Vainglory Hadir di Steam, Cross-Platform Masa Depan Esports MOBA?

Bicara soal gaming walau kedengarannya sederhana, namun kadang jadi rumit gara-gara banyaknya platform yang ditawarkan. Ada PC, konsol, dan mobile. Beberapa developer kadang meluncurkan game buatan mereka secara eksklusif pada platform tertentu; yang membuat gamers jadi tambah pusing memilih di mana mereka akan main. Tapi apa jadinya kalau ada game yang bisa dimainkan di segala platform?

Fortnite sudah mencoba melakukannya. Menjadi game Battle Royale yang bisa dimainkan di platform manapun berhasil membuat Fortnite jadi fenomena sosial sendiri di pasar barat sana. Mencoba meniru kesuksesan tersebut, salah satu dedengkot MOBA di mobile, Vainglory kini juga menjadi cross-platform dan resmi rilis di Steam pada hari ini (14 Februari 2019).

Sebelumnya, pengumuman tersebut sudah dilakukan oleh Super Evil Megacorp, lewat campaign yang disebut sebagai Vainglory X. Setelah beberapa saat melakukan pengujian lewat fase alpha build, kini akhirnya Vainglory mempublikasikan gamenya lewat platform Steam bersamaan dengan kehadiran update 4.0.

https://twitter.com/vainglory/status/1095791001623515139

Update 4.0 ini menghadirkan berbagai macam hal. Dari segi konten, ada hero baru bernama San Feng, berbagai skin untuk para hero, emote ping baru, dan lain sebagainya. Update konten lain yang juga dihadirkan adalah perubahan game mode, yang menghilangkan 3v3 casual, sehingga kini mode yang teredia adalah 5v5 casual & ranked, 3v3 ranked, rumble, dan blitz.

Kehadiran Vainglory pada platform Steam juga disertai dengan beberapa perubahan dari segi user interface untuk cross-platform. Beberapa perubahan ini dilakukan dengan fokus menciptakan tampilan menu yang nikmat dipandang bagi pemain di manapun platform tempat ia main. Dengan Vainglory kini hadir di Steam, pertanyaan berikutnya yang muncul adalah, bagaimana dengan esports Vainglory?

Selama ini belum pernah ada satu kali pun kompetisi esports yang diselenggarakan secara Cross-Platform. Vainglory sudah melakukannya, tapi hanya sebagai pertunjukkan saja atau yang biasa disebut sebagai showmatch. Kompetisi Fortnite saja tetap diadakan di PC meski game mereka sudah mendukung sistem cross-platform. Meski begitu, belum pernah dilakukan bukan berarti ide yang buruk untuk dilakukan.

Sumber
Vainglory yang bisa dimainkan dengan mouse dan keyboard di Samsung DEX adalah percobaan pertama SEMC untuk menciptakan MOBA antar platform. Sumber: Super Evil Megacorp Blog

Saya sempat membahas bagaimana Vainglory yang dulu merajai kini tertinggal jauh dari para juniornya. Pada artikel tersebut, saya menyatakan opini bagaimana Vainglory menang pada masanya karena langkah berani untuk mendobrak inovasi gaming pada platform mobile. Maka kehadiran cross-platform di Vainglory kini, yang mungkin adalah usaha Super Evil Megacorp pertahankan budaya inovasi, bisa jadi kunci kesuksesan mereka berikutnya.

Lalu bagaimana dari segi esports? Kalau boleh jujur, menurut saya tak ada banyak hal yang bisa ditawarkan dari program hiburan esports dengan ragam device PC, mobile, konsol. Kenapa? Karena porsi utama hiburan esports adalah tayangan in-game, bukan tayangan orang yang sedang memainkannya.

Namun, itu mungkin itu hanya opini kecil dari saya yang belum bisa melihat potensi bisnis esports dari sistem cross-platform ini. Mungkin bisa jadi, dengan sistem cross-platform, SEMC jadi bisa melakukan kerjasama dengan sponsor endemik yang lebih beragam, bisa menyandingkan sponsor pc gaming dan vendor smartphone.

Mungkin bisa jadi esports cross-platform menciptakan talent pool lebih besar. Jadi lebih banyak pemain, lebih banyak pro player, ekosistem esports Vainglory jadi lebih subur. Siapa yang tahu, kalau ternyata sistem cross-platform bakal jadi masa depan esports game MOBA.

Senjakala Esport Vainglory: Sang Pionir yang Kini Kian Tertinggal

Tahun 2014 lalu, mobile gaming belum heboh seperti sekarang karena banyak faktor, teknologi salah satunya. Bahkan mobile gamers kerap didiskriminasi gamers secara umum, dianggap bukan gamers karena game mobile kebanyakan casual, tanpa ada kedalaman cerita, ataupun grafis megah.

Namun kala itu ada satu pengembang game andal bersatu padu dari berbagai latar belakang bekerja sama menciptakan Super Evil Megacorp (SEMC). Mereka menciptakan sebuah karya yang tak terpikirkan di masanya: sebuah game mobile dengan grafis memukau layaknya di konsol atau PC, sebuah game MOBA yang dimainkan bersamaan secara real-time bernama Vainglory.

Pada saat perilisannya, Vainglory segera menarik perhatian jutaan pasang mata. Bayangkan saja, game mobile yang ketika itu hanya game mengiris-iris buah ataupun berlari tanpa akhir sampai bosan mendadak berubah menjadi sebuah game yang begitu kompetitif.

Vainglory The First MOBA on Mobile

Sumber: vainglorygame.com
Sumber: vainglorygame.com

Kalau boleh jujur, Vainglory sebenarnya tidak bisa sepenuhnya dikatakan sebagai yang pertama, mengingat sudah ada game seperti Heroes of Order and Chaos besutan Gameloft. Namun satu hal yang saya sepakat dengan SEMC adalah bahwa Vainglory merupakan game MOBA mobile pertama dengan gameplay yang unik, kontrol intuitif, namun memiliki kedalaman mekanik yang cukup membuat pemain MOBA kompetitif jadi penasaran; atau bisa dibilang MOBA paling sempurna pertama pada masanya.

Rilis pertama tahun 2014, Vainglory pertama kali tampil dalam presentasi produk Apple iPhone 6. Presentasi tersebut segera memukau para pengguna smartphone karena secara grafis, Vainglory adalah game pertama yang berjalan secara 60 FPS, punya grafis detil, lengkap dengan efek particle dan animasi yang kompleks.

Game ini segera menjadi pusat perhatian, bahkan ketika itu salah satu Youtuber tersohor pun turut memainkannya. PewDiePie sempat bermain Vainglory dan mengunggahnya pada 1 Agustus 2015 lalu. Mengutip salah satu media teknologi ternama VentureBeat, Vainglory berhasil mencapai 1,5 juta pemain aktif bulanan pada 1 Juli 2015 saat baru dirilis.

Kesuksesan ini menggerakan Super Evil Megacorp ke langkah berikutnya. Mencoba meniru kesuksesan League of Legends dan Dota 2, mereka pun mencoba mengembangkan esports Vainglory.

Menjadi esport Mobile Pertama di Dunia dan Indonesia

Sumber: fortune.com
Sumber: fortune.com

Setelah menuai kesuksesan dari perilisan pertamanya di tahun 2014, Vainglory akhirnya mulai menjajaki dunia esport satu tahun berikutnya; tepatnya pada Mei 2015. Ketika itu mereka segera melakukan kerja sama dengan berbagai ekosistem dunia esports, ESL dan OGN Korea salah satunya.

Mengutip Fortune, lewat sebuah kompetisi liga lokal Korsel bertajuk Korean eSports league OGN Vainglory Invitationals pada bulan Juli 2015, Vainglory meraup penonton sampai dengan satu juta orang.

Tak lupa juga gelaran Vainglory Premiere League di September 2015 yang menawarkan total hadiah US$80 ribu dan diikuti oleh 12 tim dari empat kawasan (Amerika Utara, Tiongkok, Korea, dan Eropa) semakin melanggengkan Vainglory sebagai esport mobile games pertama dan terbesar di masanya.

Sementara itu Vainglory sendiri mulai memanas di Indonesia saat tahun 2017. Ketika itu ada Indonesia Games Championship 2017 dan Vainglory 8 Summer Championship Jakarta. Bahkan ketika itu Indonesia baru saja berbangga setelah lolosnya tim Elite8 ke jenjang internasional lewat Vainglory 8 Spring Championship Manila. Tak lupa juga ajang kumpul komunitas terbesar, Halcyon Gathering 2.0, ketika itu juga terjadi di Indonesia.

Gempuran MOBA Mobile Asia Timur dan Munculnya 5v5

Sumber: vainglorygame.com
Sumber: vainglorygame.com

Masih pada tahun 2017, esports Vainglory di Indonesia terbilang dibilang sedang panas-panasnya. Sayangnya, SEMC ketika itu seolah abai dengan gempuran MOBA Mobile asal Tiongkok yang berhasil mengambil hati banyak gamers di Indonesia. Tahun 2017 adalah tahun ketika Mobile Legends mendapatkan banyak perhatian gamers dan industri esports Indonesia.

Potensi esports Mobile Legends terlihat pertama kali saat kualifikasi dan acara utama Mobile Legends SEA Cup (MSC 2017). Event tersebut berhasil membuat venue jadi penuh sesak, yaitu di Gandaria City pada saat kualifikasi dan Mall Taman Anggrek pada saat acara Grand Final. Selain Mobile Legends, Garena Indonesia di sisi lain juga tengah mempersiapkan sesuatu.

Sumber: revivaltv.id
Sumber: revivaltv.id

Garena ingin merilis versi global dari MOBA yang selama ini jadi favorit banyak orang di Tiongkok sana, Kings of Glory. Game tersebut akhirnya rilis di Indonesia dengan nama Mobile Arena dan berganti menjadi Arena of Valor pada Agustus 2017 lalu. Kedua game ini segera menyedot perhatian banyak gamers karena grafis yang lebih enteng di smartphone orang Indonesia, gameplay yang lebih sederhana, dan mudah dipelajari oleh berbagai kalangan. 

Vainglory Worlds 2017, SEMC akhirnya merilis Vainglory 5v5 yang segera memunculkan kontroversi di kalangan komunitas. Ada yang menganggap 3v3 terlalu bergantung pada skill individu yang membuat permainan jadi membosankan dan ada juga yang menganggap 5v5 menghilangkan ciri khas dari Vainglory. Hal ini pada akhirnya menciptakan sebuah dilema tersendiri bagi Vainglory.

Senjakala esport Vainglory di Tahun 2018

Sumber: gankstars.gg
Sumber: gankstars.gg

Berlanjut ke tahun 2018 yang sebenarnya menjadi kebangkitan MOBA Mobile dan mobile esports secara keseluruhan, bagaimana dengan Vainglory? Lucunya tahun 2018 malah jadi momen mati suri Vainglory esport secara global maupun Indonesia.

Secara global, esports Vainglory mulai gonjang-ganjing ketika banyak organisasi mundur. Tim seperti Gankstars, Cloud9, bahkan TeamSoloMid menutup divisi Vainglory mereka. Menanggapi kepanikan komunitas, FlashX pun angkat bicara terkait hal ini. Ia mengatakan bahwa memang Super Evil Megacorp memotong anggaran esport Vainglory yang akhirnya menciptakan permasalahan tersebut

Bagaimana dengan Indonesia? Untungnya berkat bantuan pihak ketiga, kancah kompetitif Vainglory Indonesia masih cukup hangat. Kaskus Battleground Season 1 mengisi kalender esports Vainglory awal tahun 2018. Lalu masuk pertengahan tahun akhir tahun, ada Vainglory Premier League Indonesia yang merupakan liga esports Vainglory yang diselenggarakan secara online oleh tim AGe Network. Lalu ditutup dengan perjuangan tim Elite8 di tingkat Asia dalam kompetisi WESG 2018.

Sumber: revivaltv.id
Herrboy (paling kiri) bersama dengan 2 shoutcaster VG lainnya. Sumber: revivaltv.id

Herry ‘Herrboy’ Sudharma, sebagai salah satu shoutcaster dan penggiat esports Vainglory di Indonesia, angkat bicara soal problematika ini. Ia mengatakan memang salah satu masalah terbesar adalah perkara tingkat kesulitan Vainglory yang lebih tinggi dibanding MOBA mobile lainnya serta kebutuhan spesifikasi smartphone yang juga lebih tinggi. Hal tersebut membuat mobile gamers enggan mainkan Vainglory yang mana hal tersebut memberi efek domino kepada esport Vainglory.

Daniel “Deipno” Lam, salah satu caster senior Vainglory, juga turut menambahkan. Ia merasa bahwa senjakala Vainglory di tahun 2018 adalah akibat SEMC yang seperti salah langkah. Sejak tahun 2017 potensi playerbase Vainglory di Indonesia sudah terlihat jelas lewat Halcyon Gathering 2.0 yang dihadiri seribu orang. Namun alih-alih fokuskan pemasaran di pasar SEA terutama Indonesia, SEMC tetap bersikukuh untuk fokuskan pemasaran Vainglory di Amerika Serikat dan juga Eropa.

Sumber: AGe Network
Sumber: AGe Network

Dari sisi pemain, Heinrich ‘OfficialHein’ Ramli yang merupakan bintang Vainglory asal Indonesia dan salah satu yang paling berjasa menggerakkan esports Vainglory di sini, mengatakan bahwa tak bisa dipungkiri bahwa SEMC mengambil peran besar dalam redupnya esports Vainglory. Hein selaku atlet Vainglory serta pemilik tim Elite8 mengatakan ada komunikasi yang kurang lancar dari SEMC terhadap tim dan komunitas yang akhirnya membuat esport Vainglory di Indonesia jadi terbengkalai.

Vainglory Cross-platform dan Prediksi Masa Depan Esport Vainglory

Sumber: duniagames.co.id
Sumber: duniagames.co.id

Kemenangan Vainglory pada masanya adalah karena SEMC ketika itu mendorong kemampuan smartphone sampai maksimal, menciptakan game sekelas konsol atau PC yang bisa dimainkan dalam genggaman Anda. Akhir tahun 2018 ini, SEMC mencoba mengulang inovasi tersebut dengan mengampanyekan Vainglory X, MOBA cross-platform pertama yang akan bisa mempertemukan pemain mobile, PC, atau konsol dalam satu pertandingan.

Di Venture Beat, CEO SEMC Kristian Segerstrale mengatakan bahwa game multi-platform adalah masa depan gaming. Namun hal ini tentu mengundang tanda tanya dan keraguan besar karena kehadiran Vainglory di PC berarti akan membawa mereka ke dalam kompetisi bisnis yang lebih berat: menantang langsung dua raksasa MOBA PC yaitu Dota 2 dan League of Legends

Herrboy kembali angkat bicara soal prediksi cross-platform dan kembalinya kejayaan Vainglory di tahun 2019 baik secara player base maupun esports. Ia merasa bahwa hal ini kembali lagi bagaimana keputusan SEMC, apakah ia ingin mengembalikan esports Vainglory atau tidak. Mengingat Fortnite terbilang sukses dengan sistem cross-platform ini, mereka berhasil menciptakan player base yang besar walau tanpa kehadiran event esports internasional.

Akankah SEMC dapat mengulang kesuksesan Vainglory Worlds 2017 yang bisa tembus rekor jumlah penonton di Twtich. Sumber: redbull.com
Akankah SEMC dapat mengulang kesuksesan Vainglory Worlds 2017 yang bisa tembus rekor jumlah penonton di Twitch. Sumber: redbull.com

Sebab, bagaimanapun juga intinya, hal yang ingin dicapai SEMC adalah membuat Vainglory kembali dimainkan banyak orang. Terkait hal ini, saya sendiri sejujurnya cukup pesimis. Kenapa? Pertama, kehadiran Vainglory di PC tentu akan membuat SEMC harus berhadapan dengan dedengkot MOBA itu sendiri dan membuat persaingan jadi semakin berat.

Kedua, saya juga cukup setuju dengan apa yang selalu jadi opini komunitas dan apa yang dikatakan Deipno; bahwa SEMC selama ini terlihat kurang giat memasarkan Vainglory, terutama di pasar Asia dan SEA. Jika kehadiran cross-platform tidak diiringi dengan kegiatan pemasaran yang aktif, maka jumlah pemain Vainglory mungkin tidak bakal segitunya banyak berubah.

Bagaimana kalau secara esports? Melihat SEMC yang kini lebih fokus kepada pengembangan game Vainglory cross-platform, saya kembali pesimis dengan esports Vainglory di 2019. Sebab sekalipun kampanye Vainglory cross-platform berhasil meningkatkan jumlah pemain, jika SEMC tidak menghendaki kehadiran esports, maka mau tak mau kita harus kubur dalam-dalam harapan kita untuk bisa melihat kembali serunya aksi pemain Vainglory kelas wahid.

Toxic Behavior in Online Gaming, Is it Necessary?

Toxic behavior has become a persistence issue in online gaming industry, especially online gaming competitive. If you often play games, such as Dota 2, Mobile Legends, or Overwatch, you must have seen people with this habit. Emotional, blaming others, using bad words, and selfish are only some of the toxic characteristics.

What actually causes toxic behavior to arise? Is it inevitable? What’s the impact? is it always positive or negative? Through this article, I’ll invite you to reflect. Not to patronize or judge, but to create a game ecosystem that can be enjoyed by everyone. Let’s go!

MLBB Official Forum
Source: MLBB Official Forum

Toxic is a choice

There’s no standard definition of toxic behavior, generally we define it as a behavior that intentionally disturb other people’s convenience. The type of toxic behavior in each game can be vary, but generally, it’s a social interaction that includes cyber-bullying, disturbing other players, acting nosy, cheating, and many more.

As the slogan from one of the popular private tv shows, toxic behavior occurs not only because of the intention but also an opportunity. Based on the research conducted by the Haewoon Kwak (Qatar Computing Research Institute), there are some things that make online game is a place for toxic behavior, such as:

  • Competitive Element. The nature of competitive online games makes us put the victory over everything and feels like the game is not fun if we didn’t win.
  • Anonymous. Because we use nickname, and most likely won’t meet directly with the other players, we kind of feel free to say anything or act like there’s no consequence in online gaming.
  • Counterfactual thinking. A psychological phenomenon where unwanted things happened, we tend to imagine the alternate event. For example, “If only our marksman had attacked the Lord, we must’ve been win by now!” Counterfactual thinking can have positive impact (evaluation material), it can also trigger us to blame others.
  • Negative social culture. When we grow up in an individualist society, where there’s no empathy, or having fun watching other people suffer, it’s a matter of time to get those bad things arise in us. Online gaming offers the opportunity.
Blizzard always watch out for toxic players in Overwatch
Blizzard always watch out for toxic players in Overwatch | Source: Blizzard

We can say the toxic behavior will not happen if all the team members play fair. In fact, no matter how good the team plays, there’ll be winner and loser in competitive games. Dota 2 statistics for example, shows the average players in the world has a win ratio around 50%. It means, losing five of ten matches is normal. If you have win rate up to 60% or 70%, you are worthy to be a professional esport player.

The question is, how do we react to the defeat? Accepting well that your opponent is better, or angry about it, like certain supporters making riot when their favorite team lose? We might not be able to control the result, but at least ourselves.

Toxic is fun, but…

“Trash talk is part of the game, bro,” said one of the players I met on a Dota 2 match in Southeast Asia. There are some people who enjoy toxic behavior, regardless of the game results. This type of person might be happy to see other people suffer, at least in cyberspace.

Better focus on battling than cursing
Better focus on battling than cursing | Source: Microsoft

I can’t stop or control what makes people happy, and I think it makes sense if someone gets a pleasure from being toxic. Maybe they’re being exposed to a superiority complex phenomenon – bring other people down and being arrogant to cover the flaws in cyberspace. One thing they didn’t aware is the pleasure obtained from sacrificing greater pleasure: victory.

Let’s ask ourselves. When our team play bad, do we act like toxic to make them play better? When our team losing, do we say bad words to make them win? I think we all know the answer. No. Then why do we act like toxic?

One thing that might be an explanation to this behavior is, we act like toxic to create some happiness even if we’re losing. Losing is not good, and toxic behavior can help us reduce the bad feeling. Anyhow, this is a mental for losers.

A champion will not go down by hard times
A champion will not go down at hard times | Source: PGL esports

There’s a popular jargon in MOBA world, “Comeback is real.” No matter how bad the game is, if we keep fighting, there’ll always possibility to reverse the situation. The same thing mentioned by a popular Street Fighter athlete, Daigo Umehara, in its book titled The Will to Keep Winning. Even though the opponent is way stronger, as long as the screen doesn’t say K.O, there’s always a chance for victory.

In my opinion, winning the hard way until a comeback like this is the most satisfying victory. Not only satisfied of the win, but also the way to escape from unfortunate situation. Winning against strong enemies is more valuable than winning against those weaker players.

Competitive is fine, just stay sportive and positive

Think of playing the competitive game as a marshmallow test. Toxic behavior might help us feel great or happy for a moment, but in the long run, it’ll accumulate and bring harm to ourselves. For example, I often heard people complain about their favorite MOBA game is dull, as one of the reasons is the toxic players.

MOBA, but...? (fill the blank)
MOBA, but…? (fill the blank) | Source: Nintendo

Spending time for cursing or insulting people in cyberspace can spread into real life. Moreover, the words used by toxic players in Mobile Legends are kind of harsh. Not only telling people stupid, but they often bring up parents or SARA. We didn’t know, whether they’re teenagers, folks, or elementary children, everyone is similar under the shield of anonymity.

There are some things we can do to reduce toxic behavior in competitive gaming. E.g:

  • Frequently play fighting games. Although competitive, fighting game is different with team-based game, such as MOBA or some first-person shooter. In fighting game, the only person responsible of the game is ourselves. It’ll train our mental to accept defeat and introspection, rather than blaming external factors.
  • Following influencers with positive behavior. In the current informatics era, parents role in educating children is getting smaller. Influencers like Youtuber or streamer have a big influence in building someone’s character. In order to gain the positive habit, it’s best to avoid toxic YouTubers, and often watch the humble and cool ones.
  • Play with friends. One of the reason why toxic behavior arise is because we play anonimously. Play with people we knew will eliminate the anonymity, so we can be motivated to help each other. On average, online games have a kind of guild or lobby feature, we have to use this better.
  • Turn off chat. Sometimes we act like toxic as a form of revenge. There’s nothing wrong with turning off chat feature to avoid it. Without chat feature, it might help us to focus on the game to win.
Hurt? Your fault
Hurt? Your fault | Source: Steam

Currently, the esports industry is getting popular in Indonesia. However, it won’t happen without support from non-professional gamers community as loyal fans. We need to continue growing positive culture so that our favorite game can be more popular and attract new players.

Eliminating old habit is not easy, but I’m sure we can do it. How about you? Have you been playing sportive today?


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

[Opini] Sikap Toxic Saat Bermain Game Online, Perlukah?

Perilaku toxic sudah lama menjadi masalah yang persisten di dunia game online, terutama game online kompetitif. Anda yang sering bermain game sejenis Dota 2, Mobile Legends, atau Overwatch pasti pernah bertemu dengan orang-orang dengan sikap seperti ini. Emosional, menyalahkan orang lain, menggunakan kata-kata kasar, dan merasa benar sendiri adalah beberapa karakteristik gamer yang toxic.

Tidak hanya pemain lain, jangan-jangan mungkin Anda sendiri pun pernah bersikap toxic ketika bermain game. Saya juga termasuk salah satu gamer yang memikul beban kesalahan ini. Sebagian orang menganggap bahwa sikap toxic adalah bagian dari permainan, dan mereka mendapat kesenangan dari melakukannya. Sebagian lainnya, seperti saya, tahu bahwa sikap ini salah, tapi tetap saja terkadang tidak bisa menahan diri untuk tak melakukannya.

Sebetulnya apa sih yang menyebabkan perilaku toxic muncul dalam diri kita? Apakah memang sikap ini tak bisa dihindari? Apa dampak yang ditimbulkannya, apakah selalu negatif atau ada sisi positifnya? Melalui tulisan ini saya akan mencoba mengajak Anda untuk merenung bersama. Bukan untuk menggurui atau menghakimi, tapi demi menciptakan ekosistem game yang lebih asik dan dapat dinikmati semua orang. Mari.

Mobile Legends
Sumber: MLBB Official Forum

Toxic adalah pilihan

Tidak ada definisi yang baku tentang apa itu perilaku toxic, tapi secara umum kita dapat mengartikannya sebagai perilaku yang merusak kenyamanan orang lain secara sengaja. Tipe perilaku toxic di setiap game bisa berbeda-beda, namun secara umum perilaku toxic di game online adalah interaksi sosial yang meliputi cyberbullying, mengganggu pemain lain, bertingkah usil/ngawur, main curang, dan sebagainya.

Seperti slogan salah satu acara televisi swasta populer dulu, perilaku toxic terjadi tidak hanya karena ada niat pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan. Menurut riset yang dilakukan oleh Haewoon Kwak (Qatar Computing Research Institute), ada beberapa hal yang membuat game online rawan menjadi tempat munculnya perilaku toxic, antara lain:

  • Elemen kompetitif. Natur berbagai game online yang kompetitif membuat kita terdorong untuk mengutamakan kemenangan di atas segala-galanya, dan kita akan merasa bahwa game itu tidak fun bila kita tidak menang.
  • Anonimitas. Karena kita berlindung di balik nickname, dan kemungkinan besar tidak akan bertemu langsung dengan orang-orang yang bermain bersama kita, kita jadi merasa bahwa semua ucapan atau perbuatan kita di game online tidak memiliki konsekuensi.
  • Counterfactual thinking. Sebuah fenomena psikologi di mana ketika terjadi hal yang tidak diinginkan, kita cenderung membayangkan kejadian alternatifnya. Sebagai contoh, “Andai tadi Marksman kita menyerang Lord, saat ini kita pasti sudah menang!” Counterfactual thinking bisa berdampak positif (bahan evaluasi), tapi juga bisa mendorong kita untuk menyalahkan orang lain.
  • Kultur sosial negatif. Ketika kita tumbuh di kalangan masyarakat yang individualis, tidak mengajarkan empati, atau senang melihat orang lain susah, tinggal menunggu kesempatan saja sebelum keburukan-keburukan itu muncul dari diri kita. Game online menawarkan kesempatan tersebut.
Overwatch
Blizzard selalu berusaha menjaga agar Overwatch jauh dari pemain toxic | Sumber: Blizzard

Kita bisa saja beralasan, bahwa perilaku toxic tidak akan terjadi apabila semua anggota tim bermain dengan baik. Tapi pada kenyataannya, sebaik apa pun permainan tim, dalam game kompetitif pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Statistik Dota 2 misalnya, menunjukkan bahwa rata-rata pemain di seluruh dunia hanya memiliki rasio kemenangan sekitar 50%. Itu artinya, kalah lima kali dari sepuluh pertandingan adalah hal yang normal. Bila Anda mempunya win rate hingga 60% atau bahkan 70%, Anda sudah layak jadi pemain esports profesional.

Sekarang pertanyaannya, bagaimana kita bereaksi terhadap kekalahan tersebut? Menerima dengan lapang dada bahwa permainan lawan memang lebih baik, atau malah marah-marah, seperti pendukung olahraga tertentu yang membuat kerusuhan saat tim kesayangannya kalah? Kita mungkin tidak bisa mengendalikan hasil permainan, tapi setidaknya kita harus bisa mengendalikan diri.

Toxic itu asik, tapi…

“Trash talk is part of the game, bro,” demikian kata salah seorang pemain yang saya temui di sebuah match Dota 2 server Asia Tenggara. Ada sebagian orang yang menikmati perilaku toxic, terlepas dari hasil permainan itu sendiri apakah dia atau kalah. Mungkin tipe orang seperti ini juga senang melihat orang lain susah, setidaknya di dunia maya.

Tekken 7
Lebih baik fokus adu skill daripada adu makian | Sumber: Microsoft

Saya tidak bisa melarang atau mengatur apa yang membuat seseorang senang, dan saya rasa masuk akal bila ada orang yang mendapat kesenangan dari bersikap toxic. Mungkin dia sedang terkena fenomena superiority complex—dia menjatuhkan orang lain dan bersikap sombong di dunia demi menutupi kelemahannya di dunia nyata. Tapi satu yang mungkin dia tak sadar, kesenangan itu didapatkannya dengan mengorbankan kesenangan yang lebih besar: kemenangan.

Coba kita tanya kepada diri sendiri. Ketika ada tim kita yang bermain buruk, apakah dengan kita bersikap toxic maka dia akan bermain lebih baik? Ketika tim kita sedang kalah, apakah dengan memaki-maki teman setim maka kita akan berbalik menang? Saya rasa kita semua sudah tahu jawabannya. Tidak. Lalu mengapa kita tetap berlaku toxic?

Satu hal yang mungkin bisa jadi penjelasan atas perilaku ini, adalah bahwa kita bersikap toxic agar setidaknya kita mendapat suatu kesenangan meskipun sedang kalah. Kalah itu tidak enak, dan perilaku toxic bisa jadi pelampiasan untuk sedikit mengurangi rasa tidak enak tersebut. Tapi mental seperti ini adalah mental orang yang mudah menyerah.

Virtus.pro - Kuala Lumpur Major
Mental juara itu tidak putus asa di saat sulit | Sumber: PGL Esports

Ada sebuah jargon yang populer di dunia MOBA, yaitu, “Comeback is real.” Segawat apa pun kondisi permainan, selama kita tidak putus asa, selalu ada kemungkinan kita bisa mengembalikan keadaan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh atlet Street Fighter terkenal, Daigo Umehara, dalam bukunya yang berjudul The Will to Keep Winning. Walaupun lawan punya keunggulan jauh, selama layar belum menunjukkan kata K.O., selalu ada peluang untuk meraih kemenangan.

Menurut saya, kemenangan yang diraih dengan susah payah hingga comeback seperti ini justru adalah kemenangan yang paling memuaskan. Tidak hanya puas karena menang, namun ada tambahan kepuasan karena kita berhasil lepas dari sebuah kondisi yang tidak menguntungkan. Menang melawan musuh yang kuat itu lebih berharga daripada menang melawan musuh yang jelas-jelas lebih lemah dari kita.

Boleh kompetitif, tapi tetap sportif dan positif

Anggaplah bermain game kompetitif sebagai sebuah marshmallow test. Perilaku toxic mungkin bisa membuat kita merasa senang atau hebat sesaat, tapi di jangka panjang, perilaku itu akan menumpuk dan mendatangkan kerugian bagi kita sendiri. Sebagai contoh, saya sering dengar orang mengeluh bahwa game MOBA kesukaannya sepi pemain, padahal salah satu penyebab sepinya adalah karena banyaknya pemain toxic yang membuat tidak betah.

Arena of Valor
MOBA kok…? (isi sendiri) | Sumber: Nintendo

Terlalu sering memaki atau menghina orang di dunia maya, lama-kelamaan juga bisa menular ke kehidupan nyata kita. Apalagi kata-kata kasar yang digunakan oleh para pemain toxic di game semacam Mobile Legends sudah cukup keterlaluan. Tidak hanya mengatai bodoh saja, sudah banyak yang sering memaki dengan membawa-bawa orang tua atau bahkan isu SARA. Dan kita tidak tahu, apakah pemain toxic itu remaja, bapak-bapak, atau anak SD, semuanya sama di balik perisai anonimitas internet.

Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mengurangi kebiasaan toxic di game kompetitif. Contohnya seperti:

  • Sering-sering main fighting game. Meski sama-sama kompetitif, fighting game berbeda dengan game berbasis tim seperti MOBA atau beberapa first-person shooter. Dalam fighting game, satu-satunya orang yang bertanggung jawab atas permainan adalah diri kita sendiri. Ini akan melatih mental kita untuk berani menerima kekalahan dan berintrospeksi, daripada menyalahkan faktor luar.
  • Mengikuti influencer dengan kepribadian positif. Di era informasi sekarang ini peran orang tua dalam mendidik anak semakin menipis. Sadar atau tidak, influencer seperti YouTuber atau streamer punya pengaruh besar dalam menumbuhkan kebiasaan seseorang. Agar kita tertular kebiasaan positif, sebaiknya hindari YouTuber yang toxic, dan sering-seringlah menonton YouTuber yang humble dan santai.
  • Bermain bersama teman. Sikap toxic muncul salah satunya karena kita bermain secara anonim. Bermain dengan orang-orang yang sudah kenal akan menghilangkan anonimitas tersebut, sehingga kita akan lebih terdorong untuk saling membantu. Rata-rata game online memiliki fitur semacam guild atau lobby, ini harus kita manfaatkan sebaik mungkin.
  • Mematikan chat. Terkadang kita bersikap toxic sebagai bentuk balasan atas pemain lain yang bersikap toxic duluan. Tidak ada salahnya kita matikan fitur chat untuk menghindari hal tersebut. Bisa jadi, tanpa chat justru kita akan bisa bermain lebih fokus sehingga lebih mudah memenangkan permainan.
Street Fighter V - Alex
Sakit? Salah sendiri | Sumber: Steam

Saat ini iklim esports Indonesia sedang tumbuh pesat. Namun pertumbuhan itu tidak akan terjadi tanpa adanya dukungan dari komunitas gamer nonprofesional yang menjadi penggemar setia. Kita perlu terus menumbuhkan kultur positif agar game yang kita sukai bisa semakin menyebar luas dan menarik minat para penggemar baru.

Menghilangkan kebiasaan yang sudah berjalan lama memang tidak mudah, tetapi saya yakin kita bisa melakukannya. Bagaimana dengan Anda? Sudah sportifkah Anda hari ini?

Prediksi Dunia Persilatan MLBB Pasca MPL ID S2, JessNoLimit: Saya Ingin Liburan

Gelaran kompetitif Mobile Legends: Bang Bang (MLBB) paling bergengsi di Indonesia, MPL Indonesia Season 2, sudah selesai dengan Rex Regum Qeon (RRQ) O2 yang keluar sebagai juaranya.

Sebelum kita membahas perkiraan bursa transfer yang terjadi pasca gelaran ini, mari kita lihat sejenak urutan juara di turnamen ini.

  1. Juara 1: Rex Regum Qeon (RRQ)
  2. Juara 2: EVOS Esports
  3. Juara 3: ONIC Esports
  4. Peringkat 4: Louvre
  5. Peringkat 5: Saints Indo
  6. Peringkat 6: Aerowolf Roxy
  7. Peringkat 7: Bigetron Esports
  8. Peringkat 8: SFI Esports

Pasca turnamen-turnamen besar, kebanyakan tim memang akan melakukan evaluasi performanya masing-masing dan bisa jadi merombak formasinya – seperti yang terjadi pasca MPL ID S1.

RRQ dan EVOS Esports

Sumber: MLBB
Sumber: MLBB

Jika melihat performa tim dan individu di MPL ID S2, boleh dibilang hanya RRQ yang meraih hasil memuaskan; bukan hanya karena mereka juara tapi juga karena performa masing-masing pemainnya yang stabil di atas.

Baik Tuturu, Lemon, AyamJGO, AmpunOM (Instinct), dan Liam bermain cantik sepanjang musim dan di fase Grand Final. Formasi ini bahkan boleh dibilang yang terbaik dari RRQ.O2 sejak terbentuk. Jadi, kemungkinan besar, pihak manajemen RRQ tak perlu pusing merombak formasi. Para pemainnya pun juga seharusnya tak perlu mencari tempat berlabuh baru.

Dokumentasi: MPL Indonesia / Muhammad Thirafi Sidha
Dokumentasi: MPL Indonesia / Muhammad Thirafi Sidha

Aerowolf Roxy (yang dulu menggunakan nama TEAMnxl>) juga tak mengubah formasi pemainnya pasca kemenangan mereka di Season 1.

Di posisi juara 2, EVOS Esports bisa jadi berubah formasinya pasca MPL ini. Mereka mengalami jungkir balik performanya sepanjang musim, meski memang berujung cukup positif. Di pekan-pekan awal Regular Season MPL ID S2, EVOS Esports memang boleh dibilang mengecewakan namun mereka berhasil memutarbalik kondisi dan berakhir jadi Runner Up.

Di media session EVOS Esports yang digelar saat MPL ID S2 berjalan, tim ini bercerita bahwa mereka berhasil bangkit performanya setelah fokus latihan dan mengesampingkan kesibukan mereka lainnya sebagai content creator.

Sumber: MLBB
Sumber: MLBB

Meski berhasil jadi juara 2, capaian tersebut bisa jadi tak memuaskan buat manajemen ataupun para pemainnya. Apalagi jika kita melihat Eko “Oura” Julianto yang tetap tampil memukau meski saat rekan-rekan satu timnya terpuruk saat awal-awal musim, pemain ini tentunya sangat menggoda untuk dipinang oleh banyak klub esports lainnya.

JessNoLimit sendiri juga sebenarnya berhasil mematahkan anggapan para haters-nya yang mengatakan dia cuma menang populer. Performanya sepanjang musim terakhir juga memuaskan, meski bagi saya pribadi, masih sedikit di bawah Oura tadi. Hasil performanya ini tentunya membuat banyak tim MLBB lain kebelet membawanya keluar dari EVOS Esports. Apalagi, organisasi esports mana yang akan menolak gamer paling populer di Indonesia (setidaknya sampai artikel ini ditulis) yang punya lebih dari 3 juta subscribers YouTube jika ia ingin keluar?

Dokumentasi: MPL Indonesia / Muhammad Thirafi Sidha
Dokumentasi: MPL Indonesia / Muhammad Thirafi Sidha

Saat media session kedua bersama EVOS Esports setelah mereka berhasil jadi juara 2, JessNoLimit mengatakan ingin liburan dulu saat saya tanyakan rencananya pasca MPL ID S2. Oura, Emperor, Marsha, dan IOS juga mengutarakan hal yang serupa. Mereka ingin liburan melepas penat. Namun IOS juga menambahkan, “saya akan stay di EVOS jika masih dibutuhkan.”

Melihat sejarah pasca MPL ID S1 yang kala itu EVOS juga juara 2, mereka merombak formasinya cukup drastis. Ada Donkey yang pindah ke Louvre. Sedangkan KneEr dan Oreo juga dilepas dari EVOS. Mereka pun memasukkan Marsha (dari RRQ) dan Emperor (dari Bigetron PK) pasca MPL ID S1.

Bagaimana formasi EVOS pasca MPL ID S2? Kita tunggu saja bersama-sama.

Aerowolf Roxy dan ONIC Esports

Sumber: MLBB
Sumber: MLBB

Berbicara mengenai dunia persilatan Mobile Legends, tentunya tidak sah juga jika kita tidak berbicara soal Aerowolf Roxy dan ONIC Esports. Kedua tim ini masuk ke daftar tim papan atas meski memang tak sepopuler RRQ dan EVOS.

Ada yang menarik antara interaksi Aerowolf Roxy dan ONIC Esports pasca Regular Season namun sebelum fase Grand Final. Pasalnya, mereka bertukar pemain saat itu. Supriadi “Watt” Dwi Putra dari Aerowolf pindah ke ONIC. Sedangkan Muhammad “Ichsan” Ichsan dari ONIC pindah ke Aerowolf.

Sumber: MPL
Afrindo “Lucky” Valentino. Sumber: MPL

Afrindo “Lucky” Valentino mengaku performa formasi baru mereka di Regular Season melebihi ekspektasinya. “Saat tim-tim besar lainnya naik turun, performa kita malah lebih stabil dengan bergabungnya Ichsan dan Lian.” Katanya saat media session untuk Aerowolf Roxy di gelaran MPL ID S2.

Sayangnya, performa baik mereka di Regular Season tak dapat dilanjutkan di babak selanjutnya. Karena itulah, Aerowolf Roxy bisa jadi juga akan mengubah formasi mengingat performa mereka yang mungkin boleh dibilang mengecewakan di babak Grand Final kemarin. Muasalnya, mereka menempati peringkat 2 di akhir babak Regular Season namun harus gugur cukup awal di Grand Final dan berakhir di posisi 6.

Sumber: MLBB
Sumber: MLBB

Di sisi lainnya, Watt yang berganti-ganti peran (role) di ONIC mengaku lebih suka memainkan role tetap seperti saat ia bermain untuk Aerowolf. Namun ia terpaksa berganti-ganti peran di ONIC karena memang harus menutupi keterbatasan penguasaan hero (hero pool) dari rekan-rekan satu timnya.

Watt memang menarik untuk diboyong keluar dari ONIC mengingat ia boleh dibilang paling mencolok skill individunya dibanding rekan-rekan satu timnya. Ia bisa berganti peran dengan mudah, menutupi keterbatasan rekan satu tim, namun tetap menunjukkan kualitas papan atas.

Spade. Sumber: MLBB
Spade. Sumber: MLBB

Satu lagi pemain dari ONIC yang menarik untuk dibahas adalah Hansen “Spade” Meyerson. Spade merupakan MVP Regular Season di MPL ID Season 1. Performanya memang tak sefantastis di Season 1 namun ia tetap saja termasuk salah satu dari 3 pemain Marksman terbaik se-Indonesia, bersama Tuturu dari RRQ dan Rekt dari Louvre. Kemungkinan besar, Spade juga sudah masuk ke dalam daftar pemain incaran bagi tim-tim yang mencari pemain Marksman.

Tim-Tim Lainnya

Selain dari 4 tim besar tadi, ada beberapa nama yang menarik untuk dibahas di sini kali ini. 2 nama pertama yang ada di kepala saya adalah Haji Kakap dan Hinelle dari Saints Indo yang mungkin bisa dirayu untuk pindah. Kedua pemain ini berhasil mencuri perhatian dengan menampilkan performa yang menawan sepanjang musim bersama Saints Indo.

Ditambah lagi, secara organisasi dan manajemen, Saints Indo boleh dibilang belum sematang organisasi esports lainnya seperti 4 organisasi besar yang saya bahas di atas. Menarik saja membayangkan Haji Kakap atau Hinelle berbaju kuning bersama ONIC atau berbaju biru di bawah naungan EVOS Esports.

Sumber: MLBB
Sumber: MLBB

Setiap pemain Louvre, Rmitchi, Donkey, Rekt, Kiddo, dan Yor, juga punya keistimewaan di perannya masing-masing. Mengingat Louvre juga tak mampu meraih hasil yang memuaskan kali ini meski berisikan pemain-pemain hebat, ada kemungkinan, baik dari sisi pemain ataupun manajemen; mereka mencoba formasi baru.

Fabiens dan Jeel dari Bigetron juga layak disebutkan sebagai pemain yang wajib dilirik, meski Fabiens memang lebih mencolok performanya di musim kedua ini. Fabiens adalah pemain lama yang muncul namanya sejak MSC 2017. Ia pun cukup piawai dalam memainkan peran (role) sebagai Assassin ataupun Marksman.

Sumber: MLBB
Sumber: MLBB

Jeel juga pemain yang cukup lama di dunia persilatan MLBB meski memang baru di Season 2 inilah ia merasakan ketatnya persaingan di MPL. Ia mengaku MPL memang beda prestige-nya dibanding kompetisi-kompetisi tingkat nasional lainnya, saat saya tanyakan di sesi media untuk Bigetron di acara yang sama.

Oh iya, nama terakhir yang mungkin layak untuk dipertimbangkan adalah Doyok dari SFI Esports. Doyok bisa jadi adalah pemain Mobile Legends terbaik asal Pontianak. Ia memang sedikit tenggelam namanya di MPL ID S2 karena timnya, SFI, sepertinya benar-benar belum menemukan gaya bermain yang tepat. Namun skill individu Doyok sendiri sebenarnya setingkat atau bahkan lebih tinggi dari pemain-pemain lainnya yang lebih populer namanya.

Sebenarnya ada satu pemain yang sudah mengutarakan keinginannya ke saya untuk keluar dari timnya. Namun karena off-the-record, saya tidak dapat menyebutkan nama ataupun timnya sekarang. Pemain itu juga sangat istimewa dari sisi skill individu ataupun tim dan mulai dikenal sejak MPL ID Season 1. Dia biasanya juga bermain sebagai Mage. Siapa dia ya? Apakah ia benar akan keluar dalam waktu dekat?

Sumber: MLBB
Sumber: MLBB

Itu tadi hanya ‘penerawangan’ saya atas beberapa tim dan pemain pasca MPL ID Season 2. Seharusnya, para pemain dan orang-orang manajemen sudah mulai bergerilya di balik layar untuk bursa transfer yang mungkin akan mewarnai beberapa pekan ke depan.

Seperti apakah peta dunia persilatan MPL Indonesia di Season 3 nantinya? Menarik untuk terus diikuti.

Speed Mode dan Hero Kadita Mobile Legends

Saat ini, ada cukup banyak turnamen dari game Mobile Legends: Bang Bang, baik dalam skala kecil maupun besar. Indonesia sendiri merupakan negara dengan jumlah pemain Mobile Legends terbanyak.

Mobile Legends saat ini memiliki total 170 juta pengguna aktif per bulan dan 200 juta lebih pengguna teregistrasi secara global. Di mana 50 juta pengguna aktif dan 70 pengguna teregistrasi berasal dari Indonesia.

Untuk mempertahankan dan mengembangkan bisnisnya, Moonton sendiri tengah mempersiapkan untuk membuka kantor cabang di Indonesia. Menggelar lebih banyak kompetisi, memperbaiki isu jaringan, dan juga merilis lagi hero asli dari Indonesia.

speed-mode-dan-hero-kadita-mobile-legends

Moonton sudah memiliki turnamen MSC dan MPL untuk para pemain level profesional. Untuk memperkuat komunitas, Moonton juga akan menyelenggarakan turnamen yang bisa diikuti oleh semua level pemain Mobile Legends di berbagai kota dan juga universitas pada tahun 2019.

Mode Speed dan Optimalisasi Jaringan

speed-mode-dan-hero-kadita-mobile-legends

Hal menyebalkan saat bermain Mobile Legends ialah ‘masalah lag’ karena ping yang tidak stabil. Untuk mengatasi masalah tersebut, sejumlah solusi pun dilakukan. Mulai dari kerja sama dengan para operator untuk optimalisasi jaringan dan juga menyediakan paket internet menarik.

Untuk mengurangi masalah lag, saat ini para pemain bisa mengaktifkan fitur Speed Mode. Anda bisa memastikan fitur ini aktif di pengaturan dalam game. Di mode ini, game akan mengambil kuota data lebih banyak dibanding normal mode – tapi dijanjikan akan lebih stabil.

Moonton juga berencana membangun server di Indonesia. Saat ini, Moonton masih mengandalkan Mobile Legends di server Singapura.

Hero Asli Indonesia – Kadita

speed-mode-dan-hero-kadita-mobile-legends

Setelah Gatotkaca, Moonton juga tengah membuat hero asli Indonesia kedua yakni Kadita. Bila Gatotkaca berperan sebagai tank, Kadita merupakan hero mage dengan kekuatan elemen air.

Ya, karakter Kadita terinspirasi dari sosok penguasa Laut Selatan yakni Nyi Roro Kidul. Dengan pakaian tradisional yang terlihat didominasi warna hijau dan menggenggam senjata trisula.

Belum jadwal pasti kapan Kadita akan dirilis, tapi salah satu skill Kadita memungkinnya berubah menjadi sosok mermaid dan juga manusia.

Tips Menjadi Champion of Dawn di Mode Survival Battle Royale Mobile Legends

Saat ini, intensitas saya bermain game MOBA seperti Arena of Valor dan Mobile Legends sedang berkurang. Alasannya karena saya sedang kegandrungan game PUBG Mobile, hampir tiap malam saya ‘mabar’ – kadang juga pantang tidur sebelum kenyang makan ayam.

Meledaknya kepopuleran formula ‘last man standing‘ ini pun membuat sejumlah pengembang game mengimplementasikan mode battle royale di dalam game-nya. Moonton salah satunya, mereka memasukkan mode survival di Mobile Legends.

Lalu, bagaimana tips untuk menjadi seorang Champion of Dawn di mode survival battle royale dalam game Mobile Legends: Bang Bang?

Berbeda Tujuan

Bila di mode utama yakni rank atau classic hanya melibatkan dua tim dengan masing-masing lima pemain dan punya tujuan untuk menghancurkan markas musuh.

Di mode survival melibatkan 33 tim dengan masing-masing tiga pemain, totalnya ada 99 pemain. Tujuannya pun berbeda, yakni untuk menjadi tim yang bertahan paling akhir dan menjadi seorang Champion of Dawn.

Tiga Player

Di mode survival ini, Anda tidak bisa memilih bermain secara solo, duo, atau squad dan bukan juga lima pemain seperti biasa – tapi hanya tiga pemain.

Role yang bisa dipilih pun ada tiga kategori yaitu physical, magical, dan defense. Hero yang bisa dipilih juga diacak.

Untuk tips memilih hero, agar komposisi tim Anda balance – maka direkomendasikan satu kategori satu hero. Perhatikan juga tipe serangannya, jarak dekat atau jarak jauh.

Tips Bermain Mode Survival Mobile Legends

Saat memasuki map yang disebut Battlefield, Anda tidak naik pesawat ya – melainkan seekor Flying Dragon. Cara bermain terbaik ialah dari awal selalu bersama, kerja sama mutlak dibutuhkan.

Anda bisa memberi tanda agar bisa terjun di titik yang berdekatan. Hati-hati jangan sampai berpisah terlalu jauh, karena bisa terciduk oleh musuh.

Hero kita sudah di level 15, di sini kita akan membunuh monster creep, lord, dan juga musuh untuk mencari item atau equipment yang tepat sesuai tipe hero, mendapatkan buff, dan pasokan berupa mega heal.

Screenshot_20180823-194015

Di sinilah pengetahuan mengenai build item Anda diuji. Tidak semua item cocok untuk hero Anda, maka Anda bisa mengambil item atau menjatuhkan item bila ingin menggantinya.

Setiap pemain hanya memiliki satu kehidupan, namun ketika hero Anda mati – tim memiliki kesempatan untuk menghidupkan kembali dengan batas waktu 30 detik. Bila tak terselematkan, Anda bisa menonton pertarungan tim Anda atau keluar dari match.

Screenshot_20180823-193732

Saat game dimulai, safe zone akan terbentuk dan beransur-ansur akan semakin mengecil. Jadi, pastikan untuk selalu berada di dalam safe zone.

Bentrokan dengan tim lain pun tak terelakkan lagi, cobalah atur strategi dan tetap waspada. Biasanya ada hero musuh yang bersembunyi di rerumputan dan siap menyergap. Sebaliknya, Anda juga bisa bersembunyi di rumput bersama tim dan memasang jebakan.

Itu saja, tips bermain mode survival battle royale di game Mobile Legends dan cara menjadi seorang Champion of Dawn. Sekarang, saatnya Anda mencoba sendiri – mampukah Anda bertahan hidup?

Vainglory Bakal Meluncur di PC dan Mac, Versi Alpha-nya Sudah Bisa Dicoba Sekarang

Genre MOBA (Multiplayer Online Battle Arena) memang terlahir di platform PC, akan tetapi bukan berarti genre tersebut selamanya harus diam di tanah kelahirannya. Seperti yang kita tahu sekarang, game seperti Mobile Legends dan Arena of Valor merupakan dua di antara game smartphone terlaris, dan keduanya juga merupakan game MOBA.

Meski terbukti sukses, keduanya bukanlah MOBA pertama di ranah mobile. Vainglory sebenarnya muncul lebih dulu di tahun 2014, meski pada saat itu baru untuk platform iOS saja. Sebelum Vainglory sebenarnya masih ada yang lebih tua lagi (selisih beberapa bulan); judulnya Fates Forever, tapi game itu cuma bertahan sampai Oktober 2015 saja.

Vainglory di sisi lain masih bertahan sampai sekarang di iOS maupun Android. Malahan, Super Evil Megacorp selaku pengembangnya berencana melebarkan jangkauan Vainglory lebih lagi ke ranah desktop. Ya, Vainglory sedang dalam proses ‘membuka cabang’ di PC dan Mac.

Vainglory

Pada kenyataannya, Super Evil Megacorp sudah membuka fase alpha-test Vainglory di PC dan Mac. Label “alpha” merupakan indikasi bahwa Vainglory versi desktop ini masih dalam tahap awal pengembangan, sehingga bisa dipastikan para pengujinya bakal menjumpai banyak bug dan problem lainnya selama bermain.

Beberapa kekurangan yang disoroti di antaranya adalah perihal input teks, menu pengaturan, optimasi UI (user interface) dan opsi kustomisasi tombol. Super Evil Megacorp pun berjanji untuk merilis update secara rutin guna menyempurnakannya.

Satu hal yang perlu dicatat, Super Evil Megacorp sebenarnya sudah berkutat dengan input kontrol mouse dan keyboard untuk Vainglory sejak tahun lalu, tepatnya ketika Samsung mendemonstrasikan kebolehan aksesori Samsung DeX untuk Galaxy Note 8. Mungkin dari situ mereka melihat potensi Vainglory untuk menjadi alternatif Dota 2 dan League of Legends di PC, dan kini mereka pun langsung mengeksekusinya.

Kalau Anda tertarik mencoba versi alpha Vainglory di PC atau Mac, silakan langsung mengunduhnya di situs resminya.

Via: Windows Central.

Detail Hero Wiro Sableng, Karakter Lokal Pertama di Arena of Valor

Bila game MOBA Mobile Legends: Bang Bang punya hero Gatotkaca, Arena of Valor (AoV) juga akan menghadirkan hero lokal dari Indonesia yaitu Wiro Sableng. Masih ingat dong dengan Wiro Sableng?

Ya, seorang pendekar dengan senjata kapak maut Naga Geni 212 – pembela kebenaran dan pembasmi kejahatan. Dengan sikap yang lucu, tingkahnya aneh, dia slengean tapi cinta damai. Jadi, kapan tiba di dalam game AoV?

Wiro Sableng siap membasmi hero-hero jahat di Arena Antaris pada bulan Agustus mendatang. Hero ini bisa diperoleh secara ‘gratis’ dalam tanda kutip, di mana Anda harus mengikuti event di dalam game AOV nanti.

detail-hero-wiro-sableng-arena-of-valor

Ini adalah desain awal dari hero Wiro Sableng, karakter di film dan di game tentu bakal berbeda ya. Kalau di film harus terlihat realistis, tapi di game harus tampil fantastis. Misalnya, ukuran kapak maut Naga Geni 212 yang lebih besar dan juga bakal memiliki armor.

Wiro Sableng sebagai hero AoV lokal pertama, apakah ada hero dari Indonesia – misalnya Angling Dharma, Malampir, Raden Kian Santang, mungkin Panji Milenium dan juga Saras 008? Jawabannya mungkin-mungkin saja, tapi memang butuh komitmen dalam mengembangkan hero lokal dan alasan yang kuat kenapa kita harus membawa ke dalam game.

Pembuatan Hero Wiro Sableng

detail-hero-wiro-sableng-arena-of-valor

Garena AoV Indonesia bekerja sama dengan Lifelike Pictures – pembuat film Wiro Sableng 212 yang akan tayang di seluruh bioskop Tanah Air mulai tanggal 30 Agustus. Film ini spesial jangan sampai tidak nonton, karena Lifelike Pictures bekerja sama dengan 20th Century Fox.

Selain itu, hadirnya hero Wiro Sableng di AOV juga berkat dukungan dari Caravan Studio, Tencent Timi Studio, Garena Indonesia dan pihak-pihak lainnya – proses pembuatan hero ini telah memakan waktu kurang lebih enam bulan. Vino G Bastian, pemeran utama dari film Wiro Sableng 212, juga ikut berpartisipasi dalam pembuatan hero Wiro Sableng.

detail-hero-wiro-sableng-arena-of-valor

Karakter Wiro Sableng sendiri adalah tokoh fiksi dari serial novel karya Bastian Tito. Serial ini telah diadaptasi dalam sinetron Indonesia dari tahun 1994 hingga 2002 dan juga diangkat menjadi film pada tahun 1988 dan 1989.

Bicara soal Wiro Sableng sudah, lalu bagaimana kabar tim Indonesia yang sedang mengikuti gelaran AoV World Cup 2018 di Los Angeles, Amerika Serikat?

Tim AoV Indonesia dan Rencana Garena AoV Indonesia

detail-hero-wiro-sableng-arena-of-valor

AoV World Cup (AWC) 2018 sendiri diikuti oleh 12 tim terbaik AoV yang berasal dari 9 negara, termasuk Indonesia, Taiwan, Taiwan Wildcard, China, Thailand, Thailand Wildcard, Vietnam, Filipina, Korea Selatan, Eropa, Amerika Utara, dan Amerika Selatan.

Mereka akan bertarung memperebutkan gelar juara dunia AoV dan hadiah uang tunai dengan total sebesar US$550.000 atau sekitar Rp7,5 miliar. Sayangnya, pada gelaran tersebut tim Indonesia menelan kekalahan.

Melihat kekalahan tim Indonesia di AWC 2018, ada dua hal yang ingin Garena AoV Indonesia lakukan.

“Pertama kita ingin mengundang pakar dari negara-negara lain, terutama dari Korea – karena di sana eSport sudah sangat maju untuk sharing dari segi taktik dan juga strateginya.” Ujar Hans Saleh selaku Product Manager AoV Indonesia.

“Kedua, kita ingin mengundang tim-tim dari negara lain untuk latih tanding dengan tim-tim Indonesia,” tambahnya.

Final AWC 2018 akan berlangsung pada tanggal 29 Juli 2018 dan jangan lupa untuk login tersebut karena ada event-event spesial dan ada skin lokal gratis Xenial Garuda.

detail-hero-wiro-sableng-arena-of-valor

Untuk diketahui, Arena of Valor adalah satu-satunya game mobile yang terpilih sebagai olahraga demonstrasi resmi untuk Asian Games 2018.

Ada delapan tim yang akan bertanding yaitu Chinese Tipe, China Hongkong, China, India, Laos, Thailand, Vietnam, dan tentu saja Indonesia.

Turnamen Mobile Legends MSC 2018 Digelar di Indonesia, Total Hadiahnya Rp1,4 Miliar

Hadir di Indonesia pada tahun 2016, game MOBA Mobile Legends mendulang kepopuleran di tahun 2017. Mereka sukses menggelar dua turnamen akbar yakni Mobile Legends South East Asia Cup (MSC) 2017 dan Mobile Legends Professional League (MPL) Indonesia season 1.

Pada tahun 2018 sekarang, Mobile Legends masih merupakan salah satu game yang sangat digandrungi anak muda di Indonesia. Menggairahkan industri e-sport di Tanah Air dan juga menghasilkan banyak bintang (tim dan atlet e-sport).

Kini Moonton bersiap untuk kembali menggelar kompetisi Mobile Legends di tingkat Asia Tenggara yakni MSC 2018 dengan total hadiah US$100.000 atau sekitar Rp1,4 miliar.

Indonesia pun kembali menjadi tuan rumah, hal tersebut merupakan bentuk apresiasi dari Moonton dan karena animo dari para pemain Mobile Legends sangat besar di Indonesia.

Babak grand final untuk MSC 2018 nantinya akan diselenggarakan di Jakarta Convention Center (JIEXPO) pada tanggal 27-29 Juli 2018. Sementara, pengundian slot untuk tim peserta akan ditayangkan secara langsung pada tanggal 26 Juli 2018.

Sistem Turnamen yang Berbeda

Bila di MSC 2017 lalu hanya ada lima negara yang bertempur, pada MSC 2018 akan mengundang perwakilan dari tujuh negara di Asia Tenggara. Termasuk Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura, Myanmar, Thailand, dan Vietnam.

Sistemnya sedikit berbeda dengan gelaran MSC 2017 yang sepenuhnya menggunakan sistem kualifikasi. Di MSC 2018, Moonton juga menerapkan sistem undangan.

Di mana negara-negara yang telah menjalankan MPL seperti Indonesia, Malaysia-Singapura, dan Filipina akan mendapat undangan untuk tim-tim berprestasi yang ikut serta di MPL.

Sayang sekali, MSC 2018 tidak bisa diikuti secara umum. Padahal dengan jumlah pemain aktif yang sangat besar di Indonesia, tentunya banyak para pemain Mobile Legends yang sangat antusias mengikuti turnamen bergengsi tersebut.

Sedangkan tim-tim di negara-negara lainnya seperti Vietnam, Myanmar, dan Thailand akan diadakan kualifikasi untuk merebutkan satu slot untuk tiap-tiap negara.

Nantinya MSC 2018 akan terdiri dari dua babak, yakni group stage dan play off. Di babak grup, 10 tim akan dibagi menjadi dua grup dengan sistem pertandingan round robin (BO1), di mana setiap peserta akan bertemu dengan semua peserta lainnya satu kali dan hasil pertandingan akan diakumulasikan menjadi poin.

Dua tim teratas dari masing-masing grup akan melaju ke babak playoff dengan sistem single elimination atau sistem gugur, peserta yang kalah langsung keluar dari turnamen. Dilanjutkan dengan sistem Best Of 3 (BO3) untuk semifinal dan dua tim yang tersisa atau final akan bermain dengan Best Of 5 (BO5).

Adapun tim-tim yang telah dipilih dan diundang berdasarkan prestasi mereka di MPL adalah:

  • Juara MPL Indonesia: Aerowolf Roxy
  • Juara MPL Filipina: Aether Main
  • Juara MPL Malaysia-Singapura: Bigetron SG
  • Direct Invite dari MPL Indonesia:  EVOS Esports
  • Direct Invite dari MPL Indonesia: RRQ.O2
  • Direct Invite dari MPL Malaysia-Singapura: Air Asia Saiyan
  • Direct Invite dari MPL Filipina: Digital Devils

Bagi Anda yang tidak bisa menyaksikan secara langsung, pertandingan MSC 2018 juga akan ditayangkan di Facebook dalam tiga bahasa, Indonesia, Thailand, dan Inggris.

Bagi Anda dan timnya yang ingin mengikuti MSC 2019, maka persiapkan diri kalian untuk mengikuti MPL Indonesia season 2.

Menurut Anda, siapa yang akan menjadi juara dan runner-up dari MSC 2018? Mampukah IDoNotSleep (IDNS) dari Thailand – sang juara MSC 2017 mempertahankan tahtanya?