Susul WhatsApp, Viber Juga Terapkan Fitur Enkripsi End-to-End

Setelah WhatsApp, Viber kini menjadi layanan pesan instan terbaru yang menerapkan fitur enkripsi end-to-end atas seluruh konten yang keluar-masuk dalam jaringannya, mencakup pesan teks satu lawan satu maupun group chat, gambar serta panggilan suara.

Lewat blog resminya, Viber menjelaskan bahwa fitur enkripsi ini mencakup semua platform dimana Viber tersedia. Jadi dari mana pun Anda menggunakan Viber, dari perangkat desktop atau mobile, komunikasi akan berjalan lebih aman dari sebelumnya.

Sama seperti WhatsApp, fitur enkripsi Viber ini bisa langsung dinikmati hanya dengan meng-update aplikasi ke versi terbaru yang akan diluncurkan secara bertahap dalam dua minggu ke depan. Sebagai penanda bahwa fitur enkripsi telah aktif, pengguna akan menjumpai icon gembok berwarna abu-abu di sisi kanan kolom chat.

Viber turut memberikan kebebasan bagi penggunanya untuk menetapkan kontak mana saja yang mereka anggap bisa dipercaya secara manual. Dalam kasus ini, icon gembok tadi akan berubah warna menjadi hijau. Seandainya icon berganti jadi merah, bisa jadi kontak tersebut telah diretas atau sekadar mengganti perangkatnya dengan yang baru, sehingga proses otentikasi manual pun harus diulang.

Fitur baru Viber, Hidden Chat / Viber
Fitur baru Viber, Hidden Chat / Viber

Kepedulian Viber terhadap privasi dan keamanan tak berhenti sampai di situ saja. Mereka juga memperkenalkan fitur baru bertajuk Hidden Chat, dimana pengguna bisa menyembunyikan percakapan-percakapan tertentu dari layar utama dengan kode PIN.

Fitur ini sangat bermanfaat untuk percakapan yang sifatnya rahasia, atau sekadar membatasi akses anak-anak yang gemar meminjam perangkat milik orang tuanya.

Terlepas dari itu, tampaknya fitur enkripsi memang sedang menjadi buah bibir belakangan ini. Setelah Viber, layanan pesan instan apa lagi yang bakal menyusul?

Sumber: Viber Blog.

Application Information Will Show Up Here

Saingi Slack, WeChat Enterprise Berniat Memudahkan Komunikasi dalam Lingkup Dunia Kerja

Layanan pesan instan populer asal Tiongkok, WeChat, belum lama ini meluncurkan layanan terpisah baru yang dikhususkan untuk lingkup dunia kerja. Bernama WeChat Enterprise, layanan ini secara langsung akan bersaing dengan Slack yang populer di kalangan perusahaan.

Selain tentunya mengemas fitur-fitur standar WeChat, layanan baru ini turut dilengkapi fitur-fitur lain yang akan memudahkan komunikasi di dunia kerja. Salah satunya adalah tombol untuk mengaktifkan status semacam “Coffee Break”, dimana kolega Anda bisa langsung tahu bahwa Anda sedang beristirahat dan belum bisa dihubungi.

Fitur lain yang tak kalah menarik adalah tombol “Receipt” yang berfungsi untuk memberi tahu ke pengguna lain bahwa Anda telah membaca suatu pengumuman. Fitur ini mirip seperti fitur Reactions di Slack, yang akan meminimalisir secara drastis jumlah jawaban singkat “oke” atau sejenisnya.

WeChat Enterprise juga memudahkan perusahaan untuk membuat semacam sistem formulir untuk keperluan tertentu. Jadi semisal ada karyawan yang hendak meminta reimburse biaya transportasi, ia tinggal mengakses formulir itu dari menu aplikasinya yang tersedia untuk iOS, Android, Mac dan Windows. Demikian juga halnya ketika hendak mengajukan izin cuti maupun keperluan lainnya.

Panggilan telepon yang dilakukan lewat WeChat Enterprise akan tersambung ke akun perusahaan, yang berarti biaya tagihannya otomatis akan dialihkan ke perusahaan. Fitur ini tergolong baru dalam kategori aplikasi chatting kantoran seperti ini.

Meski kedengarannya menjanjikan, sejauh ini WeChat Enterprise baru tersedia di Tiongkok saja, dan perusahaan yang hendak menggunakan pun diwajibkan memiliki izin usaha resmi yang memenuhi standar regulasi negara. Hingga kini belum ada informasi terkait ketersediaannya di kawasan lain.

Sumber: TheNextWeb dan WSJ.

Apa yang Dapat Kita Pelajari dari Aplikasi Pesan Instan Asal Singapura Pie

Aplikasi pesan instan asal Singapura Pie baru saja menerima investasi senilai $1.2 juta dari beberapa investor yang dipimpin oleh GREE Ventures. Perusahaan tersebut juga menjadi rekan peluncuran Apple Watch, yang dipilih melalui proses yang sangat selektif. Kami berbicara dengan Co-Founder dan CPO Pie Pieter Walraven mengenai pencapaian Pie dan apa yang dapat dipelajari oleh startup Indonesia. Continue reading Apa yang Dapat Kita Pelajari dari Aplikasi Pesan Instan Asal Singapura Pie

XL Axiata Ungkap Dominasi WhatsApp Di Indonesia

Dalam acara Mobile Marketing Association Forum (MMAF) Indonesia, Chief Social Media Officer XL Axiata (XL) Ongki Kurniawan mengungkapkan bahwa saat ini WhatsApp sudah mendominasi ranah mobile messaging di Indonesia. BlackBerry Messenger (BBM) yang dulu sempat merajai segmen ini malah semakin tenggelam dan berada di belakang aplikasi-aplikasi yang lain.

Seperti dikutip dari Merdeka, data XL menunjukkan bahwa pertumbuhan year-of-year WhatsApp mencapai 37 persen, sementara BBM justru turun 15 persen dibanding tahun lalu.  Secara total, ada 70% dari pengguna XL yang terhubung dengan Internet yang menggunakan WhatsApp di perangkatnya. XL sendiri telah memiliki 31,2 juta pelanggan yang terhubung dengan Internet, atau 50% dari total penggunanya.

Dalam data tersebut juga terungkap bahwa pengguna aplikasi chatting di Indonesia yang semenjak dua tahun lalu dikuasai oleh BBM kini sudah bermigrasi ke aplikasi lain seperti Line dan WeChat yang secara keseluruhan sudah digunakan oleh sekitar 40% pengguna smartphone di Indonesia. BBM sendiri kini digunakan oleh kurang dari 10% pelanggan XL.

Kejayaan WhatsApp di Indonesia memang sudah diprediksikan. Menurut survei OnDevice akhir tahun lalu, tiga aplikasi messaging paling banyak digunakan di Indonesia adalah WhatsApp, BBM, dan Line. Rangkuman Google Trends sepanjang tahun 2013 justru lebih mendekati data XL, dengan menempatkan WhatsApp, WeChat, dan Line sebagai aplikasi paling banyak dicari di Indonesia. Tak hanya di smartphone, WhatsApp juga tersedia untuk sejumlah feature phone, termasuk yang berbasis S40 seperti Nokia Asha yang masih memiliki banyak peminat di Indonesia.

Pergeseran tren aplikasi chatting ini juga berakibat pada penurunan penggunaan voice call. Banyak pengguna memilih untuk mengganti voice calldengan aplikasi chatting dengan alasan lebih efisien dan murah.

“Perangkat mobile menjadi salah satu perangkat paling sering digunakan dan tak terpisahkan bagi seseorang sejak saat bangun hingga sepanjang hari,” ujar Ongki.

Fakta lain yang terungkap dan tidak kalah mengejutkankan adalah para pengguna smartphone di Indonesia ternyata menghabiskan waktu hingga 5,5 jam dengan gadget mereka. Angka ini sudah melebihi interaksi warga Indonesia dengan televisi yang selama ini selalu menjadi media primadona.

[Ilustrasi: Shutterstock | Data: Instagram AddictionID]

Artikel sindikasi ini pertama kali dimuat di DailySocial dan ditulis oleh Adjie Priambada.