East Venture Leads Series A Funding for the Healthtech Startup “Smarter Health”

Smarter Health announced a series A funding worth of S$ 5.15 million (approximately 54 billion Rupiah) led by East Ventures. The fresh moeny will be used for product development and market expansion in Southeast Asia. Also participated in this round some strategic investors, such as Orbit Malaysia, Citrine Capital, HMI Group, and EMTEK.

The Smarter Health platform facilitates secure exchange of data between insurance companies, healthcare providers and patients. This enables the use of data to guide patient decision making, and increases the accuracy and speed of claims. Future developments will drive greater operational efficiency, effectiveness, and enhance customer security.

After the promising traction in Singapore, Malaysia, Indonesia, Smarter Health is looking to further enhance and expand its market and series of solutions.

“We are excited to partner with East Ventures and other strategic investors to realize our vision of being an ‘Easy to Access, Affordable and Accountable’ healthcare service. We look forward to collaborating with more insurance companies, healthcare providers, and doctors to achieve this vision,” Smarter Health’s CEO Liaw Yit Ming said in an official statement, Monday (3/1).

East Ventures’ Co-Founder & Managing Partner, Willson Cuaca added, “The Covid-19 pandemic has forced insurance companies and healthcare providers to reconsider and restructure their operations strategies by accelerating digital transformation. Smarter Health is here to make healthcare more accessible, affordable and accountable by providing an AI-operable platform.

“We are excited to support Smarter Health in resolving inefficiencies in the health care process between stakeholders in the health ecosystem,” Willson added.

One of Smarter Health’s solutions in Indonesia is the Second Medical Opinion service, which allows patients to get a complete overview of their medical condition from a collaborative network of specialist doctors carefully curated by Smarther Health.

These specialist doctors come from Singapore and have different medical specialties and disciplines. They practice in major private hospitals such as Elizabeth Novena Hospital, Mount Elizabeth Hospital, Gleneagles Hospital and others for a flat rate of S$250.

Indonesian patients will be scheduled for a 20-minute teleconsultation session and receive a written medical report from the selected specialist within five working days after the consultation session.

Digital transformation for health industry is currently on the spot

The Ministry of Health publishes a roadmap contained in the blueprint of the Indonesian health sector transformation and digitization for 2021-2024. There are three priority agendas for the Ministry, integration and development of data systems, service applications, and ecosystems in the field of health technology (healthtech).

Apart from the right momentum due to the Covid-19 pandemic, the roadmapis haunted by a number of big challenges. It includes the data system and the unbalanced ratio of the number of health workers and room capacity to the total population.

Currently, there are hundreds of applications which data management still based on individual information. In the government, there are more than 400 applications in the health sector, and this number does not include the regional level. This is yet to mention the medical records of 270 million Indonesians, which are yet to be fully digital.

Meanwhile, the current Ministry of Health noted that the ratio of doctors reached 03.8 per 1,000 population, while the ratio of hospital beds was around 1.2 per 1,000 population in Indonesia.

“We have seen how the Covid-19 pandemic has had a significant impact on various things, including changing the way people consult. We must start this transformation and focus on developing platforms and implementing collaborative initiatives with stakeholders. We expect to create a healthy Indonesia and create integrated health platforms,” the Chief Digital Transformation Office of the Ministry of Health, Setiaji said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

East Ventures Pimpin Pendanaan Seri A Startup Healthtech “Smarter Health”

Smarter Health mengumumkan telah memperoleh pendanaan seri A senilai S$ 5,15 juta (sekitar 54 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh East Ventures. Dana segar akan dimanfaatkan untuk pengembangan produk dan perluasan pasar di Asia Tenggara. Putaran ini turut diikuti oleh jajaran investor strategis lainnya, seperti Orbit Malaysia, Citrine Capital, HMI Group, dan EMTEK.

Platform Smarter Health memfasilitasi pertukaran data yang aman antara perusahaan asuransi, penyedia layanan kesehatan, dan pasien. Hal ini memungkinkan penggunaan data untuk memandu pengambilan keputusan bagi pasien, serta meningkatkan akurasi dan kecepatan pemrosesan klaim. Perkembangan masa depan akan mendorong efisiensi operasional yang lebih besar, efektif, dan meningkatkan pengamanan pelanggan.

Setelah mencapai traksi yang menjanjikan di Singapura, Malaysia, Indonesia, Smarter Health ingin lebih meningkatkan dan memperluas pasar dan rangkaian solusi.

“Kami sangat senang dapat bermitra dengan East Ventures dan investor strategis lainnya untuk mewujudkan visi kami menjadi layanan kesehatan ‘Mudah diakses, Terjangkau, dan Akuntabel’. Kami berharap dapat berkolaborasi dengan lebih banyak perusahaan asuransi, penyedia layanan kesehatan, dan dokter untuk mencapai visi ini,” kata CEO Smarter Health Liaw Yit Ming dalam keterangan resmi, Senin (3/1).

Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menambahkan, pandemi Covid-19 telah memaksa perusahaan asuransi dan penyedia layanan kesehatan untuk mempertimbangkan dan menyusun ulang strategi operasi mereka dengan mempercepat transformasi digital. Smarter Health hadir untuk membuat kesehatan dapat diakses, terjangkau, dan akuntabel dengan menyediakan platform yang dapat dioperasikan dengan AI.

“Kami sangat antusias untuk mendukung Smarter Health dalam menyelesaikan inefisiensi proses pelayanan kesehatan antara pemangku kepentingan di ekosistem kesehatan,” ucap Willson.

Salah satu solusi Smarter Health yang bisa diakses di Indonesia adalah layanan Pendapat Medis Kedua (Second Medical Opinion), yang memungkinkan pasien mendapatkan tinjauan lengkap tentang kondisi medis mereka dari jaringan kolaboratif dokter spesialis yang dikuratori oleh Smarther Health dengan cermat.

Para dokter spesialis ini berasal dari Singapura dan memiliki spesialisasi dan disiplin ilmu medis berbeda-beda. Mereka berpraktik di rumah sakit swasta utama seperti Rumah Sakit Elizabeth Novena, Rumah Sakit Mount Elizabeth, Rumah Sakit Gleneagles, dan lainnya dengan biaya tetap sebesar S$250.

Pasien Indonesia akan dijadwalkan untuk sesi telekonsultasi selama 20 menit dan menerima laporan medis tertulis dari dokter spesialis terpilih dalam waktu lima hari kerja setelah sesi konsultasi.

Transformasi digital industri kesehatan tengah jadi perhatian

Kementerian Kesehatan menerbitkan peta jalan yang tertuang dalam cetak biru (blueprint) transformasi dan digitalisasi sektor kesehatan Indonesia pada periode 2021-2024. Ada tiga agenda utama yang menjadi prioritas Kementerian, yaitu integrasi dan pengembangan pada sistem data, aplikasi pelayanan, dan ekosistem di bidang teknologi kesehatan (healthtech).

Alasan peluncuran roadmap ini, selain mendapat momentum yang tepat karena pandemi Covid-19, dihantui oleh sejumlah tantangan besar. Di antaranya, tantangan pada sistem data serta tidak seimbangnya rasio jumlah tenaga kesehatan dan kapasitas kamar dengan jumlah penduduk.

Saat ini, terdapat ratusan aplikasi Saat ini, terdapat ratusan aplikasi yang pengelolaan datanya masih berbasis informasi individu. Di pemerintahan, ada lebih dari 400 aplikasi di bidang kesehatan, dan jumlah ini belum termasuk di tingkat daerah. Ini belum lagi bicara rekam medis milik 270 juta penduduk Indonesia yang belum sepenuhnya berbasis digital.

Sementara itu, Kementerian Kesehatan 2020 mencatat rasio dokter mencapai 03,8 per 1.000 populasi, sedangkan rasio tempat tidur RS berkisar 1,2 per 1.000 populasi di Indonesia.

“Kita telah melihat bagaimana pandemi Covid-19 berdampak signifikan pada berbagai hal, termasuk mengubah cara masyarakat berkonsultasi. Kami harus mulai transformasi ini dan fokus pada pengembangan platform serta pelaksanaan insiatif yang kolaboratif dengan para pemangku kepentingan. Kami harap bisa wujudkan Indonesia sehat dan membuat platform kesehatan terintegrasi,” papar Chief Digital Transformation Office Kementerian Kesehatan Setiaji.