Dibanderol $3.999, Fujifilm GFX 50S II Adalah Kamera Mirrorless Medium Format Termurah Fujifilm Sejauh Ini

Dengan ukuran sensor yang lebih besar dari kamera mirrorless full-frame, wajar apabila kamera mirrorless medium format seperti Fujifilm GFX 100S dijual dengan harga selangit. Namun tidak selamanya harus seperti itu, sebab seiring waktu ongkos pengembangan suatu teknologi pasti akan terus menurun, sehingga pada akhirnya pabrikan bisa menjual produk dengan harga yang lebih murah.

Kira-kira begitulah sentimen yang saya dapat setelah mendengar kabar tentang perilisan Fujifilm GFX 50S II. Dibanderol $3.999, atau kurang lebih sekitar 57 jutaan rupiah, ia merupakan kamera medium format paling terjangkau yang pernah Fujifilm luncurkan. Memang belum bisa dikatakan murah, tapi setidaknya bisa membantu konsumen mengalokasikan sisa dana yang ada ke lensa.

GFX 50S II mengemas sensor medium format beresolusi 51,4 megapixel, sementara kemampuan merekam videonya terbatas di resolusi 1080p. Tidak seperti GFX 100S yang dibekali sistem phase-detect autofocus, GFX 50S II masih mengandalkan sistem contras-detect. Meski demikian, Fujifilm mengklaim GFX 50S II punya kemampuan Face / Eye Detection AF yang lebih akurat daripada generasi pertamanya.

Ini dimungkinkan berkat penggunaan chip X-Processor 4 seperti yang terdapat pada GFX 100S. Singkat cerita, bila dibandingkan dengan pendahulunya, GFX 50S II punya sensor yang sama, tapi prosesornya lebih baru.

Yang cukup istimewa dari GFX 50S II adalah sistem IBIS (in-body image stabilization) lima porosnya, yang diklaim mampu mengompensasi guncangan hingga 6,5 stop, paling baik di antara semua kamera dari lini Fujifilm GFX. Berkat sistem IBIS yang efektif, GFX 50S II jadi bisa menawarkan Pixel Shift Multi-Shot, yakni fitur untuk menghasilkan foto beresolusi 200 megapixel dengan cara menjepret dan menggabungkan 16 gambar dalam format RAW.

Dari segi fisik, GFX 50S II mengemas bodi yang identik dengan GFX 100S, bahkan bobotnya pun sama-sama 900 gram. Pengguna dapat menjumpai layar kecil (1,8 inci) di pelat atasnya yang berfungsi sebagai indikator parameter exposure, sementara sisi belakangnya dihuni oleh LCD 3,2 inci yang dapat dimiringkan ke tiga arah yang berbeda, plus viewfinder elektronik dengan panel OLED beresolusi 3,69 juta dot.

Seperti yang sudah disebutkan, Fujifilm GFX 50S II akan dijual dengan harga $3.999 (body only), jauh lebih murah daripada GFX 50S orisinal yang dihargai $6.499 ketika pertama diluncurkan di tahun 2017.

Fujifilm juga akan menjual GFX 50S II bersama lensa baru GF 35-70mm f/4.5-5.6 WR dengan harga $4.499. Di Amerika Serikat, pemasarannya dijadwalkan berlangsung mulai akhir bulan Oktober 2021.

Sumber: DPReview.

RED V-RAPTOR ST Adalah Cinema Camera Flagship, Dukung Perekaman 8K 120fps

RED Digital Cinema telah mengumumkan cinema camera flagship terbarunya, V-RAPTOR ST. Kamera yang dibanderol mencapai US$24.500 atau sekitar Rp349,5 jutaan ini merupakan kamera RED pertama dari generasi DSMC3 baru RED.

V-Raptor ST dilengkapi sensor CMOS 8K VV 35,4MP. Dengan ukuran diagonal 46,31mm, sensor 8K multi-format ini lebih besar dari sensor full-frame 35mm standar. RED mengklaim sensor ini memiliki dynamic range lebih dari 17 stop.

Ia dapat merekam codec REDCODE RAW 16-bit RED dengan resolusi 8K pada frame rate 120fps (17:9), 4K pada 240fps (17:9), dan 2K 480fps (17:9). Dukungan resolusi dan frame rate tinggi ini tentunya memberikan editor fleksibilitas ekstra saat post-production.

RED menggunakan dukukan lensa Canon RF yang berarti kompatibel dengan lensa Canon RF yang ekosistemnya semakin kuat dan mendukung lensa Canon EF dengan adaptor yang kompatibel. Bodi kamera terbuat dari aluminum alloy dan memiliki mount 1/4 inci yang dibor di seluruh bagian. Pada bagian belakangnya terdapat output SDI dan sisi kiri memiliki port untuk penyimpanan, V-Raptor ST menggunakan kartu CFexpress standar seperti Komodo.

Bagian samping terdapat layar bawaan kecil untuk pengoperasian kamera, tetapi untuk preview video perlu menggunakan layar eksternal. Kamera dapat mengirim feed 1080p secara nirkabel melalui jaringan WiFi ke monitor eksternal. Pengguna juga dapat mengontrol kamera dan mendapatkan live preview dari smartphone Android atau iOS menggunakan aplikasi RED Control.

RED V-Raptor ST dibanderol dengan harga US$24.500 untuk body only dengan adaptor daya untuk menjalankan kamera dari sumber listrik. Sementara, untuk paket lengkapnya starter pack dibanderol US$29.580 dan termasuk DSMC3 RED Touch 7-inch LCD, 660GB RED PRO CFexpress card, RED CFexpress card reader, 2x REDVOLT MICRO-V battery packs, RED battery charger, 2x V-Raptor wing grip, dan RED EXT-to-Timecode Cable.

Sumber: GSMArena

Venus Optics Menambahkan Opsi Mount Baru untuk Tujuh Lensa Laowa Populer

Seiring waktu, ekosistem lensa sistem kamera mirrorless full frame baru seperti Nikon Z, Canon RF, dan L-mount semakin kuat. Selain ketersediaan lensa native yang semakin beragam, baik dari segi focal length dan variasi harga, dukungan pabrikan lensa pihak ketiga juga penting.

Venus Optics misalnya, mereka terus memperluas lensa-lensa Laowa dalam berbagai mount tambahan. Yang terbaru ada tujuh lensa yang beberapa diantaranya kini tersedia untuk pengguna kamera Nikon Z, Canon RF, L-mount, dan Canon EOS-M.

Mulai dari Laowa 4mm f/2.8 Fisheye yang kini tersedia untuk Nikon Z, terutama pengguna Nikon Z50 dan Nikon Z fc. Lensa ini sangat unik karena dapat menampilkan bidang pandang 210 derajat dan dapat menciptakan perspektif fisheye melingkar pada kamera Micro Four Thirds dan APS-C. Bentuknya ringkas dengan bobot hanya 135 gram, bisa untuk keperluan nge-vlog, panorama 360 derajat, VR imaging, virtual tour, atau diterbangkan dengan drone.

Lanjut ke Laowa 9mm f/2.8 Zero-D untuk Nikon Z, lensa ini menawarkan cakupan ultra wide-angle hingga 113 derajat. Dengan aperture f/2.8 membuatnya sangat cocok untuk bekerja dalam kondisi pencahayaan rendah.

Berkat dua elemen aspherical ditambah tiga elemen extra-low dispersion, Loawa berhasil memperbaiki chromatic aberration, distorsi mendekati nol, dan memiliki ketajaman yang sangat baik dari sudut ke sudut. Dengan dimensi 60x53mm dan bobot 215 gram,mendorong fotografer dan videografer untuk menggunakannya setiap hari dan sangat cocok dipasangkan ke gimbal.

Beralih Laowa Argus 33mm f/0.95 CF APO, sebelumnya lensa APS-C ini sudah tersedia untuk Nikon Z, Canon RF, Sony E, dan Fuji X, sedangkan yang terbaru hadir untuk Canon EOS-M. Berkat desain APO, kualitas gambar yang dihasilkan diklaim lebih jernih dengan chromatic aberration yang terkontrol dengan baik.

Dengan jarak fokus terdekat 35cm, hal ini memungkinkan fotografer untuk menangkap perspektif yang berbeda secara detail. Aperture maksimum f/0.95 mampu menghasilkan bidikan close-up dengan depth of field yang dangkal.

Lanjut ke Laowa 24mm f/14 2X Macro Probe yang kini tersedia untuk Nikon Z dan Canon RF. Lensa full frame ini dirancang untuk pengambilan video macro dari 2:1 hingga infinity dengan sudut pandang ‘Bug Eye’ wide angle. Laras depan lensa tersebut sangat panjang 40cm, tahan air, dan dilengkapi LED ring light di ujung lensa.

Tiga lensa Laowa lainnya di lini Cine, meliputi Laowa 9mm T2.9 Zero-D Cine untuk Nikon Z dan L-mount. Lalu, Laowa 12mm T2.9 Zero-D Cine untuk L-mount dan Laowa 15mm T2.1 Zero-D Cine untuk Nikon Z.

Sumber: DPreview

Harga Nikon Z fc di Indonesia dan Rekomendasi Lensa yang Cocok

Bagi sebagian orang, kamera mirrorless merupakan bagian dari gaya hidup. Mereka sangat menikmati proses saat memotret dan selalu membawa kamera kemanapun pergi. Bagi Anda yang mendambakan pengalaman memotret seperti menggunakan kamera analog, kamera baru dari Nikon ini mengajak para penggemar fotografi bernostalgia.

Ya, Nikon Z fc akhirnya telah tiba di Indonesia. Sudah bisa dipesan secara pre-order, sejak tanggal 20 sampai 31 Agustus 2021. Khusus pembelian secara pre-order, konsumen akan mendapatkan satu baterai ekstra Nikon EN-EL25 senilai Rp1.149.000 dan promo cashback di toko kamera termasuk yang di official store e-commerce.

Harga Nikon Z fc di Indonesia dibanderol Rp13.999.000 untuk body only dan Rp15.999.000 dengan lensa kit Nikkor Z DX 16-50mm F3.5-6.3 VR. Tentunya banyak yang masih penasaran, siapa sebenarnya Nikon Z fc?

Ia adalah kamera mirroless dengan lensa yang dapat dipertukarkan dan menggunakan sistem kamera terbaru Nikon Z-mount. Namun ukuran sensor yang dipakai bukanlah full frame, melainkan APS-C beresolusi 21MP dengan prosesor gambar Expeed 6 seperti Nikon Z50.

Bagian istimewa dari Nikon Z fc ialah desainnya, bergaya retro mengambil inspirasi dari kamera SLR mereka jaman dulu yakni Nikon F series. Tak cuma mengandalkan penampilan, pengalaman memotret Nikon Z fc juga bakal berbeda berkat kontrol mekanik untuk ISO, shutter speed, dan exposure compensation.

Meski mengusung desain klasik, Nikon tetap memadukan dengan elemen modern seperti layar dengan mekanisme vari-angle dan port USB-C yang memungkinkan pengisian daya langsung ke kamera. Layarnya touchscreen 3 inci dengan resolusi 1,04 juta dot dan di atasnya jendela bidik elektronik dengan panel OLED 2,36 juta dot.

Nikon Z fc dapat memotret beruntun hingga 11 fps dengan full autofocus atau 9 fps untuk Raw 14-bit. Sementara untuk video, kamera ini dapat merekam video hingga resolusi 4K oversampled dari lebar penuh sensornya.

Rekomendasi Lensa

Ekosistem lensa sistem kamera Nikon Z sudah berkembang banyak, di mana beberapa pilihan lensa native dengan harga yang cukup terjangkau sudah tersedia. Sebut saja, Nikkor Z MC 50mm F2.8, Nikkor Z 85mm F1.8 S, Nikkor Z 35mm F1.8 S, dan Nikkor Z 20mm F1.8 S yang harganya masih berkisar di angka belasan juta.

Bila sederet lensa tersebut masih belum masuk budget, pengguna Nikon Z fc juga bisa melirik lensa manual pihak ketiga yang harganya sangat murah. Sebagai contoh, lensa terbaru 7Artisans 35mm F0.95 hanya Rp2.990.000, 7Artisans 55mm F1.4 mark II Rp1.690.000, 7Artisans 35mm F1.2 mark II Rp1.650.000, bahkan TTArtisan 35mm F1.4 hanya Rp1.039.000, lensa tersebut juga tersedia dalam varian Nikon Z mount.

Dengan memasang lensa manual ke bodi Nikon Z fc, selain membuat bentuknya tetap ringkas dan penampilannya selaras. Namun yang lebih penting justru meningkatkan pengalaman memotret, di mana segala pengaturan bisa diatur secara manual sesuai preferensi masing-masing pengguna, dari ISO, shutter speed, aperture, dan juga fokusnya.

Sony Umumkan Alpha ZV-E10, Versi Advanced dari ZV-1 untuk Content Creator

Sejak perkenalan Sony A6400 di awal tahun 2019, Sony mulai fokus menghadirkan perangkat yang dioptimalkan untuk para content creator. Pada tahun 2020, Sony memperkenalkan ZV-1 yang menghadirkan kemudahan dalam membuat konten.

Sony ZV-1 sendiri merupakan kamera compact premium bersensor 1 inci turunan RX100 series. Namun telah dirancang sepenuhnya untuk keperluan vlogging dengan layar vari-angle, serta dilengkapi hot shoe dan port mikrofon untuk memasang mikrofon eksternal.

Sebelumnya bila ZV-1 tidak dapat memenuhi kebutuhan Anda, maka opsi terdekat yang bisa dipilih ialah A6100, A6400, dan A6600. Kabar baiknya, Sony telah memperkenalkan perangkat baru yang posisinya di tengah antara ZV-1 dan trio A6xxx series yang disebut Alpha ZV-E10.

Bila dilihat namanya, Alpha ZV-E10 tampaknya versi yang lebih advanced dari ZV-1. Ia adalah kamera mirrorless dengan lensa yang dapat ditukar bersensor CMOS Exmor APS-C 24MP yang sama seperti A6xxx series. Kalau dilihat dari desain, menurut saya mungkin bisa disebut sebagai penerus dari A5100.

Alpha ZV-E10 juga mewarisi fitur khusus video yang telah diakui dan disukai dari ZV-1. Termasuk ‘Background Defocus‘ yang dapat beralih antara latar belakang buram (bokeh) dan tajam dengan mulus. Serta, mode ‘Product Showcase Setting‘ yang memungkinkan kamera mengalihkan fokus dari wajah subjek ke objek yang disorot secara otomatis.

Kami sangat antusias memperkenalkan Alpha ZV-E10, kamera dengan lensa yang dapat ditukar terbaru dari Sony, untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dari para kreator. Kamera terbaru Alpha ZV-E10 merupakan alat yang ideal untuk para kreator foto dan video yang ingin bertransisi ke pengaturan yang lebih canggih, karena menggabungkan keserbagunaan dan kualitas gambar luar biasa dari kamera dengan lensa yang dapat ditukar yang didukung oleh sensor lebih besar dengan fitur ramah pengguna yang dirancang khusus untuk foto dan video, ” ujar Kazuteru Makiyama, President Director PT Sony Indonesia.

Desain dan Fitur Sony Alpha ZV-E10

Alpha ZV-E10 mengusung desain video-first dalam bentuk yang ringkas dan ringan dengan bobot 343 gram. Dilihat dari panel atas, tampilannya cukup mirip terutama posisi mikrofon dan hot shoe.

Posisi tombolnya mengalami penyesuaian, tombol on/off diganti tuas dan tombol rana berpindah ke grip yang sedikit lebih besar dari milik ZV-1. Bagian belakang terdapat layar vari-angle bukaan samping 3 inci 920k dot yang memberikan fleksibilitas saat vlogging dan pengambilan gambar dari sudut tinggi atau rendah.

Untuk perekaman videonya, Alpha ZV-E10 mendukung hingga resolusi video 4K melalui pixel readout penuh tanpa pixel binning dengan Codec XAVC S dan bitrate 100Mbps. Juga Slow Motion 1080p 120fps dan turut didukung picture style seperti hybrid Log-Gamma (HDR), S-Gamut3.Cine, S-Log3, S-Gamut3, dan S-Log3. Lengkap dengan stabilisasi gambar elektronik dengan Mode Aktif yang menghadirkan perekaman video stabil, bahkan pada saat berjalan dan pengambilan gambar dengan tangan.

Berkat Fast Hybrid AF dan Real-time Eye AF untuk video, serta Real-time Tracking, Alpha ZV-E10 dapat melacak wajah dan mata subjek untuk pemfokusan otomatis yang cepat dan tepat. Pengguna juga dapat menyesuaikan pengaturan AF kamera, seperti AF Transition Speed dan AF Subject Shift Sensitivity untuk memilih antara pemfokusan cepat atau lambat.

Soal audio, Alpha ZV-E10 juga dilengkapi Directional 3-Capsule Mic internal dan wind screen untuk mengurangi kebisingan angin secara signifikan. Didukung dengan interface audio Digital melalui Multi Interface (MI) Shoe Cap dan jack mikrofon untuk menghubungkan mikrofon eksternal.

Baterai pada Alpha ZV-E10 diklaim dapat bertahan hingga 125 menit perekaman video atau 440 jepretan. Saat pengambilan gambar di dalam ruangan, catu daya AC seperti AC-PW20AM opsional dapat mengisi daya, sehingga pengguna dapat terus merekam tanpa mengkhawatirkan konsumsi baterai. Daya juga dapat disuplai melalui konektor USB Type-C.

Sony Alpha ZV-E10 dipastikan akan tersedia di Indonesia dalam waktu dekat dengan warna hitam dan putih. Harga globalnya berkisar US$700 atau sekitar Rp10,1 jutaan untuk body only atau US$800 atau Rp11,5 jutaan dengan lensa power zoom 16-50mm F3.5-5.6.

3 Lensa APS-C Baru Minggu Ini dari 7Artisans, Tamron, dan Pergear

Pada minggu ini, tercatat ada tiga lensa APS-C baru yang menarik untuk dibahas dari produsen yang berbeda. Meliputi 7Artisans dengan lensa 7.5mm F2 fisheye, Tamron dengan lensa superzoom 18-300mm F3.5-6.3 Di III-A2 VC VXD, dan Pergear dengan lensa 60mm F2.8 Ultra-Macro.

Mari mulai dari 7Artisans 7.5mm F2 fisheye yang dibanderol US$149 atau sekitar Rp2,1 jutaan. Lensa yang dapat mengambil gambar dengan skala lebih luas ini tersedia untuk sistem kamera mirrorless Canon EOS-M, Canon RF, Fujifilm X, Leica L, Micro Four Thirds (MFT), Nikon Z, dan Sony E-mount.

Sekilas untuk spesifikasinya, 7Artisans 7.5mm F2 fisheye dibuat dari 11 elemen dalam 8 grup, termasuk diantaranya dua elemen low-dispersion dan tiga elemen high-refractive index. Memiliki jarak fokus minimum 12,5cm, menggunakan aperture diafragma 7 bilah, dan rentang aperture F2 hingga F11.

Beralih ke Tamron 18-300mm F3.5-6.3 Di III-A2 VC VXD, lensa zoom telephoto all-in-one serbaguna ini akan tersedia untuk sistem kamera Sony E-mount dan Fujifilm X. Serta, menawarkan rentang zoom yang setara dengan 27-450mm di full frame.

Saat ini, Tamron belum mengungkap harga dan rencananya diharapkan akan tersedia pada akhir tahun mendatang. Lebih lanjut, distabilkan secara optik menggunakan linear focus motor VXD (Voice-coil eXtreme-torque Drive), memiliki jarak fokus minimum 6 inci dengan rasio perbesaran maksimum 1:2, dan menawarkan rasio zoom 16,6x.

Lanjut ke Pergear 60mm F2.8 Ultra-Macro, lensa macro ini menawarkan rasio pembesaran 2x dan bidang pandang setara 90mm di full frame. Tersedia untuk sistem kamera Fujifilm X, MFT, Nikon Z, dan Sony E-mount dengan harga US$229 atau sekitar Rp3,3 jutaan.

Pergear 60mm F2.8 Ultra-Macro dibuat dari 11 elemen dalam 8 grup. Menggunakan diafragma aperture 10 bilah dan memiliki jarak fokus minimum 19,1mm. Bodinya punya diameter 68mm dengan panjang 118mm dan bobotnya sekitar 600 gram.

Sumber: DPreview 1, 2, dan 3

Yongnuo YN455, Kamera Mirrorless MFT 20MP Bersistem Operasi Android

Smartphone terus menggerogoti pasar kamera digital entry-level. Meski sensor gambar yang dipakai oleh produsen smartphone berukuran relatif kecil, namun kemampuan dalam mengambil foto dan video terus mengalami peningkatan berkat canggihnya pemrosesan gambar berbasis AI. Apakah memungkinkan produsen kamera mengadopsi sistem operasi mobile?

Yongnuo, produsen kamera dan aksesori fotografi asal Tiongkok ini telah mencoba beberapa kali merilis kamera mirrorless Micro Four Thirds (MFT) dengan sistem operasi Android. Upaya terbarunya, mereka telah mengumukan Yongnuo YN455 yang juga menggunakan sensor MFT dan OS Android.

Tak seperti pendahulunya yang punya bodi cukup ringkas, Yongnuo YN455 datang dengan grip yang besar sehingga lebih aman dan nyaman dalam cengkraman tangan dengan bobot 670 gram. Ukuran layarnya lumayan besar, 5 inci dan dapat flip ke atas 180 derajat yang berguna untuk nge-vlog, sayangnya Yongnuo tidak menyematkan hot shoe yang berguna untuk menempatkan mikforon eksternal.

Di dalam kamera terdapat sensor Micro Four Thirds beresolusi 20MP, namun Yongnuo masih belum mengungkap detail versi Android dan model chipset Qualcomm Snapdragon dengan CPU octa-core 2,2GHz yang digunakan. Performanya didukung oleh RAM 6GB dan penyimpanan internal 64GB yang bisa diperluas dengan menyisipkan microSD hingga 256GB, bukan SD Card.

Kemampuan perekam videonya mendukung hingga 4K 30fps. Fitur lain dari Yongnuo YN455 mencakup headphone dan microphone jack 3.5mm, port dual USB-C, konektivitas WiFi dan Bluetooth, GPS, serta baterai 4.400 mAh yang bisa dilepas pasang.

Harga Yongnuo YN455 dibanderol 3.888 Yuan China atau sekitar US$600. Belum diketahui apakah nantinya fotografer di seluruh dunia dapat membelinya seperti lensa Yongnuo yang tersedia cukup luas secara global. Sebagai tambahan, produsen lensa ZEISS juga memiliki kamera mirrorless dengan sistem operasi Android yakni ZEISS ZX1 yang dibanderol mencapai US$6.000 dengan sensor full frame beresolusi 37,4MP.

Sumber: PetaPixel

Nikon Z fc Resmi, Mirrorless dengan Tampilan Jadul Ala SLR

Nikon merupakan pemain kawakan di industri pencitraan, gemilang sejak era kamera SLR maupun DSLR. Meski saat ini Nikon sedang berupaya keras menggaet kembali penggemar setianya dengan sistem kamera mirrorless modern mereka, Nikon Z.

Saya tidak meragukan kemampuan tiga kamera mirrorless Nikon yang diluncurkan pada tahun 2020 seperti Nikon Z6 II, Z7 II, dan Z5. Mereka sangat powerful untuk menangani kebutuhan fotografer/videografer profesional saat ini, teknologi penting tetapi menurut saya Nikon juga butuh yang namanya ‘diferensiasi’.

Mari tengok ke tahun 1959, Nikon memperkenalkan kamera dengan sistem SLR 35mm pertama mereka yang disebut Nikon F dan merupakan salah satu kamera paling canggih pada zamannya. Apa pendapat Anda bila Nikon membawa seri kamera legendaris tersebut ke masa sekarang? Perkenalkan Nikon Z fc, kamera mirroless dengan retro bergaya kamera analog tetapi menggunakan Z-mount.

Untuk body only, Nikon Z fc dibanderol dengan harga US$960 atau sekitar Rp13,9 jutaan. Sementara, Nikon Z fc dengan lensa kit DX 16-50mm F3.5-6.3 VR dijual US$1.100 atau Rp15,9 jutaan. Juga tersedia dengan lensa Nikkor Z 28mm F2.8 (SE) seharga US$1200 atau Rp17,4 jutaan.

Kenapa bisa murah karena Nikon Z fc berbagi spesifikasi yang mirip seperti Nikon Z50. Di mana ukuran sensor yang dipakai bukanlah full frame, melainkan APS-C beresolusi 21MP dan digerakkan oleh prosesor gambar Expeed 6.

Bisa dilihat di bagian atas, terdapat dial ikonik untuk mengatur ISO, shutter speed, dan exposure compensation. Desain punuk dan terutama yang warna silver sangat mengundang untuk bernostalgia, juga ada enam warna tambahan selain silver yang bisa dipilih sesuai style pengguna.

Meski mengusung desain klasik, Nikon tetap memadukan dengan elemen modern seperti layar dengan mekanisme vari-angle dan port USB-C yang memungkinkan pengisian daya langsung ke kamera. Layarnya touchscreen 3 inci dengan resolusi 1,04 juta dot dan di atasnya jendela bidik elektronik dengan panel OLED 2,36 juta dot.

Lebih lanjut, Nikon Z fc dapat memotret beruntun hingga 11 fps dengan full autofocus atau 9 fps untuk Raw 14-bit. Sementara untuk video, kamera ini dapat merekam video hingga resolusi 4K oversampled dari lebar penuh sensornya.

Bersama Nikon Z fc, Nikon juga memperkenalkan lensa Nikkor Z 28mm F2.8 (SE) dengan tampilan vintage. Namun ini adalah lensa full frame dan bila dipasang pada Nikon Z fc menawarkan focal length 42mm.

Secara optik, Nikkor Z 28mm F2.8 (SE) terdiri dari 8 elemen dalam 7 kelompok, dengan elemen depan yang kecil dan elemen belakang yang relatif besar. Fokus digerakkan oleh motor stepping kembar dan jarak fokus minimumnya 19cm dengan filter depan 52mm.

Lensa ini tersedia sebagai bagian dari kit dengan Nikon Z fc atau bisa dibeli secara terpisah seharga US$299 (Rp4,3 jutaan). Bila melihat harganya, Nikon Z fc akan bersaing langsung dengan Fujifilm X-E4 yang juga mengandalkan desain retro ala rangefinder. Semoga saja, Nikon Z fc bisa menyambangi pasar Indonesia secepatnya.

Sumber: DPreview

Profoto Umumkan Aplikasi Kamera Smartphone untuk Foto Profesional dengan Flash

Smartphone adalah alat yang super powerful untuk menunjang pekerjaan, termasuk bagi para fotografer profesional. Profoto sangat memahami hal itu, sebelumnya produsen aksesori lighting kamera tersebut memiliki aplikasi mobile bernama Profoto Control yang memungkinkan menyesuaikan pengaturan pencahayaan lewat smartphone.

Kini Profoto kembali merilis aplikasi mobile baru terpisah dari Profoto Control yang ditunjukkan untuk pengguna produk Profoto, disebut Profoto Camera. Seperti namanya, ini adalah sebuah aplikasi kamera di smartphone dan pengambilan gambarnya terintegrasi dengan lampu Profoto, serta didukung format foto mentah Profoto Raw.

Foto: PetaPixel
Foto: PetaPixel

Saat menginstal Profoto Camera di smartphone, kita diwajibkan untuk menghubungkan dengan produk Profoto. Contohnya seperti studio light untuk smartphone Profoto C1 Plus yang di pasaran bisa didapat dengan harga Rp5,2 jutaan.

Aplikasi kamera ini menawarkan dua mode pengambilan gambar dengan lighting Profoto. Pertama mode classic yang memungkinkan kontrol pengaturan exposure dan flash secara manual, atau menggunakan AirX Smart-TTL dengan algoritma exposure otomatis baru.

Foto: PetaPixel

Kemudian yang kedua adalah mode smart, mode otomatis yang menawarkan serangkaian efek contrast dan warm cerdas dengan menggunakan flash Profoto. Aplikasi Profoto Camera ini tersedia di Play Store dan App Store dan saat ini kompatibel dengan lighting Profoto yang dilengkapi dengan teknologi AirX mencakup Profoto C1, C1 Plus, A10, B10-series, dan Pro-11 pack.

Sumber: PetaPixel

CIPA: Pengiriman Kamera Digital Turun, Mirrorless Sudah Kalahkan DSLR

Penjualan kamera digital terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun, penyebabnya antara lain karena ancaman kamera smartphone yang semakin canggih dan diperparah dengan pandemi Covid-19. Lalu, bagaimana kondisi pasar kamera digital di tahun 2021?

Asosiasi Produk Kamera dan Pencitraan atau biasa disingkat CIPA (Camera and Imaging Products Association) telah merilis laporan terkait produksi dan pengiriman kamera di seluruh dunia edisi April 2021. Biasanya data terbaru tersebut dibandingkan dengan tahun sebelumnya, namun mengingat sejak April 2020 dan seterusnya industri kamera terkenda dampak langsung pandemi, angka penjualan kamera digital secara keseluruhan lebih rendah pada tahun 2020.

Untuk mendapat gambaran lebih jelas, mari kita bandingkan dengan data CIPA tahun 2019. Pada April 2021 terdapat 756.155 unit yang dikirimkan dengan nilai 44,6 miliar Yen. Turun 50% berdasarkan volume dan 26,8% berdasarkan nilai dibandingkan dengan data April 2019.

Khusus kamera dengan lensa yang dapat dipertukarkan termasuk DSLR dan mirrorless, terdapat 496.224 unit yang dikirimkan pada April 2021 dengan nilai 37,7 miliar Yen. Dibandingkan dengan April 2019, angka-angka ini masing-masing turun 40% dan 19,9% berdasarkan volume dan nilai.

Jika melihat secara eksklusif pada kamera DSLR, ada 225.584 unit dikirimkan pada April 2021 dengan nilai 9,86 miliar Yen, turun 48,8% berdasarkan volume dan 45,1% berdasarkan nilai dibandingkan dengan April 2019. Di sisi lain, kamera mirrorless berhasil mengirimkan 270.640 unit dengan nilai 27,8 miliar Yen, turun 29,7% berdasarkan volume dan 3,8% berdasarkan nilai.

Meskipun unit kamera dengan lensa yang dapat dipertukarkan lebih sedikit yang dijual, nilai unit tersebut tidak turun dengan kecepatan yang sama. Faktanya data tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata kamera saat ini terjual jauh lebih banyak daripada dua tahun lalu.

Tren ini terutama terlihat di pasar kamera mirrorless yang semakin matang di mana nilai kamera mirrorless yang dikirimkan hanya turun sekitar 1/8 volume. Fakta lain adalah pengiriman kamera mirrorless telah melebihi DSLR, pada April 2019 kamera DSLR terkirim 56.961 unit lebih banyak daripada mirrorless, sedangkan pada April 2021, kamera mirrorless terkirim 45.056 unit lebih banyak daripada DSLR.

Perbedaan ini akan terus meningkat karena Sony, Canon, Nikon, dan Panasonic bersaing satu sama lain di pasar mirrorless full frame. Laporan yang dikeluarkan oleh CIPA ini hanya menunjukkan pengiriman unit kamera digital berdasarkan volume dan nilai. Namun tidak diketahui apakah semua kamera yang dikirimkan tersebut terjual semuanya atau tidak.

Sumber: DPReview