Laporan Analisis Data dari Upgrade Hardware Para Gamer PC

Dari tahun ke tahun, game terus berevolusi, menjadi semakin kompleks. Alhasil, spesifikasi perangkat yang diperlukan untuk memainkan game tersebut pun menjadi semakin meningkat. Karena itu, para PC gamers akan melakukan upgrade secara rutin. Sayangnya, mobile games yang ingin memperbaiki perangkatnya tidak punya pilihan lain selain membeli smartphone baru. Hanya saja, tidak semua orang dapat membeli smartphone dengan harga mahal. Hal ini memunculkan dilema bagi developer mobile game.

Dilema itu adalah apakah developer harus membuat game yang bisa dijalankan di smartphone dengan spesifikasi yang rendah agar bisa dimainkan oleh banyak orang ataukah mereka harus membuat game dengan spesifikasi yang lebih tinggi agar mereka bisa memberikan pengalaman bermain game yang lebih memuaskan. Untuk menjawab dilema tersebut, Newzoo melacak empat miliar smartphone aktif, yang dirangkum dalam Mobile Device Data.

Developer Bisa Naikkan Spesifikasi Minimal untuk Mobile Game

Beberapa tahun lalu, banyak developer aplikasi mobile yang meluncurkan versi lite dari aplikasi mereka, seperti PUBG Mobile Lite dan Facebook Lite. Tujuannya adalah agar smartphone dengan spesifikasi yang tidak terlalu tinggi pun tetap bisa menggunakan aplikasi tersebut. Harapannya, jumlah orang yang bisa memainkan mobile game atau menggunakan aplikasi itu akan naik. Namun sekarang, tren yang terjadi adalah sebaliknya.

Saat ini, developer aplikasi dan game mobile mulai meluncurkan versi yang lebih baik dari aplikasi atau game yang mereka buat. Salah satu contohnya adalah Garena, yang meluncurkan Free Fire Max pada September 2021. Jika dibandingkan dengan Free Fire standar, Free Fire Max memerlukan RAM yang lebih besar. Jika Free Fire membutuhkan RAM minimal 1GB, Free Fire Max memerlukan 2GB.

Untuk mengetahui apakah keputusan Garena untuk meningkatkan spesifikasi minimal dari Free Fire Max mempengaruhi total addressable market (TAM) dari game itu, Newzoo mengumpulkan data dari mobile gamers di India, negara dengan potensi pertumbuhan mobile game paling besar.

Total addressable market berdasarkan minimal RAM smartphone yang diperlukan. | Sumber: Newzoo

Per September 2021, diketahui bahwa 98% mobile gamers di India menggunakan smartphone dengan RAM setidaknya sebesar 1GB dan 92% mobile gamers bermain menggunakan smartphone dengan RAM sebesar setidaknya 2GB. Sementara itu, jumlah mobile gamers yang menggunakan smartphone yang memiliki RAM setidaknya 3GB adalah 73% dan jumlah pemilik smartphone dengan RAM setidaknya 4GB adalah 53%.

Data di atas menunjukkan, meskipun developer mobile game — dalam kasus ini Garena — meningkatkan spesifikasi minimal untuk game mereka, TAM yang mereka punya tidak berkurang jauh, hanya turun sebesar 6%. Walau, harus diakui, jika spesifikasi minimal dari sebuah game dinaikkan menjadi 3GB, atau malah 4GB, TAM yang dari game tersebut akan mengalami penurunan yang cukup drastis.

Perilaku Gamers PC Dalam Melakukan Upgrade

Saat ini, mobile game memang memberikan kontribusi paling besar pada industri game. Namun, industri game PC tetap memiliki nilai yang fantastis. Pada 2021, jumlah PC gamers mencapai 1,4 miliar orang, sementara nilai industri PC gaming mencapai US$35,9 miliar. Tak hanya itu, pandemi — dan beberapa faktor lain — membuat permintaan akan hardware PC gaming naik.

Untuk mencari tahu tentang perilaku para pemain PC, Newzoo melakukan survei pada lebih dari sembilan ribu PC  gamers di enam negara, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Jerman, Prancis, dan Tiongkok.

Berdasarkan survei itu, Newzoo menemukan, sebanyak 40% dari PC gamers merupakan dedicated gamers. Newzoo mengartikan “dedicated gamers” sebagai para gamers yang setidaknya bermain game satu kali dalam seminggu. Hal lain yang Newzoo temukan adalah dari semua dedicated PC gamers, hampir sepertiganya merakit PC mereka sendiri. Sementara sekitar 30% dari mereka membeli PC gaming yang sudah dirakit. Menariknya, di kalangan dedicated gamers, sekitar 38% menggunakan laptop sebagai perangkat mereka.

Laptop Bisa Jadi Langkah Awal untuk Rakit PC Sendiri

Merakit PC sendiri, membeli PC yang sudah dirakit, atau menggunakan laptop; masing-masing pilihan itu memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri. Jika Anda merakit PC sendiri, Anda bisa menyesuaikan PC yang Anda bangun sesuai dengan selera dan dana yang Anda miliki. Sementara itu, jika Anda membeli pre-built PC, Anda memang tidak perlu repot untuk merakitnya, tapi biasanya, pre-built PC punya harga yang lebih mahal.

Jika dibandingkan dengan PC desktop, salah satu keunggulan laptop adalah ia bisa dibawa berpergian. Namun, harga laptop gaming cenderung lebih mahal jika dibandingkan dengan PC. Tak hanya itu, dengan dana yang sama, spesifikasi yang Anda dapat jika Anda membeli laptop gaming biasanya lebih rendah dari desktop gaming. Karena itu, tidak heran jika sebagian pemilik laptop gaming tertarik untuk membeli desktop gaming.

Grafik pemiliki komputer gaming yang ingin membeli perangkat baru. | Sumber: Newzoo

Seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di atas, sekitar 26% dari pemilik laptop gaming mempertimbangkan untuk membeli desktop PC ketika mereka harus mengganti laptop yang mereka gunakan. Sebanyak 17% pemilik laptop tertarik untuk membeli PC yang sudah dirakit, sementara 9% sisanya menaruh minat untuk merakit PC sendiri.

Meskipun begitu, umumnya, pemilik laptop akan tertarik untuk membeli laptop gaming baru saat mereka harus mengganti perangkat baru. Begitu juga dengan gamers yang merakit PC sendiri atau membeli pre-built PC. Mereka akan lebih tertarik untuk kembali membeli PC yang sudah dirakit atau membeli hardware baru untuk PC rakitan mereka.

Apa yang Membuat PC Gamers Ingin Memperbarui Perangkat Mereka?

Berdasarkan survei yang mereka lakukan, Newzoo juga menemukan bahwa para dedicated biasanya memperbarui hardware yang mereka gunakan setiap 3,3 tahun sekali. Jika dibandingkan dengan jeda waktu rata-rata antara peluncuran konsol baru, para PC gamers memperbarui perangkat mereka dengan lebih cepat. Hal itu berarti, permintaan akan komponen PC akan selalu ada.

Ketika ditanya tentang alasan untuk melakukan upgrade, hampir 75% dedicated gamers mengatakan, mereka memperbarui komputer mereka untuk mendapatkan pengalaman bermain game yang lebih baik. Dan jika mereka menggunakan komputer dengan spesifikasi yang lebih tinggi, mereka tidak hanya mendapatkan pengalaman bermain yang lebih baik, mereka juga bisa memainkan game-game baru yang menuntut spesifikasi yang lebih tinggi.

Alasan PC gamers ingin melakukan upgrade. | Sumber: Newzoo

Seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di atas, selain pengalaman bermain game yang lebih baik, alasan lain bagi dedicated gamers untuk memperbarui komputer mereka adalah karena mereka ingin mendapatkan komputer dengan performa yang lebih baik secara umum. Memang, komputer yang powerful tidak hanya bisa digunakan untuk bermain game, tapi juga untuk melakukan tugas-tugas berat lain, seperti mengedit video, machine learning, dan lain sebagainya.

Sementara itu, hanya 32% responden yang mengatakan, mereka melakukan upgrade komputer mereka mereka tertarik dengan fitur atau teknologi baru yang ditawarkan. Biasanya, teknologi atau fitur baru di dunia komputer melekat pada komponen GPU, seperti ray tracing atau Deep Learning Super Sampling (DLSS). Karena itu, tidak heran jika dedicated gamers menganggap GPU sebagai komponen komputer yang paling penting.

Kabar baik bagi perusahaan manufaktur GPU, tingkat kesetiaan para dedicated gamers pada brand sangat tinggi. Sebanyak 70% gamers mengatakan, kemungkinan besar, mereka akan membeli GPU dengan merek yang sama dengan GPU lama mereka.

Sebelum membeli hardware komputer, dedicated PC gamers biasanya akan mencari pilihan terbaik. Rata-rata, mereka menghabiskan waktu sekitar 5,5 minggu untuk mengevaluasi pilihan yang mereka punya. Sumber referensi yang mereka gunakan untuk mencari opsi hardware terbaik beragam. Sebanyak 50% dedicated PC gamers menggunakan situs resmi dari manufaktur hardware, sementara 46% memilih untuk menjadikan situs penjual retail sebagai acuan. Sebanyak 38% menggunakan referensi dari forum online, 33% membaca situs review dan benchmarking resmi, dan 33% lainnya menonton video review.

Sumber header: Pexels

Newzoo: RPG Adalah Genre Mobile Game dengan Pendapatan Terbesar di Tahun 2020

Pernahkah Anda bertanya dalam hati, “Di genre game apa mayoritas gamer mobile menghabiskan paling banyak uang?” Apakah di game-game kasual seperti Candy Crush atau Hay Day? Di game strategi macam Clash of Clans? Atau malah di game RPG seperti Genshin Impact?

Berdasarkan laporan terbaru dari Newzoo dan platform mobile ads Pangle, jawabannya adalah RPG, setidaknya selama tahun 2020. Dalam laporannya, dikatakan bahwa dari total pendapatan di industri mobile game pada tahun 2020, 21,3% di antaranya berasal dari genre RPG — paling besar di antara genre-genre lainnya.

Jadi dari total pendapatan industri mobile game sebesar $86,9 miliar di tahun 2020, sekitar $18,5 miliar merupakan hasil belanja para pemain game RPG. Menariknya, penyumbang terbesar dari angka $18,5 miliar itu adalah negara-negara di kawasan Asia Timur, spesifiknya Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan.

Pada kenyataannya, tiga negara tersebut menyumbang 72% dari total pendapatan mobile RPG. Paling besar adalah Tiongkok dengan $7,84 miliar, disusul oleh Jepang dengan $3,46 miliar, kemudian Korea Selatan dengan $2,04 miliar. Yang mungkin jadi pertanyaan berikutnya adalah, kok bisa para pemain mobile RPG di kawasan Asia Timur, khususnya di tiga negara tadi, berani mengeluarkan jauh lebih banyak uang ketimbang pemain dari negara-negara lain?

Menurut Newzoo, salah satu alasannya adalah karena RPG bikinan negara-negara timur mengemas lebih banyak mekanik, lebih banyak fitur gameplay sosial, dan lebih banyak update rutin yang berbobot (live-ops).

Berdasarkan hasil studi Newzoo, eksplorasi merupakan salah satu faktor utama mengapa gamer tertarik dengan genre RPG. Agar pemain bisa terus termotivasi, tentunya perlu ada hal yang mendorong mereka untuk terus bereksplorasi, semisal update yang menghadirkan kota atau lokasi baru di dalam game. Itulah mengapa beberapa judul mobile RPG yang sukses adalah yang rutin menerima update konten baru dari pengembangnya.

Lebih lanjut, tidak sedikit juga mobile RPG yang kini menaruh fokus ekstra pada aspek live-ops dengan menggelar beragam event di dalam game maupun menjalin kolaborasi dengan brand. Salah satu contohnya adalah Genshin Impact.

Data yang direkam Newzoo menunjukkan bahwa berbagai event baru dan koleksi item gacha yang dihadirkan di Genshin Impact terbukti mampu meningkatkan engagement sekaligus kecenderungan pemain untuk mengeluarkan uang. Alhasil, tidak kaget kalau in-app purchase (IAP) masih tetap menjadi sumber pemasukan terbesar buat genre RPG.

Selain IAP, in-app advertising juga menjadi opsi monetisasi lain yang semakin diterima oleh para pemain mobile RPG. Survei yang dilakukan Newzoo menunjukkan bahwa 73% pemain mobile RPG tidak keberatan dengan keberadaan iklan di dalam game seandainya itu bisa membantu progres permainan mereka, seperti misalnya menonton video iklan untuk mendapatkan item atau mata uang dalam game secara cuma-cuma.

Sumber: Newzoo via Games Industry.

8 Mobile Game dengan Pemasukan Lebih dari US$1 Miliar di 2021

Pandemi COVID-19 membuat industri game tumbuh pesat pada 2020. Momentum tersebut berlanjut di 2021. Menurut data dari Sensor Tower, total belanja mobile gamers pada 2021 mencapai US$89,6 miliar, naik 12,6% jika dibandingkan dengan tahun lalu.

Seiring dengan meningkatnya total belanja para mobile gamers, jumlah mobile game yang pemasukannya menembus US$1 miliar pun bertambah. Di 2018 dan 2019, hanya ada 3 mobile game yang pemasukannya mencapai US$1 miliar. Angka itu naik menjadi 5 mobile game pada 2020. Dan pada 2021, ada 8 mobile game yang pemasukannya melebihi US$1 miliar.

Total Belanja Gamers dari 8 Mobile Game Tembus US$1 Miliar

Di tahun 2021, PUBG Mobile berhasil menjadi mobile game dengan total belanja paling banyak. Sepanjang tahun ini, pemain PUBG Mobile menghabiskan US$2,8 miliar di game tersebut. Jika dibandingkan dengan tahun lalu, total spending PUBG Mobile pada tahun ini naik 9%.

Pada tahun lalu, PUBG Mobile sempat mengalami masalah dan diblokir di India, salah satu pasar terbesarnya. Namun, tahun ini, masalah tersebut telah terselesaikan. Di India, PUBG Mobile diluncurkan dengan nama Battlegrounds Mobile. Selain di India, PUBG Mobile juga melalui proses pelokalan di Tiongkok. Di sana, PUBG Mobile dikenal dengan nama Game For Peace.

Dengan total spending sebesar US$2,8 miliar, Honor of Kings berhasil menjadi mobile game dengan total spending terbesar ke-2 di 2021. Pada tahun ini, total belanja gamers Honor of Kings — yang juga dikenal dengan nama Arena of Valor — mengalami kenaikan sebesar 14,7%. Baik PUBG Mobile dan Honor of Kings merupakan mobile game di bawah bendera Tencecnt.

Delapan mobile game dengan total belanja lebih dari US$1 miliar. | Sumber: Sensor Tower

Selain PUBG Mobile dan Honor of Kings, mobile game lain yang mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 miliar pada tahun ini adalah Genshin Impact dari miHoYo. Sejak diluncurkan pada September 2020, Genshin Impact telah meraup US$1,8 miliar, menjadikannya sebagai mobile game dengan total belanja terbesar ke-3. Untuk membuat para gamers tetap tertarik memainkan Genshin Impact, miHoYo terus merilis update secara berkala. Strategi miHoYo ini terbukti efektif. Setelah mereka meluncurkan Version 2.1 pada September 2021, total spending mingguan para pemain Genshin Impact naik hingga 5 kali lipat.

Dalam daftar 8 mobile game dengan total spending terbesar di 2021, Roblox ada di posisi ke-4. Sepanjang 2021, total spending gamers Roblox mencapai US$1,3 miliar, naik 20,3% jika dibandingkan dengan tahun lalu. Peringkat 5 diisi oleh Coin Master dari Moon Active, yang juga mendapatkan total spending sebanyak US$1,3 miliar. Dari tahun lalu, total belanja gamers Coin Master tahun ini naik hingga 13,8%.

Posisi ke-6 dan ke-7 diisi oleh Pokemon Go dari Niantic dan Candy Crush Saga dari King. Kedua game itu sama-sama mendapatkan total spending sebesar US$1,2 miliar. Game ke-8 yang mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 miliar adalah Free Fire dari Garena. Selain delapan mobile game tersebut, Sensor Tower mengatakan, ada satu mobile game lain yang berpotensi untuk mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 miliar.

Ialah Uma Musume Pretty Derby dari Cygames. Walau mobile game itu baru diluncurkan pada Februari 2021 dan hanya diluncurkan di Jepang, game tersebut telah berhasil mendapatkan US$965 juta per 14 Desember 2021. Jadi, tidak tertutup kemungkinan, total spending dari game itu akan menembus US$1 miliar dalam dua minggu terakhir dari 2021.

900 Aplikasi Dapatkan US$1 Juta untuk Pertama Kalinya di 2021

Sepanjang 2021, konsumen tidak hanya menghabiskan uangnya untuk membeli item dalam mobile game, tapi juga untuk aplikasi lain. Buktinya, total spending pengguna aplikasi mobile di 2021 juga mengalami kenaikan. Berkat hal itu, sepanjang 2021, lebih dari 900 publisher aplikasi mobile berhasil mendapatkan pemasukan sebesar US$1 juta untuk pertama kalinya.

Dari semua publisher itu, sebanyak 581 publishers merilis aplikasi mereka di iOS dan 325 publisher lainnya meluncurkan aplikasi mereka di Android. Sebagai perbandingan, pada 2016, jumlah publisher aplikasi iOS yang mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 juta hanyalah 310 perusahaan dan jumlah publisher aplikasi Android yang berhasil mendapatkan pencapaian itu hanyalah 165 perusahaan. Hal itu berarti, dalam 5 tahun lalu, jumlah publisher aplikasi iOS yang pemasukannya bisa menembus US$1 juta meningkat 87%. Angka pertumbuhan itu lebih tinggi di Android, mencapai 97%.

Jumlah aplikasi yang pemasukannya berhasil menembus US$1 juta. | Sumber: Sensor Tower

Sebagian besar aplikasi yang pemasukannya mencapai US$1 juta merupakan mobile game. Menurut Sensor Tower, tahun ini, ada 185 publisher mobile game yang berhasil mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 juta. Selain mobile game, banyak aplikasi dengan pemasukan lebih dari US$1 juta yang masuk dalam kategori Social Networking dan Entertainment. Jumlah aplikasi Social Networking yang berhasil mendapatkan US$1 juta di tahun ini adalah 62 aplikasi. Sementara di sektor Entertainment, ada 41 aplikasi yang berhasil mendapatkan US$1 juta.

Selain mobile game, Social Networking, dan Entertainment, aplikasi-aplikasi yang berhasil mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 juta berasal dari kategori Productivity dan Sports. Jumlah aplikasi Productivity dengan total spending lebih dari US$1 juta di 2021 mencapai 34 aplikasi, naik dari 21 aplikasi pada tahun lalu. Sementara di kategori Sports, di tahun ini, ada 18 aplikasi yang berhasil mendapatkan pemasukan sebesar US$1 juta, naik dari 5 aplikasi pada tahun lalu.

Kategori aplikasi-aplikasi yang berhasil mendapatkan US$1 juta. | Sumber: Sensor Tower

Di masa depan, spending yang dilakukan oleh konsumen di mobile game dan aplikasi mobile diperkirakan masih akan mengalami kenaikan. Sayangnya, jumlah aplikasi yang akan bisa mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 juta justru diduga akan berkurang. Alasannya adalah perubahan kebiasaan konsumen.

Pandemi COVID-19 pada 2020 membuat kebiasaan konsumen dalam memasang aplikasi mobile berubah drastis. Mereka cenderung mau untuk memasang aplikasi baru. Namun, seiring dengan semakin terkendalinya pandemi, maka kebiasaan penggunaan aplikasi konsumen mulai kembali normal seperti sebelum pandemi. Hal ini tercermin dari menurunnya jumlah aplikasi yang diunduh oleh konsumen pada tahun ini jika dibandingkan dengan tahun lalu.

Selain itu, jumlah aplikasi yang mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 juta di tahun 2021 sebenarnya lebih sedikit dari tahun 2020. Di tahun lalu, jumlah aplikasi dengan total spending lebih dari US$1 juta adalah 1.003 aplikasi: 636 aplikasi iOS dan367 aplikasi Android.

Sumber header: Sensor Tower

LoL Wild Rift Terpilih Sebagai Game iPhone Terbaik 2021

Menjelang penutupan tahun, Apple kembali mengumumkan para pemenang ajang App Store Award. Berbeda dari yang dilakukan Google pada Google Play’s Best of 2021, Apple tidak memisahkan daftar aplikasi dan game terbaik berdasarkan tiap-tiap negara, melainkan hanya satu daftar saja berdasarkan hasil penilaian tim editorial globalnya.

Untuk kategori game iPhone terbaik 2021, titel juaranya dipegang oleh League of Legends: Wild Rift. Ya, tahun ini rupanya adalah tahunnya MOBA, sebab seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, gelar game Android terbaik untuk tahun ini jatuh pada Pokémon Unite (versi Amerika Serikat). Meski sudah tidak bisa dibilang baru lagi, nyatanya LoL Wild Rift memang baru meluncur di kawasan Amerika pada tahun 2021 ini.

Sementara untuk gelar game iPad terbaik 2021, pemenangnya adalah Marvel Future Revolution. MMORPG keluaran Netmarble ini memiliki kualitas grafik yang cukup menakjubkan untuk ukuran game mobile, dan itu sangat ideal untuk mendemonstrasikan performa hardware iPad Pro yang fenomenal. Di tablet termahal Apple tersebut, Marvel Future Revolution bahkan bisa berjalan di 120 fps.

Beralih ke game Apple Arcade terbaik 2021, jawaranya adalah Fantasian. Buat yang tidak tahu, Fantasian merupakan RPG baru karya Hironobu Sakaguchi, yang tidak lain merupakan pencipta franchise Final Fantasy. Selain mengandalkan iringan musik gubahan Nobuo Uematsu (komposer yang juga langganan mengisi musik di seri Final Fantasy), Fantasian juga banyak dipuji karena grafiknya yang unik, dengan setting dunia yang semuanya merupakan diorama buatan tangan.

Selain game iPhone dan iPad, Apple tidak lupa memberi penghargaan buat game Apple TV terbaik dan game Mac terbaik, yang masing-masing dimenangkan oleh Space Marshals 3 dan Myst. Space Marshals 3 dengan sistem tactical combat-nya sangat cocok dimainkan di layar besar, sementara Myst merupakan game petualangan keluaran tahun 1993 yang kini telah di-remake untuk platform virtual reality sekaligus diadaptasikan ke platform gaming modern.

Daftar lengkap pemenang App Store Awards 2021, termasuk untuk aplikasi-aplikasi non-gaming, dapat Anda lihat langsung di tautan ini.

Sumber: Apple.

MOBA dengan Karakter-Karakter Disney dan Pixar? Inilah Disney Melee Mania

Demam MOBA terus menjalar tanpa menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Setelah Pokémon Unite, kini giliran franchise lain yang bahkan lebih besar lagi yang ikut diadaptasikan ke kategori MOBA, yaitu Disney.

Adalah Disney Melee Mania, judul MOBA baru yang bakal mempertarungkan deretan karakter ikonis dari berbagai franchise milik Disney dan Pixar. Saat pertama mendengar judulnya, jujur saya langsung berpikir ini merupakan fighting game ala Super Smash Bros. Namun ternyata saya salah, dan jika melihat cuplikan singkat gameplay-nya di bawah, game ini memang sarat elemen-elemen MOBA.

Sepintas gameplay-nya terkesan cukup simpel, dengan format 3v3 dan durasi pertandingan sekitar lima menit saja. Di awal peluncurannya, bakal ada 12 karakter yang bisa dimainkan, masing-masing dengan skill unik dan elemen kosmetiknya sendiri-sendiri. Ke depannya, pengembangnya berjanji akan menambahkan lebih banyak karakter secara reguler.

Berdasarkan video teaser dan sejumlah screenshot-nya, berikut adalah karakter-karakter yang sudah terkonfirmasi:

  • Mickey Mouse (dengan kostum Sorcerer’s Apprentice)
  • Wreck-It Ralph
  • Moana
  • Elsa (Frozen)
  • Buzz Lightyear (Toy Story)
  • Jasmine (Aladdin)
  • Frozone (The Incredibles)
  • Timon (The Lion King)
  • Maleficent (Sleeping Beauty)
  • Bing Bong (Inside Out)

Disney Melee Mania rencananya akan dirilis pada bulan Desember 2021 secara eksklusif di Apple Arcade. Sebagai bagian dari katalog layanan gaming subscription milik Apple tersebut, Disney Melee Mania semestinya tidak akan menerapkan skema pay-to-win, sebab dari awal Apple Arcade memang selalu memprioritaskan pengalaman bebas in-app purchase dan bebas iklan.

Disney Melee Mania dikembangkan oleh studio asal Singapura, Mighty Bear Games. Ini bukan game pertamanya untuk Apple Arcade. Tahun lalu, mereka sempat merilis game berjudul Butter Royale di platform tersebut.

Sumber: Apple dan The Verge.

Brio Virtual Drift Challenge 2 Kembali Hadir dengan Visual Lebih Apik dan Kompetisi Lebih Menantang

PT Honda Prospect Motor (HPM) secara resmi memperkenalkan Brio Virtual Drift Challenge (BVDC) 2 pada tanggal 7 Oktober 2021 kemarin. Dikembangkan oleh Anantarupa Studios, BVDC 2 melanjutkan jejak game sebelumnya dan kembali menantang para pemain untuk melangsungkan atraksi slalom dalam waktu tercepat.

BVDC 2 menggunakan seluruh tipe Honda Brio, termasuk halnya Honda Brio RS Urbanite sebagai opsi mobil yang dapat dipilih oleh para pemain. Dengan mengikuti petunjuk arah yang tampil pada layar, pemain diajak untuk melakukan atraksi slalom hingga mencapai garis finis. Pemain juga punya kesempatan untuk mendapatkan poin tambahan yang akan membantu mengurangi perolehan waktu pada akhir permainan.

BVDC 2 hadir dengan 21 trek baru yang terbagi dalam 7 latar belakang kota besar di Indonesia, di antaranya Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Makassar, Banjarmasin, dan Medan. Supaya semakin relatable, pemain juga bakal menjumpai lokasi-lokasi ikonis dari masing-masing kota.

Di setiap kota, pemain harus melewati tantangan yang terbagi dalam tiga mode: Easy Mode, Medium Mode, dan Hard Mode. Ketiganya harus dimainkan secara bertahap sebagai syarat untuk melanjutkan ke kota berikutnya.

Guna menambah keseruan, Honda sudah berencana untuk menggelar kompetisi BVDC 2 sebanyak 7 seri, plus satu seri final yang akan mempertemukan sepuluh pemain tercepat dari tiap seri.

Tiap-tiap seri akan digelar dengan menggunakan trek khusus yang berbeda-beda dan dapat dimainkan dalam waktu 7 hari. Setiap harinya, masing-masing pemain bakal mendapatkan 10 kali kesempatan untuk mencatatkan waktu terbaiknya di leaderboard. Dengan kata lain, pemain punya total 70 kali kesempatan untuk setiap seri kompetisi.

Pada setiap seri, 30 peserta dengan catatan waktu tercepat akan mendapatkan merchandise menarik dari Honda. Honda juga telah menyiapkan total hadiah uang tunai sebesar 75 juta rupiah untuk 10 peserta teratas yang berlaga di seri akhir.

Kompetisi BVDC 2 ini akan berlangsung dari 21 Oktober 2021 hingga 7 Maret 2022. Berikut adalah jadwal lengkapnya:

Seri Jadwal Trek
Seri 1 21 – 16 Oktober 2021 Tugu Monas
Seri 2 3 – 9 November 2021 Tugu Pahlawan
Seri 3 17 – 23 November 2021 Monumen BLA
Seri 4 1 – 7 Desember 2021 Tugu Muda
Seri 5 19 – 25 Januari 2022 Tugu PKK
Seri 6 2 – 8 Februari 2022 Monumen Mandala
Seri 7 15 – 22 Februari 2022 Old City Hall
Seri Akhir 2 – 7 Maret 2022 Parkir Timur Senayan

Yusak Billy, Business Innovation and Sales & Marketing Director PT Honda Prospect Motor, mengatakan, “Setelah sukses menghadirkan BVDC tahun lalu, kali ini BVDC 2 hadir dengan rancangan permainan yang lebih menarik secara visual dan cara bermain serta hadiah yang lebih besar. Game ini dihadirkan untuk mempertahankan DNA sporty dari Honda dengan membawa semangat ‘Everyone Can Race’ kepada lebih banyak orang di Indonesia dengan kompetisi yang lebih seru dan menantang. Kami berharap, game serta kompetisi ini juga mendapatkan antusiasme yang besar dari para gamers.”

Buat yang tertarik berpartisipasi, Brio Virtual Drift Challenge 2 dapat diunduh di perangkat Android maupun iOS.

Harga Diri Gamers: Jadi Alasan untuk Lakukan Gatekeeping?

Dulu, jumlah gamers tidak sebanyak sekarang. Bermain game menjadi hobi bagi segelintir orang saja. Selain itu, dulu, gamers juga punya konotasi negatif. Sekarang, memang masih ada stigma buruk yang melekat pada game, tapi, semakin banyak orang yang sadar bahwa game tidak melulu membawa efek negatif. Game telah tumbuh menjadi industri yang nilainya mengalahkan industri perfilman dan musik. Industri game bahkan mendorong munculnya industri baru, seperti streaming game dan juga esports.

Namun, seiring dengan bertambahnya jumlah gamers, muncul segregasi. Biasanya, gamers dikelompokkan berdasarkan platform yang mereka gunakan — PC, konsol, atau mobile — atau berdasarkan dedikasi mereka saat mereka bermain game — kasual atau hardcore. Mengelompokkan gamers berdasarkan preferensi mereka sebenarnya bukan masalah. Hanya saja, ketika sebagian gamers mulai membatasi sebagian orang untuk bergabung dengan komunitas game, hal inilah yang menjadi masalah.

Gatekeeping: Definisi dan Penyebab

Mencegah seseorang atau sekelompok orang untuk mendapatkan akses akan sesuatu, begitulah pengertian gatekeeping secara sederhana. Sebenarnya, gatekeeping tidak hanya terjadi di industri game. Namun, karena Hybrid.co.id adalah media yang membahas soal game dan esports, artikel ini hanya akan membahas tentang fenomena gatekeeping di dunia game.

Lalu, bagaimana cara seorang gatekeeper mencegah orang lain untuk masuk ke dunia game? Memang, siapapun bisa membeli game dan memainkannya. Namun, gatekeepers punya cara untuk mencegah seseorang atau sekelompok orang untuk masuk ke dunia game.

Salah satu caranya adalah harassment. Misalnya, stereotipe gamers adalah laki-laki muda. Jadi, orang-orang yang tidak masuk dalam kategori ini bisa jadi korban dari harassment. Gangguan itu bisa membuat seseorang berhenti main game atau enggan untuk ikut aktif dalam komunitas.Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Reach3 Insights dan Lenovo, 59% perempuan merahasiakan gender mereka untuk menghindari harassment. Gender tidak selalu menjadi pemicu dari harassment. Terkadang, pemicunya adalah ras dan warna kulit.

Contoh harassment yang ditujukan pada perempuan. | Sumber: HuffPost

Menurut IGN, biasanya gatekeepers punya alasan kenapa mereka mencegah kelompok tertentu untuk masuk ke komunitasnya. Salah satu alsaannya adalah karena mereka menganggap komunitas gaming sebagai “safe space” mereka. Dan ketika ada orang lain di luar kelompoknya — alias outsider — mencoba untuk masuk, mereka menganggap hal itu sebagai ancaman akan ruang yang dia miliki. Apalagi karena dulu, gamers sering mendapat cap buruk.

Sementara itu, menurut Kotaku, harga diri bisa jadi awal dari gatekeeping. Banyak gamers yang merasa bangga menjadi gamers. Dengan mengklaim diri sebagai gamers, mereka ingin agar orang lain tahu akan kecintaan mereka pada game dan menghargai identitas mereka sebagai gamers. Masalah muncul ketika gamers mengelompokkan orang-orang berdasarkan apakah mereka bermain game atau tidak, yang menciptakan pertikaian antara “kita” dan “mereka”.

Di satu sisi, membuat komunitas eksklusif untuk gamers ini bisa mempererat hubungan antara para gamers. Karena, mereka akan merasa seolah-olah mereka ada di komunitas yang memiliki pemikiran yang serupa. Di sisi lain, pengelompokkan gamers dan non-gamers ini bisa membuat gamers secara otomatis mengasingkan orang-orang yang dianggap bukan bagian dari kelompok mereka.

Masalah menjadi semakin keruh ketika industri game tumbuh pesat dan jumlah gamers meroket. Orang-orang tidak lagi dikelompokkan berdasarkan apakah mereka bermain game atau tidak, tapi juga berdasarkan platform yang mereka gunakan atau genre yang mereka mainkan. Sebagian gamers akan dianggap “gamers sejati”, sementara yang lain tidak. Sebagian akan menjadi bagian dari kelompok, dan sebagian lagi tidak. Dan orang-orang yang bukan bagian dari kelompok akan diasingkan — atau didiskriminasi.

Dampak Gatekeeping

Salah satu masalah yang muncul karena gatekeeping adalah diskriminasi. Pada awalnya, game merupakan media hiburan yang ditujukan untuk laki-laki. Hal ini bisa terlihat dari tipe-tipe game yang muncul pada awal industri game. Namun, sekarang, jumlah gamers tidak hanya bertambah pesat, tapi juga menjadi semakin beragam. Di Asia, sekitar 38% gamers merupakan perempuan. Sayangnya, meningkatnya jumlah gamers perempuan tidak menjadi jaminan bahwa mereka akan diperlakukan dengan baik. Banyak gamers perempuan yang mengalami diskrimasi berdasarkan gender.

Selain diskriminasi, masalah lain yang mungkin muncul karena gatekeeping adalah ableism. Masalah ini muncul ketika sekelompok gamers memandang rendah orang-orang yang bermain game dengan mode easy. Memang, tidak semua game harus punya easy mode. Beberapa game memang didesain untuk menawarkan tantangan, seperti Dark Souls. Meskipun begitu, hal itu bukan berarti bahwa para gamers yang memainkan game kasual atau bermain game di easy mode pantas untuk dihina dan direndahkan.

Kabar baiknya, sekarang, developer mulai memperhatikan masalah accessibility dari game mereka. Sehingga, penyandang disabilitas pun tetap bisa memainkan game tersebut. Salah satu contoh fitur accessibility yang ada pada game adalah fitur text-to-speech atau pengaturan warna bagi penyandang buta warna, lapor TechRadar. Difficulty settings juga merupakan bagian dari fitur accessibility dalam sebuah game, karena keberadaannya membuat semakin banyak orang bisa memainkan game itu.

Terakhir, masalah terbesar yang bisa muncul akibat gatekeeping adalah mematikan kreativitas pelaku industri game. Tujuan utama dari gatekeeping adalah mencegah sekelompok orang memasuki dunia game. Jadi, hanya orang-orang tertentu saja yang bisa ikut aktif dalam komunitas game. Pada akhirnya,  komunitas game menjadi homogen, karena hanya terdiri dari orang-orang yang berasal satu kelompok saja. Padahal, keberagaman justru bisa menguntungkan ekosistem game. Seperti yang disebutkan oleh Kotaku, tanpa ide baru yang berbeda di dunia game, maka game sebagai media hiburan akan menjadi stagnan dan akhirnya, mati.

Sumber header: InvenGlobal

18 Tahun Berdiri, Bagaimana Strategi Bisnis Lyto Sekarang?

Dalam 10 tahun terakhir, ada cukup banyak perubahan yang terjadi di industri game. Genre dan model bisnis baru mulai bermunculan. Tak hanya itu, platform yang digunakan oleh para gamers pun mulai berubah. Sekarang, platform mobile memberikan kontribusi besar pada pemasukan industri game global. Menurut Newzoo, 2,8 miliar dari 3 miliar gamers di dunia akan bermain di platform mobile. Tentu saja, perubahan ini akan mempengaruhi para pelaku industri game, tak terkecuali perusahaan game Indonesia.

Awal Mula Lyto Indonesia

Lyto Indonesia adalah salah satu perusahaan game Indonesia yang berumur panjang. Berdiri pada 2003, Lyto kini sudah berumur 18 tahun. Dalam waawancara dengan Hybrid.co.id, COO Lyto Indonesia, Kenken Rudy Salim mengungkap bahwa selama ini, Lyto telah meluncurkan sekitar 24-25 games. Sayangnya, kebanyakan dari game itu harus tutup. Saat ini, Lyto hanya menaungi sembilan game, yaitu enam game PC dan tiga mobile game.

Kenken menceritakan, ketika didirikan, salah satu visi Lyto adalah untuk memberikan hiburan pada remaja dan dewasa muda. “Di Indonesia, hiburan untuk golongan di rentang umur 17-25 tahun itu agak kurang,” ujarnya. “Karena itu, mereka malah pergi ke tempat karaoke, dugem, atau bahkan narkoba dan tawuran.” Keberadaan game online bisa menjadi salah satu hiburan alternatif bagi remaja dan dewasa muda.

Warnet juga pernah menimbulkan budaya buruk. | Sumber: Marketeers

Namun, Kenken mengakui, bermain game online terus-menerus juga memberikan dampak buruk. Contohnya, ketika komunitas warnet yang menjamur karena infrastruktur internet yang belum memadai. “Jadi, warnet sering buka paket malam sampai subuh. Hal ini memberikan efek buruk. Kalau sekarang, ada hiburan yang lebih baik,” katanya. “Kalau diatur, game bisa memberikan dampak baik. Karena, segala sesuatu yang berlebihan memang memberikan dampak buruk.” Dia menjadikan esports sebagai contoh dampak positif dari dunia game.

Strategi Lyto Sekarang

Seiring dengan berubahnya industri game, Lyto pun harus menyesuaikan diri. Kenken lalu menceritakan strategi yang Lyto terapkan untuk bisa beradaptasi dengan industri game saat ini. Dia menyebutkan, salah satu hal yang paling diperhatikan oleh Lyto adalah komunitas gamers. Menurutnya, keberadaan komunitas game yang kuat bisa membuat sebuah game bertahan lama.

“Dari dulu, kita sudah punya komunitas,” ujar Kenken. “Game-game kita bisa tetap bertahan berkat adanya komunitas para pemain.” Dia mengungkap, walau sekarang mobile game menjamur, hal itu bukan berarti tidak ada lagi orang yang senang memainkan game PC. Game PC tetap diminati. Hanya saja, dia mengakui, regenerasi pemain PC menjadi lebih lambat.

“Karena dulu, PC jadi platform pertama bagi para gamers Indonesia untuk bermain game,” kata Kenken. “Sekarang, budayanya sudah berbeda. Gamers biasanya mulai mengenal game melalui mobile, baru gamer beralih ke PC.” Menurut Kenken, perubahan budaya game ini memang hal yang lumrah. Dia bercerita, pada era 2000-an, budaya game di Indonesia juga tidak sama dengan budaya gaming saat ini. Di tahun 2000-an, kebanyakan gamers mulai bermain game di konsol. Setelah itu, mereka baru mulai bermain di PC.

Ragnarok Online jadi salah satu game Lyto pada tahun 2000-an.

Walau punya mobile game, Lyto lebih menargetkan gamers PC. Sementara dari segi umur, gamers yang menjadi target pasar Lyto adalah mereka yang berumur 17 tahun ke atas. Kenken mengaku, keputusan mereka untuk menargetkan gamer PC dengan umur 17 tahun ke atas memang membatasi pasar mereka. Namun, mereka percaya, target pasar mereka tetap ada. Selain itu, dia menyebutkan, salah satu keuntungan menargetkan gamers PC di umur 17 tahun ke atas adalah daya beli yang lebih besar.

“ARPU (Average Revenue per User) dari mobile game dan game PC seperti langit dan bumi,” ujar Kenken. “Di mobile, ARPU sekitar US$4 saja, kita sudah happy. Kalau di game PC, bisa 10 kali lipat dari mobile game, sekitar US$40-60.” Karena itu, dia menjelaskan, untuk bisa mendapatkan untung dari mobile game, game tersebut harus bisa menarik banyak pemain. “Misalnya, kalau di mobile, kita perlu mendapatkan 10 ribu pemain. Kalau di PC, jika kita mendapatkan seribu pemain saja sudah senang,” cerita Kenken.

Atlantica Rebirth dan Angel Squad

Salah satu game yang saat ini ada di bawah naungan Lyto Indonesia adalah Atlantica Rebrith. Sebenarnya, sebelum diluncurkan oleh Lyto pada April 2021, game tersebut pernah diluncurkan pada 2008 dengan nama Atlantica Online. Menurut laporan Suara, popularitas game itu sempat bertahan selama lebih dari 10 tahun.

“Atlantica tutup service bukan karena nggak laku,” ujar Kenken ketika ditanya mengapa Lyto mau meluncurkan kembali game ‘lawas.’ “Atlantica cukup potensial dan pasarnya pun masih bagus.” Atlantica Online pertama kali diluncurkan di Indonesia pada 2008. Game itu menjadi populer di warung internet pada 2010. Sayangnya, game tersebut harus tutup pada 2016.

Dengan peluncuran kembali Atlantica Rebirth, Kenken berharap, orang-orang yang sempat tertarik untuk memainkan game itu, tapi enggan karena mereka merasa sudah tertinggal jauh, akan mau mencoba game tersebut. Alasan lain mengapa Lyto tertarik meluncurkan Atlantica adalah karena komunitas dari game tersebut juga masih hidup. “Kalau rekam jejak dari sebuah game sepi, ya kami nggak akan luncurkan kembali,” tambahnya.

Lyto kembali merilis Atlantica Rebirth karena komunitasnya yang masih kuat.

Lyto tak hanya berkutat dengan game PC, tapi juga mobile game. Salah satu mobile game baru dari Lyto adalah Angel Squad Mobile. Game tersebut memiliki genre shooter RPG. Kenken mengungkap, salah satu hal yang membedakan Angel Squad Mobile dengan game shooter lainnya — seperti PUBG Mobile atau Free Fire — adalah karena Angel Squad memiliki artstyle anime. Selain itu, di Angel Squad, para pemain juga bisa mengumpulkan para karakter, yang disebut Angel.

Angel Squad Mobile merupakan game free-to-play alias gratis untuk dimainkan. Model bisnis yang Lyto gunakan untuk mendapatkan untung dari game tersebut adalah in-app purchase. “Revenue-nya darimana? Dari pemain yang beli Angels, akesori, dan weapon,” ujar Kenken. “Kekurangannya adalah pemasukan dari game ini tidak akan sebesar game yang PVP. Memang, game-game kompetitif biasanya punya pemasukan yang lebih besar.”

Netflix Mulai Uji Konten Game di Aplikasi Android-nya

Juli lalu, Netflix secara resmi mengumumkan niatannya untuk menyisipkan game ke katalog kontennya. Netflix rupanya tidak butuh waktu lama untuk mengeksekusi rencana tersebut. Baru sebulan berselang, mereka rupanya sudah siap menguji konten gaming-nya bersama publik.

Sejauh ini pengujiannya baru dilangsungkan di Polandia. Para pelanggan Netflix di sana sekarang sudah bisa menjajal dua game di perangkat Android-nya, yakni “Stranger Things: 1984” dan “Stranger Things 3”. Dalam beberapa bulan ke depan, pengujiannya akan meluas ke negara-negara lain, dan juga bakal mencakup platform iOS.

Semua ini sejalan dengan yang diberitakan bulan lalu, bahwa Netflix akan memulai di platform mobile terlebih dulu, dan game-nya dibuat berdasarkan sejumlah franchise Netflix yang sudah ada. Stranger Things sendiri memang merupakan salah satu franchise serial milik Netflix yang paling populer, dan season keempatnya sudah dijadwalkan hadir tahun depan.

Netflix tidak lupa menegaskan kembali bahwa deretan game-nya ini dapat dinikmati tanpa biaya tambahan. Pelanggan juga tidak akan menjumpai iklan maupun in-app purchase di dalam game-nya. Semua sudah termasuk dalam biaya berlangganan Netflix seperti biasanya.

Yang menarik, kalau film-film di Netflix kita stream dari cloud, rupanya konten game-nya tidak demikian. Jadi ketika mengklik “Install Game” di aplikasi Netflix, pelanggan akan dialihkan ke Google Play Store untuk mengunduh game-nya. Cara ini lebih mirip yang diterapkan Apple Arcade dan Google Play Pass ketimbang Stadia atau Xbox Cloud Gaming.

Kita sebenarnya bisa saja langsung mengunduh game-nya dari Google Play Store, tapi saat hendak bermain, kita perlu login menggunakan akun Netflix masing-masing. Sejauh ini belum ada informasi apakah ke depannya Netflix bakal beralih ke metode streaming sepenuhnya, atau malah seterusnya menggunakan metode seperti ini.

Seandainya beralih ke metode streaming ala Stadia, Netflix tentu harus memikirkan pengalaman yang bakal didapat oleh para pelanggannya yang menggunakan perangkat iOS. Pasalnya, Apple memang hanya mengizinkan platform cloud gaming untuk beroperasi menggunakan web app ketimbang native app di iOS.

Sumber: Engadget.

Pendapatan Global PUBG Mobile Akhirnya Kalahkan Honor of Kings

Pasar game mobile menjadi irisan paling besar dari industri video game untuk saat ini. Dengan jumlah pemain yang terus bertambah, pendapatan yang didapat dari konsumen game mobile juga terus meningkat.

Sebelumnya kami juga telah membahas bahwa gamer mobile 50% lebih konsumtif ketimbang gamer dari platform lain. Dan kini, data terbaru menunjukkan bahwa game-game mobile favorit para gamer mendapat peningkatan pendapatan yang signifikan untuk tahun ini.

Data yang dikumpulkan oleh Sensor Tower tersebut menunjukkan bahwa 2 game mobile dengan pendapatan terbesar pada bulan Juli lalu adalah game-game milik Tencent yaitu Honor of Kings (AOV di Indonesia) dan juga PUBG Mobile.

Image credit: Sensor Tower

Dua game ini memang telah menjadi yang teratas untuk waktu yang cukup lama. Namun bulan lalu merupakan momen bagi PUBGM yang akhirnya dapat mengalahkan Honor of Kings yang telah menduduki peringat teratas selama kurang lebih 4 bulan.

Para pemain PUBGM ini tercatat telah mendatangkan keuntungan hingga $299 juta atau sekitar Rp4,3 triliun hanya dalam waktu satu bulan. Angka menakjubkan tersebut juga menunjukkan peningkatan sebesar 26,7% dari pendapatan PUBGM tahun lalu di periode yang sama.

Sedangkan Honor of Kings yang kini harus berada di posisi kedua berhasil meraup keuntungan hingga $231,2 juta atau sekitar Rp3,3 triliun. Turun sekitar $40 juta dari bulan sebelumnya. Penurunan ini dipercaya terjadi karena adanya peraturan pembatasan waktu bermain yang baru diterapkan oleh Tencent di Tiongkok.

Image credit: Tencent

Peraturan tersebut merupakan tindak lanjut yang diambil oleh Tencent pasca pemberitaan negatif dari media lokal Tiongkok yang menyebut game sebagai  “narkoba elektronik” dan “candu spiritual“. Pemberitaan tersebut bahkan sempat membuat saham Tencent terjun bebas.

Setelah PUBGM dan Honor of Kings, game-game selanjutnya yang mendapatkan pendapatan tertinggi adalah Genshin Impact milik MiHoyo, Pokemon GO milik Niantic, dan Roblox yang masih mampu bertahan masuk ke 5 besar.

Untuk pembagian pasarnya, Amerika Serikat ternyata menjadi negara dengan pendapatan tertinggi dengan presentase sebesar 29%. Diikuti dengan Jepang di posisi kedua dengan 19,8%. Sedangkan Tiongkok berada di posisi ketiga dengan 17,4%. Dengan catatan bahwa Google Play tidak tersedia di Tiongkok.