TomTom Dikabarkan Bakal Mundur dari Bisnis Wearable

Berawal di GPS, rivalitas Garmin dan TomTom berlanjut sampai ke ranah wearable dan action cam. Namun kalau kabar terbaru yang beredar akurat, TomTom bakal mundur dari pasar wearable dan action cam akibat angka penjualan yang kurang memuaskan.

Kabar ini bukanlah spekulasi, melainkan didapat langsung dari TomTom saat mengumumkan laporan finansialnya untuk kuartal kedua tahun 2017. Di situ CEO TomTom, Harold Goddijn, menyebutkan kalau pasar wearable ternyata tidak bisa memenuhi ekspektasi mereka, dan mereka pun memutuskan untuk berfokus pada bidang keahlian mereka selama ini, yaitu otomotif dan telematika.

Maka dari itu tidak mengejutkan seandainya dalam waktu dekat TomTom akan menutup divisi sport mereka yang mencakup kategori produk wearable dan action cam. Rencana ini semakin terdengar masuk akal setelah mengetahui fakta bahwa dalam beberapa bulan terakhir sejumlah sosok kunci di divisi wearable TomTom sudah minggat dari perusahaan, dan TomTom pun tidak berniat mencari pengganti-penggantinya.

Wareable turut melaporkan bahwa TomTom sudah membatalkan rencana untuk mengembangkan action cam Bandit 2 dikarenakan penjualan versi pertamanya tidak memuaskan. Saya pribadi sedih mendengarnya, apalagi mengingat debut perdana TomTom di ranah action cam ini diwarnai oleh fitur inovatif, yakni penyuntingan otomatis, yang pada akhirnya juga dicontoh oleh pabrikan lain.

Harapan tentunya masih ada meskipun kecil, terutama kalau ada pihak yang berniat mengakuisisi aset divisi sport milik TomTom. TomTom pun juga bukan satu-satunya nama besar yang dikabarkan berencana meninggalkan segmen wearable, Intel baru-baru ini juga dikabarkan berniat mengalihkan fokus divisi wearable-nya ke augmented reality.

Sumber: Wearable.

Orii Adalah Cincin Pintar yang Sanggup Mengubah Jari Anda Menjadi Ponsel

Anda yang gemar menonton film action ala James Bond pastinya tidak asing dengan adegan dimana sang lakon berkomunikasi dengan seseorang dengan meletakkan jari telunjuknya di telinga. Ini sejatinya sudah menjadi praktik umum dalam film yang mengisahkan seorang mata-mata, tapi apakah kenyataannya benar seperti itu?

Saya tidak tahu, karena jujur saya tidak punya afiliasi apa-apa dengan agensi intelijen semacam itu. Yang saya tahu ada sebuah startup asal Hong Kong bernama Origami Labs yang mencoba mewujudkan hal ini menjadi kenyataan, memungkinkan kita untuk berkomunikasi hanya dengan mendekatkan jari ke telinga, tanpa bantuan headset Bluetooth sama sekali.

Orii

Buah pemikiran mereka adalah Orii. Orii dideskripsikan sebagai sebuah cincin pintar yang sanggup mengubah jari Anda menjadi ponsel. Cukup tempelkan jari dimana Orii terletak ke telinga, maka Anda dapat menelepon, mengirim pesan, membuat reminder atau mengakses sejumlah fungsi lainnya dengan bantuan asisten virtual – spesifiknya Siri dan Google Assistant.

Tanpa headset, bagaimana Anda bisa mendengarkan suara seseorang yang menelepon? Jawabannya adalah dengan memanfaatkan teknologi bone conduction, dimana Orii akan meneruskan getaran dari jari ke telinga sehingga pada akhirnya hanya Anda seorang yang dapat mendengarkan suara sang penelepon.

Orii

Orii bukannya bermaksud menggantikan smartphone Anda, melainkan menjadi extension baginya, memungkinkan Anda untuk tetap produktif meski sedang berada di tempat yang ramai. Konektivitasnya mencakup Bluetooth 3.0 sekaligus Bluetooth 4.0 LE, dan ia dibekali sepasang mikrofon noise-cancelling sehingga lawan bicara Anda juga bisa mendengar percakapan dengan jelas.

Orii sejatinya lebih pantas dikategorikan sebagai alternatif headset Bluetooth. Fisiknya cukup ringkas, kira-kira sebesar cincin dengan batu akik berukuran besar, plus tahan cipratan air dengan sertifikasi IPX7. Ia dilengkapi indikator LED untuk notifikasi, lalu sepasang tombol yang tersembunyi di kedua sisinya bisa di-tap, double tap atau long press untuk mengaktifkan beragam fungsinya, termasuk mengaktifkan Siri dan Google Assistant.

Baterainya bisa bertahan selama 1 jam waktu bicara, atau 45 jam standby, sebelum perlu di-charge kembali selama sekitar 1,5 jam. Orii saat ini sedang dipasarkan melalui Kickstarter dengan harga paling murah $99 – lebih murah $60 dari estimasi harga retail-nya. Ia tersedia dalam tiga pilihan warna: sandblasted silver, metallic dark gray dan matte black.

Tak Lama Setelah Mengumumkan Ataribox, Atari Singkap Perangkat Wearable Unik Mereka

Butuh puluhan tahun bagi Atari untuk kembali bermain di segmen console setelah brand ini terkena efek terparah dari resesi video game di pertengahan 80-an. Tapi walaupun brand tersebut terpecah dan beberapa kali berpindah pemilik, Atari tetap tak mau menyerah. Dan di tengah-tengah penantian gamer terhadap Ataribox, mereka mengungkap satu kejutan tak terduga.

Minggu lalu, Atari mengumumkan rencana buat mulai berkiprah di ranah perangkat wearable dengan memperkenalkan keluarga Atari Connected Life. Anggota pertama line-up ini adalah Atari Speakerhat, sebuah topi yang juga berperan sebagai sistem audio personal. Detail mengenai Speakerhat masih sangat minim, namun ada beberapa informasi bisa kita peroleh dari website resminya.

Atari menjelaskan bahwa Speakerhat adalah topi dengan desain ala topi baseball yang mampu menghidangkan suara stereo high-fidelity. Berdasarkan gambar yang sudah dipublikasi, penampilan Speakerhat hampir identik seperti topi biasa, terbuat dari bahan kain, memiliki strap (ukurannya bisa disesuaikan dengan lebar kepala Anda), dengan tulisan ‘Atari’ di bagian depan. Selanjutnya, Atari menyematkan sepasang speaker di bagian visor, output-nya diarahkan ke bawah.

Menurut penuturan produsen, Speakerhat sengaja didesain agar terasa nyaman dan natural ketika dikenakan di waktu lama. Atari memastikan agar bobotnya tidak membebani kepala, fungsional, dan juga tetap sanggup menyajikan audio berkualitas tinggi. Mereka berkomitmen untuk terus menyempurnakan rancangan Speakerhat agar teknologi di dalam topi jadi semakin tidak kasatmata.

Atari Speakerhat 1

Seperti headset/earphone wireless, Atari Speakerhat memanfaatkan smartphone, tablet atau PC Anda sebagai media player-nya, tersambung via koneksi Bluetooth. Selain mendengar musik, perangkat ini juga memungkinkan kita menjawab panggilan telepon dan bercakap-cakap berkat kehadiran fitur voice command.

Selain menyimpan rangkaian speaker stereo Audiowear dan microphone, Speakerhat turut dibekali teknologi CSR/Qualcomm cVc V 4.1, equalizer 5-band, A2DP (advanced audio distribution profile), AVRCP v1.4 (audio/video remote control profile) serta headset profile v1.2. Speaker mengambil tenaga dari baterai lithium di dalam, kapasitasnya ditunjukkan oleh lampu LED indikator. Lalu untuk menavigasi konten, produsen turut membekalinya dengan tombol kendali universal.

Sejauh ini, Atari belum mengabarkan kapan Speakerhat akan mulai dipasarkan. Sebelum merilis produkk, rencananya mereka akan melangsungkan program uji coba eksklusif (hanya tersedia untuk sepuluh orang). Silakan daftarkan diri Anda lewat tautan ini.

Sumber: AtariLife.

Gelang Ini Cegah Anda Tertidur Sewaktu Mengemudi

Tertidur sewaktu mengemudi adalah salah satu penyebab kecelakaan lalu lintas terbesar, tidak peduli di negara mana Anda tinggal. Kafein memang bisa membantu mencegah kantuk, tapi begitu mata sang pengemudi sudah mulai terpejam, peran kafein pun hilang seketika itu juga.

Alternatifnya, menurut sebuah firma desain asal Latvia, adalah dengan memanfaatkan aliran listrik alias setrum. Mereka pun mencoba menciptakan sebuah perangkat wearable bernama Steer yang pada dasarnya bertugas untuk menyelamatkan jiwa pengemudi, mencegahnya tertidur selama berkendara dengan menyetrumnya di saat yang tepat.

Bagaimana Steer bisa mengetahui penggunanya tertidur atau tidak? Dirinya telah dilengkapi sensor laju jantung yang akan memonitor setiap beberapa detik. Ketika lajunya melambat – indikasi kalau Anda sudah mulai mengantuk dan bisa tertidur kapan saja – Steer akan mengirimkan aliran listrik kecil ke lengan Anda, yang tentu saja akan membuat penggunanya terbangun seketika itu juga.

Steer

Jadi selain mendeteksi kantuk, Steer sejatinya juga akan mencegah Anda tertidur. Total ada 16 sensor yang tertanam di bodi Steer. Sebagian besar di antaranya merupakan sensor reaksi galvanis yang kerap digunakan di mesin pendeteksi kebohongan, yang tentunya juga membantu Steer dalam memastikan apakah penggunanya benar-benar mengantuk atau tidak.

Rangka Steer yang berdimensi 6,5 x 4,1 x 1 cm dibuat dari bahan plastik hypoallergenic. Ia dibekali baterai rechargeable yang diperkirakan bisa bertahan selama 2 minggu pemakaian, sebelum perlu di-charge kembali selama sekitar 1 jam dengan kabel micro USB.

Steer saat ini sedang ditawarkan melalui situs crowdfunding Kickstarter, dengan harga paling murah €99 – €100 lebih murah ketimbang estimasi harga retail-nya.

Cukup Tunjuk Suatu Objek, Orcam MyEye Akan Mendeskripsikannya Kepada Anda

Belum lama ini, Microsoft meluncurkan aplikasi unik bernama Seeing AI, yang berperan sebagai narator untuk pengguna yang memiliki gangguan penglihatan. Cara kerjanya sederhana sekali: cukup buka app di ponsel, arahkan kamera, maka ia akan mendeskripsikan apapun yang ada di hadapannya.

Kalau itu masih kurang simpel, maka solusinya bukan lagi sebatas software, melainkan dengan hardware seperti OrCam MyEye ini. Ia merupakan sebuah perangkat kecil yang bisa dipasangkan ke tangkai kacamata, dan fungsinya kurang lebih sama seperti Seeing AI, yakni mengidentifikasi objek sekaligus membacakannya ke pengguna.

Orcam MyEye

Cara menggunakannya bahkan lebih sederhana lagi, dimana pengguna hanya diminta untuk menunjuk ke arah objek yang ingin dibacakan. Bisa teks di buku menu, teks di kaleng minuman, kartu nama, dan masih banyak lagi. Andai Anda memegang kaleng atau objek lainnya dalam posisi terbalik, MyEye bakal meminta Anda untuk membaliknya.

Seperti Seeing AI, MyEye juga dapat mendeteksi uang dan membacakan jumlahnya kepada pengguna. Kalau teks yang dibaca ternyata dalam bahasa asing, MyEye akan langsung menerjemahkannya selama bahasa tersebut didukung. Facial recognition juga tersedia, dimana perangkat bisa mengingat nama dan mengenali wajah seseorang yang sudah pernah Anda temui sebelumnya.

Orcam MyEye / Orcam

Namun fitur MyEye yang paling istimewa sejatinya adalah bagaimana ia sangat menghargai privasi penggunanya, sebab semua data akan diolah langsung di perangkat, tanpa tersambung ponsel atau server apapun. Hal ini juga berarti MyEye bisa digunakan di mana saja, dan ia sama sekali tidak bergantung pada koneksi internet.

Pengembangnya yang bermarkas di Israel sebenarnya sudah cukup lama memasarkan Orcam MyEye dengan banderol harga $3.500, akan tetapi mereka sedang mengerjakan versi baru yang lebih sempurna. Lebih sempurna karena versi barunya ini tidak perlu lagi tersambung ke perangkat tambahan seukuran ponsel yang bertindak sebagai processing unit-nya.

Intel Alihkan Fokus Divisi Wearable-nya ke Augmented Reality

Kiprah Intel di industri perangkat wearable kita ketahui lewat chipset yang menjadi otak dari smartwatch besutan New Balance dan Tag Heuer. Di samping itu, Intel sebenarnya juga punya smartwatch bernama Basis Peak – yang pengembangnya mereka akuisisi di tahun 2014 – sayang peredarannya harus ditarik karena masalah overheating.

Lalu apakah Intel menyesal dengan keputusan akuisisi tersebut? Sepertinya demikian, sebab pada bulan November tahun kemarin mereka sempat memindah tugaskan sekitar 80% dari tim pengembang Basis ke divisi lain, dan baru-baru ini CNBC melaporkan bahwa tim tersebut sudah benar-benar dihapuskan.

Dengan kata lain, Intel sepertinya sudah menyerah untuk kategori wearable. Berdasarkan informasi yang diterima dari sumber anonim lain, CNBC bilang kalau New Technologies Group – divisi Intel yang sebelumnya bertanggung jawab atas segmen wearable – kini telah mengalihkan fokus sepenuhnya ke ranah augmented reality.

AR memang merupakan segmen yang bisa dibilang belum tersentuh secara maksimal, berbeda dengan VR. Intel sendiri sudah punya prototipe headset berkonsep merged reality yang dinamai Project Alloy. Kalau mereka benar tengah berfokus ke AR, bisa jadi salah satu agendanya adalah mematangkan teknologi di balik Project Alloy ini.

Lalu apakah Intel juga akan berhenti mengembangkan chipset smartwatch? Kemungkinan besar tidak, karena peralihan fokus ini hanya menyangkut divisi New Technologies Group itu saja, dan tidak ada sama sekali yang menyinggung rencana ke depan Intel untuk berhenti memasok chipset buat produsen smartwatch yang tertarik.

Sumber: Wareable dan CNBC.

CEO Fitbit Beberkan Sejumlah Detail Soal Smartwatch Kedua Mereka

Fitbit boleh merajai kategori fitness tracker, tapi mereka bisa dibilang masih cupu untuk urusan smartwatch. Buktinya? Masih banyak smartwatch yang jauh lebih menarik ketimbang Fitbit Blaze, terutama terkait desainnya. Keputusan mereka mengakuisisi Pebble dan Vector Watch sejatinya merupakan upaya mereka untuk berbenah di bidang ini.

Hingga akhirnya tibalah kita pada kabar bahwa Fitbit sedang mempersiapkan smartwatch baru yang pantas ditandingkan dengan Apple Watch. Lima bulan sejak Fitbit mengumumkannya, smartwatch tersebut masih belum kunjung datang. Pun begitu, pendiri sekaligus CEO Fitbit, James Park, kini sudah siap untuk membeberkan sejumlah detailnya.

Berbicara kepada Financial Times, beliau mengonfirmasi bahwa smartwatch baru Fitbit ini nantinya bakal mengusung bodi tahan air, kapabilitas tracking GPS yang lebih presisi dan sejumlah sensor biometrik baru. Namun yang sedikit mengejutkan, beliau juga bilang kalau konektivitas seluler bukanlah fitur yang bakal tersedia di smartwatch baru Fitbit ini nantinya.

Konektivitas LTE merupakan salah satu fitur unggulan smartwatch macam Huawei Watch 2 atau Samsung Gear S3. Fitur ini memang belum bisa dikatakan esensial, akan tetapi setidaknya smartwatch bisa jadi lebih mandiri dan tidak terus bergantung pada smartphone (atau Wi-Fi) hanya untuk melakukan hal sesimpel mengunduh aplikasi misalnya.

Namun Fitbit rupanya beranggapan berbeda. Mereka menilai skenario pemanfaatan konektivitas seluler pada smartwatch tergolong minim, dan lagi fitur ini bakal berdampak buruk pada daya tahan baterai. Singkat cerita, Fitbit lebih memilih mempertahankan daya tahan baterai ketimbang menjejalkan fitur yang jarang dipakai.

Selebihnya, informasi yang beredar baru sebatas spekulasi. Fitbit sejauh ini juga masih bungkam soal kapan smartwatch ini bakal dirilis. Andai benar, rumornya smartwatch ini akan diperkenalkan pada musim semi mendatang, sedangkan harganya diperkirakan berada di kisaran $300.

Sumber: Wareable.

Google Glass Resmi Berkiprah Kembali di Segmen Enterprise

Terakhir kali kita mendengar kabar mengenai Google Glass adalah di penghujung tahun 2015, dimana pada saat itu beredar foto versi kedua Google Glass yang ditujukan untuk kalangan enterprise. Kabar tersebut ternyata akurat, sebab Google baru saja mengumumkan ketersediaan Glass Enterprise Edition (EE) secara resmi.

Glass EE bukan lagi sekadar produk eksperimental, melainkan versi final yang sudah digunakan oleh lebih dari 50 perusahaan dari beragam industri (agrikultur, manufaktur, medis maupun logistik), yang mencakup nama-nama besar seperti Boeing, Volkswagen, General Electric serta DHL.

Google Glass Enterprise Edition

Versi baru Glass ini sepintas kelihatan mirip seperti yang dulu, akan tetapi sejatinya ada satu perubahan desain yang sangat signifikan: modul Glass EE bisa dilepas dan dipasangkan ke kacamata apapun, termasuk pelindung mata yang biasa digunakan di kawasan industri.

Jeroannya tentu juga ikut di-upgrade. Selain mengemas prosesor yang lebih kencang, koneksi Wi-Fi yang lebih cepat dan baterai yang lebih awet, kameranya juga naik kelas dari 5 megapixel ke 8 megapixel. Yang tidak kalah penting, sekarang akan ada indikator yang menyala ketika pengguna memakainya kameranya untuk merekam video – meski ini tak lagi relevan tanpa eksitensi Glass di segmen consumer.

Google Glass Enterprise Edition

Penggunaan Glass di bidang industri memang jauh lebih masuk akal ketimbang di tangan konsumen sehari-hari. Pekerja pabrik yang kedua tangannya selalu sibuk bisa bekerja secara lebih efisien tanpa harus berhenti sejenak untuk mencontek buku manual, semua instruksi yang diperlukan bisa langsung ditampilkan di hadapan matanya oleh Glass.

Sebagai produk enterprise, wajar apabila tidak ada banderol harga yang tercantum pada Glass EE. Google sendiri memilih untuk memasarkannya lewat jaringan mitranya, yang berarti Glass EE bakal dibundel bersama solusi bisnis yang spesifik yang dibutuhkan oleh para konsumennya.

Sumber: TechCrunch dan X.

Dua Smartwatch Ticwatch Baru Tawarkan Kecanggihan Android Wear 2.0 di Harga Kompetitif

Invasi perusahaan Tiongkok di segmen mobile dan wearable membawa angin segar bagi konsumen yang menginginkan produk mutakhir tanpa perlu mengeluarkan seluruh isi kantong. Ambil contohnya Mobvoi. Tahun lalu, tim Beijing yang disokong oleh Google dan Volkswagen itu memperkenalkan Ticwatch 2, smartwatch unik yang dilengkapi kemampuan membaca gesture.

Mobvoi sudah menyiapkan penerusnya, dan di pertengahan tahun 2017 ini, mereka resmi memperkenalkan Ticwatch S dan Ticwatch E. Seperti pendahulunya, Ticwatch S dan E merupakan smartwatch yang ditawarkan di harga terjangkau, kembali disuguhkan lewat Kickstarter. Namun kini, mereka telah dipersenjatai sistem operasi wearable Google terbaru, Android Wear 2.0.

Ticwatch S & E 2

Ticwatch E dan S mengusung arahan desain serupa varian Ticwatch 2. E dan S adalah singkatan dari kata Express dan Sport. Keduanya menyajikan layar sentuh OLED beresolusi 400×400 seluas 1,4-inci dengan ukuran tubuh yang kurang lebih sama. Mereka juga telah memperoleh sertifikasi IP67, yang berarti tahan dari debu-debu halus serta tumpahan air.

Ticwatch S & E 1

Ticwatch Sport tentu saja tampil lebih sporty, memiliki bezel count-up/countdown berskala 60 dengan diameter 45mm. Absennya frame berangka di Ticwatch Express membuat penampilannya lebih minimalis, dengan lebar 44mm. Lewat rancangan yang menarik sekaligus sederhana Mobvoi Ticwatch E dan Ticwatc S berhasil memenangkan IF Good Design Award.

Seperti layaknya smartwatch modern, dua perangkat wearable Mobvoi tersebut disiapkan sebagai ekstensi dari smartphone Anda. Mereka dapat menampilkan notifikasi app, panggilan serta pesan masuk; lalu dengan bantuan Google, dan bisa menulis dan mengirim pesan teks via suara. Kemudian Anda juga bisa mengubah-ubah penampilan watch face-nya sesuka hati.

Ticwatch S & E 3

Mobvoi juga tak lupa membekali Ticwatch S dan Ticwatch E dengan kapabilitas analisis tubuh secara akurat. Ia bisa menghitung intensitas detak jantung, jumlah langkah, serta mengkalkulasi pembakaran kalori dan asupan nutrisi. Berkat kehadiran GPS build-in, Ticwatch E dan S dapat tetap bekerja sebagai alat penunjang olahraga mandiri ketika Anda meninggalkan smartphone di rumah.

Ticwatch E dan S memanfaatkan chip Mediatek MT2601 berisi prosesor dual-core 1,2GHz, menyimpan RAM 512GB dan ROM 4GB, dibekali konektivitas Bluetooth 4.1 dan Wi-Fi, lalu baterainya bisa menjaga device tetap aktif hingga 48 jam.

Kedua smartwatch sudah bisa Anda pesan di situs crowdfunding Kickstarter. Selama versi early bird-nya masih tersedia, Ticwatch E dan S dapat dimiliki cukup dengan mengeluarkan uang US$ 120 dan US$ 140.

Louis Vuitton Mulai Berkecimpung di Ranah Smartwatch Lewat Produk Seharga Ribuan Dolar

Tema luxury tak bisa dipisahkan dari produk-produk Louis Vuitton. Fashion house terkemuka asal Perancis itu menawarkan berbagai macam produk mewah, dari mulai sepatu, perhiasan, serta jam tangan. Koleksi arloji Tambour sendiri pertama kali diperkenalkan di 2002, dan untuk mengga-rapnya, Louis Vuitton menggaet desainer terkenal seperti Takashi Murakami dan Marc Jacob.

Dan di paruh kedua tahun 2017, Louis Vuitton tampaknya memutuskan untuk mulai bermain di segmen yang belakangan ini kepopularitasannya naik daun. Mereka memperkenalkan anggota terbaru keluarga Tambour, sebuah jam pintar bernama Tambour Horizon. Seperti produk garapan merek-merek raksasa elektronik populer, Tambour Horizon juga telah dibekali kecanggihan Android Wear.

Tak seperti produsen lain yang berupaya menekan harga produk mereka sembari memberikan fitur terlengkap, Louis Vuitton tak mau mengambil jalan pintas. Case-nya memanfaatkan bahan baja anti-karat buatan Swiss, mengusung rancangan cembung demi memaksimalkan diameter serta meminimalisir bobot. Louis Vuitton menyediakan tiga varian body, yaitu stainless steel, brushed steel dan hitam, dengan enam koleksi siap pakai. Selain itu ada 60 pilihan strap – 30 untuk pria dan 30 buat wanita.

Tambour Horizon menyuguhkan layar sentuh AMOLED 390×390p bundar selebar 1,3-inci berlapis kaca safir yang dibingkai oleh dial ring 24-jam – memudahkan pengguna mengakses zona waktu berbeda. Smartwatch hanya menyuguhkan satu tombol fisik, berada di sisi kanan tubuhnya.

Louis Vuitton Tambour Horizon 4

Dengan dibekali platform wearable Google, Tambour Horizon bisa melakukan berbagai fungsi layaknya produk Android Wear lain. Terdapat fitur alarm, timer, info cuaca, pedometer, serta notifikasi panggilan, pesan teks, dan email, kemudian Anda dipersilakan menggonta-ganti watch face sesuai keinginan. Meski demikian, analisis tubuh bukanlah keahlian utama Tambour Horizon karena ia tidak dibekali sensor detak jantung.

Louis Vuitton Tambour Horizon 2

Spesialisasi Tambour Horizon terdapat pada kemampuan discovery. Smartwatch menyajikan fitur City Guide, berguna untuk memberikan Anda rekomendasi restoran dan tempat-tempat menarik berdasarkan lokasi. Lalu ada My Flight, bertugas menginformasikan rencana perjalanan dan mengingatkan jika ada perubahan jadwal penerbangan.

Louis Vuitton Tambour Horizon 1

Louis Vuitton Tambour Horizon diotaki chip Qualcomm Snapdragon 2100, dibantu RAM 512MB, penyimpanan internal sebesar 4GB, serta ditenagai baterai 300mAh. Susunan hardware ini sebetulnya berada di bawah Fossil Q Founder dan LG Watch Style – masing-masing menyimpan RAM 1GB dan 768MB.

Louis Vuitton Tambour Horizon 3

Untuk memiliki satu unit Tambour Horizon, Anda perlu mengeluarkan uang setidaknya US$ 2.500 atau US$ 2.900 untuk model berwarna hitam. Produk sudah bisa dipesan di website Louis Vuitton.