Perbandingan Antara MPL Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Singapura. Mana yang Paling Populer?

Moonton mengadakan liga nasional dari Mobile Legends: Bang Bang di empat negara, yaitu Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Singapura. MPL Indonesia dan Singapura telah berakhir pada awal Mei lalu. Sementara MPL Filipina dan Malaysia baru berakhir pada Minggu, 30 Mei 2021. Dengan berakhirnya MPL Filipina dan Malaysia, kita bisa membandingkan keempat liga nasional Mobile Legends untuk melihat liga mana yang paling populer. Untuk itu, kami menggunakan data versi Pro dari Esports Charts.

Jumlah Penonton Keseluruhan dari 4 MPL

Dari empat liga nasional Mobile Legends, MPL ID dan MPL PH memiliki jumlah penonton paling banyak. Pada puncaknya, jumlah penonton dari MPL ID dan MPL PH mencapai lebih dari satu juta orang. Untuk lebih tepatnya, jumlah peak viewers dari MPL ID menembus 1,8 juta orang dan MPL PH 1,4 juta orang. Sementara total hours watched dari masing-masing liga tersebut mencapai puluhan juta jam: MPL ID mendapatkan 54,5 juta jam dan MPL PH 33,1 juta jam. Dari segi jumlah penonton rata-rata, MPL ID punya sekitar 321 ribu penonton, sementara MPL PH 201,7 ribu orang.

Total peak viewers dari penonton MPL di 4 negara. | Sumber data: Esports Charts

Mari beralih ke Malaysia. Jumlah hours watched dari MPL MY mencapai 3,8 juta jam, dengan jumlah penonton rata-rata 20,7 ribu orang. Pada puncaknya, jumlah penonton MPL MY mencapai 111,2 ribu orang. Sementara itu, MPL SG memiliki total hours watched hingga 213,4 ribu jam dan jumlah penonton rata-rata 2,6 ribu orang. Total peak viewers dari MPL SG hanya mencapai 22,7 ribu orang. Meskipun begitu, tahun 2021 memang menjadi kali pertama Moonton mengadakan liga nasional untuk Singapura. Sebelum ini, mereka menyatukan liga nasional untuk Malaysia dan Singapura.

Jumlah hours watched dari MPL di 4 negara. | Sumber data: Esports Charts

Sebenarnya, tidak aneh jika jumlah penonton MPL ID dan MPL PH jauh lebih banyak dari MPL MY atau MPL SG. Pasalnya, Indonesia dan Filipina memang memiliki jumlah penduduk yang jauh lebih banyak. Menurut data dari Worldometer, populasi Indonesia pada 2020 mencapai 273 juta orang dan populasi Filipina 109 juta orang. Sebagai perbandingan, jumlah penduduk Malaysia hanyalah 32 juta orang dan Singapura 5,8 juta orang.

Karena itu, rasanya kurang adil jika kita membandingkan jumlah penonton atau hours watched dari empat liga nasional Mobile Legends begitu saja. Kabar baiknya, Moonton tidak hanya menyiarkan MPL dalam bahasa ibu di sebuah negara, tapi juga dalam bahasa Inggris. MPL PH dan MPL MY bahkan juga ditayangkan dalam Bahasa Indonesia. Jadi, untuk mengetahui liga nasional Mobile Legends mana yang paling populer, kami akan membandingkan jumlah peak viewers dari masing-masing MPL berdasarkan siaran berbahasa Inggris.

Jumlah Penonton dari 4 MPL dengan Bahasa Inggris

Dengan data dari Esports Charts, kami membandingkan jumlah penonton dari MPL ID, MPL PH, MPL MY, dan MPL SG pada siaran dalam Bahasa Inggris. Secara keseluruhan, MPL ID memang menjadi liga nasional dengan jumlah penonton terbanyak. Namun, untuk siaran berbahasa Inggris, jumlah peak viewers dari MPL ID hanya mencapai 28,5 ribu penonton.

Sama seperti MPL ID, jumlah penonton dari siaran Bahasa Inggris MPL MY juga menurun drastis, dari 111 ribu orang menjadi 10,2 ribu orang. Begitu juga dengan MPL PH. Hanya saja, jumlah peak viewers dari siaran MPL PH berbahasa Inggris masih jauh lebih baik, mencapai 146,8 ribu orang. Sementara itu, jumlah peak viewers dari MPL SG tidak berubah, tetap mencapai 22,7 ribu orang.

Jumlah peak viewers dari siaran bahasa Inggris MPL di 4 negara. | Sumber: Esports Charts

Di Indonesia, pertandingan antara EVOS Legends dan Bigetron Alpha di babak final menjadi pertandingan yang menarik paling banyak penonton. Secara keseluruhan, jumlah peak viewers dari pertandingan itu mencapai 1,84 juta orang; sebanyak 1,81 juta merupakan penonton siaran Bahasa Indonesia. Sementara versi Bahasa Inggris dari pertandingan itu hanya mendapatkan peak viewers 28,5 ribu orang.

Tren di MPL MY dan MPL PH agak berbeda dengan MPL ID. Di Indonesia, babak final tetaplah menjadi suguhan utama, baik dalam siaran berbahasa Indonesia maupun Inggris. Lain halnya dengan MPL MY dan MPL PH. Di kedua liga tersebut, pertandingan paling populer dalam Bahasa Inggris berbeda dengan pertandingan terpopuler dalam bahasa Melayu atau Filipina.

Pertandingan paling populer di MPL PH secara umum (atas) dan pada siaran Bahasa Inggris (bawah). | Sumber: Esports Charts

Secara umum, pertandingan paling populer dari MPL PH adalah babak final yang mempertemukan XctN dengan Blacklist International. Pada puncaknya, pertandingan itu berhasil mendapatkan jumlah penonton hingga 1,4 juta orang. Sementara dalam siaran berbahasa Inggris, konten paling populer adalah pertandingan antara NXP.SOLID melawan Laus Playbook Esports (LPE) pada Minggu ke-1, Hari ke-2. Pertandingan itu menarik total peak viewers mencapai 146,8 ribu orang.

Hal serupa juga terjadi di MPL MY. Secara umum, pertandingan antara Todak dan RSG pada babak Playoff, Hari ke-3 merupakan match paling populer. Pertandingan itu menarik 111,2 ribu orang. Sementara itu, dalam siaran Bahasa Inggris, pertandingan terpopuler adalah laga antara tim Still Moving Under Gunfire (SMG) melawan Geek Family pada babak Playoff, Hari ke-1. Jumlah peak viewers dari pertandingan itu mencapai 10,2 ribu orang.

Pertandingan paling populer dari MPL MY secara umum (atas) dan pada siaran Bahasa Inggris (bawah). | Sumber: Esports Charts

Sementara dari segi platform, YouTube masih menyumbang view paling banyak, diikuti oleh NimoTV, dan terakhir, Facebook. Misalnya, dalam pertandingan final antara EVOS Legends dan BigetronA, peak viewers di YouTube mencapai 999 ribu orang. Sementara di NimoTV, jumlah peak viewers mencapai 854 ribu orang dan di Facebook, hanya 146 ribu orang.

Di Indonesia, Moonton menyiarkan MPL di tiga platform, yaitu YouTube, Facebook, dan NimoTV. Di Filipina, selain ketiga platform tersebut, MPL PH juga disiarkan di TikTok. Sementara di Malaysia, MPL ditayangkan di YouTube, Facebook, dan TikTok. Di Singapura, platform yang Facebook gunakan hanya dua, yaitu YouTube dan TikTok.

Jumlah peak viewers dari MPL di masing-masing platform. | Sumber: Esports Charts

Grafik di atas menggambarkan jumlah peak viewers dari masing-masing platform. Di Indonesia, dua platform yang paling banyak digunakan adalah YouTube dan NimoTV. Sementara di Filipina, platform yang paling populer justru Facebook, diikuti oleh YouTube. Di Malaysia, popularitas YouTube dan Facebook hampir sama. Jumlah peak viewers dari YouTube mencapai 62 ribu orang dan Facebook 58,9 ribu orang. Terakhir, para fans Singapura lebih suka menonton menggunakan YouTube.

Disclosure: Hybrid adalah media partner dari Esports Charts

RSG MY Juara MPL MY Season 7, Amankan Slot ke MSC 2021

Meskipun sempat tertinggal di dua game pertama, RSG MY memukul balik Todak pada laga final MPL Malaysia Season 7.

Perjalanan RSG MY di babak Playoffs MPL Malaysia memang cukup mulus tanpa tantangan yang berarti. Di pertandingan pertama mereka di babak Playoffs, mereka berhasil menurunkan Todak ke Lower Bracket dengan skor 2-1. Di babak Semifinal Upper Bracket, RSG MY kembali mengalahkan lawan mereka, kali ini Suhaz EVOS dengan skor telak 2-0.

Todak, yang harus turun ke Lower Bracket karena kekalahan pertama mereka, berhasil bangkit setelah melangkah dengan penuh keyakinan mengalahkan Geek Fam dan RED di Lower Bracket.

Pada laga final Bo7, RSG MY sebenarnya sempat tertinggal 0-2 oleh sang juara bertahan. Namun, RSG MY berhasil comeback 4 game berturut-turut dan mendapatkan hadiah sebesar US$25 ribu sebagai sang jawara MPL MY.

Meski harus menelan pil pahit di laga terakhir, Todak tetap mengamankan slot mereka untuk bertanding di MSC 2021 karena memang ada dua slot yang diberikan untuk tim dari MPL MY.

Dengan hasil ini, RSG menjadi tim kedua, setelah EVOS Esports, yang mengirimkan dua wakilnya ke MSC 2021.

MPL MY Season 7 yang menyuguhkan total hadiah sebesar US$100 ribu ini berhasil mendapatkan 111 ribu Peak Viewers dengan 20 ribu Average Viewers menurut data dari Esports Charts. Laga final antara RSG MY dan Todak menjadi pertandingan dengan penonton terbanyak 111 ribu penonton.

Image credits: Esports Charts

Pro dan Kontra Kekuasaan Absolut Publisher Game di Dunia Esports

Jika esports adalah sebuah kerajaan, maka publisher adalah rajanya, pemegang kekuasaan absolut yang bisa menentukan hidup-mati dari ekosistem esports sebuah game. Di satu sisi, kekuasaan publisher memungkinkan mereka untuk mengembangkan ekosistem esports. Di sisi lain, publisher juga punya kuasa untuk mematikan skena esports jika mereka menganggap bisnis esports tidak menguntungkan. Berikut argumen pro dan kontra akan kekuasaan penuh yang dipegang oleh para publisher di skena esports.

Pro #1: Tidak Ada Perebutan Kekuasaan

Di Indonesia, ada empat asosiasi yang menaungi esports, yaitu Indonesia Esports Association (IESPA), Asosiasi Video Game Indonesia (AVGI), Federasi Esports Indonesia (FEI), dan Pengurus Besar Esports Indonesia (PBESI). Masing-masing asosiasi punya afiliasi sendiri-sendiri. Misalnya, IESPA telah menjadi anggota dari International Esports Federation sejak 2013 dan menjadi anggota dari Komite Olimpiade Indonesia (KOI) sejak 2018. Selain itu, mereka juga terafiliasi dengan Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (FORMI). Sementara PBESI punya hubungan erat dengan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).

Pada Agustus 2020, KONI mengakui esports sebagai cabang olahraga berprestasi. Dengan begitu, esports tak lagi masuk dalam kategori cabang olahraga rekreasi. Artinya, kuasa IESPA di kancah esports menjadi tidak seluas sebelumnya. Sebaliknya, posisi PBESI justru menjadi setara dengan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) atau Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI). Dengan begitu, di mata hukum dan undang-undang, PBESI menjadi asosiasi dengan kewenangan tertinggi untuk memajukan esports, menurut One Esports. Padahal, sebelum itu, IESPA punya peran yang cukup besar dalam mendorong atlet esports berkompetisi di kompetisi global. Mereka bahkan bertanggung jawab atas pemilihat atlet esports di SEA Games 2019.

Idealnya, asosiasi-asosiasi esports di Indonesia bisa saling bahu membahu untuk mengembangkan ekosistem esports di Tanah Air. Dari tinju — yang punya empat organsiasi di dunia– kita bisa tahu asosiasi-asosiasi dari cabang olahraga yang sama bisa hidup berdampingan. Namun, keberadaan lebih dari satu asosiasi tidak hanya memperbesar kemungkinan terjadinya konflik antar asosiasi, tapi juga tumpang tindih tanggung jawab.

Nah, jika publisher memegang kuasa penuh akan skena esports, maka konflik perebutan kekuasaan bisa dicegah. Publisher bisa memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam ekosistem esports — mulai dari pemain, tim, sampai penyelenggara turnamen — mematuhi peraturan yang mereka buat. Dengan begitu, proses pengembangan ekosistem esports bisa menjadi lebih kohesif. Tak hanya itu, ketika publisher memegang kuasa penuh, mereka juga bisa membuat skena esports menjadi lebih stabil.

Mari kita bandingkan kuasa absolut publisher di skena esports dengan sistem pemerintahan kediktatoran. Sistem pemerintahan demokrasi selalu disebut lebih baik dari kediktatoran. Namun, dalam demokrasi, pemimpin pemerintahan akan selalu berganti setiap beberapa tahun. Di Indonesia, paling maksimal, seseorang bisa menjabat sebagai presiden selama 10 tahun (alias 2 periode). Jadi, maksimal setiap 10 tahun, presiden Indonesia akan berganti.

Masalahnya, ketika ada pergantian pemimpin, biasanya, kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah juga akan berubah. Apalagi jika pemimpin yang baru berasal dari kelompok oposisi dari presiden yang lama. Hal ini pernah terjadi di DKI Jakarta. Ketika pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno memenangkan Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta pada 2017, mereka langsung mengubah beberapa kebijakan yang dibuat oleh pasangan gubernur dan wakil gubernur sebelumnya.

Pelantikan PBESI. | Sumber: Hybrid.co.id

Dalam kehidupan bernegara, perubahan kepemimpinan mungkin bisa berdampak baik. Namun, dalam skena esports, kontinyuitas adalah komoditas yang sangat penting. Bayangkan jika tahun ini, kuasa akan skena esports ada di tangan asosiasi A. Mereka memutuskan untuk membuat kompetisi esports tingkat SMA dan kuliah karena mereka merasa, regenerasi pemain esports sangat penting. Namun, pada tahun depan, kuasa akan esports beralih ke asosiasi B, yang merasa, membuat kompetisi tingkat amatir tidak ada gunanya. Mereka lalu membubarkan semua kompetisi untuk pelajar dan mahasiswa yang telah diadakan oleh asosiasi A sebelumnya. Hal ini justru akan membuat skena esports menjadi tidak stabil.

Bagi negara yang ada di bawah kepemimpinan seorang diktator, hidup atau matinya negara tersebut memang sepenuhnya tergantung pada karakter dan moral sang diktator. Begitu juga dengan esports. Ketika publisher memegang kuasa penuh, maka sukses atau gagalnya skena esports akan bergantung sepenuhnya pada publisher. Kabar baiknya, hampir semua publisher ingin ekosistem esports dari game mereka sukses. Alasannya sederhana: karena ekosistem esports akan memberikan dampak langsung pada keuangan publisher.

Pro #2: Pubisher akan Perjuangkan Skena Esports Mati-Matian

Valve mendapatkan US$130,8 juta dari penjualan Battle Pass The International 9. 25% dari total penjualan Battle Pass — sekitar US$32,7 juta — disalurkan langsung ke total hadiah TI9. Hal inilah yang membuat TI9 bisa menawarkan total hadiah sebesar US$34,3 juta. Padahal, Valve sendiri hanya menyiapkan US$1,6 juta. Hal itu berarti, Valve bisa mengantongi US$98,1 juta dari penjualan Battle Pass TI9. Padahal, Dota 2 adalah game gratis yang diluncurkan pada Juli 2013. Namun, berkat kesuksesan skena esports dari Dota 2, game itu tetap bisa menjadi tambang emas bagi Valve. Pertanyaannya, jika skena esports yang sukses bisa menghasilkan puluhan juta dollar, publisher mana yang tidak akan berjuang mati-matian untuk mengembangkan ekosistem esports dari game mereka?

Oke, The International mungkin merupakan kasus ekstrim yang tidak bisa ditiru oleh semua publisher. Namun, publisher punya beberapa opsi untuk memonetisasi skena esports dari game mereka. Misalnya, Riot Games membuat dan menjual skin dari tim yang menjadi juara League of Legends World Championship. Model monetisasi lain yang mereka gunakan adalah membuat liga League of Legends dengan model liga franchise. Artinya, jika sebuah tim ingin ikut serta dalam liga, mereka harus membayar sejumlah uang terlebih dulu. Saat ini, Riot telah menerapkan model franchise di tiga liga League of Legends, yaitu Liga Amerika Utara (LEC), Liga Eropa (LEC), dan Liga Korea Selatan (LCK). Di Indonesia, salah satu publisher yang mengadopsi model monetisasi liga franchise adalah Moonton dengan Mobile Legends Professional League (MPL).

Selain itu, esports juga bisa digunakan sebagai alat marketing, yang dapat memperpanjang lifecycle sebuah game. Ubisoft adalah contoh publisher yang sukses menjadikan esports sebagai alat marketing. Mereka meluncurkan Rainbow Six: Siege pada 2015. Satu tahun kemudian, pada 2016, jumlah pemain dari game FPS itu hanya mencapai 10 juta orang. Namun, pada 2020, angka itu meroket menjadi 55 juta pemain. Padahal, biasanya, semakin tua umur sebuah game, semakin sedikit jumlah pemainnya. Dalam kasus Ubisoft, skena esports R6 membuat game itu tetap relevan sehingga para pemain tetap setia dan tidak beralih ke game lain.

Karena sukses atau tidaknya sebuah skena esports punya dampak besar pada publisher, tentunya, mereka juga akan berjuang ekstra keras untuk memastikan skena esports dari game mereka tetap bertahan. Di Indonesia, skena esports Dota 2 dan Counter-Strike: Global Offensive sempat besar. Namun, sekarang, turnamen esports dari kedua game itu sudah jarang ditemui. Alasannya, karena gamers Indonesia lebih suka untuk memainkan mobile game dan juga tak ada publisher yang peduli dengan keberlangsungan ekosistem esports dua game tersebut di sini.

Karena skena esports yang sehat bisa menguntungkan publisher — baik secara langsung maupun tidak langsung — maka mereka pun akan berjuang ekstra keras untuk menumbuhkan dan mempertahankan ekosistem esports dari game mereka. Contohnya, ekosistem esports dari Dota 2 dan Counter-Strike: Global Offensive sempat besar di Tanah Air. Sayangnya, sekarang, tidak banyak pihak yang mengadakan kompetisi esports dari kedua game itu.

ClutchGuild yang lolos ke AOV World Cup 2018. | Sumber: Mineski

Sekarang, mari bandingkan dengan Arena of Valor. Mobile game MOBA itu juga kalah pamor jika dibandingkan dengan game-game mobile lain. Meskipun begitu, skena esports-nya masih hidup. Buktinya, Arena of Valor Premier League masih digelar. Dan total hadiah dari turnamen tersebut tidak kecil, mencapai US$350 ribu. Coba tebak siapa yang menyelenggarakan Arena of Valor Premier League? Tencent dan Garena. Hal ini menunjukkan, walau ekosistem esports tetap bisa bertahan tanpa dukungan publisher, sokongan publisher tetap akan memengaruhi sukses atau tidaknya skena esports.

Pro #3: Peraturan yang Pasti

Soal regulasi, baik penyelenggara turnamen (TO) maupun publisher sebenarnya sama-sama bisa membuat peraturan dalam sebuah skena esports. Hanya saja, publisher punya power yang lebih kuat untuk menegakkan peraturan yang mereka buat karena mereka memang memiliki akses langsung ke game yang diadu. Misalnya, jika ada pemain esports yang berbuat curang dalam kompetisi resmi PUBG Mobile, Tencent punya akses untuk melakukan ban pada ID pemain dari game. Sementara itu, jika hal yang sama terjadi di turnamen dari pihak ketiga, pihak TO hanya akan bisa melarang pemain mengikuti turnamen-turnamen yang mereka buat di masa depan.

Contoh lainnya, salah satu ekosistem esports di Indonesia yang besar tanpa dukungan publisher adalah Pro Evolution Soccer. Skena esports PES bisa tumbuh berkat Liga1PES dan juga Indonesia Football e-League (IFeL). Masing-masing kompetisi punya peraturan masing-masin. Namun, Liga1PES tidak akan bisa ikut campur dalam regulasi yang dibuat oleh IFeL dan begitu juga sebaliknya. Sementara itu, publisher akan bisa membuat regulasi yang harus dipatuhi oleh semua TO yang tertarik untuk membuat turnamen esports dari game mereka.

Head of Indonesia Football e-League, Putra Sutopo. | Sumber: Dokumentasi resmi IFeL

Memang, kekuasaan absolut publisher ini bisa disalahgunakan. Namun, mengacu pada poin pro #2, publisher tidak akan membuat regulasi yang tidak adil. Karena, hal ini bisa membuat tim dan pemain profesional enggan ikut serta atau bahkan membuat para fans marah. Jadi, kemungkinan besar, publisher akan mencoba untuk membuat regulasi yang memang kondusif untuk pertumbuhan ekosistem esports.

Kontra #1: Bisa Mematikan Ekosistem Esports Kapan Pun

Esports memang bisa menjadi sumber pemasukan baru bagi publisher. Hanya saja membuat ekosistem esports yang menguntungkan bukanlah perkara gampang. Terkadang, publisher harus menginvestasikan uang yang tidak sedikit dalam waktu lama demi mengembangkan ekosistem esports dari game buatan mereka. Karena itu, jangan heran jika ada publisher yang memutuskan untuk berhenti menyokong ekosistem esports dari game mereka ketika mereka menganggap, competitive gaming tidak menguntungkan. Blizzard Entertainment adalah salah satu publisher yang melakukan hal ini.

Blizzard merilis Heroes of the Storm pada 2015. Di tahun yang sama, Blizzard menggandeng organisasi esports tingkat universitas, Tespa, untuk menggelar kompetisi HoTS untuk para mahasiswa, Heroes of the Dorm. Blizzard menyediakan hadiah berupa beasiswa senilai US$25 ribu untuk tim yang bisa menjadi juara. Satu tahun kemudian, pada 2016, Blizzard mengadakan kompetisi HoTS untuk profesional. Tidak tanggung-tanggung, mereka membuat turnamen dengan skala global. Turnamen itu dinamai Heroes of the Storm Global Championship (HGC). Skena esports HoTS pun cukup sukses. Buktinya, sejumlah organisasi esports ternama ikut turut serta, seperti Gen.G dari Korea Selatan dan Fnatic dari Inggris.

Namun, pada Desember 2018, Blizzard memutuskan untuk berhenti mendukung skena esports HoTS. Alasannya, karena mereka menganggap, investasi di competitive gaming tidak menguntungkan. Masalahnya, ketika itu, Blizzard tidak menginformasikan rencana mereka untuk berhenti menyokong skena esports HoTS pada para tim atau pemain. Alhasil, pelatih dan pemain profesional HoTS mendadak kehilangan pekerjaan mereka. Organisasi profesional juga mengalami kerugian karena mereka sudah terlanjur membuat tim untuk HoTS. Kabar baiknya, para fans HoTS berhasil mempertahankan skena dari game MOBA tersebut. Walau tentu saja, skala turnamen yang diadakan menjadi jauh lebih kecil.

Keputusan Blizzard untuk menghentikan turnamen HoTS secara sepihak merupakan salah satu dampak negatif yang mungkin muncul karena publisher memegang kekuasaan absolut di dunia esports. Dan hal ini mendorong politikus Korea Selatan untuk membuat regulasi baru. Pada Mei 2021, anggota kongres dari Partai Demokrat Korea, Dong-su Yoo mengajukan regulasi bernama Heroes of the Storm Law. Regulasi tersebut ditujukan untuk memastikan tidak ada pihak penyelengggara turnamen — baik publisher atau TO — yang mendadak membatalkan kompetisi tanpa mengabarkan hal itu pada semua pihak terkait. Melalui HoTS Law, Yoo berharap, jika publisher atau perusahaan distributor game berencana untuk berhenti mengadakan kompetisi esports, mereka akan memberitahukan hal tersebut pada tim dan pemain beberapa sebelum rencana itu direalisasikan, menurut laporan Naver Sports.

“Dalam esports, jika publisher game tak lagi mendukung skena esports, banyak pihak yang akan terkena dampaknya, termasuk organisasi esports, pemain profesional, caster, penonton, dan berbagai pihak lain,” kata Yoo, seperti dikutip dari The Esports Observer. Dia menyebutkan, kebanyakan pemain esports merupakan remaja atau berumur 20-an, yang merupakan masa penting dalam menentukan dan membangun karir profesoinal mereka. Kematian ekosistem esports secara mendadak bisa memengaruhi karir mereka. “Harus ada regulasi yang melindungi mereka,” ujar Yoo.

Kontra #2: Publisher yang Tak Tertarik dengan Esports

Jika Blizzard memutuskan untuk menyetop kompetisi HoTS setelah menyokong ekosistemnya selama sekitar tiga tahun, Nintendo sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan untuk membangun ekosistem esports dari Super Smash Bros. Padahal, ekosistem esports dari Super Smash Bros. cukup berkembang. Buktinya, ada kompetisi tahunan dari Super Smash Bros., Smash Summit, yang diadakan sejak 2015. Tak hanya itu, Super Smash Bros. juga masuk dalam EVO, kompetisi esports paling bergengsi untuk fighting game. Meskipun begitu, Nintendo tetap tak tertarik untuk menyokong ekosistem esports Super Smash Bros.

Memang, Nintendo masih memberikan bantuan pada komunitas Super Smash Bros., seperti bantuan logistik, tapi, mereka tidak memberikan bantuan finansial sma sekali. Alhasil, total hadiah dari turnamen-turnamen Super Smash Bros. jauh lebih kecil dari kebanyakan kompetisi esports lainnya. Sebagai perbandingan, Smash Summit 5 — kompetisi Super Smash Bros. dengan total hadiah terbesar — hanya menawarkan hadiah sebesar US$83,7 ribu. Sementara itu, MPL — yang hanya mencakup Indonesia — mempunya total hadiah sebesar US$150 ribu. Dan Riot menyediakan US$2,25 juta untuk League of Legends World Championship.

Keputusan Nintendo ini membuat sejumlah pemain profesional Super Smash Bros. meradang. Karena itu, pada 2020, President Nintendo, Shuntaro Furukawa, memberikan alasan di balik keputusan Nintendo untuk tidak mendukung ekosistem esports Super Smash Bros. Dia menjelaskan, perusahaan lebih ingin agar Super Smash Bros. bisa dinikmati oleh semua orang, baik gamer hardcore maupun kasual. Mereka tidak ingin menonjolkan perbedaan kemampuan antara pemain Super Smash Bros. profesional dengan pemain kasual. Memang, selama ini, Super Smash Bros. lebih dikenal sebagai fighting game yang fun dan bukannya fighting game yang serius.

Esports, yang menyediakan panggung bagi para gamers untuk bertanding dan memperebutkan hadiah di hadapan penonton, memang bisa menunjukkan daya tarik dari video game,” kata Furukawa pada Nikkei, seperti diterjemahkan oleh Kotaku. “Kami bukannya tidak mendukung esports. Kami ingin bisa berpartisipasi dalam berbagai event sehingga game-game kami bisa dinikmati semua orang, terlepas pengalaman, gender, atau umur. Kekuatan kami, apa yang membedakan kami dari perusahaan lain, adalah pandangan ini dan bukannya besar total hadiah turnamen.”

Kontra #3: Turunnya Legitimasi Turnamen Pihak Ketiga

The International adalah Piala Dunia-nya para pemain Dota 2. The be-all and end-all. Hal ini tidak aneh, mengingat TI memang menawarkan hadiah yang paling besar, tidak hanya jika dibandingkan dengan turnamen Dota 2 lainnya, tapi jika dibandingkan dengan semua kompetisi esports dalam satu tahun. Tim yang menjuarai TI sudah pasti akan menjadi tim dengan total hadiah terbesar dalam satu tahun.

Bagi Valve, tingginya hype TI memang kabar baik. Namun, bagi penyelenggara turnamen pihak ketiga, hal ini justru bisa menjadi masalah. Pasalnya, total hadiah TI yang terlalu besar justru membuat kompetisi Dota 2 lainnya terlihat tidak signifikan. Hal ini bisa membuat para tim atau pemain papan atas enggan untuk ikut serta dalam turnamen yang diadakan oleh pihak ketiga. Dan jika tidak ada pemain atau tim elit yang berlaga, pihak penyelenggara akan kesulitan untuk menarik perhatian penonton.

Selain dari segi total hadiah, turnamen dari penyelenggara pihak ketiga juga biasanya kesulitan untuk menyaingi turnamen resmi dari publisher dari segi prestige. Ketika Anda menonton The International atau PUBG Mobile Global Championship, Anda tahu bahwa tim-tim yang bertanding di turnamen itu merupakan tim terbaik. Karena, untuk bisa berlaga di TI atau PMGC, sebuah tim harus melalui “babak penyisihan”, seperti turnamen tingkat nasional atau regional. Hal ini menunjukkan, kompetisi resmi dari publisher biasanya memiliki jenjang yang jelas. Dari kompetisi tingkat nasional, lalu naik ke tingkat regional, sebelum masuk ke level global.

Astralis dan The Liquid yang memenangkan Intel Grand Slam Season 1 dan 2. | Sumber: Dexerto

Sementara itu, tidak semua kompetisi dari TO pihak ketiga bisa sekomprehensif itu. Selain itu, membuat kompetisi esports yang berjenjang, seperti yang dilakukan oleh para publisher, memakan biaya yang tidak sedikit. Tidak banyak perusahaan yang mau untuk menyiapkan dana dan tenaga demi membuat kompetisi esports dengan jenjang panjang. Salah satu perusahaan non-publisher yang bisa melakukan itu adalah Intel, yang mengadakan Intel Grand Slam dengan bantuan dari ESL Gaming. Intel Grand Slam menawarkan hadiah US$1 juta untuk tim CS:GO yang berhasil memenangkan 4 turnamen S-Tier dalam periode 10 kompetisi.

Keberadaan Intel Grand Slam memang membuktikan bahwa pihak ketiga pun bisa membuat kompetisi yang berkelanjutan. Hanya saja, ada berapa banyak perusahaan yang mampu dan mau melakukan hal itu? Intel ada di posisi unik. Mereka tidak hanya punya dana yang memadai, mereka juga merupakan merek endemik esports. Pada 2020, pemasukan Intel mencapai US$77,87 miliar. Sementara itu, pendapatan NVIDIA pada tahun fiskal 2021 adalah US$16,68 miliar, Sony US$10,7 miliar, dan Lenovo Group US$50,7 miliar.

Kesimpulan

Power corrupts, and absolute power corrupts absolutely. Dalam kehidupan bernegara, seseorang yang memegang kekuasaan penuh kemungkinan besar memang akan tergoda untuk mengambil keputusan yang menguntungkan dirinya atau kelompoknya. Dan dalam dunia esports, publisher — sebagai pemegang kuasa absolut — juga punya potensi untuk berbuat semena-mena. Hal ini dibuktikan oleh Blizzard yang secara sepihak menyetop kompetisi Heroes of the Storm. Namun, hal itu bukan berarti semua publisher akan melakukan hal itu.

Pasalnya, sebagai perusahaan, publisher pasti akan mencoba untuk mendapatkan untung sebanyak-banyaknya. Dan esports bisa menjadi sumber pemasukan baru. Hanya saja, untuk bisa mendapatkan untung dari esports, publisher harus terlebih dulu membangun ekosistem yang solid. Dan publisher tidak bisa melakukan hal itu sendiri. Mereka membutuhkan bantuan dari tim, pemain, dan penyelenggara turnamen esports. Jadi, walau publisher bisa membuat keputusan sesukanya, mereka harus mengambil langkah yang menguntungkan semua pihak yang terlibat jika mereka ingin mendapatkan untung dari esports.

Sumber header: Win.gg

UniPin Gelar Ladies Series MLBB 2021, Berhadiah Rp100 Juta

UniPin bakal mengadakan turnamen Mobile Legends khusus perempuan, Ladies Series MLBB 2021, pada 20 Mei 2021 hingga 27 Juni 2021. Alasan UniPin mengadakan turnamen ini adalah untuk mendorong partisipasi perempuan di dunia esports. Memang, sebelum ini, UniPin juga telah mengadakan turnamen esports khusus perempuan, seperti UniPin Ladies Champioinship (ULC) yang diadakan pada Februari 2021. Kompetisi khusus perempuan itu mendapat sambutan yang baik dari masyarakat.

“Melihat respons yang positif, kami percaya ekosistem esports perempuan akan tumbuh subur,” kata Debora Imanuella, Senior Vice President UniPin Community Indonesia. “Antusiasme dari para penggemar serta player akan inisiatif ini membuktikan bahwa turnamen perempuan perlu mendapat perlakuan yang serius seperti turnamen-turnamen lainnya. Bahkan, Ladies Series MLBB juga dapat menjadi batu pijakan bagi para player ke turnamen yang lebih besar atau mixed tournament di masa mendatang.”

Konferensi pers dari Ladies Series MLBB 2021.

Ladies Series MLBB 2021 menawarkan total hadiah sebesar Rp100 juta. Turnamen itu akan menggunakan sistem kualifikasi terbuka. Artinya, semua pemain perempuan bebas untuk ikut serta, baik pemain amatir maupun profesional. Pendaftaran akan dibuka pada 7-18 Mei 2021. Dari sana, akan terpilih 64 tim untuk bertanding di babak kualifikasi, yang bakal diselenggarakan pada 20-22 Mei 2021.

Delapan tim terbaik di babak kualifikasi akan maju ke regular season yang berlangsung selama 3 minggu, dimulai pada 27 Mei 2021 sampai 13 Juni 2021.  Dari regular season, enam tim dengan poin tertinggi akan melanggeng ke babak playoff. Baik babak kualifikasi maupun regular season akan digelar secara online, sementara babak playoff , yang diadakan pada 25-27 Juni 2021, bakal diselenggarakan secara offline.

Penyelenggaraan Ladies Series MLBB 2021 disponsori oleh BNI dan didukung oleh Pengurus Besar Esports Indonesia (PBESI). Ketua Bidang Humas & Komunikasi PB ESI dan CEO Unipin Group, Ashadi Ang percaya, esports adalah industri yang tidak memandang gender. Hanya saja, dia menyayangkan, memang masih ada stigma terkait pemain perempuan di skena esports. Salah satu stigma yang ada di masyarakat adalah performa pemain perempuan tidak sebaik pemain laki-laki. Padahal, belum banyak riset yang membahas tentang kaitan gender dengan kemampuan bermain game seseorang. Jadi, belum ada kesimpulan konklusif apakah pria memang bisa bermain game dengan lebih baik dari perempuan.

Tak hanya itu, jumlah gamer dan fans esports perempuan juga tidak sedikit. Newzoo menyebutkan, sebanyak 46% dari gamers merupakan perempuan. Sementara itu, data dari Interpret menunjukkan, sekitar 30% dari total penonton esports merupakan perempuan. Dari tahun ke tahun, angka ini juga terus naik.

Ashadi menyebutkan, selama ini, turnamen esports sebenarnya bisa diikuti oleh pemain perempuan maupun laki-laki. Hanya saja, pemain perempuan terkadang merasa tidak percaya diri untuk beradu dengan pemain pria. Dengan adanya turnamen esports khusus perempuan, seperti Ladies Series MLBB 2021, hal ini diharapkan akan bisa membuat skena esports perempuan akan bisa lebih maju.

Kurang dari 2 Juta, Infinix Hot 10S Unggulkan MediaTek Helio G85 dan Layar 90 Hz

Infinix baru saja meluncurkan smartphone yang cukup menarik, yakni Infinix Hot 10S. Menarik karena ponsel ini merupakan hasil kolaborasi Infinix dengan Mobile Legends: Bang Bang (MLBB), namun di saat yang sama harganya relatif sangat terjangkau.

Kolaborasi dengan MLBB berarti perangkat dipastikan mampu menjalankan game tersebut secara mulus, dan itu diwujudkan lewat penggunaan chipset MediaTek Helio G85, tidak ketinggalan pula pilihan RAM 4 GB atau 6GB, serta penyimpanan internal 64 GB atau 128 GB. Dari sisi software, Infinix juga tidak lupa menyematkan fitur Dar-Link Ultimate Game Booster yang diciptakan untuk meningkatkan kinerja grafis serta responsivitas layar sentuh.

Bicara soal layar, Hot 10S hadir membawa layar berukuran cukup masif: 6,82 inci dengan resolusi HD+, dan refresh rate 90 Hz serta touch sampling rate 180 Hz. Tidak kalah besar adalah baterainya, yang tercatat memiliki kapasitas 6.000 mAh, dengan klaim total waktu bermain hingga 17,3 jam dalam sekali pengisian.

Melengkapi spesifikasinya adalah tiga kamera belakang yang terdiri dari kamera utama 48 megapixel, kamera depth 2 megapixel, dan kamera AI. Di depan, ada kamera selfie 8 megapixel yang menghuni poni kecil pada layar. Semua itu dikemas dalam bodi setebal 9,2 mm.

Agar bisa semakin memikat para penggemar Mobile Legends — yang jumlahnya memang terbukti sangat besar di tanah air — Infinix tidak lupa menyertakan semacam fan service dalam berbagai wujud, mulai dari boks penjualan khusus yang menampilkan gambar hero Chou, tema beserta tampilan welcome screen eksklusif, sampai pin 515 MLBB yang jumlahnya terbatas.

Terkait kerja sama ini, Sergio Ticoalu selaku Country Marketing Manager Infinix Mobile Indonesia berpendapat, “Kami ingin menghadirkan kolaborasi yang lebih spesial dari sebelumnya. Kami (Infinix dan MLBB) juga berharap dengan hadirnya Hot 10S, masyarakat bisa merasakan smartphone gaming dengan harga bersahabat dan performa terbaik.”

Di Indonesia, Infinix Hot 10S akan dijual secara perdana mulai 5 Mei 2021 melalui official store Infinix di Lazada dan Shopee. Harganya dipatok Rp1.799.000 untuk varian 4 GB/64 GB, atau Rp2.099.000 untuk varian 6 GB/128 GB. Infinix juga tidak lupa menawarkan program flash sale dengan potongan harga 100 ribu rupiah untuk varian 4 GB/64 GB, dan 200 ribu rupiah untuk varian 6 GB/128 GB.

BOOM Esports Juara VCT Indonesia Stage 2, Siren Esports Juara MDL Indonesia Season 3

Pekan lalu pertandingan MPL Indonesia ataupun PMPL Indonesia sama-sama sedang rehat sejenak. Tetapi bukan berarti esports berhenti begitu saja. Ada beberapa pertandingan lain yang tak kalah menarik seperti VCT Indonesia Challenggers yang dimenangkan oleh BOOM Esports ataupun final MDL Indonesia Season 3 yang dimenangkan oleh Siren Esports. Lebih lengkapnya, berikut rekap berita esports di penghujung bulan April 2021.

BOOM Esports Jadi Wakil Kedua Indonesia Untuk VALORANT Champions Tour 2021: SEA Stage 2 Challengers.

Akhir pekan lalu adalah pertandingan VALORANT Champions Tour 2021 (VCT): Indonesia Stage 2 Challengers 3. Setelah 3 hari pertandingan berjalan, BOOM Esports keluar sebagai juara pasca mengalahkan Bigetron Astro 0-3. BOOM Esports memang tampil kuat sepanjang VCT Indonesia Stage 2 Challengers 3. Mereka tidak pernah kalah sejak dari babak quarterfinals. Menang 2-0 atas Reckless Lads dan Alter Ego.

Pada laga puncak, BOOM Esports juga mengalahkan Bigetron Astro dengan solid. Mereka hampir selalu bisa unggul jauh di 3 map yang dipertandingkan kala itu yaitu Bind, Icebox, dan Split. Kemenangan tersebut membawa BOOM Esports untuk bertanding ke tingkat selanjutnya, yaitu VCT 2021: SEA Stage 2 Challengers Finals.

BOOM Esports bersama dengan NXL Ligagame akan berlaga menghadapi 8 tim se-Asia Tenggara untuk memperebutkan 1 slot ke laga puncak VCT 2021 yaitu Masters Reykjavik. Pertandingan VCT 2021: SEA sendiri akan diselenggarakan akhir pekan ini, tepatnya tanggal 29 April hingga 2 Mei 2021 mendatang.

Siren Esports Juara MDL 2021 Season 3

 

View this post on Instagram

 

A post shared by MDL Indonesia (@mdl.indonesia)

Dari sisi Mobile Legends: Bang-Bang, ada laga puncak MLBB Developmental League (MDL) 2021 – Season 3. Siren Esports kembali keluar sebagai juara setelah mengalahkan Victim Esports di laga final dengan skor 3-0 dari seri best-of 5. Kemenangan tersebut jadi momen istimewa bagi Siren Esports karena tim tersebut juga merupakan juara MDL di musim sebelumnya yaitu Season 2.

Siren Esports memang tampil kuat sejak dari babak regular season. Siren Esports menjadi pemuncak klasemen di babak regular season dengan mencatatkan menang-kalah 10-3. Pada babak playoff, mereka sempat keteteran satu kali saat lawan Kings Esports. Namun demikian, Siren Esports bangkit lagi sampai akhirnya tampil sangat dominan di babak final.

Rekap DPC 2021 SEA Regional League Season 2 – Upper Division

Pertandingan Regional League DPC 2021 sendiri baru memasuki pertandingan pekan keduanya pada tanggal 21 April 2021 lalu. Pada pekan tersebut, tim perwakilan Indonesia yaitu BOOM Esports bertanding menghadapi OB.Neon. Sayangnya BOOM Esports kalah 0-2 dalam laga tersebut. Namun demikian BOOM Esports masih ada di peringkat 2 dari klasemen sementara DPC Regional League SEA 2021 – Upper Division.

Pada pekan sebelumnya, BOOM Esports sendiri mengahdapi Execration. Laga tersebut berlangsung sengit, namun BOOM Esports akhirnya keluar sebagai pemenang dengan skor 2-1. Lawan yang akan dihadapi BOOM Esports lebih berat lagi pekan ini, yaitu Fnatic yang siap menghadang dengan keras. Mampukah BOOM Esports mempertahankan posisinya di dalam klasemen nantinya?

Laga puncak PMPL MYSG dan TH

Setelah PMPL Indonesia selesai dilaksanakan, laga puncak PMPL pun berlanjut ke PMPL Malaysia/Singapura dan PMPL Thailand. Dari PMPL MYSG, ada Resurgence yang keluar sebagai juara, dengan Geek Fam yang mendampingi di peringkat kedua. Sementara pada PMPL Thailand, ada FaZe Clan keluar sebagai juara dengan Valdus The Murder di peringkat ke-2.

Dua tim tersebut memang tampil ngotot dan memiliki performa yang solid selama 3 hari pertandingan. Resurgence dari PMPL MYSG sendiri berhasil mendapatkan 5 Chicken Dinner dari total 18 ronde selama 3 hari pertandingan berjalan. Sementara itu dari PMPL TH, FaZe Clan juga tampil konsisten walau persaingannya lebih ketat dengan dua kali WWCD total yang dicatatkan.

Resurgence dan Geek Fam akan menjadi dua wakil tambahan region MYSG untuk PMPL SEA nanti. Sementara itu dari PMPL TH, dua wakil tambahannya adalah FaZe Clan dan The Infinity yang mengisi peringkat 3 karena Valdus The Murder telah mendapatkan slot ke PMPL SEA dari babak regular season.

Dev1ce Resmi Masuk Tim CS:GO Ninja in Pyjamas

Dari luar negeri ada berita transfer yang cukup mengejutkan. Nicolai “dev1ce” Reedtz yang merupakan salah satu pemain andalan tim Astralis dikabarkan pindah ke tim Ninja in Pyjamas secara resmi. Mengutip dari Dot Esports, dev1ce mengatakan bahwa salah satu pertimbangannya pindah ke NiP adalah karena kondisi pandemi.

Kondisi tersebut membuat dev1ce berpikir untuk memosisikan tim dan keluarganya di satu wilayah. Berhubung dirinya tinggal di Swedia dan markas NiP juga ada di sana untuk sementara waktu, maka akhirnya keputusan tersebut pun dibuat. Kepindahan tersebut kemungkinan besar akan menggoyahkan Astralis di musim kompetitif CS:GO tahun 2021 ini. Tapi selain itu, apakah kehadiran dev1ce dapat mengembalikan kejayaan terdahulu NiP?

Riot Games Umumkan Runeterra World Cup

Sumber Gambar – Riot Games

 

Lama ditunggu, Riot Games akhirnya mengumumkan turnamen tingkat internasional untuk game terbarunya yang bertemakan digital card game yaitu Legends of Runeterra. Turnamen tersebut akan memperebutkan total hadiah sebesar US$200.000 dan mempertandingkan kurang lebih sekitar 192 pemain dari Amerika, Eropa, dan Asia/SEA.

Nanti pada puncaknya, hanya akan ada 16 finalis saja yang bertanding di World Championship Finals. Pada babak final, pemain tersebut akan bertanding dalam babak grup berisi empat orang dalam seri round-robin. Top 2 dari masing-masing tim akan melaju ke babak single-elimination untuk memperebutkan tahta juara dunia Legends of Runeterra yang pertama.

Rekap MPL ID S7 Week 8 dan PMPL ID S3 Grand Finals: Puncak Bagi Keduanya

Pertandingan MPL (MLBB) dan PMPL (PUBG Mobile) pekan ini telah mencapai puncaknya. MPL mencapai puncak dari babak regular season, sementara PMPL menyajikan pertandingan grand final. Bagaimana panasnya pertandingan MPL dan PMPL di pekan ini? Berikut rekapnya.

Rekap MPL Indonesia Season 7 Week 8

Pertandingan hari pertama dibuka dengan laga Alter Ego melawan AURA Fire. Alter Ego yang sedang turun permainannya belakangan sebenarnya membuka celah bagi AURA Fire. Benar saja, permainan pun jadi berjalan alot. AURA Fire memberi perlawanan terkuatnya, membuat Alter Ego cukup kesulitan. Walaupun begitu, Alter Ego terbukti bermain lebih solid sehingga mereka menang 2-0 dengan game 1 berdurasi 16 menit dan game 2 berdurasi 19 menit lebih.

Pertandingan kedua adalah pertemuan antara ONIC Esports melawan Geek Fam ID. ONIC Esports sedang stabil permainanya belakangan ini, sementara Geek Fam ID masih harus membuktikan lebih lagi. Walaupun begitu, permainan berjalan keras. Terlihat di game pertama saat skor kill masih imbang 9-9 bahkan di menit 16, walau berakhir dengan kemenangan ONIC Esports. Game kedua, ONIC Esports jadi di atas angin sehingga mereka melibas Geek Fam ID dengan cepat dalam 13 menit. ONIC Esports pun mengamankan kemenangan sempurna, 2-0, atas Geek Fam ID.

Hari pertandingan kedua diisi dengan pertemuan menarik juga. Pertandingan pertama adalah EVOS Legends vs Bigetron Alpha. EVOS Legends lebih diunggulkan fans dalam matchup tersebut. Walaupun begitu, Bigetron Alpha masih mencoba membuktikan diri bahwa mereka juga merupakan tim yang tangguh dan tergolong sebagai tim top 4 di MPL Indonesia.

Game 1 berjalan alot, EVOS Legends unggul di awal tapi Bigetron Alpha bertahan dengan kuat dan tenang. Keadaan berbalik, sehingga Bigetron Alpha menang dengan bantuan dorongan Lord di menit 16. EVOS Legends menemukan tempo permainannya di game kedua. Tetapi skenario yang sama lagi-lagi terjadi, Bigetron Alpha bertahan kuat memasuki fase late game. Namun demikian keunggulan EVOS Legends sudah terlampau jauh sehingga mereka bisa amankan game tersebut di menit ke-20 dengan bantuan Lord ke-3. Menerima kekalahan, Bigetron Alpha justru mengamuk di game ketiga dan membungkan game dalam 12 menit saja. Bigetron Alpha pun memenangkan pertandingan dengan skor 2-1 atas EVOS Legends.

Pertandingan antara AURA Fire melawan Genflix Aerowolf juga tak kalah serunya. Dua tim tersebut masih mencoba membuktikan bahwa mereka pantas ada di MPL Indonesia. Apalagi pertandingan tersebut juga jadi penentu apakah Genflix Aerowolf masuk babak playoff atau tidak.

Adu skill dan strategi antar kedua tim benar berjalan sengit. Kedua tim masih bertukar serangan keras bahkan sampai di menit ke-17 pada game 1. Namun AURA Fire yang sedang unggul segera memanfaatkan momentum untuk meratakan base di menit ke-18. Kalah di game pertama, Genflix Aerowolf pun mengamuk dua game berturut-turut. Genflix Aerowolf memenangkan game 2 dalam 16 menit dan game 3 dalam 11 menit. Genflix Aerowolf menang 2-1 atas AURA Fire.

Pertemuan ONIC Esports vs Alter Ego juga diharapkan menjadi pertandingan yang keras. Tetapi ONIC Esports sepertinya masih bertahan di atas angin setelah kemenangan mereka kemarin. Alter Ego sendiri cukup kelimpungan dengan permainan agresif yang diberikan, sehingga ONIC Esports menang game 1 dalam 11 menit. Alter Ego memberi perlawanan keras di game 2, skor kill bahkan cenderung beda tipis yaitu 18-13 di menit 18. Sayangnya Alter Ego tak lagi mampu menahan setelah gempuran Lord dan serangan bertubi-tubi dari punggawa ONIC Esports di menit 24. ONIC Esports pun menang 2-0 atas Alter Ego.

Hari pertandingan terakhir sudah ditunggu-tunggu sejak pekan lalu karena kehadiran el clasico antara EVOS Legends vs RRQ Hoshi. Namun sebelum menuju pertandingan tersebut, ada pertemuan antara Geek Fam ID melawan Genflix Aerowolf.

Genflix Aerowolf masih dalam semangat positif di hari ketiganya. Hal tersebut terlihat di game pertama. Geek Fam ID unggul kuat sejak awal hingga late game. Namun Genflix Aerowolf masih mampu comeback dari keadaan terpuruk dengan memenangkan teamfight paling penting di menit 21 dan berhasil memenangkan game 1. Semangat kemenangan tersebut terbawa, sehingga Genflix Aerowolf bisa mendominasi penuh game ke-2 yang ditutup dengan kemenangan cepat di menit 12. Genflix Aerowolf menang 2-0 atas Geek Fam ID.

Pertandingan babak regular season terakhir ditutup dengan laga el clasico EVOS Legends vs RRQ Hoshi. Jual beli serangan berlangsung sangat keras, pertandingan bahkan masih imbang sampai di menit ke-15 permainan. EVOS Legends sempat memenangkan teamfight pada saat RRQ Hoshi mendapatkan Lord. Namun RRQ Hoshi masih bertahan teguh setelahnya. Alberttt dan kawan-kawan pun melakukan percobaan gempuran kedua di menit 20 dengan bantuan Lord. EVOS Legends yang tak lagi mampu menahan akhirnya harus menyerahkan game 1 ke RRQ Hoshi di menit 21.

Masuk game kedua, line-up hero RRQ Hoshi terlihat menjanjikan dengan kombinasi yang berimbang, sementara EVOS Legends mencoba menggunakan strategi Diggie feeder yang cukup berisiko. EVOS Legends ternyata berhasil membuat RRQ Hoshi kelimpungan. Diggie yang digunakan EVOS Legends efektif mengganggu RRQ Hoshi karena Bruno yang digunakan Alberttt. Gangguan-gangguan yang terjadi ternyata menjadi sebuah bola salju besar yang menghantam RRQ Hoshi. Satu per satu turret RRQ Hoshi runtuh, sampai akhirnya Lord juga diamankan EVOS Legends di menit 10. RRQ Hoshi pun tak lagi mampu menahan gempuran EVOS Legends sampai akhirnya base pun runtuh di menit 11.

EVOS Legends kembali mencoba bermain agresif di game ketiga. Strategi permainan tersebut ternyata berbuah manis. EVOS Legends sudah unggul sejak dari awal-awal permainan. RRQ Hoshi mencoba memberi perlawanan, tetapi Harith dari EVOS.Clover tampil begitu kuat. Apalagi ditambah juga dengan kombinasi Pacquito dari Antimage dan Angela dari REKT yang meluluhlantahkan pertahanan RRQ Hoshi. Sang raja akhirnya tak lagi mampu bertahan dari gempuran EVOS Legends, base pun runtuh di menit 11. EVOS Legends menang 2-1 atas RRQ Hoshi.

Rekap PMPL Indonesia Season 3 Grand Final

Babak grand final PMPL Indonesia Season 3 berjalan selama 3 hari, mulai tanggal 16 hingga 18 April 2021. Babak final tak hanya memperebutkan slot untuk menuju ke PMPL SEA 2021 saja, tetapi juga Peace Elite Asia Invitational 2021. Besarnya pertaruhan di babak final PMPL Indonesia Season 3 ini pun membuat pertandingan jadi berjalan sangat sengit dan tidak terduga selama 3 hari kemarin.

Pertandingan hari pertama menjadi kejutan tersendiri karena GD GIDS yang kembali berhasil memuncaki klasemen. Namun bukan posisinya yang jadi kejutan, melainkan cara GD GIDS mendapatkan puncak klasemen tersebut. Bigetron RA, Geek fam ID, dan Bonafide harus kerja keras mendapat Chicken Dinner demi poin yang besar, GD GIDS malah bisa memuncaki klasemen tanpa satupun Chicken Dinner di hari pertama.

Masuk hari kedua, pertandingan jadi makin sengit dan panas lagi. Salah satu penyebabnya adalah karena peringkat top 4 yang memiliki selisih poin yang tipis-tipis antara GD GIDS, Geek Fam ID, Bigetron RA, dan Victim Sovers. Chicken Dinner pun tergolong terbagi rata hari walaupun cendurung diperoleh oleh tim-tim yang ada di 10 besar saja.

Pertandingan mencapai puncaknya di hari ketiga. Menariknya, pemenang PMPL Indonesia bahkan masih sulit sekali ditebak sampai di hari ketiga. Semua tim berlaga dengan baik, sehingga perbedaan poin menjadi semakin tipis-tipis. Namun dari semua tim, Geek Fam ID dan AURA Esports menjadi tim yang sangat-sangat panas membara di hari tersebut.

Geek Fam ID mungkin cuma berhasil mendapatkan satu kali WWCD saja. Namun demikian, permainannya konsisten dengan placement yang tidak buruk ditambah poin kill yang besar. Pada sisi lain, AURA Fire jadi tim yang paling panas membara hari itu. Mereka mendapatkan 3 kali WWCD, dengan dua WWCD didapatkan secara berturut-turut di ronde 16 dan 17. Poin kill yang mereka dapatkan juga selalu dua digit pada saat WWCD berhasil di dapatkan. Rekornya adalah di ronde 17, yaitu WWCD dengan 19 kill dibukukan.

Bigetron RA pun juga tetap konsisten di hari terakhir. Mereka membuka pertandingan dengan WWCD walau harus terpuruk lumayan buruk di ronde setelahnya. Hasil tersebut membuat klasemen poin menjadi sangat sengit. Geek Fam ID terbilang hampir bisa dipastikan menjadi juara pada ronde 17 dengan 200 poin lebih yang diamankan, sementara Bigetron RA hanya punya sekitar 180an poin saja di peringkat kedua.

Masuk ronde 18, harapan menang Geek Fam ID hampir pupus setelah mereka terkena Too Soon di peringkat 14. AURA Fire yang sedang panas membara juga finish di peringkat yang tak terlalu baik, yaitu peringkat 6 dengan 4 kill. Seakan memanfaatkan momen tersebut, Bigetron RA pun segera merebut WWCD di game tersebut dengan 11 poin kill dibukukan.

Sayang, walau Bigetron RA tampil impresif menutup pertandingan, Geek Fam ID masih tetap menjadi juara PMPL Indonesia Season 3 ini. Bigetron RA dengan segala perjuangannya mendapat peringkat Runner-Up, dan AURA Esports mendapatkan peringkat ke-3.

Dari hasil yang didapatkan tersebut, maka Geek Fam ID dan AURA Essports menjadi dua wakil Indonesia tambahan untuk bertanding di PMPL SEA Championship nantinya. Sementara itu, Geek Fam ID dan Bigetron RA yang ada di peringkat satu dan dua juga mendapat hak bertanding di Peace Elite Asia Invitational yang akan diadakan di Tiongkok pada tanggal 27-29 Mei 2021 mendatang.

Sumber Gambar Utama – MLBB & PUBG Mobile Official YouTube Channel.

Bagaimana Etnis dan Budaya Memengaruhi Kemampuan Bermain Game Esports

Pemain esports profesional, Lee “Fearless” Eui-seok menceritakan pengalamannya terkait rasisme yang dia alami selama dia tinggal di Amerika Serikat melalui sebuah video singkat. Lee merupakan pemain Overwatch League asal Korea Selatan. Dia sempat bermain untuk Shanghai Dragons sebelum dia pindah ke Dallas Fuel yang bermarkas di Texas, Amerika Serikat.

“Tinggal di sini sebagai orang Asia itu menakutkan,” kata Lee, seperti dikutip dari The Washington Post. “Banyak orang yang sengaja mencari masalah dengan kami. Setiap mereka melihat kami, mereka selalu mendatangi kami. Bahkan ada orang yang batuk ke arah kami. Kali ini adalah pertama kalinya saya merasakan rasisme. Dan rasisme di sini… cukup parah. Mereka mencoba menakut-nakuti kami — banyak dari mereka mencoba untuk membuat kami takut.”

Padahal di AS, ada banyak pemain esports yang berasal dari Asia, khususnya Korea Selatan. Menurut Yahoo, lebih dari setengah pemain di Overwatch League berasal dari Korea Selatan. Selain Korea Selatan, Tiongkok menjadi negara Asia lain yang banyak menelurkan pemain esports berbakat.

 

Kenapa Banyak Gamer Profesional yang Berasal dari Asia?

Jumlah gamers profesional yang muncul di satu negara tergantung pada seberapa besar komunitas gamers di negara tersebut. Semakin banyak jumlah gamers di sebuah negara, semakin besar pula kesempatan negara itu punya pemain-pemain esports berbakat. Begitu juga dengan Korea Selatan dan Tiongkok. Mereka bukannya punya susunan genetik khusus yang membuat warganya punya Actions Per Minute (APM) yang tinggi. Hanya saja, budaya di kedua negara itu memang mendukung pertumbuhan industri gaming.

PC bang banyak ditemukan di Korea Selatan. | Sumber: Wikipedia

Korea Selatan adalah negara yang padat. Jadi, jumlah tanah lapang yang bisa digunakan oleh anak-anak dan remaja untuk bermain bola atau olahraga lainnya terbatas. Sebaliknya, warnet — yang disebut PC bangs — justru menjamur. Seperti yang disebutkan oleh InvenGlobal, di Korea Selatan, dalam satu bangunan, terkadang ada lebih dari satu PC bang. Selain itu, biaya untuk bermain di PC bang juga terjangkau. Alhasil, banyak anak-anak SMA yang bermain game untuk melepas penat.

Tak hanya itu, keterbatasan lahan juga memengaruhi pertumbuhan bisnis di Korea Selatan. Karena lahan terbatas, maka perusahaan di Korea Selatan biasanya fokus pada industri dengan teknologi canggih yang membutuhkan pekerja dengan edukasi tinggi. Jadi, jangan heran jika 70% lulusan SMA di Korea Selatan memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang universitas. Dan hal ini menumbuhkan budaya kompetitif di tengah masyarakat Korea Selatan, termasuk di kalangan para siswa SMA.

Tak hanya itu, nilai seorang murid bahkan bisa menentukan lingkaran pergaulannya. Pasalnya, di Korea Selatan, murid-murid yang ada di level yang sama akan cenderung berkumpul bersama. Satu hal yang unik, walau para murid membentuk kelompok pertemanan sendiri-sendiri, mereka juga saling bersaing dengan satu sama lain. Perilaku kompetitif ini juga tercermin dalam diri para gamers. Walau seorang gamer di Korea Selatan mengatakan bahwa dia tidak peduli pada rank, pada akhirnya, dia tetap akan berusaha untuk bisa menjadi juara. Dan budaya kompetitif inilah yang mengasah kemampuan para pemain esports profesional asal Korea Selatan.

Bahkan setelah menjadi atlet esports profesional sekalipun, semangat kompetitif seorang gamer Korea Selatan tak padam. Dan mereka tidak hanya bersaing dengan atlet esports dari tim lawan, tapi juga dengan rekan satu tim mereka sendiri. Para pemain esports Korea Selatan juga punya dedikasi tinggi. Jika dibandingkan dengan tim dari kawasan lain, tim Korea Selatan biasanya rela untuk menghabiskan lebih banyak waktu untuk berlatih. Semua faktor inilah yang menjadi alasan mengapa ada banyak pemain profesional berbakat yang datang dari Korea Selatan.

Gamers Tiongkok biasanya kompetitif. | Sumber: Asia Times

Budaya gaming di Tiongkok sedikit mirip dengan budaya gaming di Korea Selatan. Gamers di kedua negara itu sama-sama menganggap bermain game sebagai kegiatan sosial dan punya semangat kompetisi yang tinggi. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Quantic Foundry dan Niko Partners, gamers asal Tiongkok cenderung lebih kompetitif dari gamers asal Amerika Serikat. Dari survei yang dirilis pada awal 2019 itu, diketahui bahwa salah satu motivasi utama bagi gamers Tiongkok untuk bermain game adalah Completion, yaitu ketika mereka harus mengumpulkan poin/trofi dan menyelesaikan berbagai task/quest. Faktor lain yang memotivasi gamers Tiongkok adalah kompetisi.

Hal lain yang membedakan gamer Tiongkok dengan gamer AS adalah motivasi gamers Tiongkok cenderung tidak berubah, meski umur mereka bertambah. Di AS, semakin berumur seorang gamer, minatnya untuk bersaing dengan pemain lain juga akan turun. Sementara di Tiongkok, umur gamer tak punya dampak signifikan pada semangat mereka untuk berkompetisi, seperti yang disebutkan oleh VentureBeat.

 

Bagaimana dengan Stereotipe di Indonesia?

Indonesia juga punya budaya gaming yang khas. Hal ini juga memunculkan tren tertentu di kalangan pemain esports profesional. Salah satunya, di awal era kemunculan esports pada tahun 2000-an, kebanyakan pemain esports PC adalah warga keturunan Tionghoa. Menurut pengamatan Editor in Chief Hybrid.co.id, Yabes Elia, yang sudah melanglang buana di dunia jurnalisme gaming selama ratusan belasan tahun, tren ini muncul karena gaya asuh orangtua dari keluarga Tionghoa yang unik. Biasanya, mereka cenderung lebih suka jika anak mereka diam di rumah. Dan untuk itu, mereka rela memfasilitasi anak mereka dengan PC atau konsol. Alhasil, anak-anak dari keluarga keturunan Tionghoa sudah familier dengan game sejak mereka kecil. Jadi, tidak heran jika ketika mereka beranjak dewasa, mereka tertarik untuk menjadi pemain profesional.

Sekarang, tren ini sudah mulai berubah. Game tak lagi menjadi hobi mewah yang hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang. Perubahan tren ini terjadi berkat kemunculan mobile game. Jika dibandingkan dengan PC atau konsol, harga smartphone lebih murah. Jadi, jumlah orang yang bisa membeli smartphone pun jauh lebih banyak. Buktinya, secara global, penjualan Sony PlayStation 4 hanya mencapai 112,3 juta unit. Sementara menurut Katadata, jumlah pengguna smartphone di Indonesia pada 2019 mencapai 63% dari total populasi, atau sekitar 170 juta orang. Karena smartphone bisa didapatkan dengan lebih mudah, jumlah gamers di Indonesia pun meroket. Alhasil, semakin banyak orang-orang yang punya kesempatan untuk menjadi pemain esports.

Penetrasi smartphone di Indonesia. | Sumber: Kata Data

Salah satu tren yang ada di Indonesia saat ini adalah kebanyakan pemain  esports profesional berasal dari pulau luar Jawa. Sebelum ini, kami bahkan sempat membahas bahwa sejak Mobile Legends Professional League Season 1 sampai Season 4, selalu ada pemain asal Pontianak yang jadi juara. Sekali lagi, tren ini muncul bukan karena orang-orang dari Sumatera, Kalimanta, Sulawesi, Maluku, atau Papua susunan genetik khusus yang membuat mereka menjadi lebih jago dalam bermain game dari gamers asal Jawa.

Tren tersebut muncul karena faktor lingkungan. Pembangunan infrastruktur di Indonesia cenderung fokus pada pulau Jawa. Alhasil, Jawa dipenuhi dengan berbagai tempat hiburan, mulai dari mall sampai kedai kopi kekinian. Buktinya, jumlah mall di Pulau Jawa jauh lebih banyak dari pusat perbelanjaan di luar Jawa. Menurut data Badan Pusat Statistik, ada 650 pusat perbelanjaan di Indonesia pada 2019. Dan Jawa punya 395 pusat perbelanjaan, lebih dari setengah total mall di Indonesia. Sebagai perbandingan, Sumatera hanya punya 113 pusat perbelanjaan, Bali dan Nusa Tenggara 30 mall, Kalimantan 42 mall, serta Papua dan Maluku 20 mall.

Persebaran mall di Indonesia. | Sumber: BPS

Tak hanya itu, tujuh mall terbesar di Indonesia, semuanya terletak di Pulau Jawa. Sebanyak empat mall terbesar ada di Jakarta, dua lainnya ada di Surabaya, dan yang terakhir ada di Yogyakarta. Berikut data tujuh mall terbesar di Indonesia berdasarkan pada total luas lantai yang disewakan (NLA), menurut data dari Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI).

1. Mal Pakuwon – Surabaya
2. Tunjungan Plaza – Surabaya
3. Summarecon Kelapa Gading – Jakarta
4. Grand Indonesia – Jakarta
5. Mal Taman Anggrek – Jakarta
6. Central Park – Jakarta
7. Hartono Mall – Yogyakarta

Lalu apa korelasi antara jumlah mall di sebuah pulau dengan kemampuan para gamers yang tinggal di pulau tersebut? Sederhana saja. Karena jumlah mall di luar Jawa terbatas, hal itu berarti tempat hiburan yang bisa dijangkau oleh masyarakat di sana juga terbatas, apalagi untuk remaja yang hanya berbekal uang saku dari orangtua. Jadi, tidak aneh jika mereka menghabiskan lebih banyak waktu luang mereka untuk bermain game. Seperti kata pepatah, bisa karena terbiasa. Ketika seseorang menghabiskan lebih banyak waktunya untuk bermain game, tentunya kemampuannya pun jadi lebih baik.

Tren terkait etnis tidak hanya muncul di kalangan pemain profesional, tapi juga  di level pemilik organisasi esports. Di Indonesia, kebanyakan pemilik organisasi esports adalah keturunan Tionghoa. Hal ini masih ada kaitannya dengan fakta bahwa pada awal kemunculan esports, sebagian besar pemain profesional merupakan keturunan Tionghoa. Biasanya, salah satu alasan seseorang membuat organisasi esports adalah karena dia memang punya passion di dunia competitive gaming, seperti Gary Ongko, pemilik dari BOOM Esports. Motivasi lain seseorang membuat organisasi esports adalah karena dia pernah menjadi atlet esports, contohnya Richard Permana dari NXL.

 

Apa Pentingnya Membahas Rasisme di Esports?

Jika dibandingkan dengan olahraga tradisional, esports lebih inklusif. Pasalnya, esports tidak mengadu kekuatan fisik. Jadi, idealnya, hampir semua orang bisa ikut serta dalam esports. Sayangnya, esports masih belum bebas dari diskriminasi, baik yang didasarkan atas ras maupun gender. Belum lama ini, Gabriel “NTX” Garcia, pemain PUBG Mobile Pro League (PMPL) di Brasil terkena larangan bermain selama satu tahun karena membuat komentar rasis. Dia adalah pemain PMPL Brasil kedua yang terkena hukuman karena membuat komentar rasis. Sebelum itu, Lucas “Goodzin” Martins melakukan kesalahan yang sama.

Diskriminasi karena ras juga dialami oleh pemain Asia, seperti yang terjadi pada Lee “Fearless” Eui-seok. Sayangnya, perlakuan rasis juga bisa terjadi dalam turnamen. Misalnya, di turnamen Dota 2 Minor pada 2018. Dalam pertandingan antara tim asal Amerika Utara, Complexity Gaming dan tim asal Tiongkok, Royal Never Give-Up, pemain Complexity, Andrei “skem” Ong membuat komentar rasis, memanggil pemain RNG dengan sebutan “Ching chong”. Hal ini mendorong ImbaTV — platform streaming yang menyiarkan turnamen DreamLeague di Tiongkok — untuk protes pada DreamHack dan Valve.

Komentar rasis dari Kuku. | Sumber: The Esports Observer

Komentar rasis juga terkadang muncul dari sesama pemain esports Asia. Beberapa hari setelah kasus Ong, pemain TNC asal Filipina, Carlo “Kuku” Palad membuat komentar serupa, lapor The Esports Observer. Palad lalu dikenakan sanksi oleh TNC, yang membuat pernyataan resmi terkait hal itu di Weibo dan Facebook.

Rasisme adalah masalah yang harus diatasi. Pasalnya, ia bisa menyebabkan banyak masalah, baik pada individual yang menjadi korban rasisme ataupun sebuah komunitas. Bagi orang-orang yang menjadi korban, rasisme bisa membuat mereka merasa marah dan bahkan depresi. Selain itu, mereka juga akan selalu khawatir mereka akan diserang, baik secara verbal dan fisik. Dan hal ini bisa berdampak buruk pada komunitas, seperti merusak kepercayaan antar anggota komunitas.

Di dunia esports, rasisme tak hanya merugikan orang-orang yang menjadi target diskriminasi, tapi juga pihak publisher. Pasalnya, perilaku para gamers — apalagi pemain profesional — bisa menjadi cerminan dari reputasi sebuah game. Tak tertutup kemungkinan, komunitas yang toxic membuat orang-orang enggan untuk mencoba bermain sebuah game. Selain itu, jika publisher tidak menangani masalah rasisme dengan serius, hal ini bisa membuat para pemain melakukan protes. Mereka juga bisa memutuskan untuk tidak mendukung sebuah publisher dengan tidak membeli item dalam game, yang akan menyebabkan penurunan pemasukan publisher.

 

Kesimpulan

Di dunia olahraga tradisional, sempat muncul mitos yang menyebutkan bahwa orang-orang berkulit hitam memang punya susunan genetik yang unik, memungkinkan mereka unggul di bidang olahraga. Teori ini dipercaya oleh masyarakat Amerika Serikat pada 1991. Namun, pada 1971, sosiolog AS keturunan Afirka, Harry Edwards mengungkap bahwa kepercayaan ras memengaruhi kemampuan fisik seseorang merupakan teori yang rasis.

Sementara berdasarkan studi, kemampuan olahraga seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh susunan genetik mereka, tapi juga faktor lingkungan. Dan hal ini terbukti di dunia esports. Korea Selatan menelurkan banyak pemain esports berbakat karena keadaan di negara itu memang mendukung budaya gaming yang kompetitif. Sementara di Indonesia, gamers di luar Jawa cenderung lebih jago karena kemungkinan, mereka memang menginvestasikan lebih banyak waktunya untuk berlatih.

Daftar Turnamen Esports Terpopuler Bulan Maret 2021

Tak terasa tahun 2021 ternyata sudah memasuki bulan ke-4. Bulan lalu Hybrid.co.id sudah merangkum daftar turnamen esports terpopuler. Lalu, kira-kira siapa yang masih bertahan di daftar bulan Maret 2021?

Singkatnya, bulan Maret 2021 menjadi bulannya esports Free Fire Amerika Latin. Tanpa berlama-lama lagi, berikut daftar turnamen esports terpopuler bulan Maret 2021 yang dirangkum dengan menggunakan fitur pro dari Esports Charts.

 

#5 – PUBG Mobile Pro League Indonesia 2021 – Season 3

Sumber Gambar - Esports Charts Pro Version.
Sumber Gambar – Esports Charts Pro Version.

PUBG Mobile Pro League Indonesia 2021 Season 3 baru saja dimulai tanggal 24 Maret 2021 kemarin. Masuknya PMPL ID ke dalam daftar sedikit banyak jadi bukti bagaimana liga esports PUBG Mobile paling bergengsi di Indonesia ini ditunggu-tunggu para penggemarnya. PMPL ID Season 3 berhasil mencatatkan 532 ribu lebih peak viewers dengan 13 juta lebih total watch hours.

Pertandingan dengan puncak keseruan tersebut adalah pertandingan pekan pertama hari kedua. Pertandingan hari itu memang berjalan cukup sengit.

Pertandingan tersebut merupakan fase Weekdays yang menjadi seleksi untuk pertandingan sesungguhnya di fase Super Weekend, persaingan tim terasa ketat hari itu. Salah satu bukti persaingan ketat yang terjadi adalah dari WWCD yang didapatkan oleh tim berbeda-beda setiap rondenya. Ditambah lagi hari itu juga jadi momen WWCD perdana bagi Bigetron RA, tim PUBG Mobile Indonesia yang sejauh ini masih jadi favorit banyak orang.

Dengan catatan tersebut, PMPL Indonesia 2021 Season 3 menempati peringkat 5 dari daftar turnamen esports terpopuler bulan Maret 2021.

 

#4 – LEC Spring 2021 (League of Legends)

Sumber Gambar - Esports Charts Pro Version.
Sumber Gambar – Esports Charts Pro Version.

Pada peringkat 4 ada liga League of Legends Eropa, yaitu LEC. Sejauh ini LEC memang selalu berhasil menyajikan pertandingan berkualitas dan penuh aksi yang dianggap jadi gaya main khas esports LoL Eropa.

Pada bulan Maret 2021 kemarin, pertandingan LEC Spring 2021 telah memasuki babak Playoff. Keseruan babak Playoff pun berhasil mencatatkan 640 ribu lebih peak viewers. Selain itu, turnamen tersebut juga telah mencatatkan 38 juta total watch hours yang dicatat sejak dari babak Regular Season.

Pertandingan yang membuat LEC Spring 2021 masuk ke dalam daftar ini adalah pertandingan antara G2 Esports melawan Schalke 04. Pertandingan yang terlaksana di hari kedua babak Playoff tersebut memang berlangsung dengan sangat seru dan sengit.

Kedua tim saling berbalas kemenangan, ditambah aksi-aksi unik G2 Esports di pertandingan tersebut yang salah satunya adalah menggunakan Seraphine (Champion Mage) sebagai Attack Damage Carry atau ADC. Secara keseluruhan, pertandingan tersebut masuk di peringkat 2 dari 5 pertandingan LEC terpopuler.

Pertandingan dengan catatan peak viewers terbesar adalah antara G2 Esports vs MAD Lions. Namun demikian pertandingan tersebut terlaksana di tanggal 3 April 2021 kemarin. Secara keseluruhan, tayangan pertandingan berbahasa Inggris menjadi tayangan LEC terpopuler dengan catatan 440 ribu viewers lebih .

 

#3 – Liga Brasileira de Free Fire 2021 Series A Stage 1

Sumber Gambar - Esports Charts Pro Version.
Sumber Gambar – Esports Charts Pro Version.

Tingkat popularitas Free Fire di Brazil mungkin bisa dibilang mirip seperti MLBB di Indonesia. Maksudnya mirip, tayangan bahasa lokal punya jumlah penonton yang bersaing dengan liga-liga internasional yang ditayangkan dengan bahasa Inggris.

Hal tersebut kembali terbukti dengan masuknya Liga Brasileira de Free Fire 2021 Series A Stage 1 ke peringkat 3 dari 5 daftar turnamen esports terpopuler bulan Maret 2021.

LBFF 2021 berhasil mencatatkan 827 ribu lebih peak viewers dan mencatatkan 14 juta lebih total watch hours. Pertandingan yang jadi daya tarik penggemar esports Free Fire di Brazil tersebut adalah pertandingan ronde 9 dari babak final LBFF 2021 yang terselenggara tanggal 20 Maret 2021 kemarin.

Pertandingan ronde terakhir memang berjalan cukup sengit. FX, LOUD, dan Cruizero, tiga besar klasemen sementara saling bersaing ketat mendapatkan Booyah di ronde 9. Persaingan berlangsung sampai titik darah penghabisan, sehingga FX finish di peringkat 4, LOUD di peringkat 3, dan Cruizero yang mendapat Booyah.

Dari sisi jumlah penonton berdasarkan bahasa, hampir seluruh penonton LBFF datang dari tayangan berbahasa Portugis yang merupakan bahasa lokal Brazil. Karenanya seperti apa yang saya katakan di awal, LBFF bisa dibilang sebagai liga berbahasa lokal dengan jumlah fanbase yang kuat.

 

#2 – MPL Indonesia Season 7 (Mobile Legends: Bang-Bang)

Sumber Gambar - Esports Charts Pro Version.
Sumber Gambar – Esports Charts Pro Version.

MPL Indonesia masih bertengger kuat di dalam daftar turnamen esports terpopuler bulanan walau peringkatnya turun dari peringkat 1 di daftar bulan Februari 2021 lalu, menjadi peringkat 2 di daftar bulan Maret 2021.

Peringkatnya memang menurun, tetapi jumlah penonton MPL ID Season 7 meningkat apabila dibandingkan dengan bulan lalu. Dari segi jumlah penonton berdasarkan bahasa, masuknya MPL Indonesia Season 7 ke dalam daftar bulan ini juga masih disebabkan oleh fanbase lokal Indonesia.

MPL Indonesia Season 7 berhasil mencatatkan 1,1 juta lebih peak viewers. Secara keseluruhan, liga esports game Mobile Legends: Bang-Bang yang berjalan sejak bulan Februari ini telah mencatatkan 27 juta total watch hours.

Bulan lalu kita melihat pertandingan antara RRQ Hoshi vs Alter Ego yang membuat MPL Indonesia jadi masuk ke dalam daftar. Bulan ini pertandingan El Clasico antara RRQ Hoshi vs EVOS Legends yang membuat liga MPL Indonesia kembali berjaya.

Menariknya pertandingan tersebut sebenarnya tidak sengit seperti pertandingan antara RRQ Hoshi vs Alter Ego yang melejit di bulan Februari 2021 kemarin. Pertandingan antara RRQ Hoshi vs EVOS Legends di week 3 day 2 MPL Indonesia tersebut didominasi kuat oleh EVOS Legends.

Dalam pertandingan tersebut, EVOS Legends berhasil memenangkan pertandingan dengan skor 2-0 dalam durasi 10 menit lebih di game 1 dan 14 menit lebih di game 2. Sementara itu dari segi jumlah penonton berdasarkan bahasa, mengutip dari data fitur pro milik Esports Charts , jumlah penonton tayangan berbahasa Indonesia jumlahnya masih mendominasi secara mutlak (sekitar 90% lebih dari keseluruhan peak veiewers).

 

#1 – Free Fire League Latinoamerica 2021 Opening

Sumber Gambar - Esports Charts Pro Version.
Sumber Gambar – Esports Charts Pro Version.

Bulan Maret 2021 ini sepertinya menjadi bulannya bagi turnamen Free Fire. Lagi-lagi pertandingan esports Free Fire lokal Amerika Latin masuk ke dalam daftar, kali ini bahkan sebagai pemuncak daftar turnamen esports terpopuler.

Turnamen tersebut adalah Free Fire League Latinoamerica 2021 Opening. Berbeda dengan LBFF yang hanya mempertandingkan tim asal Brazil, FFLA mempertandingkan tim-tim seantero Amerika Latin, termasuk dari negara Mexico, Ekuador, Kolombia, dan sekitarnya.

FFLA berhasil mencatatkan 1,4 juta lebih peak viewers pada tanggal 21 Maret 2021 kemarin, pada saat laga Grand Final berjalan. Turnamen yang terselenggara selama 9 pekan sejak dari 16 Januari 2021 kemarin tersebut telah mencatatkan sebanyak 6,3 juta lebih total watch hours secara keseluruhan. Secara keseluruhan, laga final FFLA berhasil secara konsisten menarik minat menonton para penggemarnya.

Hal tersebut terlihat dari daftar 5 tayangan FFLA terpopuler yang seluruhnya diisi oleh pertandingan-pertandingan babak Grand Finals yang terselenggara pada 21 Maret 2021. Lima tayangan tersebut juga selalu mencatatkan angka peak viewers diatas 1 juta.

Mengutip Liquidpedia, FFLA hanya menyajikan tayangan bahasa Spanyol saja. Karenanya penonton tentu saja terpusat kepada tayangan berbahasa Spanyol saja tanpa ada pembanding lainnya.

*Disclosure: Esports Charts adalah Partner dari Hybrid.co.id.

OPPO Sponsori MPL Filipina, BBC Bakal Siarkan Turnamen FIFA 21 Eropa

Ada beberapa kabar menarik di dunia esports pada minggu lalu, baik di tingkat nasional, regional, ataupun internasional. Di tingkat global, Facebook Gaming mengumumkan bahwa mereka akan kerja sama dengan komunitas untuk mengadakan kompetisi esports online. Sementara itu, level lokal, klub sepak bola Dewa United mengumumkan bahwa mereka akan punya divisi esports dan menyelenggarakan turnamen esports untuk penyandang disabilitas.

OPPO Jadi Sponsor dari MPL Filipina

OPPO memasuki dunia esports pada 2019 dengan mensponsori turnamen League of Legends. Sekarang, mereka turut mendukung scene mobile esports. Minggu lalu, mereka mengumumkan bahwa mereka akan menjadi sponsor resmi dari Mobile Legends: Bang Bang Professional League di Filipina. Selain itu, mereka juga mendukung 2021 League of Legends: Wild Rift SEA Icon Series, khusus untuk turnamen di Filipina. Dengan menjadi sponsor dari turnamen Mobile Legends dan Wild Rift, OPPO berencana untuk mengukuhkan posisi mereka di dunia esports dan gaming di Filipina.

Gaming adalah salah satu hiburan utama bagi konsumen muda di Filipina. Sebanyak 74% dari netizen Filipina bermain mobile game,” kata Raymond Xia, OPPO Philippines Marketing Director, seperti dikutip dari Inquirer. “OPPO berkomitmen untuk mendukung industri esports dengan menyediakan platform gaming dan smartphone terbaik, baik untuk gamer profesional dan amatir.”

BBC Bakal Siarkan Kompetisi FIFA 21

BBC mengumumkan kerja sama mereka dengan EA Esports. Dengan ini, BBC akan menyiarkan FIFA 21 Global Series European Regional Qualifiers di semua platform mereka. Kompetisi European Regional Qualifiers dan Playoffs tak hanya akan disiarkan di BBC iPlayer, tapi juga aplikasi dan situs BBC Sport.

BBC akan tampilkan konten turnamen FIFA 21 Eropa.
BBC akan tampilkan konten turnamen FIFA 21 Eropa.

BBC iPlayer akan menampilkan siaran langsung dari setiap pertandingan. Setiap harinya, mereka akan menyiarkan konten esports FIFA selama hingga 8 jam. Meskipun begitu, kompetisi FIFA 21 itu juga akan tetap disiarkan di channel YouTube dan Twitch dari EA SPORTS FIFA, lapor Esports Insider.

Klub Sepak Bola Dewa United Punya Divisi Esports

Martapura FC resmi mengganti namanya menjadi Dewa United. Klub sepak bola yang berlaga di Liga 2 itu juga mengungkap, mereka akan aktif di dunia esports. Mereka memperkenalkan divisi esports mereka, yang dinamai Dewa United Esports, pada 18 Februari 2021.

Tak hanya itu, Dewa United juga akan menyelenggarakan turnamen Battle of Gods. Untuk itu, mereka mengajak komunitas disabilitas untuk bekerja sama. Untuk mensosialisasikan turnamen esports ini, mereka telah mengunjung beberapa komunitas disabilitas, seperti Yayasan Pembina Anak Cacat (YPAC), SLB Tunas Bangsa, dan YKDW Karawaci, menurut laporan Antara.

Facebook Gaming Bakal Kerja Sama dengan Komunitas

Facebook Gaming mengumumkan, mereka akan bekerja sama dengan komunitas seperti Real Time Strategies dan Community Gaming New York untuk menyelenggarakan lebih dari 90 kompetisi esports online. Kompetisi itu akan bisa diikuti oleh masyarakat umum. Setiap kompetisi menawarkan total hadiah sebesar US$1 ribu. Total hadiah ini dianggap cukup besar untuk menarik gamer amatir, tapi tidak cukup besar sehingga membuat para gamer profesional tertarik untuk ikut, menurut VentureBeat.

Facebook Gaming akan bekerja sama dengan komunitas untuk adakan turnamen esports bagi gamer amatir.
Facebook Gaming akan bekerja sama dengan komunitas untuk adakan turnamen esports bagi gamer amatir.

T1 dan Nike Perkenalkan Koleksi Pakaian Baru

T1 Entertainment & Sports bekerja sama dengan Nike untuk merilis koleksi pakaian T1 x Nike Spring 2021. Koleksi pakaian ini terdiri dari jersey, jaket, celana, dan kaos dari T1. T1 mengklaim, koleksi pakaian mereka tidak hanya nyaman untuk dikenakan tapi juga tahan lama. Sementara itu, Nike menyebutkan, mereka ingin membuat pakaian yang nyaman untuk para atlet, baik atlet olahraga tradisional maupun esports.Harapannya, para atlet akan bisa fokus untuk meningkatkan performa mereka, lapor Inven Global.