Payment Startup Durianpay Secures 28 Billion Rupiah Funding Led by Surge

Payment solutions startup Durianpay announced $2 million (over 28 billion Rupiah) funding led by Surge from Sequoia Capital India. Also participated in this round AC Ventures, Kenangan Fund, and a series of angel investors. They are including Ankiti Bose (Zilingo), Ankit Jain, Harshet Lunani (Qoala), Joe Wadakethalakal (ex-Brilio), Reynold Wijaya (Modalku), Sai Srinivas (MPL), and Tanay Tayal (Moonfrog).

Durianpay is to channel the fresh funds to develop more solutions and deepen its business penetration to reach more users.

Durianpay is a one-stop payment provider that enables businesses to grow and thrive through a one-stop solution for seamless checkout, APIs and modern dashboards that are easy to integrate. This startup was founded by Antara Sara Mathai, Kumar Puspesh, and Natasha Ardiani in September 2020 in Jakarta.

The three have deep backgrounds in the fintech industry. Mathai used to lead the product team at Citrus Pay and OnlinePajak. While Puspesh was previously the founder of Moonfrog, an India based game development company. Also, Natasha has experience leading ShopeePay, Shopee PayLater, and OVO’s loan and collection business.

“Durianpay offers a one-stop solution for businesses in the region to better manage its payment processes. We built our payment products and solutions with both business and developer comprehension, with a vision to modernize payments by providing a secure and customizable next-generation product experience,” Durianpay’s Co-Founder Natasha Ardiani said in an official statement, Thursday (12/8).

The increasing e-commerce transaction

This service was initiated as the recent significant increase of e-commerce transactions in the Southeast Asia region. However, it is not followed by the development of payment solutions, especially in Indonesia, which is still fragmented, manual, and yet to be optimal.

It causes a high drop off rate at checkout, verification and reconciliation processes for merchants that are still using manual system, prone to errors, and fraud.

The founders saw a significant opportunity for businesses of all sizes to benefit from an easy-to-operate, fully integrated and whole payment system. Durianpay as a payment aggregator works with several payment gateways and fund transfer providers to build solutions for various types of businesses.

For example, automatic reconciliation features, instant payment links, promos, and other features that aim to optimize transactions between sellers and buyers. Through a single integration, Durianpay offers businesses and developers access to a wider range of payment options, a codeless interface, therefore, businesses can create workflows that deploy automatic payment infrastructure.

Checkouts and payments are now fully customizable directly by merchants. Using this solution, businesses have the ability to change its payment infrastructure without external intervention. This includes the ability to connect third-party solutions for fraud detection, KYC, CRM, business intelligence directly into the system without additional burden on product, finance or tech teams.

Since the launching, Durianpay has been adopted by more than 15 businesses in Indonesia by leveraging innovations such as split payments and multi-branch settlement. Kopi Kenangan, Alta School, and Chilibeli are some companies that using Durianpay solution.

Durianpay is part of Surge’s fifth cohort, consisting of 23 companies with developed state-of-the-art digital solutions that help companies and individuals in the Southeast Asia region. The company has headquarters in Singapore and Indonesia.

In the cohort, apart from Durianpay, participated also two other local companies. Those are Rara Delivery (revolutionary instant delivery for e-commerce brands) and Bukugaji/Vara (easy staff management platform for MSMEs in Southeast Asia).

Digital payment potential

One of the factors that forces businesses to adopt a system similar to Durianpay is the high adoption of digital payment services in the community. It is mostly to fulfill the daily needs, not a few people, especially in urban areas, are using digital wallets through their smart phones.

Based on data, the adoption of electronic applications in Indonesia also continues to increase from year to year – both in terms of adopters and the value of the transactions generated.

The increasing adoption of digital payments in Indonesia / Source: The Asian Banker

In terms of this potential, the fintech payment platform also continues to sharpen its products. Aside from Durianpay, other payment provider platforms have also been available in Indonesia. From Midtrans, which is now listed unde Gojek’s financial group, also Xendit, Doku, Xfers (Fazz Financial Group), Faspay, and others.

Midtrans has recently introduced a Payment Link product to accommodate social commerce players to process digital payments by sharing a special link. Unlike the previous models which had to integrate APIs, users simply created a unique link to accommodate each payment.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup Pembayaran Durianpay Kantongi Dana 28 Miliar Rupiah Dipimpin Surge

Startup solusi pembayaran Durianpay mengumumkan pendanaan sebesar $2 juta (lebih dari 28 miliar Rupiah) dipimpin oleh Surge dari Sequoia Capital India. Turut andil dalam putaran tersebut AC Ventures, Kenangan Fund, serta angel investor terkemuka lainnya. Jajaran angel investor tersebut, di antaranya Ankiti Bose (Zilingo), Ankit Jain, Harshet Lunani (Qoala), Joe Wadakethalakal (ex-Brilio), Reynold Wijaya (Modalku), Sai Srinivas (MPL), dan Tanay Tayal (Moonfrog).

Dana segar akan dimanfaatkan Durianpay untuk mengembangkan lebih banyak solusi dan perdalam penetrasi bisnisnya agar diterima lebih banyak pengguna.

Durianpay adalah penyedia pembayaran menyeluruh yang memungkinkan berbagai usaha untuk tumbuh dan berkembang melalui solusi satu atap untuk proses checkout tanpa kendala, API, dan dasbor modern yang mudah terintegrasi. Startup ini didirikan oleh Antara Sara Mathai, Kumar Puspesh, dan Natasha Ardiani pada September 2020 di Jakarta.

Latar belakang ketiganya sudah lama berkecimpung di industri fintech. Mathai pernah memimpin tim produk di Citrus Pay dan OnlinePajak. Sementara Puspesh sebelumnya adalah pendiri Moonfrog, salah satu perusahaan pengembang game dari India. Serta, Natasha yang pernah memimpin ShopeePay, Shopee PayLater, dan bisnis pinjaman dan penagihan di OVO.

“Durianpay menawarkan solusi satu atap bagi beragam jenis usaha di kawasan untuk mengelola proses pembayaran mereka secara lebih baik. Kami membangun produk dan solusi pembayaran kami dengan mempertimbangkan aspek bisnis dan pengembang, dengan visi untuk memodernisasi pembayaran dengan menyediakan pengalaman produk generasi terbaru yang aman dan mudah disesuaikan,” terang Co-Founder Durianpay Natasha Ardiani dalam keterangan resmi, Kamis (12/8).

Ditengarai peningkatan transaksi e-commerce

Layanan tersebut juga hadir karena di regional Asia Tenggara telah terjadi peningkatan volume transaksi e-commerce yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Akan tetapi peningkatan tersebut tidak dibarengi dengan perkembangan solusi pembayaran khususnya di Indonesia yang masih terfragmentasi, manual, dan belum optimal.

Hal inilah yang menyebabkan tingkat drop off yang tinggi pada saat checkout pembayaran, proses verifikasi dan rekonsiliasi bagi merchant yang masih manual, rawannya kesalahan, serta penipuan.

Para founder melihat peluang yang signifikan untuk semua usaha dari berbagai skala mendapatkan keuntungan dari sistem pembayaran yang mudah dioperasikan, utuh, dan terintegrasi secara penuh. Durianpay sebagai agregator pembayaran bekerja sama dengan beberapa payment gateway dan penyelenggara transfer dana untuk membangun solusi-solusi yang dibutuhkan beragam jenis usaha.

Misalnya, fitur rekonsiliasi otomatis, link pembayaran instan, promo, dan fitur lainnya yang bertujuan untuk mengoptimalkan transaksi antara penjual dan pembeli. Melalui integrasi tunggal, Durianpay menawarkan bisnis dan developers akses ke pilihan pembayaran yang lebih luas, interface tanpa kode sehingga bisnis dapat membuat alur kerja yang menempatkan infrastruktur pembayaran secara otomatis.

Checkout dan pembayaran kini sepenuhnya dapat disesuaikan secara langsung oleh merchant. Dengan solusi ini, berbagai bisnis memiliki kemampuan untuk mengubah infrastruktur pembayaran mereka tanpa memerlukan intervensi dari pihak eksternal. Hal ini mencakup kemampuan untuk menghubungkan solusi pihak ketiga untuk pendeteksian penipuan, KYC, CRM, business intelligence secara langsung ke dalam sistem tanpa menimbulkan beban tambahan pada tim produk, keuangan, atau teknologi.

Sejak diluncurkan, Durianpay telah diadopsi oleh lebih dari 15 usaha di Indonesia dengan memanfaatkan inovasi seperti pembayaran terpisah dan penyelesaian multi-cabang. Kopi Kenangan, Alta School, dan Chilibeli adalah sejumlah pengguna solusi Durianpay.

Durianpay termasuk bagian dari kohort kelima Surge, yang terdiri dari 23 perusahaan yang telah mengembangkan solusi digital terkini yang membantu perusahaan dan individu di kawasan Asia Tenggara. Perusahaan memiliki kantor pusat di Singapura dan Indonesia.

Dalam kohort tersebut, selain Durianpay, terdapat dua perusahaan lokal lainnya yang lolos sebagai peserta. Mereka adalah Rara Delivery (pengiriman instan revolusioner untuk brand e-commerce) dan Bukugaji/Vara (platform manajemen staf yang mudah untuk UMKM di Asia Tenggara).

Potensi pembayaran digital

Salah satu faktor yang memaksa bisnis harus mengadopsi sistem serupa Durianpay karena tingginya adopsi layanan pembayaran digital di masyarakat. Khususnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, saat ini tak sedikit masyarakat terutama di perkotaan yang lebih memanfaatkan dompet digital melalui ponsel pintarnya.

Menurut data, adopsi aplikasi yang elektronik di Indonesia juga terus meningkat dari tahun ke tahun — baik dari sisi pengadopsi maupun nilai transaksi yang dihasilkan.

Kenaikan adopsi pembayaran digital Indonesia / Sumber : The Asian Banker

Melihat potensi ini, platform fintech pembayaran juga terus menajamkan produk-produknya. Selain Durianpay, di Indonesia juga sudah terlebih dulu hadir platform penyedia pembayaran lainnya. Mulai dari Midtrans yang sudah menjadi keluarga grup finansial Gojek, kemudian ada Xendit, Doku, Xfers (Fazz Financial Group), Faspay, dan lain-lain.

Midtrans juga belum lama ini menghadirkan produk Payment Link untuk memudahkan pelaku social commerce memproses pembayaran digital dengan membagikan tautan khusus. Tidak seperti model sebelumnya yang harus mengintegrasikan API, pengguna cukup membuat sebuah tautan unik untuk mengakomodasi setiap pembayaran.

Verifone Resmikan Kantor Baru dan Strateginya Berbisnis di Indonesia

Perusahaan teknologi pembayaran elektronik asal California, Verifone, meresmikan kehadirannya di Indonesia dengan menunjuk Irni Palar sebagai General Manager Verifone Indonesia. Irni sebelumnya pernah bekerja untuk MasterCard sebagai Direktur & Country Manager MasterCard Indonesia.

Verifone memandang Indonesia sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan terbesar dan tercepat dalam pembayaran. Tak hanya itu, Verifone ingin ikut terlibat dengan mitra lokal sebagai pihak acquirer untuk membangun industri pembayaran elektronik jadi lebih efisien.

“Dengan tim lokal, kami ingin mengembangkan komitmen Verifone dalam inovasi pembayaran dan memperkuat kemitraan lokal guna mendukung upaya negara membangun perekonomian non tunai yang fleksibel dan aman,” ujar Irni, Rabu (7/12).

Verifone merupakan perusahaan penyedia perangkat Point Of Sales (POS) atau lebih familiar dengan istilah Electronic Data Capture (EDC), resmi beroperasi sejak 30 tahun silam. Per tahun lalu, jumlah pendapatan Verifone secara global mencapai $2 miliar dengan total transaksi yang diproses 5,4 miliar transaksi. Telah resmi buka kantor di 42 negara dengan jumlah karyawan 5.700 dan lebih dari 150 negara sudah jadi mitra.

Sebagai gambaran (dikutip dari Lafferty Report 2015), jumlah mesin EDC yang beredar di Indonesia mencapai 1,05 juta unit, secara persentase perkiraan kenaikannya sebesar 25% secara year-on-year (YOY). Ada dua bank yang menjadi pemilik terbesar EDC yakni BCA dengan porsi 37% sementara Bank Mandiri sebesar 33%. Sisanya, BNI, BRI, dan lainnya.

Dari segi transaksi totalnya mencapai 313 miliar transaksi, porsi transaksi yang disumbangkan dari EDC milik BCA mencapai 37% dan Bank Mandiri sebesar 23%. Sementara dari segi volume transaksi totalnya mencapai Rp 25,98 miliar, dengan porsi dari BCA mencapai 36% dan Bank Mandiri sebesar 22%.

Kendati demikian, sambung Irni, dari hasil survei tersebut memperlihatkan adanya perbandingan hanya 1000 orang yang melihat 4,5 unit EDC bersebaran. Di samping itu, ada tiga tantangan yang masih menghantui pihak acquirer.

Pertama, merchant memiliki kecenderungan untuk bermitra dengan lebih dari satu acquirer sehingga rata-rata mereka memiliki lebih dari satu mesin EDC. Kedua, beberapa pihak acquirer telah menurunkan Merchant Discount Rate (MDR) dan silang subsidi dengan produk perbankan.

Terakhir, akibat menurunnya MDR menyebabkan margin yang didapat acquirer makin tipis. Pasalnya ada biaya Domestic Interchange yang diterapkan pihak penerbit kartu kredit sebesar 1,65%, sementara rata-rata MDR adalah 2,5%. Sehingga margin yang didapat pihak acquirer sebesar 0,85%.

“Artinya, masih ada potensi yang sangat luas untuk segmen pasar ini. Kami paham dengan pasar Indonesia dan ada teknologi yang tepat untuk diajak kerja sama dengan acquire supaya mereka lebih cepat untuk memperluas transaksi elektronik.”

Siap distribusikan mesin mPOS tahun depan

Saat ini, pangsa pasar Verifone di Tanah Air baru mencapai 30%. Kompetitor utama perusahaan adalah Ingenico, berbasis di Perancis yang telah lebih dahulu beroperasi di Indonesia. Pangsa pasar mereka diklaim mencapai 60%.

Untuk memperkuat pangsa pasarnya di Indonesia, rencananya tahun depan Verifone Indonesia akan memperkenalkan mesin EDC terbarunya yakni mPOS, diklaim sangat cocok untuk kondisi pembayaran elektronik di Indonesia. Irni bilang, dari segi harga lebih kompetitif dengan teknologi terkini dan mesin yang andal. Cocok untuk segmen pengguna UKM, logistik, dan layanan e-commerce.

Verifone juga siap menawarkan terobosan baru untuk fasilitas monitoring EDC. Ada kontrol unit yang diberikan oleh Verifone kepada bank untuk melacak kondisi mesin secara real time, sehingga tidak harus menunggu ada laporan dari pihak merchant.

“Harga satu mesin EDC memang tidak seberapa karena harga yang terus tergerus karena depresiasi. Tapi, biaya maintenance EDC-nya yang makin lama terus naik karena dipengaruhi oleh harga BBM dan Upah Minimum Regional (UMR). Makanya, penyebaran EDC belum begitu masif.”

Lagipula, sambung Irni, sudah ada model bisnis untuk penggunaan mPOS yang cukup tepat diterapkan oleh bank dan pemerintah. Salah satunya, untuk agen asuransi yang beredar di kota-kota terpencil di Indonesia dan bundling mPOS untuk setiap rekening bank yang dipergunakan oleh pengusaha UKM.

Sudah ada sejumlah kerja sama dengan perbankan dan operator telekomunikasi yang siap dilaksanakan oleh Verifone Indonesia. Beberapa bank yang mulai melirik potensi dari mPOS dengan Verifone adalah Bank CIMB Niaga, BNI, dan Bank Mandiri. Sementara untuk operator telekomunikasi yakni dengan Telkomsel dalam kaitannya pengembangan penggunaan T-Cash.

“Dengan operator telekomunikasi sudah MoU, targetnya mereka ingin distribusi 40 ribu sampai 50 ribu unit mPOS ke seluruh Indonesia. Ini masih tes trial mereka, tahun depan diharapkan sudah mulai jalan.”

Pihak Verifone Indonesia menargetkan produk mPOS-nya dapat tersebar sebanyak 100 ribu unit pada tahun depan.

Rakuten Belanja Online to Offer Financial Services

Japanese e-commerce titan Rakuten, and its Indonesian subsidiary Rakuten Belanja Online (RBO), plans to introduce payment solution in Indonesia. Diversification in financial service is a natural thing to do (for Rakuten) as in its home country it offers broad range of financial services, from credit card payment to online brokerage and life insurance.

Continue reading Rakuten Belanja Online to Offer Financial Services