RevoU Tawarkan Pendidikan Teknologi, Sesuaikan Materi dengan Kebutuhan Startup

Geliat pesat bisnis dan startup di Indonesia nyatanya masih menyisakan pengangguran yang terus meningkat karena tidak sesuainya skill calon pekerja dengan kebutuhan industri. Pekerjaan rumah ini harus diselesaikan secara bersama oleh pemerintah, institusi pendidikan serta berbagai pihak lainnya.

Engineer menjadi pekerjaan yang paling banyak dicari startup, namun ketersediaannya begitu terbatas. Alhasil, membuat startup mengambil talenta dari luar negeri untuk bekerja di perusahaannya.

RevoU turut mengambil kesempatan tersebut dengan meresmikan kehadirannya di Indonesia sejak awal Juni 2019. Startup edutech ini sebenarnya adalah hasil paduan dari startup edutech di Tiongkok dan Amerika Serikat, dengan lokalisasi untuk Indonesia.

RevoU didirikan oleh Matteo Sutto, mantan petinggi di Zalora dan iPrice Group. Startup ini memosisikan diri sebagai wadah percepatan karier buat siapapun asal memiliki kemauan yang kuat untuk belajar, terlepas dari latar belakang, tingkat pendidikan, atau karier sebelumnya.

Menurutnya, pangkal isu dari ketimpangan ini bukan terjadi karena kurang sesuainya kurikulum yang diajarkan institusi pendidikan. Namun karena minimnya tools untuk melatih skill jadi lebih baik sesuai dengan kebutuhan industri.

Salah satu faktor ini, setidaknya ia temukan saat bekerja di iPrice. Banyak orang Indonesia yang memiliki skill mumpuni berkat mentoring dan pelatihan yang tepat diajarkan di sana.

“Jadi bukan karena kurang talenta, tapi kurangnya tools untuk berlatih mengembangkan skill yang tepat sesuai kebutuhan industri IT. Ini isu fundamental yang coba kami selesaikan lewat RevoU,” terang Sutto kepada DailySocial.

Program “Career Track” dan penyaringan peserta

Founder dan CEO RevoU Matteo Sutto / RevoU
Founder dan CEO RevoU Matteo Sutto / RevoU

Dia melanjutkan, RevoU menyiapkan pilihan karier yang ingin ditempuh setiap partisipannya, disebut “Career Track.” Kurikulumnya merupakan kombinasi materi online yang sudah ada, 1-on-1 live mentoring dengan pelaku startup, dan dipadu padankan tugas-tugas rutin yang berkorelasi dengan pekerjaan nyata di lapangan.

Alhasil, setiap partisipan diharapkan memiliki skill yang lebih matang dan tidak bersifat jangka pendek saja. Sebab ilmu yang diajarkan dari para mentor dapat langsung dipraktikkan dalam pekerjaan nyata.

Mentor yang mengisi dalam setiap pertemuan, sambungnya, adalah praktisi nyata yang bekerja di startup dan mau berbagi pengalaman serta tips untuk para partisipan.

Program pendidikan yang dapat dipilih dalam Career Track sementara ini adalah Digital Marketing. Sutto menyebut pihaknya akan terus menambah pilihan karier yang paling banyak dibutuhkan di startup, seperti dan Data Science, Engineer, Computer Science, Data Analytics dan sebagainya.

“RevoU bertugas untuk melatih calon talenta, sehingga saat bekerja di startup, perusahaan tidak perlu melatih lagi karena sudah kami kerjakan. Jadi lulusan yang kami hasilkan siap langsung kerja.”

Ambil contoh, untuk Digital Marketing, komitmen yang dibutuhkan untuk mengikuti program ini adalah 15 minggu. Selama program berlangsung, partisipan tidak akan diajari ilmu yang basic, seperti apa itu SEO, dan sebagainya. Melainkan mengajak mereka untuk membuat kerangka kerja analitis, dan aktif dengan mengerjakan tugas yang datang dari contoh pekerjaan dalam kehidupan nyata.

“Tugas berkala kami berikan untuk memastikan apakah mereka paham dengan yang dipelajari dalam sepekan tersebut. Mereka juga diajak untuk pakai tools yang biasa dipakai startup, seperti Slack untuk berkomunikasi dengan partisipan lainnya atau mentor.”

Menurutnya 15 minggu adalah waktu yang pas, tidak terlalu lama pun juga tidak terlalu cepat. Namun durasi tersebut akan disesuaikan untuk program Career Track yang lainnya, apabila dibutuhkan.

Sutto menyebutkan, RevoU memang diperuntukkan buat siapapun entah itu mahasiswa tingkat akhir atau pekerja dengan pengalaman awal, namun ada seleksi yang ketat. Pasalnya, perusahaan memiliki aturan bahwa setiap partisipan yang gagal diterima di startup, mereka tidak diwajibkan membayar iuran.

Apabila berhasil diterima di startup, partisipan memiliki keringanan untuk mencicilnya dengan membayar uang muka yang ringan dan melunasinya dari 12 bulan sampai 18 bulan setelah mereka mendapat gaji di kantor baru. Untuk biaya program Digital Marketing dimulai dari Rp15 juta per orangnya.

Sebelum partisipan bergabung, sebenarnya mereka mendapat kesempatan untuk ikut kelas perkenalan secara gratis selama tiga minggu. Dalam perkenalan ini, siapapun bisa bergabung dan diharapkan mendapat gambaran besar tentang pilihan program Career Track yang sesuai dengan ketertarikan.

“Program tiga minggu ini gratis untuk siapapun, tapi untuk ikut Career Track ada seleksi ketat karena kami berinvestasi untuk setiap partisipan yang masuk ke RevoU. Kalau mereka tidak diterima, kami tidak menghasilkan uang sama sekali.”

Rencana berikutnya RevoU

Pada tahap awal RevoU, Sutto beserta tim akan perbanyak pilihan program Career Track. Namun, bukan berarti secara langsung fokus memperbanyak volume partisipan karena dikhawatirkan akan mengurangi kualitas lulusan.

Untuk itu, perusahaan akan fokus dari sisi supply dan demand dengan perbanyak kemitraan dengan startup agar mereka semakin mudah menerima rekomendasi lulusan yang siap direkrut. Beberapa nama startup yang telah bekerja sama di antaranya Lazada, Shopee, Traveloka, Zalora, dan Gojek.

Dari sisi supply, bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk mendorong mahasiswa mengikuti program di RevoU.

“Dari strategi tersebut, kami harapkan secara perlahan awareness masyarakat terhadap RevoU meningkat karena kami punya misi besar, tidak sekadar bisnis saja, ingin meningkatkan kemampuan lulusan di Tanah Air.”

Sutto enggan menyebut berapa banyak partisipan yang telah bergabung, namun diklaim sudah ada perkumpulan mahasiswa yang berpartisipasi pada bulan pertama operasionalnya ini.

RevoU disebutkan telah menerima pendanaan dari angel investor dengan nilai yang tidak disebutkan. Tim RevoU tersebar di Singapura dan Eropa. Namun tim inti RevoU akan bertempat di Indonesia.

Kehadiran RevoU tentunya meramaikan startup edutech di Indonesia. Pemain lainnya dengan konsep yang berbeda ditawarkan oleh startup seperti Udemy, Zenius, Ruangguru, Cakap, GreatEdu, Labster, Kelas.com, Quipper, dan masih banyak lagi. Adapun yang model bisnisnya sangat mirip dengan RevoU ada Binar Academy dan Hacktiv8.

iPrice Group Receives Investment from LINE’s Parent Company

iPrice Group, a product price comparison platform, receives fresh funding from Naver Corp, LINE messenger’s parent company with undisclosed value. The investment is said to come three months after LINE’s investment arm, LINE Ventures , led the Series B Funding for iPrice.

David Chmelar, iPrice Group‘s CEO and Co-Founder, said that Naver has strategic value for the company. It’s not only operating South Korea’s most popular search engine but also capable of developing an impressive shopping and price comparison engine in the domestic market.

“Given the rich experiment and strategic value of Naver, we can’t miss the opportunity to welcome them as our investor. We’re honored to gain trust from a company as iconic as Naver on iPrice’s journey in becoming a major portal for online shopping in Southeast Asia,” Chmelar said.

Peter Na, Naver Corp representative, added, “The extraordinary achievement of iPrice during the last round [funding] is a proof of their solid team impressive performance and explosive growth in SEA e-commerce market.”

iPrice commitment to Indonesia

Matteo Sutto, iPrice’s CMO, told DailySocial separately that the latest funding to be used for Indonesian market development. It’s the same as it was three months ago.

“On the same occasion, we continue with technology development to improve user experience, especially in our two main verticals, fashion and electronics,” he said.

Regarding opportunity for collaboration between iPrice and Naver in the future, Sutto has no further comment.

Indonesia, he continued, has become iPrice’s biggest market in Southeast Asia. Of the total traffic in seven countries, 25% traffic comes from Indonesia. In an effort to increase business penetration, the company will completely focus on providing the best product experience for users.

It’s either from the more complete and comprehensive product catalog, more accurate price comparison information, a fast and convenient user interface, and others. Certainly, by providing high-quality traffic performance for many e-commerce partnered with iPrice.

“This strategy is the key to your success and monetization skill for the recent years compared to our competitors,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

iPrice Group Terima Investasi dari Induk Usaha LINE

iPrice Group, platform perbandingan harga produk, menerima pendanaan segar dari Naver Corp, induk usaha dari aplikasi messanging LINE dengan nilai yang tidak disebutkan. Disebutkan investasi ini datang berselang tiga bulan setelah cabang VC LINE, LINE Ventures, memimpin putaran pendanaan seri B iPrice.

CEO dan Co-Founder iPrice Group David Chmelar mengatakan, Naver memiliki nilai strategis bagi perusahaan, lantaran tidak hanya mengoperasikan mesin pencari terkemuka di Korea Selatan, tapi juga mampu membangun mesin belanja dan perbandingan harga yang mengagumkan di pasar domestiknya.

“Mengingat kekayaan pengalaman dengan nilai strategis yang dimiliki Naver, kami tidak mungkin melewatkan kesempatan ini untuk menyambut mereka sebagai investor kami. Kami merasa terhormat untuk menerima kepercayaan dari perusahaan seikonik Naver dalam perjalanan iPrice menjadi portal utama ke belanja daring di Asia Tenggara,” ucap Chmelar dalam keterangan resmi.

Perwakilan dari Naver Corp turut memberikan tanggapannya, diwakili oleh Peter Na. Na menuturkan, “Pencapaian luar biasa yang terus ditampilkan iPrice di sepanjang putaran pendanaan terakhir mereka [iPrice] adalah bukti kinerja mengesankan dari tim yang kuat dan pertumbuhan eksplosif di pasar e-commerce Asia Tenggara.”

Komitmen iPrice untuk Indonesia

Dihubungi secara terpisah oleh DailySocial, CMO iPrice Group Matteo Sutto menambahkan bahwa pendanaan terbarunya ini juga akan dipakai perusahaan untuk pengembangan pasar Indonesia. Sama halnya saat tiga bulan lalu.

“Di kesempatan yang sama, kami juga terus mengembangkan teknologi untuk meningkatkan pengalaman pengguna, terutama di dua vertikal utama kami, fesyen dan elektronik,” ucap Sutto.

Terkait potensi kolaborasi antara iPrice dengan Naver ke depannya, Matteo masih enggan berkomentar lebih lanjut.

Indonesia, sambungnya, menjadi pasar terbesar iPrice di Asia Tenggara. Dari total trafik di tujuh negara, 25% trafik berasal dari Indonesia. Untuk meningkatkan penetrasi bisnisnya tersebut, menurutnya perusahaan akan selalu fokus menyediakan pengalaman produk terbaik untuk para pengguna.

Baik itu dari katalog produk yang lebih lengkap dan komprehensif, informasi perbandingan harga yang lebih akurat, interface yang cepat dan nyaman bagi pengguna, dan sebagainya. Tentunya, menyediakan performa trafik yang berkualitas untuk e-commerce-e-commerce yang bermitra dengan iPrice.

“Strategi inilah yang menjadi kunci kesuksesan dan kemampuan monetisasi kamu beberapa tahun terakhir dibandingkan dengan kompetitor kami,” pungkas Sutto.

iPrice Umumkan Pendanaan, Optimis Layanan Perbandingan Harga Akan Terus Dibutuhkan

iPrice Group sebagai perusahaan penyedia platform pembanding produk e-commerce hari ini mengumumkan perolehan pendanaan baru dari LINE Ventures. Investor sebelumnya yakni Venturra turut serta dalam pendanaan ini, dengan dukungan investor baru Cento Ventures.

Meskipun tidak disebutkan secara eksplisit dalam rilis yang dikirimkan, menurut sumber yang didapat Crunchbase pendanaan ini masuk ke putaran seri B dengan total nilai sama dengan pendanaan seri A yang didapat akhir 2016 lalu, yakni senilai $4 juta (atau setara dengan 53 miliar rupiah).

Saat ini layanan iPrice telah melenggang di tujuh negara, meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Vietnam, dan Hong Kong. Layanannya diklaim telah menjangkau lebih dari 50 juta pengguna dengan total katalog produk melebihi 500 juta unit.

iPrice optimis akan mencapai lebih dari 150 juta pengunjung di tahun ini, didukung oleh pertumbuhan pesat di pasar Indonesia – terutama segmen produk elektronik – yang tumbuh 30 kali lipat dalam 12 bulan terakhir. Pertumbuhan pesat ini sangat dipicu oleh fragmentasi pasar yang iPrice lakukan dan juga kesadaran berbelanja online konsumen Indonesia yang semakin meningkat.

“Yang membuat kami tetap bersemangat, hal ini hanyalah awal dari perjalanan kami. Sebagai gambaran, di Republik Ceko, negara saya berasal, masyarakat di sana mengunjungi platform perbandingan harga bernama Heureka sebanyak dua kali dalam sebulan. Dengan lebih dari 300 juta pengguna aktif bulanan dan 100 ribu pengunjung baru di setiap harinya, mudah bagi kami untuk melihat peluang tersebut di masa depan,” CEO iPrice Group, David Chmelař.

Untuk mendukung perkembangan selanjutnya, perusahaan yang berbasis di Kuala Lumpur, Malaysia ini baru saja melakukan perombakan organisasi dengan menciptakan tiga unit bisnis utama (Electronic, Fashion, dan Commercial Content), untuk memberikan pengalaman belanja daring terbaik bagi konsumen.

“Saat ini, kami menyediakan platform yang memungkinkan konsumen daring untuk mencari ratusan juta produk, membandingkan harga, dan menghemat dengan katalog kupon yang kami miliki. Kami yakin dalam beberapa tahun ke depan, belanja daring akan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari semua orang di Asia Tenggara.” tambah David.

CMO iPrice, Matteo Sutto, turut menambahkan soal kebutuhan layanan perbandingan harga produk e-commerce di masa mendatang. Menurutnya kehadiran pemain besar seperti Alibaba, Tencent, dan Amazon yang berjuang menjadi market leader di pasar Asia Tenggara, akibatnya terdapat pula peningkatan biaya pemasaran alternatif (seperti Google/Facebook). Dengan ini iPrice mengaku optimis tentang peran situs perbandingan harga dan penemuan produk di lanskap e-commerce, baik untuk konsumen maupun pemilik merchant itu sendiri.

David melanjutkan, “Ketika konsumen semakin tertarik pada e-commerce, mereka akan mencari cara termudah dan komprehensif untuk menemukan produk yang mereka inginkan dengan cepat. Visi kami adalah menjadi portal pertama yang mereka kunjungi saat mulai berbelanja daring,”.

iPrice Group Peroleh Pendanaan Lanjutan, Indonesia Tetap Jadi Pasar Utama

Hari ini iPrice Group pengusung layanan metasearch engine yang beroperasi di Asia Tenggara mengumumkan pendanaan seri A sebesar $4 juta (atau senilai Rp 53,6 miliar) yang dipimpin Asia Venture Group (AVG) dan Venturra. Turut berpartisipasi dalam pendanaan ini Gobi Parners, DMP, Econa, Starstrike Ventures dan pendaan personal dari CEO iPrice. Sebelumnya AVG juga terlibat pendanaan untuk seed funding.

Sebagai salah satu bagian terpenting, pangsa pasar Indonesia akan menjadi fokus pengembangan pasca pendanaan ini. Menilik data transaksi di Indonesia sendiri, dalam 12 bulan terakhir pertumbuhan iPrice di Indonesia tergolong sangat signifikan. Pertumbuhan trafik mencapai 700%, meningkat 8 kali lipat selama satu tahun.

Kepada DailySocial pihak iPrice menyampaikan, bahwa dalam target capaian bisnis 2017 Indonesia akan terus menjadi pasar utama baginya, dari segi ukuran pasar, kompetisi e-commerce yang panas dan juga fragmentasi yang terjadi di Indonesia.

“Kita melihat sudah mulai banyak merchant yang menghubungi kita secara organik untuk bergabung dalam platform iPrice. Kami percaya bahwa tren tersebut akan semakin meningkat pada tahun mendatang, didukung dengan usaha konten marketing kami yang membuat iPrice semakin diketahui banyak orang dan memperkuat posisi kami sebagai platform metasearch terdepan di Indonesia,” disampaikan PR Marketing Executive iPrice Indonesia Andrew Prasatya.

iPrice berencana untuk membuka katalog produk terbesar di Asia Tenggara yang dapat dimonetisasi oleh pihak ketiga dengan tool yang disesuaikan untuk mendorong potensi pendapatan mereka. Selain itu, guna mendukung perkembangan ke tahap yang lebih lanjut, iPrice menambahkah 2 anggota kunci pada tim kepemimpinan Konstantin Lange (Co-Founder HappyFresh) sebagai COO dan Matteo Sutto (alumni Zalora dan Founder Tate & Tonic) sebagai Senior Vice President of Growth.

“Kami telah melihat kebutuhan akan platform yang komprehensif di mana pelanggan dapat secara konsisten mencari harga terbaik dan juga informasi produk. Di saat yang sama, kami juga melihat adanya kebutuhan akan saluran pemasaran yang terpercaya dan diukur berdasarkan hasil untuk membantu merchant. Dalam 12 bulan terakhir, kami menolong banyak partner kami untuk mengembangkan trafik dan Gross Merchandise Volume sebesar 50%,” ujar CEO iPrice Group David Chmelař.

Pertumbuhan e-commerce yang sangat cepat dan sangat terfragmentasi merupakan tantangan tersendiri bagi pelanggan untuk mencari produk dengan harga terbaik dari begitu banyak merchant. Sebuah studi yang iPrice lakukan mengungkapkan bahwa hanya 2 dari 10 produk di Asia Tenggara yang memiliki harga terendah yang datang dari merchant e-commerce terbesar, artinya pelanggan masih harus mengunjungi ribuan website lain untuk mendapatkan penawaran yang terbaik.

Google dan Temasek dalam laporannya memprediksi bahwa pasar e-commerce di Asia Tenggara akan menjadi industri bernilai US$ 200 Miliar pada 2025 dengan kebutuhan channel pemasaran yang berbeda-beda sangat tinggi. Pasar e-commerce yang sudah lebih dewasa seperti Amerika Serikat telah menunjukkan pentingnya channel pemasaran affiliate bagi e-commerce. Sebuah studi yang dilakukan oleh Forrester Consulting mengungkapkan bahwa, mayoritas e-commerce mendedikasikan 10% dari budget pemasaran mereka untuk program affiliate.