomunikasi mencoba dengan membayar via SMS, dan beberapa layanan lain bahkan menyediakan pilihan sistem pembayaran; baik lewat SMS atau voucher elektronik.

Investasi (yang cukup mahal) di-hosting dan sistem pengiriman konten dilakukan dalam usaha untuk meniru apa yang sepertinya berjalan di luar negeri – unduhan musik. Pada dasarnya, pengguna akan membayar untuk sebuah lagu yang mereka inginkan, dan hanya untuk lagu yang mereka mau saja, dan mengunduhnya ke perangkat mereka. Kebanyakan layanan membutuhkan implementasi DRM untuk menghindari proses penyalinan yang tidak sah, dan file itu sendiri biasanya terkunci hanya pada perangkat yang mengunduh file tersebut.

Tentunya, ini tidak berhasil. Pastinya praktik ini tidak pernah memberikan hasil yang diinginkan oleh industri musik.

Continue reading [Music Monday] Mengapa Toko Unduhan Musik Tidak Akan Berhasil di Indonesia

[Dailyssimo] Apakah Blog Perlu SEO?

Beberapa hari ini saya terlibat diskusi di sebuah Facebook Group yang cukup menarik dan cukup membuka mata saya tentang sudut pandang para pelaku jasa strategi digital yang ada di tanah air kita ini.

Salah satu topik yang dibahas adalah mengenai penerapan SEO (Search Engine Optimization) pada blog, dan topik sederhana ini benar-benar mengundang reaksi yang saya bisa bilang merepresentasikan bagaimana cara pandang kebanyakan orang.

Menurut Anda apakah sebuah blog membutuhkan SEO? Jawaban mudah, cepat dan tanpa perlu pemikiran panjang adalah: Ya! Tapi apakah benar sebuah blog membutuhkan SEO?

Hakikat sebuah mesin pencari adalah mengumpulkan dan menyusun (indexing) kata-kata yang populer dan banyak dicari pada list mereka. Semakin populer sebuah kata, maka akan ada di urutan teratas. Jadi bila kata yang kita maksud adalah nama sebuah blog lengkap dengan link-nya maka yang dibutuhkan agar bisa masuk dalam urutan teratas dalam hasil pencarian, ya popularitas. Dengan kata lain, sebuah blog harus cukup populer, cukup banyak dicari orang untuk bisa masuk ke dalam urutan teratas daftar pencarian, that’s how we play the game…..fair and square. 🙂

Continue reading [Dailyssimo] Apakah Blog Perlu SEO?

[Simply Business] Mencari Kekayaan dengan Tidak Menggali Emas

Jutawan pertama di California hadir pada masa demam emas legendaris tahun 1850, ia bernama Sam Brannan. Meskipun saat itu adalah masa demam emas, Sam menjadi kaya bukan karena menemukan dan menjual emas, tetapi dia menjual sekop. Orang kedua yang menjadi kaya dalam masa yang sama adalah seorang Yahudi. Dia bereksperimen dengan bahan yang bernama denim dan membuat celana yang nyaman tapi kuat untuk dipakai ketika menggali emas. Orang tersebut bernama Levi Strauss, penemu Jeans.

Masa demam emas selalu terjadi, bahkan sekarang di era digital. 10 tahun yang lalu semua orang berlomba membuat sebuah situs dan sekarang semua orang berebut untuk membuat aplikasi mobile. Banyak orang yang mendapatkan peluang dengan membuat aplikasi mobile, tetapi berapa banyak orang yang benar-benar mendapatkan uang dari aplikasi mobile?

Menurut penelitian yang baru-baru ini dijalankan oleh App Promo, pasar iOS diisi oleh 600.000 aplikasi, tetapi hanya 12 persen dari aplikasi-aplikasi tersebut telah mendapatkan $50.000 atau lebih. Sekitar 59 persen dari aplikasi tersebut tidak mampu mennghasilkan uang untuk mengembalikan modal biaya pengembangan. Lebih buruk lagi kondisi di Android Market, atau yang baru saja berganti nama menjadi Google Play. Survei dari Flurry Analytics menunjukkan bahwa pengembang mendapatkan pendapatan 77 persen lebih sedikit ketika menjual aplikasinya di Google Play dibandingkan dengan di App Store.

Continue reading [Simply Business] Mencari Kekayaan dengan Tidak Menggali Emas

[Music Monday] Tunggu, Internet Dapat Menghasilkan Uang untuk Musik?

Industri (rekaman) musik ada di masa gelap akhir-akhir ini, terutama di Indonesia – saya telah menuliskan beberapa tulisan tentang situasi ini jadi saya tidak akan mengulangnya. Tetapi keambrukannya bisa dirangkum seperti ini: saat ini tidak ada cara nyata bagi industri (rekaman) musik untuk bisa menghasilkan uang dari karya mereka. Penjualan CD menurun, musik melalui perangkat bergerak akan menghadapi krisis, dan tidak ada layanan musik online di pasar lokal yang benar-benar layak untuk disebutkan. Tapi ini bukan berarti internet tidak bisa menghasilkan uang buat Anda, musisi atau label musik.

Saya mengakui bahwa pernyataan saya agak meluas tentang hal ini – saya tidak akan mengatakan bahwa ada jutaan cara untuk mendapatkan uang bagi musik langsung dari internet, tetapi jelas ada banyak cara untuk menjamin internet bekerja untuk Anda dan bisa mendatangkan uang yang Anda butuhkan. Musik mungkin secara sudah pada dasarnya gratis untuk sebagian pendengar musik, tetapi itu tidak berarti membuat musik yang Anda inginkan tidak membutuhkan uang. Bahkan mengunduh Audacity atau Gamelan butuh biaya untuk akses internet.

Continue reading [Music Monday] Tunggu, Internet Dapat Menghasilkan Uang untuk Musik?

[Simply Business] Bekerja Terlalu Keras Tidak Baik Untuk Anda

Saya telah melihat tren yang mengganggu di dunia startup. Perilaku yang mengganggu di dunia korporat dan yang juga menjadi alasan utama mengapa saya meninggalkan dunia korporat telah menginfeksi dunia kecil kita yang indah. Tren tersebut adalah: Bekerja terlalu keras.

Ya, saya telah melihatnya terjadi. Orang bekerja sampai larut dilihat sebagai pahlawan dan bekerja di akhir pekan sudah dianggap sebagai hal normal. Tidak melakukannya membuat Anda jadi bahan ejekan masyarakat. Sebenarnya tidak perlu jadi seperti ini. Tidak peduli berapa jam yang Anda habiskan dalam bekerja, hasil adalah yang paling penting.

Butuh contoh? Lihatlah cara Ryan Carson dalam menjalankan bisnisnya, dengan bekerja hanya 4 hari per minggu namun masih bisa menjalankan usaha yang menguntungkan dengan pemasukan $3 juta per tahun.

Continue reading [Simply Business] Bekerja Terlalu Keras Tidak Baik Untuk Anda

[Music Monday] Tentang OpenEMI dan Membawanya ke Tahap Selanjutnya

Pada tanggal 22 – 24 April 2012 sebuah konferensi bernama Rethink Music diselenggarakan oleh Berklee College of Music di Boston. Mereka pada dasarnya membawa para profesional dari seluruh industri musik – dari media, dari label musik, manajemen artis, dan dari perusahaan teknologi seperti YouTube, Rhapsody dan Echo Nest (Anda bisa melihat semua daftar pembicara di sini). Tetapi salah satu topik yang bagi saya menarik yang diumumkan dan didiskusikan di acara tersebut adalah, OpenEMI.

Konsep dasar dari OpenEMI adalah untuk menyediakan akses bagi para startup yang ingin membuat aplikasi dan layanan musik berdasarkan koleksi musik EMI – dan jika aplikasi ini cukup menarik, EMI bisa saja bermitra dengan startup tersebut untuk mengembangkannya lebih jauh. Anda bisa meminta akses, apakah dari koleksi lagu mereka yang cukup luas atau meminta akses lebih dalam untuk konten audio, video atau konten lain dari artis tertentu. Sistem yang ramah bagi developer ini didukung oleh Echo Nest, perusahaan yang juga memiliki cakupan API yang cukup luas untuk aplikasi musik yang menjadi pendukung layanan seperti fitur Radio di Spotify.

Continue reading [Music Monday] Tentang OpenEMI dan Membawanya ke Tahap Selanjutnya

[Simply Business] Go Local, Screw Global

Menyasar pasar global! Itu bisa jadi adalah impian dari banyak founder startup ketika merencanakan pengembangan startup mereka. Impian yang telah digapai oleh Facebook, Twitter, LinkedIn, dan startup lain di Silicon Valley. Berpikir/menyasar pasar global merupakan hal yang biasa, namun jangan lupakan bahwa untuk mencapainya, Anda harus menguasai pasar lokal terlebih dahulu.

Saya yakin kita semua sudah menonton film “The Social Network” jadi kita semua tahun bahwa Facebook dimulai dari ruang asrama yang menargetkan siswa Harvard sebagai penggunanya. Facebook kemudian tumbuh untuk menambah target lebih banyak universitas dan setelah itu baru terbuka untuk publik dan mendapatkan pengakuan secara nasional. Proses yang dihadapi Facebook untuk menjadi layanan global adalah dengan melakukan langkah demi langkah. Facebook tidak dimulai sebagai perusahaan global, Facebook dimulai sebagai jejaring sosial yang hanya diperuntukkan secara eksklusif bagi Harvard yang kemudian bertumbuh langkah demi langkah.

Mari kita lihat situs lain: Groupon. Groupon didirikan oleh Andrew Mason pada bulan November 2008. Kota pertama yang mereka bombardir adalah Chicago. Mereka mendapatkan keberhasilan di kota tersebut lalu memperluas cakupannya ke Boston, New York dan Toronto. Mereka tumbuh sangat pesat dalam 2 tahun dengan 35 juta pengguna di Amerika Utara dan Selatan, Eropa, dan Asia dengan melakukan pembelian startup mirip-Groupon di seluruh dunia. Ya, mereka menjadi perusahaan dengan kekuatan global, tetapi mereka memulai semua itu di satu kota: Chicago.

Continue reading [Simply Business] Go Local, Screw Global

[Music Monday] Label Musik, Buatlah Sesuatu yang Sederhana dan Tempatkan di Web

Seperti yang telah dituliskan oleh DailySocial beberapa waktu lalu, Touchten berkolaborasi dengan Aquarius Musikindo, salah satu label ‘major independent’ (ini adalah istilah yang digunakan oleh mereka di industri untuk memberi catatan bagi label musik besar yang tidak berafiliasi dengan Big Four: Sony, Universal Music, Warner Music, dan EMI), meluncurkan aplikasi musik. Peluncuran aplikasi ini patut diapresiasi karena menunjukkan bahwa label musik mau untuk mencoba hal baru yang belum teruji, alih-alih menemukan medium baru untuk mengulang bisnis model lama dari rekaman musik serta keuntungan dari jumlah eksemplar yang terjual.

Maksud saya, jika kita mau meninggalkan isu pembajakan, kenapa tidak sekaligus mencoba hal baru? Kecenderungan yang meningkat dari konser sebagai sumber pemasukan utama bagi musisi telah menekankan bahwa musik rekaman itu sendiri, yang diperoleh secara legal atau ilegal, adalah sebuah cara untuk menjual pengalaman musik, yang dalam beberapa kasus lebih baik untuk dinikmati secara ‘live’.

Continue reading [Music Monday] Label Musik, Buatlah Sesuatu yang Sederhana dan Tempatkan di Web

[Simply Business] Percayalah Pada Ide Bodoh Anda

Ada batas tipis antara ide brilian dengan ide bodoh. Beberapa ide mungkin tidak masuk akal pada masanya, tetapi bisa jadi akan lebih masuk akal di masa yang akan datang. Namun ada juga beberapa ide memang benar-benar bodoh. Anda mungkin bisa memisahkan antara keduanya secara langsung, tetapi sebetulnya bukan itu masalahnya.

Sebagai contoh, mari kita lihat Encarta dan Wikipedia. Keduanya adalan ensiklopedi dengan jumlah artikel sangat banyak yang meliput berbagai bidang dan bahasa. Yang satu dibuat oleh perusahaan besar yang ditulis oleh (mungkin) ribuan ahli terpilih dan yang satu lagi adalah ensiklopedi buatan organisasi nirlaba amal yang ditulis oleh sukarelawan anonim yang berkontribusi tanpa dibayar.

Sekarang, jika saya menanyakan mana yang akan menjadi pemenang berdasarkan pernyataan yang di atas, apakah jawaban yang akan Anda berikan?

Continue reading [Simply Business] Percayalah Pada Ide Bodoh Anda

[Music Monday] Mengapa Kita Perlu Peduli dengan Ringback Tones

Bagi sebagian orang di Indonesia, ringback tone (RBT) menjadi sebuah isu kontroversial; membuat marah banyak orang dan memisahkan industri terkait hampir dalam situasi pro – kontra. Tetapi sebelumnya, RBT booming dan menjadi tumpuan dari industri musik (masih sampai sekarang, tergantung Anda bertanya pada siapa). Dan tidak hanya industri musik, pertumbuhan dari pasar RBT menjadikan indikasi pertama bahwa Indonesia, sebagai pasar konten digital, adalah berbeda dengan negara lain dan digerakan oleh aturan yang berbeda.

Saya telah menuliskan tentang bagaimana startup di segmen musik telah ada kurang lebih sejak 6-7 tahun ke belakang, dan saya merasa tulisan ini pas sebagai bagian dari seri yang mendikusikan ringback tone (RBT). RBT menjadi populer di Korea untuk mengantikan nada dering yang membosankan ketika Anda menunggu telepon Anda diangkat, RBT (dikenal juga sebagai ‘color ringback tones’, karena nada ini menambahkan ‘warna’ pada nada sambung Anda), teknologi tersebut akhirnya diterapkan di Indonesia pada tahun 2004 ketika Indosat dan Telkomsel mulai membangun layanan RBT mereka dan menawarkannya pada publik pada tahun yang sama. Perusahaan telekomunikasi mendekati label musik untuk memelihara agar layanan ini tetap menarik; negosiasi mengambil tempat dan kesepakatan bisnis tercipta dimana akhirnya mendefinisikan model bisnis untuk RBT di seluruh industri ke depan.

Continue reading [Music Monday] Mengapa Kita Perlu Peduli dengan Ringback Tones