Google dan Bing Akan Persulit Pencarian Situs Konten Bajakan

Perang melawan pembajakan seakan tidak ada ujungnya. Sejumlah situs torrent memang sudah berhasil diringkus, akan tetapi yang lain, termasuk halnya situs streaming ilegal, masih sangat mudah ditemukan di hasil pencarian Google. Ke depannya, situasinya mungkin akan sedikit berubah.

Belum lama ini, Google dan Bing telah menandatangani kesepakatan baru untuk mencegah pengguna internet mengunjungi situs-situs penyedia konten ilegal, berdasarkan hasil diskusinya dengan Intellectual Property Office di Inggris beserta sejumlah badan lainnya.

Dampak dari kesepakatan ini adalah, situs-situs penyedia konten bajakan tersebut akan lebih sulit ditemukan di Google maupun Bing. Kalau sebelum ini situs-situs tersebut akan muncul di halaman pertama hasil pencarian, nantinya Google dan Bing akan ‘menendang’ mereka lebih jauh, dan posisinya akan digantikan oleh situs-situs yang memang menyediakan konten terkait secara legal.

Tidak hanya demi kebaikan pemegang lisensi sekaligus kreator konten itu sendiri, keputusan ini juga diambil dengan alasan untuk melindungi keamanan pengguna di dunia digital. Seperti yang kita tahu, tidak sedikit situs-situs bajakan yang memang menjadi penyebar virus, malware, scam dan lain sebagainya.

Perlu dicatat, regulasi baru ini hanya berlaku di Inggris saja, dan rencananya akan dilaksanakan mulai musim panas mendatang. Kendati demikian, tentu saja masih ada kemungkinan Google dan Bing untuk melakukan hal yang sama di kawasan lain – kalau di Inggris bisa, kenapa negara lain tidak?

Sumber: Guardian. Gambar header: Pexels.

Apakah Pemblokiran Efektif Memerangi Pembajakan?

Beberapa waktu lalu, melalui Satgas Anti-Pembajakan yang pernah diinisiasi, Bekraf (Badan Ekonomi Kreatif) mengumumkan telah menutup puluhan situs online yang menyebarkan karya musik dan film digital bajakan. Mungkin langkah semacam ini bukan hal baru yang pernah kita dengar. Sebelumnya pemerintah melalui badan lainnya juga sering melakukan perang konten negatif dengan cara yang sama. Hasilnya terlihat booming sesaat, namun tak signifikan mengubah. Mati satu, tumbuh seribu.

Muncul sebuah pertanyaan, “apakah proses pemblokiran adalah langkah tepat di tengah lautan digital Indonesia yang makin terfragmentasi?”.

Menurut Ketua Satgas Anti-Pembajakan Bekraf Ari Juliano Gema, pemblokiran dinilai efektif menurunkan arus pengguna, meskipun selalu ada cara untuk mengakali, misalnya dengan mengganti nama domain. Selain itu langkah penutupan situs ini juga dilakukan untuk mengurangi periklanan judi dan pornografi yang biasa dipakai situs film dan musik bajakan.

“Dengan hancurnya traffic, iklan tidak mau datang. Situs ilegal itu pasti kesulitan bertahan karena mereka butuh server yang biayanya tidak murah,” ungkap Ari seperti dikutip dari BeritaSatu.

Layanan streaming belum mendominasi, tapi ada potensi tinggi di dalamnya

Sebagai representasi pemerintah untuk membereskan kasus di industri kreatif, Bekraf sudah menawarkan beberapa alternatif untuk suksesi industri ini. Sebut saja rencana pengembangan Gempita, sebuah paket komplit yang menyajikan kepada industri musik keperluan pemasaran, perlindungan HAKI hingga penyampaian produk ke konsumen. Layanan yang dinilai akan mirip Spotify tersebut (di sisi konsumen) dilansir lantaran tren pengguna sudah mulai ke sana.

Dalam sebuah survei tentang penikmat musik di Indonesia, DailySocial mengemukakan sebuah fakta bahwa tren ini masih belum menyeluruh. Tercatat hanya 29,54 persen dari responden survei yang mendengarkan musik melalui layanan streaming, sedangkan 70,46% sisanya masih memilih jalur offline. Namun menariknya lebih dari separuh responden mengatakan memiliki kemauan untuk segera beralih ke layanan musik streaming yang saat ini sudah mulai ramai di pasaran.

Model streaming adalah salah satu yang bisa dioptimalkan untuk penyampaian karya digital ke tangan konsumen dengan cara yang legal. Cara lain pun masih banyak yang bisa dioptimalkan, misalnya dengan memberikan ruang penjualan yang lebih luas dan edukasi dini tentang HAKI. Di lapangan sangat banyak orang yang sebenarnya tidak sadar, bahwa apa yang mereka konsumsi (karya digital) adalah sesuatu yang tidak legal. Carut-marut konten di internet membuatnya kadang sulit dibedakan oleh masyarakat awam.

Membatasi yang ilegal, menyuburkan yang legal

Kami pun coba meminta pendapat dari pelaku di industri musik sekaligus digital di Indonesia saat ini, terkait dengan langkah antisipasi yang pas untuk melindungi bisnis tersebut.

“Aksi anti pembajakan oleh Bekraf is politically necessary. Efektivitas nomor dua. Bayangkan, aksi anti pembajakan itu kayak satpam dan metal detector di mall. It acts as a deterrence rather than actual enforcement or prevention,” ujar Ario Tamat, salah satu profesional di bidang entertainment dan digital.

Jika dilihat dari satu sisi, aksi pemblokiran ini akan terlihat efektif. Memburu sumber konten pembajakan dan menghentikannya bisa menjadi cara yang pas dengan tujuan dan strategi yang jelas.

“Pokoknya hidup pembajak dibuat sesusah mungkin, begitu sih kata Bekraf. Kalau objektifnya ini sih saya setuju. Gempita, TELMI, tidak cukup. Harus bisa membuka jalan untuk pengusaha creative economy dengan membuat solusi-solusi bagi industri musik dan film juga. Buka peluang bisnis sebesar-besarnya untuk bisa bersaing di pasar, jangan cuma memikirkan inisiatif level nasional.” lanjut Ario.

Nyatanya pembajakan seperti sebuah virus yang sudah bertahun-tahun dihadapi tapi tak pernah punah.

“Pembajakan sih tidak akan hilang, tapi untuk mereka beroperasinya saja yang dipersulit. Dengan dukungan yang sesuai untuk alternatif pilihan layanan dan metode distribusi musik lain, baru jalan. Harus jalan bareng,” pungkas Ario.

Pembajakan Bukan untuk Dihancurkan, Lawanlah dengan Akses Legal yang Lebih Luas

Penikmat karya yang terus terfragmentasi perlu mendapatkan akses karya legal dengan mudah / Shutterstock

Beribu langkah terus digalakkan oleh berbagai pihak, mulai dari pelaku kreatif, industri kreatif hingga pemerintah untuk menyadarkan masyarakat tentang menghargai hak cipta karya intelektual. Baru-baru ini pemerintah melalui Badan Ekonomi Kreatif juga telah meresmikan Satgas Pengaduan Pembajakan. Lalu sebenarnya apa yang melatarbelakangi gelombang pembajakan karya digital di Indonesia? Continue reading Pembajakan Bukan untuk Dihancurkan, Lawanlah dengan Akses Legal yang Lebih Luas

Laporan Kasus Pembajakan Sering Mangkrak, Bekraf Dirikan Satgas Pengaduan Pembajakan

Pembajakan di Indonesia begitu masif, hanya belum tertangai secara serius / Shutterstock

Salah satu hal yang kini terus diupayakan oleh Badan Ekonomi Kreatif untuk melindungi produk kreatif dalam negeri ialah meminimalisir pembajakan. Dinilai langkah persuasif yang selama ini dilakukan, dengan mengadukan ke polisi, seringkali tak berkabar. Berusaha menanggulangi hal tersebut, Bekraf menginisiasi Satuan Tugas Penanganan Pengaduan Pembajakan Karya Musik dan Film. Continue reading Laporan Kasus Pembajakan Sering Mangkrak, Bekraf Dirikan Satgas Pengaduan Pembajakan

Triawan Munaf: Belajar Dari Korea Selatan Untuk Perangi Pembajakan Digital

Triawan Munaf kemukakan ide Alert System untuk Tekan Angka Download Ilegal / Shutterstock Tak bisa dipungkiri hadirnya teknologi di tengah-tengah masyarakat memberikan dampak yang sangat luas, tak terkecuali dampak negatif yang salah satunya adalah pembajakan. Di Indonesia sendiri kepedulian dan kepekaan terhadap pembajakan konten seperti gambar, musik, dan perangkat lunak tergolong rendah. Banyak dari masyarakat mengasumsikan bahwa semua hal yang ada di internet adalah sesuatu yang “gratis”. Memberikan solusi dari permasalahan tersebut, Triawan Munaf, Ketua Badan Ekonomi Kreatif mengemukakan gagasan untuk menekan angka pembajakan digital, yakni dengan cara memberikan sistem alert untuk konten-konten ilegal. Continue reading Triawan Munaf: Belajar Dari Korea Selatan Untuk Perangi Pembajakan Digital

Microsoft Perangi Pembajakan Windows Dengan Solusi Menarik

Pelanggaran hak cipta telah ada semenjak karya digital pertama kali dipasarkan, baik itu musik, film, hingga software. Beragam upaya telah dikerahkan demi menguranginya, sayang tanpa hasil memuaskan. Bagi developer serta pembuat sistem operasi veteran seperti Mircrosoft, pembajakan ialah masalah yang terus-menerus mereka hadapi, mungkin hingga akhir waktu. Continue reading Microsoft Perangi Pembajakan Windows Dengan Solusi Menarik

Cuma 5 Persen Pemain Monument Valley Android Yang Benar-Benar Membayar?

Masalah pelanggaran hak cipta sudah ada jauh sebelum karya digital pertama diciptakan. Namun dengan masuknya kita pada era serba digital, problema pembajakan menjadi kian kompleks. Ia tak hanya menimpa produk-produk dari produsen ternama, tapi juga karya tim-tim independen. Salah satunya ialah pencipta game puzzle mobile terbaik tahun lalu. Continue reading Cuma 5 Persen Pemain Monument Valley Android Yang Benar-Benar Membayar?

Pemenang Kontes Modern Combat 5 Membocorkan Game-nya Kepada Para Pembajak

Seberapa pun biaya dan tenaga yang publisher atau developer keluarkan, pembajakan adalah hal yang hampir tidak bisa dihilangkan. Dan sebuah kasus pembajakan kali ini menimpa game shooter mobile terbaru buatan Gameloft, yaitu Modern Combat 5: Blackout. Masalah ini sangat runyam karena menyangkut pemenang kontes yang dipilih sendiri oleh sang publisher. Continue reading Pemenang Kontes Modern Combat 5 Membocorkan Game-nya Kepada Para Pembajak

Lokasi Para Pembajak Football Manager 2013 Terdeteksi: 10 Juta Unduhan Ilegal

Dirilis tanggal 2 November tahun lalu, Football Manager 2013 adalah game yang cukup populer baik di kalangan gamer maupun para fans sepak bola. Begitu populernya, sang produser seri Football Manager Miles Jacobson menyebutkan sebuah data yang mengejutkan saat menjadi pembicara di London Games Conference 2013: Football Manager telah dibajak lebih dari 10 juta kali. Continue reading Lokasi Para Pembajak Football Manager 2013 Terdeteksi: 10 Juta Unduhan Ilegal

Game Buatan Pengembang Indonesia Dibajak?

Game buatan pengembang asal Indonesia berjudul Chase Burger diinformasikan dibajak atau di-porting tanpa izin oleh pengembang game lain. Game yang tersedia untuk platform Nokia ini kini muncul tanpa izin di Apple App Store.

Informasi ini datang dari akun Narenda Wicaksono, dari Tweet tersebut muncul informasi yang membandingkan dua game, yang satu buatan orang Indonesia (platform Nokia) dan yang satu lagi, kemungkinan dibuat oleh orang asia jika dilihat dari nama pengembangnya, tersedia di iOS. Yang menarik sekaligus menyedihkan ternyata game yang telah tersedia di iOS untuk diunduh adalah bajakan (atau di-porting tanpa izin) dari game yang dikembangkan pengembang asal Indonesia Elventales berjudul Chase Burger.

salah satu screenshot game asli hasil karya Elventales
screenshot versi bajakan di iOS

Pembaca bisa melihat dua game di masing-masing toko aplikasi ini dan menemukan bahwa asset (desain karakter serta elemen desain lainnya serta game play) serupa, bahwa sama persis. Perbedaannya hanya dari platform serta judul game yang diubah, dari Chase Burger menjadi Hungry Chase. Jika pembaca jeli, bahkan nama pengembang asli masih muncul di screenshot yang ada di iOS (lihat gambar di bawah ini).

screenshot versi bajakan di iOS

Chase Burger sendiri adalah game asli buatan Indonesia yang merupakan salah satu game pemenang dari acara Mobile Games Developer War 3, bulan Juni lalu. Elventales nama pengembang game ini berasal dari Surabaya. Game Chase Burger sendiri tersedia untuk pengguna Nokia S40 dan S60.

Informasi tentang proses porting tanpa izin ini juga muncul di Facebook Gruop GameDevID, dimana pengembangnya membagikan informasi tentang pembajakan ini ke rekan-rekan game developer lainnya.

Peristiwa yang menyedihkan dan tidak bertanggungjawab, ini juga bukan kali pertama game asal Indonesia dibajak oleh pengembang lain. Bulan Mei lalu, game buatan Toge Productions, Infectonator di-porting tanpa izin ke Android.

Sepertinya game palsu di iOS ini tidak akan bertahan lama, karena jika ada laporan dari pengembangnya, Apple sudah pasti akan menarik game dari pasaran.

Sumber: Narenda dan Facebook Group GameDevID