Flip to Expand Market Reach, Introducing Remittance for B2B

International money transfer has become common activity for some customers. With the rapid increase of this kind of financial activities, many financial institutions offer various features to simplify the transactions, including remittance.

Startup that offers the cross-bank transfer, Flip, is now adding the remittance feature for its B2B solution, Flip for Business. Through this feature, a company can transfer cash up to 1.000 bank accounts abroad with a competitive fee, both to personal and business account in real-time.

Since January 2022, this feature is available to use by entrepreneurs for transactions with partners or suppliers abroad altogether. Also, Flip has obtained a license from Bank Indonesia to operate International Transfer feature. There are no hidden fees charged on every transaction and the exchange rate is relatively competitive with other players.

To date, Flip for Business’ International Transfer feature is available for several countries, including Singapore, Malaysia, Thailand, Japan, UK, Australia and Germany. Those are the most in demand countries by Indonesian entrepreneurs. Furthermore, Flip is seeking to expand the scope of its services to more countries.

This service is also a form of Flip’s effort to facilitate and support money transfer between countries, particularly from Indonesia to other countries. Previously, Flip has been providing International Transfer feature called Flip Globe. Every individual or entrepreneur is able to use this feature to send money up to 48 countries.

“Flip is expecting to be able to continuously support more companies and business owners in Indonesia through B2B finance solution, not only for both domestic and international money transfer, but also for payment. Through this initiative, we are expecting to support every segment of finance transaction, in line with our tagline, #FlipBuatSemua or Flip for all,” Henri explained.

Flip announced the rebranding of its B2B solution from “Big Flip” to “Flip for Business” in early this year. The transformation was backed with financial transaction automation solutions powered by the latest technology such as dashboard for no-code solution, API for seamless integration, extension features like verification and idempotency key.

There are three primary features, including Money Transfer which allows partner to transfer funds up to 20.000 bank accounts with just few clicks; Accept Payment which provides simple and real-time payment for client’s customers; International Transfer which enables users to save transfer fee up to 50% to seven countries.

Within 7 years of operation, Flip’s B2B solution has grown significantly amid the increased technology adoption. This service has been utilized by hundred companies and SMEs (small and medium-sized enterprises) in Indonesia and served more than seven million users to process various financial transactions both from and to various regions in Indonesia as well as overseas remittance.

In late 2021, the platform founded by Rafi Putra Arriyan, Luqman Sungkar and Ginanjar Ibnu Solikhin managed to secure a Series B funding of 48 million dollars led by Sequoia Capital India, Insight Partners and Insignia Ventures Partners.

Remittance for B2B

Indonesia’s remittance market, both in terms of business and users, is still very fragmented. In fact, this service has been provided by almost every bank in the country. Most of the users are migrant workers or overseas students.

Bank Indonesia (BI) recorded remittances from Indonesian migrant workers amounted to $2.28 billion or equivalent to Rp33 trillion (exchange rate of Rp14.496/$) in the second quarter of 2021. Those amounts increased by 0,75% compared to the first quarter of 2021 at US$ 2.26 billion (month to month/m-to-m).

In addition, the Micro-Small and Medium Enterprise (MSME) sector in Indonesia is currently growing. Driven by  technology and digital transformation, entrepreneurs are now able to sell their products overseas. In this case, the opportunity for remittance apps for business is definitely getting bigger.

There are already several non-bank players in Indonesia that provide similar service and are focusing to serve B2B including Wallex Technologies which was recently acquired by M-DAQ, RemitPro as a part of Digiasia Bios. In addition, there is Transfez that is said to be expanding its service to the B2B payment sector after securing a funding led by East Ventures and BEENEXT.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Flip Perluas Jangkauan Pasar, Hadirkan Fitur Remitansi untuk B2B

Mengirim uang dari dalam negeri ke luar negeri maupun sebaliknya telah menjadi aktivitas yang biasa dilakukan bagi beberapa nasabah. Dengan semakin pesatnya aktivitas transfer keuangan ini membuat banyak perusahaan keuangan menciptakan berbagai layanan yang memudahkan transaksi keuangan, yakni layanan remitansi.

Startup yang menawarkan layanan transfer antarbank Flip kini menambahkan fitur remitansi pada solusi B2B mereka Flip for Business. Melalui fitur ini, perusahaan dapat mengirim uang hingga ke 1.000 rekening di luar negeri sekaligus dengan biaya yang lebih kompetitif, baik ke rekening pribadi maupun bisnis secara real-time.

Layanan yang telah tersedia sejak Januari 2022 ini bisa digunakan oleh para pengusaha untuk melakukan transfer ke para mitra atau suplier yang berada di luar negeri secara sekaligus. Flip sendiri telah mendapat lisensi dari Bank Indonesia untuk menjalankan fitur International Transfer. Tidak ada biaya tersembunyi yang dikenakan pada setiap transaksi, serta kurs pengiriman uang juga dibuat lebih kompetitif dengan para pemain lain.

Saat ini, layanan International Transfer Flip for Business dapat melayani ke beberapa negara, yaitu Singapura, Malaysia, Thailand, Jepang, Inggris, Australia, dan Jerman. Negara-negara tersebut menjadi negara yang paling diminati oleh para pelaku bisnis di Indonesia. Namun, ke depannya, Flip akan berupaya memperluas cakupan layanan ini tidak terbatas di 7 negara tersebut.

Layanan ini juga sebagai wujud upaya Flip untuk mempermudah dan mendukung kelancaran arus transfer uang antarnegara, khususnya dari Indonesia ke luar negeri. Sebelumnya, Flip memang telah memiliki layanan International Transfer yang disebut Flip Globe. Para individu atau pengusaha bisa menggunakan layanan ini untuk mengirim uang ke 48 negara.

“Flip berharap dapat terus membantu semakin banyak perusahaan dan pemilik bisnis di Indonesia melalui solusi keuangan B2B, baik untuk keperluan transfer uang ke domestik maupun luar negeri serta penerimaan pembayaran. Melalui inisiatif ini juga, kami berharap dapat membantu transaksi keuangan semua segmen sesuai dengan tagline kami, #FlipBuatSemua.” jelas Henri.

Flip mengumumkan rebrand solusi B2B mereka dari “Big Flip” menjadi “Flip for Business pada awal tahun ini. Perubahan turut didukung dengan penguatan solusi automasi transaksi keuangan yang ditenagai dengan teknologi mutakhir, seperti dashboard for no-code solution, API for seamless integration, fitur lanjutan seperti verifikasi dan idempotency key.

Ada tiga fitur unggulan yang ditawarkan, yakni Money Transfer memungkinkan mitra dapat mengirim dana hingga 20 ribu akun bank dalam beberapa klik. Kemudian, Accept Payment yang menyediakan pembayaran bagi konsumen perusahaan klien yang mulus dan dapat diterima secara real-time. Terakhir, International Transfer yang mampu menghemat biaya transfer hingga 50% ke tujuh negara.

Selama kurang lebih 7 tahun beroperasi, solusi B2B Flip tumbuh secara signifikan di tengah meningkatnya adopsi teknologi. Layanan ini telah dimanfaatkan oleh ratusan perusahaan dan UKM (Usaha Kecil Menengah) di Indonesia, juga melayani lebih dari tujuh juta pengguna untuk memroses berbagai jenis transaksi keuangan dari dan ke berbagai daerah di Indonesia serta untuk pengiriman uang ke luar negeri.

Pada akhir tahun 2021 lalu, platform yang dikembangkan oleh Rafi Putra Arriyan, Luqman Sungkar, dan Ginanjar Ibnu Solikhin ini berhasil memperoleh pendanaan Seri B senilai 48 juta dolar yang dipimpin oleh Sequoia Capital India, Insight Partners, dan Insignia Ventures Partners.

Layanan Remitansi untuk B2B

Pasar remitansi, baik dari segi bisnis dan pengguna, masih sangat terfragmentasi di Indonesia. Sejatinya, layanan ini disediakan oleh hampir seluruh perbankan yang ada di Tanah Air. Kebanyakan pengguna layanan ini merupakan para pekerja migran atau pelajar yang berada di luar negeri.

Bank Indonesia (BI) mencatat pengiriman uang (remitansi) dari tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri sebesar US$ 2,28 miliar atau setara Rp 33 triliun (kurs Rp 14.496/US$) pada kuartal II-2021. Nilai tersebut naik 0,75% dibandingkan pada kuartal I-2021 yang sebesar US$ 2,26 miliar (month to month/m-to-m).

Di samping itu, sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia saat ini kian bertumbuh. Menggunakan kendaraan teknologi dan transformasi digital, pelaku bisnis kini mampu memasarkan produknya hingga ke luar negeri. Melihat hal ini, tentunya peluang aplikasi yang menawarkan layanan remitansi untuk bisnis ini semakin besar.

Di Indonesia, sudah ada beberapa pemain non-bank yang menyediakan layanan serupa dan fokus melayani b2b termasuk Wallex Technologies yang belum lama ini diakuisisi M-DAQ, juga RemitPro sebagai bagian dari solusi Digiasia Bios. Selain itu juga ada Transfez yang disebut akan memperluas layanannya ke sektor pembayaran B2B setelah berhasil mengamankan pendanaan yang dipimpin oleh East Ventures dan BEENEXT.

Application Information Will Show Up Here

Ekspansi Wallex Technologies Pasca Diakuisisi M-DAQ

Transaksi pembayaran lintas-negara telah bertumbuh secara signifikan, seiring dengan meningkatnya jumlah perusahaan yang terlibat aktif dalam perdagangan internasional. Salah satu perusahaan yang fokus ke layanan remitansi tersebut adalah Wallex Technologies (Wallex).

Awal tahun 2022 lalu mereka telah diakuisisi M-DAQ, platform yang melayani pelaku bisnis di berbagai sektor untuk memfasilitasi transaksi lintas-negara dengan solusi Aladdin. Kepada DailySocial, Co-founder dan CEO Wallex Hiro Kiga mengungkapkan beberapa rencana mereka di pasar Indonesia pasca diakuisisi.

Wallex mengumumkan kehadirannya di Indonesia setelah memperoleh izin transfer dana dari Bank Indonesia pada akhir 2018.

Fokus ke segmen B2B

Dalam waktu setahun terakhir perusahaan secara aktif mengembangkan infrastruktur teknologi mereka. Secara bisnis, Wallex memiliki dua kategori pelanggan B2B yang dilayani, yaitu UKM dan korporasi. Mereka juga memiliki teknologi untuk pembayaran yang bisa dimanfaatkan melalui API.

Perusahaan mengklaim sudah mulai masuk ke tahap scale-up. Kerja sama strategis semakin diperluas. Setelah kemitraan dengan Investree, dalam waktu dekat akan diumumkan platform fintech baru yang menjalin kolaborasi dengan Wallex.

“Tim teknologi kami sudah bekerja keras untuk meningkatkan pengalaman terbaik, menjadikan proses lebih seamless untuk mitra fintech agar bisa terhubung dengan kami. Di saat yang sama kita juga meningkatkan produk Direct to Customer dan akan terlihat perubahannya dalam waktu satu tahun ke depan,” kata Hiro.

Dengan menggunakan teknologi mereka, pelanggan dapat melakukan pembayaran dalam 48 lebih mata uang. Pelanggan diklaim mendapatkan keuntungan dari proses transaksi yang cepat dan lancar, dengan nilai tukar dan biaya yang kompetitif.

Untuk Indonesia sendiri saat ini Wallex masih fokus ke dua kota besar yaitu Jakarta dan Surabaya. Belum ada rencana untuk melakukan ekspansi ke kota-kota besar lainnya di Indonesia.

“Kami cukup beruntung saat ini regulator di Indonesia sudah makin terbuka kepada platform yang kami hadirkan. Namun untuk melakukan ekspansi ke kota baru diperlukan biaya yang besar untuk membangun infrastruktur. Untuk itu kami belum memiliki rencana untuk melakukan ekspansi lagi,” kata Hiro.

Di tengah pandemi, Wallex mengklaim berhasil mencatatkan pertumbuhan pendapatan tahunan hingga 5,5x lipat dalam setahun terakhir. Platform melayani hampir 2.000 klien di sektor perbankan dan teknologi, serta memproses nilai transaksi bruto senilai hampir Rp42 triliun (SG$4 miliar) setiap tahunnya.

“Tahun 2022 ini Wallex memiliki rencana untuk melakukan ekspansi produk dan meluncurkan fitur baru ke UKM, sekaligus menawarkan nilai lebih kepada mereka. Wallex juga memiliki rencana untuk melakukan ekspansi ke pasar lainnya,” kata Hiro.

Selain Wallex, beberapa nama yang sudah mulai menjalankan layanan remitansi online di Indonesia adalah NiumZendomoneyOY!Transfez, dan RemitPro.

Rencana setelah diakuisisi

[Ki-ka] Richard Koh, Founder & Group CEO M-DAQ & Hiro Kiga CEO & Co-Founder Wallex Technologies
Awal tahun 2022 ini Wallex resmi diakuisisi M-DAQ. Akuisisi ini merupakan langkah awal M-DAQ memulai ekspansi pertumbuhan global dalam rangka menangkap berbagai peluang pasar dan memperluas jangkauan rantai nilai hilir (downstream) perusahaan.

Selain dana yang dikucurkan untuk akuisisi, M-DAQ juga akan menyuntikkan modal kerja baru untuk mengakselerasi bisnis Wallex. Entitas gabungan ini akan memproses nilai transaksi bruto senilai lebih dari Rp158 triliun (SG$15 miliar) tahun ini. Selanjutnya Wallex akan tetap beroperasi sebagai entitas bisnis independen di bawah pimpinan Hiro.

Hiro mengatakan, “Proses akuisisi ini terjadi karena sebelumnya kami sudah saling mengenal, antara Wallex Technologies dan M-DAQ. Melihat potensi yang ada dan misi untuk melakukan integrasi antar teknologi, akuisisi ini menjadi langkah yang tepat bagi kami.”

“Kombinasi antara jaringan Wallex Technologies dan keahlian fintech M-DAQ memungkinkan kami untuk membantu pelaku bisnis lintas negara di skala yang jauh lebih besar. Kami optimis bisa meraih target bisnis bersama-sama dengan menciptakan peluang-peluang baru yang memanfaatkan kekuatan masing-masing platform,” tutup Hiro.

Strategi B2B2C Jadi Pendekatan Digiasia Bios Bersaing di Industri Fintech

Digiasia Bios merupakan grup perusahaan fintech yang memiliki empat perizinan untuk melayani peluang di Indonesia, ialah uang digital (KasPro), p2p lending (KreditPro), remitansi (RemitPro), dan layanan keuangan digital (Digibos). Perusahaan ini didirikan pada Desember 2017 oleh mantan petinggi Indosat Ooredoo, yakni Alexander Rusli dan Prashant Gokarn.

Cakupan bisnis yang luas ini membuat Digiasia leluasa dalam melakukan berbagai inisiatif dalam rangka memperdalam inklusi keuangan. Menurut laporan e-Conomy SEA 2019 masih banyak masyarakat Indonesia yang belum terjamah layanan keuangan, sebanyak 92 juta jiwa masuk populasi unbanked dan 47 juta jiwa populasi underbanked.

Kendati begitu, tidak banyak informasi yang rutin diberikan perusahaan terkait pencapaiannya dan seperti apa posisinya di industri. Untuk menjawab itu, DailySocial.id mencoba untuk menggali lebih lanjut lewat wawancara bersama manajemen. CEO Digiasia Hermansjah Haryono menjelaskan empat lini yang dioperasikan Digiasia merepresentasikan solusi fintech yang dibutuhkan industri.

Digiasia adalah satu-satunya one stop solution untuk segala jenis challenges yang berhubungan dengan topik finansial. Kami adalah satu-satunya partner yang dapat memberikan solusi lengkap mulai dari sistem pembayaran digital, melalui lisensi KasPro, solusi pendanaan cepat melalui platform KreditPro, dan terakhir berbagai fitur transfer domestik maupun international melalui lisensi dan platform RemitRro,” kata Hermasjah.

Perusahaan tidak menargetkan langsung ke individu, melainkan B2B2C. Tidak dijelaskan dibalik perubahan strategi tersebut. Padahal, sejak kehadiran Digibios, misalnya saat kehadiran PayPro, perusahaan bermain langsung menyasar konsumen individu dengan berbagai fitur yang dihadirkan bersama mitra pendukung ekosistem.

Perubahan strategi ini bisa menjadi pertanda bahwa perusahaan tidak mampu bersaing dengan GoPay, OVO, ShopeePay, DANA, dan LinkAja dalam mengakuisisi pengguna baru dengan cepat. Kelima pemain ini disokong dengan kapital besar dan jajaran investor mumpuni untuk melakukan strategi bakar duit.

KasPro memosisikan diri sebagai solusi pembayaran terintegrasi untuk berbagai mitra dalam rangka melayani penggunanya masing-masing. Mitra yang sudah bekerja sama tersebut datang dari industri ritel F&B, transportasi publik, P2P lending dan multifinance, hingga ekosistem UMKM yang mengedepankan kemudahan, percepatan, keamanan, dan inklusi keuangan.

Secara terpisah, dalam konferensi pers beberapa waktu lalu, Hermansjah menjelaskan salah satu contoh use case KasPro adalah kemitraannya bersama perusahaan F&B global untuk closed loop ecosystem. KasPro menyediakan layanan wallet konsumen, bank switching, dan manajemen kartu.

Dari situ, mitra mendapat pengalaman, di antaranya konsumen mereka dapat mengisi saldo wallet di toko atau mentransfer dari bank lokal mana pun, pelanggan yang memiliki kartu fisik unik dapat ditautkan ke aplikasi untuk digunakan di toko. Wallet konsumen (aplikasi/kartu) ini hanya dapat digunakan di toko.

Berikutnya untuk contoh use case lainnya di KreditPro, layanan yang disediakan adalah aplikasi wallet konsumen dan jaringan merchant QRIS. Pengalaman yang didapat mitra adalah saat konsumennya meminjam melalui aplikasi mitra, saldo akan disuntikkan ke dompet dengan cepat dari dana setoran mitra. Saldo tersebut dapat digunakan konsumen di semua outlet berjumlah lebih 10 juta merchant QRIS di seluruh Indonesia.

“Kami dalam ikatan non disclosure agreement, maka tidak dapat menyebutkan brand partner. Dari pengalaman kami banyak yang terbantu dengan solusi dari kami, baik dari vertikal F&B, ekosistem pembiayaan, dan lainnya. Dan bisa kami katakan bahwa semua memiliki fase-fase untuk pengembangan berikutnya karena transformasi digital itu belum/tidak ada batasnya pada saat sekarang ini,” ujar Hermansjah.

Dijelaskan lebih jauh, KreditPro bersama dengan layanan Digiasia lainnya bekerja sama dengan berbagai ekosistem produktif seperti jaringan supply chain FMCG, distribusi digital goods, dan lainnya, untuk memberikan solusi tepat guna di berbagai lapisannya. “Hingga kini KreditPro sudah menyalurkan jumlah yang signifikan dan revolving setiap cycle-nya, dengan performa portfolio yang terjaga baik,” tambah CMO KasPro Rully Hariwinata.

Lewat strategi B2B2C ini, perusahaan mampu meningkatkan nilai transaksi bruto atau gross transaction value (GTV) tembus lebih dari $40 juta pada 2020 menjadi lebih dari $120 juta di kuartal III 2021. Hermansjah menargetkan pada tahun ini GTV perusahaan dapat tumbuh tiga kali lipat jelang tutup tahun ini.

Ia juga menolak untuk merinci lini bisnis mana yang memberikan kontribusi bisnis terbesar. Dia mengklaim seluruh bisnis memberikan kontribusi yang sama besarnya.

Sumber: Digiasia Bios
Sumber: Digiasia Bios

Bisnis RemitPro

CEO RemitPro Arman Bhariadi menjelaskan, mulai tahun ini perusahaan mulai menggarap segmen B2B, khususnya UMKM untuk layanan transfer dana domestik maupun ke luar negeri. Segmen ini dianggap memiliki potensi yang besar, mengingat masih sangat terfragmentasi dan dikuasai oleh perbankan.

Sebelumnya, dari awal RemitPro berdiri, fokus pada segmen individu yang spesifik menargetkan pada keluarga TKI yang ingin mengambil kiriman uang di jaringan lokasi fisik TPT (Tempat Penguangan Tunai). Lokasi ini sudah tersebar di Jawab, Madura, Bali, dan Lombok.

Dirinci lebih jauh, RemitPro diklaim selalu tumbuh jauh melebihi pertumbuhan industri menurut data Bank Indonesia. Bahkan saat pandemi, industri pengiriman uang dari luar negeri ke Indonesia mengalami penurunan dalam dua tahun berturut-turut, RemitPro tetap dapat tumbuh double digit. “Pertumbuhan outbound internasional bahkan secara persentase mencapai triple digit,” kata Arman.

Secara wilayah, pengiriman dana dari Timur Tengah dari masih menguasai kontribusi pertumbuhan. Secara spesifik, Saudi Arabia adalah negara dengan kontribusi terbesar terhadap kiriman ke Indonesia yang difasilitasi oleh RemitPro.

Pertumbuhan bisnis ini turut didukung oleh berbagai kemitraan yang berhasil dilakukan RemitPro. Mereka adalah WesternUnion, MoneyGram, Transfast, yang merupakan 10 besar perusahaan remitansi global berdasarkan volume transaksi. Kemudian, Merchantrade, BNI, BRI, BSI, Xfers, Instamoney, Digital Solusi Pramata, dan Ebays.

Menurut Arman, bersama Merchantrade yang merupakan salah satu pemain remitansi terbesar di Malaysia, melakukan pengembangan inovasi untuk memanjakan para pengguna. Di antaranya, menyediakan pembayaran BPJS Ketenagakerjaan untuk para TKI. Malaysia akan menjadi pilot project, kemudian disambung ke negara lainnya, seperti Hong Kong, Taiwan, dan Saudi Arabia.

Selanjutnya, menghadirkan konsep send now pay later. Nantinya, melalui aplikasi Merchantrade, pengguna dapat mengajukan pencairan gaji lebih awal, kemudian mengirim ke keluarganya di Indonesia. Berikutnya ketika hari gajian tiba, saldonya akan langsung terpotong secara sistem dan dibayarkan langsung ke RemitPro. “Ini ekosistem yang saling kait mengait.”

Dalam tahun depan, perusahaan sudah menyiapkan rencana kerja sama berikutnya untuk mendongkrak bisnis. Perusahaan tersebut adalah Ria Money Transfer, Terrapay, EMQ, BRDGX, Paygo, dan Lifepay.

Untuk mengakomodasi transfer inbound dan outbound, RemitPro telah bekerja sama dengan 147 bank dengan saldo transfer maksimal Rp50 juta dan tujuh e-wallet. Sebanyak 30 negara kini telah terhubung dengan RemitPro untuk transfer outbound, sementara untuk B2B baru tersedia 11 negara. Negara-negara tersebut adalah Tiongkok, Hong Kong, UK, AS, Taiwan, Jepang, dan sejumlah negara di Asia Tenggara.

Arman menyebut, pihaknya sedang menyiapkan fitur baru yang memungkinkan para pengguna di luar negeri dapat membayarkan tagihan-tagihan keluarganya di Indonesia melalui aplikasi dan situs RemitPro. “Kami melihat ada kebutuhan pembayaran tagihan yang tinggi di antara para pengguna RemitPro. Fitur ini rencananya akan tersedia pada kuartal pertama 2022 mendatang,” tutup Arman.

Penguatan Mitra Transfer Valas Jadi Strategi Instamoney Gencarkan API Remitansi

Pasar remitansi, baik dari segi bisnis dan pengguna, masih sangat terfragmentasi di Indonesia. Dari sisi pengguna, pemain yang ada saat ini dikuasai oleh perbankan dengan segala limitasi yang mereka punya, sering kali menyulitkan pengguna untuk mengirim uang ke luar negeri untuk keluarga dan koleganya.

Sementara itu, dari sisi bisnis, pasar remitansi ini masih sangat terlokalisasi. Hal tersebut membuat setiap perusahaan valas yang ingin masuk dan melakukan bisnis remitansi di sini memerlukan upaya penelitian yang signifikan dan kemudian menerjemahkannya ke dalam rencana kerja.

“Nilai tambah Instamoney di sini adalah kami dapat menyediakan infrastruktur pengiriman uang secara plug and play yang efisien [berbasis API], serta praktik terbaik sehingga mitra pengiriman uang internasional dapat fokus pada tujuan komersial mereka dan melakukan pengiriman uang secara efektif dan efisien,” ucap Direktur Instamoney Mikiko Steven kepada DailySocial.id.

Instamoney adalah bagian dari Xendit Group yang resmi berdiri pada 2018. Instamoney fokus menyediakan API remitansi untuk tiga segmen. Pertama, untuk perusahaan remitansi lokal yang sudah berizin dari Bank Indonesia dan menginginkan proses transfer dana dengan sentuhan digital.

Kedua, perusahaan remitansi dari luar negeri yang mencari mitra lokal. Terakhir, perusahaan yang memerlukan proses transfer dana dalam model bisnisnya.

“Kami terbuka dengan lebih banyak kemitraan dan saat ini sedang mencari mitra lain yang memiliki visi yang sama dengan kami untuk menyederhanakan proses pengiriman uang bagi pengguna akhir mereka.”

Perkembangan bisnis Instamoney

Wise (rebrand dari Transferwise) adalah salah satu mitra global pertama yang bermitra dengan Instamoney. Wise dapat melayani pelanggan di Indonesia yang ingin mengirim uang ke 80 negara, termasuk Australia, Malaysia, Singapura, Jepang, United Kingdom, hingga Tiongkok (melalui Alipay).

Wise membuat pasar remitansi jadi lebih kompetitif dari segi rate karena diklaim 2,5 kali lebih murah daripada rate yang ditawarkan perbankan dan non-bank. Proses transfer juga lebih cepat dalam jangka waktu satu jam saja. Setelah Wise, mitra global berikutnya adalah MoneyGram yang dapat beroperasi di Indonesia.

Pengguna MoneyGram memungkinkan dapat menerima uang dari keluarga dan teman di seluruh dunia langsung ke rekening bank secara near real-time. Serta, menerima uang lewat dompet elektronik GoPay dan OVO.

“Dalam setahun ke belakang, kemampuan untuk menerima uang secara aman dan nyaman di dalam rumah menjadi semakin penting bagi banyak keluarga. Kini, melalui kemitraan dengan Instamoney, pelanggan di Indonesia memiliki lebih banyak opsi lagi dalam menerima uang dari keluarga dan teman di seluruh dunia yang dibutuhkan untuk mendapatkan produk dan layanan esensial,” kata Regional Head of South East Asia and Indo-China MoneyGram Vijay Raj Poduval dalam keterangan resmi.

Mikiko menolak menjelaskan lebih jauh dampak dari kemitraan di atas dengan pertumbuhan transaksi remitansi yang berhasil di fasilitasi Instamoney. Ia hanya menjelaskan negara pengirim yang paling banyak tercatat di Instamoney, didominasi oleh Malaysia, Singapura, Amerika Serikat, dan Australia.

Menurutnya, secara umum Indonesia selalu menjadi pasar untuk pengiriman uang masuk ke Indonesia (inbound). Hanya saja, menurut statistik Bank Indonesia, semenjak pandemi terjadi koreksi penurunan untuk pertama kalinya dalam empat tahun terakhir.

Mengutip dari data BI, nilai remitansi pada 2020 turun 17,6% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi $9,43 miliar. Indonesia kehilangan sekitar $2 miliar atau sekitar Rp29 triliun akibat pandemi. Sebelumnya, nilai transaksi tumbuh secara beruntun pada 2017-2019, yakni 0,85%, 25,26%, dan 4,2%.

Selain menguatkan basis mitra perusahaan pengiriman uang internasional dan domestik yang membutuhkan layanan Instamoney, Mikiko menyebutkan pihaknya juga aktif berkolaborasi teknologi dengan perusahaan teknologi lain yang dapat meningkatkan fitur Instamoney dan memperkaya ekosistem. seperti mitra valas, KYC digital, dan lainnya.

“Kami terus meningkatkan API kami untuk perkembangan bisnis kami sendiri, mitra, dan pelanggan kami,” tutupnya.

Di Indonesia, platform remitansi yang telah beroperasi dan mengantongi lisensi dari Bank Indonesia di antaranya adalah

Mengenal Yourpay, Aplikasi E-money Remitansi untuk Pekerja Migran

Pemain remitansi sejauh ini masih dikuasai oleh perbankan dengan segala limitasi yang mereka punya, sering kali menyulitkan pekerja migran untuk mengirim gajinya ke keluarga yang ada di Indonesia. Yourpay ingin mengambil kesempatan tersebut dengan pendekatan yang lebih ramah sesuai tren saat ini.

Yourpay adalah aplikasi uang elektronik yang telah mengantongi tiga izin dari Bank Indonesia, yakni penyedia jasa uang elektronik, transfer dana, dan layanan keuangan digital. Startup ini didirikan pada 2018 oleh Christilia Angelica Widjaja sebagai pendiri tunggal. Ia merupakan cucu dari Eka Tjipta Widjaja yang merupakan pendiri Sinarmas Group.

Kepada DailySocial, Founder & CEO Yourpay Christilia menuturkan, ia membangun Yourpay bersumber dari genuine empati terhadap sesama perempuan, khususnya pekerja migran dan ibu. Ia memperoleh inspirasi contoh berbisnis dengan empati dari mendiang neneknya yang merupakan seorang filantropi.

“Youpay memiliki fokus untuk komunitas unbanked dan underbanked dari kalangan pekerja migran beserta keluarganya. Segala hal mulai dari price/performance ratio dan segala fitur diperhatikan dan diciptakan untuk selalu mengedepankan dan memajukan nilai kemanusiaan yang sesuai dengan kebutuhan pengguna,” ucapnya.

Tidak sekadar menjadi pemain e-money, Yourpay mengambil fokus pada layanan remitansi untuk pekerja migran di luar negeri. Mereka dapat dengan mudah mengonversi pendapatannya yang berbasis uang tunai ke saldo Yourpay, langsung terkonversi dalam Rupiah dengan top up melalui mitra outlet. Saldo tersebut dapat langsung dipakai untuk ditransfer ke rekening bank milik salah satu anggota keluarga dan dicairkan kembali untuk membayar berbagai kebutuhan.

Biaya yang dikenakan juga terbilang murah bahkan diklaim dapat menghemat hingga 10,5 kali lipat dari layanan remitansi tradisional. Misalnya, untuk transfer ke sesama aplikasi beda negara dikenakan biaya dimulai dari Rp5 ribu. Aplikasi Yourpay juga menyediakan berbagai fitur pembayaran tagihan PPOB yang sudah bermitra dengan Yourpay, seperti PLN dan BPJS Kesehatan, serta transfer dana ke sesama pengguna Yourpay (p2p transfer).

“Yourpay dibangun dengan perspektif yang jeli, tidak ikut dengan tren metode bakar uang. Hingga saat ini, biaya marketing yang dikeluarkan masih di bawah 1% dari total Gross Revenue. Kami belum pasang iklan di mana-mana dan mengandalkan komunitas grassroot pengguna di luar negeri dan Indonesia.”

Berdasarkan data PBB, lebih dari 200 juta pekerja migran di dunia mengirim uang ke lebih dari 800 juta anggota keluarga setiap tahunnya. Sehingga muncul desakan inisiatif dalam Global Compact for Safe, Orderly and Regular Migration oleh PBB agar penyedia layanan finansial internasional bisa mengurangi biaya transfer dan mempermudah inklusi keuangan yang lebih besar melalui pengiriman uang.

Sebagai catatan, laporan Bank Dunia yang dirilis Mei 2021 mengungkapkan terjadinya penurunan remitansi seluruh pekerja migran 2020 menjadi US$ 540 miliar dari US$ 548 miliar pada 2019. Penurunan yang hanya sebesar 1,6% di tengah pandemi itu menjadi bukti bahwa di tengah kesulitan ekonomi global, para pekerja tidak memangkas kiriman uang kepada keluarga tercinta di rumah.

“Remitansi ini menanggung banyak kebutuhan dasar rumah tangga. Meskipun Covid-19 telah menjadi ujian berat, namun nyatanya data remitansi tersebut menjadi bukti pengikat para migran dengan keluarga mereka di kampung halaman. Yourpay mengadopsi dan turut merayakan hari Internasional Remitansi Keluarga karena memiliki visi untuk fokus melayani pengguna dari kalangan pekerja migran beserta keluarganya.”

Aplikasi Yourpay

Perkembangan bisnis Yourpay

Christilia menyebutkan, nilai rata-rata transaksi yang berhasil diproses Yourpay antara $200-$500 (sekitar Rp2,9 juta-Rp7,2 juta) per bulan untuk top up. Sejak diluncurkan beta version pada Juni 2020, saat ini Yourpay telah mengantongi total kumulatif GMV lebih dari $11 juta (hampir Rp160 miliar), dengan volume transaksi lebih dari 200 ribu.

Pengguna terdaftar Yourpay disebutkan ada lebih dari 50 ribu orang, yang tersebar di Indonesia, Hong Kong, Macau, Singapura, Malaysia, dan Taiwan. Hong Kong dan Macau menjadi kontributor utama bisnis Yourpay dengan persentase 72% dari total kumulatif GMV.

Untuk mendorong bisnis perusahaan di kedua negara tersebut, Yourpay mengumumkan kerja sama strategis dengan Chandra Remittance. Sebanyak 60 outlet Chandra Remittance di Hong Kong kini dapat menerima top up saldo Yourpay. Chandra Remittance adalah perusahaan remitansi lokal yang didirikan oleh mantan pekerja migran asal Lombok. Perusahaan tersebut melayani hampir 95% pekerja migran dari Indonesia untuk mengirim gajinya ke keluarganya di Indonesia.

(tengah) Founder dan CEO Yourpay Christilia Widjaja bersama pengguna Yourpay / Yourpay

Yourpay juga berencana masuk ke Singapura. Saat ini perusahaan sedang memroses pengajuan izin Payment Services Act (PSA) di Monetary Authority of Singapore (MAS). PSA adalah izin untuk sistem pembayaran dan penyedia layanan pembayaran di Singapura. Negara lain yang diincar adalah Malaysia dan Arab Saudi.

Christilia mengatakan untuk mencapai visi perusahaan yang ingin menciptakan lebih banyak dampak buat para pekerja migran, saat ini sedang menggalang putaran dana tahap awal. Sebelumnya perusahaan mengandalkan pertumbuhan bisnis secara organik dan bootstrap. “Yourpay menargetkan untuk mendapat funding dari global investors yang memiliki visi sama dan mengerti pentingnya impact, dan tentunya terus bertumbuh dan meningkatkan tractions,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Wallex Bidik Segmen UKM, Permudah Transaksi Lintas Negara

Dibandingkan bisnis fintech lainnya, remitansi tidak seramai dengan saudaranya karena ketatnya regulasi yang menaunginya. Kendati demikian, bisnis ini punya potensi bisnis yang tak kalah menggiurkan karena potensinya yang selama ini masih dikuasai oleh perbankan.

Startup fintech remitansi Wallex menangkap kesempatan tersebut dengan meresmikan kehadirannya pada 2018. Proposisi yang ditawarkan Wallex adalah ingin permudah UKM yang selama ini kurang mendapat perhatian oleh perbankan saat ingin melakukan transaksi lintas negara.

“UKM di Indonesia perlu melakukan pembayaran internasional karena beberapa alasan. Dari membayar pemasok, pembayaran staf jarak jauh, hingga pembayaran antar perusahaan, seluruh kebutuhan ini harus dilakukan oleh UKM. Namun, mereka berjuang dengan pilihan penyedia layanan yang terbatas, biaya selangit, dan prosedur perbankan yang ketinggalan zaman,” terang COO Wallex Hiro Kiga saat dihubungi DailySocial.

Dia melanjutkan, sejauh ini layanan remitansi yang disediakan perbankan memiliki tarif yang disesuaikan untuk perusahaan besar yang telah menjadi menjalin relasi. Sedangkan Wallex, telah melayani lebih dari 20 ribu pelanggan yang datang dari UKM dan bisnis dari segala bentuk dan ukuran.

Di samping itu, bank kebanyakan menyediakan pilihan mata uang yang terbatas hanya sekitar 10 sampai 16 mata uang saja. Akibatnya, mengirim mata uang yang tidak didukung akan menjadi tantangan dengan uang yang dialihkan ke pusat, seperti Singapura, dan kemudian baru ke tujuan akhir.

Biaya transfer pun akhirnya membengkak dan tidak terjadi secara real time. Sementara, Wallex mampu mendukung pembayaran dalam 47 mata uang melalui jaringannya dan sebagian besar dikirimkan dalam sehari jika dana disetorkan sebelum batas waktu harian. “Kami memiliki pembayaran dari UKM ke mata uang eksotis seperti Baht, Peso, Dong, Won, Riyal, Rupee, dan lain-lain yang biasanya tidak didukung oleh bank di Indonesia.”

Belum lagi, karena sepinya kompetisi di ranah ini, membuat bank membebankan biaya yang besar di seluruh biaya dan margin valas. Sementara di sisi lain, dibantu dengan jaringan teknologi yang kuat, Wallex justru mampu membuat mitra bisnis dapat menghemat hingga Rp2,4 juta untuk satu transaksi sebesar $25 ribu.

Limitasi lainnya, sebagian besar bank hanya mengizinkan transaksi hingga $25 ribu melalui perbankan online, lebih dari itu harus melalui kantor cabang. “Wallex memberikan pengalaman full online, semua transaksi dapat dilakukan secara online dengan cara yang terjamin keamanannya dan batasan jumlah yang dikirim.”

Sisi kompetitif yang ditawarkan Wallex ini diharapkan dapat menarik lebih banyak UKM beralih dari layanan perbankan yang sebetulnya kurang ramah buat segmen ini.

Kiga pun mencontohkan, salah satu penggunanya adalah Investree. Berkat kemitraan ini, Investree dapat menghemat hingga 70% untuk segi biaya dan waktu untuk pembayaran internasionalnya. Lalu ada sebuah perusahaan fintech lokal yang memanfaatkan layanan Wallex untuk bertransaksi hingga $10 juta per bulannya.

Selain Wallex, saat ini juga ada beberapa platform remitansi lain yang telah beroperasi dan mengantongi lisensi dari otoritas.

Perkembangan bisnis Wallex

CEO Wallex Jody Ong menambahkan, dalam tiga tahun terakhir (hingga Juni 2021) Wallex telah memproses transaksi sebesar $2 miliar secara GTV (gross transaction value). Kinerja ini cukup menggembirakan di tengah kondisi pandemi yang mengakibatkan volume perdagangan turun secara global.

Bila dilihat secara industri, diklaim Wallex memproses sekitar 8%-10% dari volume pengiriman uang ke luar yang diproses oleh lembaga nonkeuangan dari catatan Bank Indonesia. “Kami adalah mitra terpercaya untuk BI dan bekerja sama dengan mereka untuk menghadirkan ekosistem pembayaran yang kuat di Indonesia,” kata Ong.

Dirinci lebih jauh oleh Ong, dari total volume yang diproses Wallex, negara tujuan yang paling populer adalah Singapura, Amerika Serikat, Eropa, Tiongkok, Inggris, Hong Kong, dan Jepang. Berkaitan dengan itu pula, Wallex turut membuka kantor cabang di Hong Kong yang mulai beroperasi pada kuartal pertama tahun ini.

Khusus di Indonesia, yang menjadi pasar utama Wallex, turut membuka kantor cabang lainnya selain di Jakarta. Kota yang dipilih adalah Surabaya. Ong menjelaskan, Surabaya adalah kota terbesar ke-2 di Indonesia dan merupakan kota pelabuhan. “Kami yakin ada banyak kegiatan ekspor impor di Surabaya. Surabaya juga dikenal sebagai pintu gerbang Indonesia Timur. Kami melihat banyak peluang pertumbuhan di sini.”

Pada tahun ini, Ong mengincar pertumbuhan agresif dengan target pertumbuhan 4 kali lipat dari total dana yang diproses melalui Wallex Indonesia.

Dapat Lisensi BI, Startup Remitansi Transfree Segera Resmikan Kehadiran di Q2 2021

Berawal dari pengalaman pribadi sebagai anak rantau di Inggris, Crisman Wise merasakan sulitnya menemukan solusi transfer antar negara yang sederhana dan tidak mahal. Dengan niat awal untuk membantu teman, pada bulan Juli 2018 ia membuat sebuah solusi untuk mempermudah transfer ke luar negeri serta menerima uang dalam mata uang lain tanpa biaya tambahan.

Kemudian layanan tersebut diberi nama Transfree (akronim dari transfer free). Dua tahun kemudian, setelah perjalanan berliku untuk mendapat izin dari Bank Indonesia, layanan ini berhasil meraih lisensi per Juli 2020.

“Kami melihat masalah transfer antar negara ini besar dan menjadi kebutuhan banyak orang. Dengan niat awal membantu teman, kita merasa ini adalah sesuatu yang bisa berkembang. Itulah awalnya kita membuat Transfree,” ungkap Founder & CEO Transfree Crisman Wise.

Crisman mengakui, hidup sebagai anak rantau mengharuskannya berurusan dengan transfer uang ke dan dari Indonesia. Untuk mencapai hal itu, ia harus merogoh kocek cukup besar akibat biaya transfer yang cukup tinggi dari platform transfer uang internasional.

Secara model bisnis, layanan yang ditawarkan Transfree tidak jauh berbeda dari kompetitor seperti Transfez, Zendmoney atau TransferWise. Mereka memungkinkan pelanggan mengirim uang ke luar negeri dan mendapatkan pembayaran dalam mata uang lain ke dalam rekening mereka atau rekening penerima. Bedanya, Transfree tidak mematok biaya tambahan untuk layanan ini. Perusahaan mengakui hanya mengambil keuntungan dari selisih kurs.

Pemain remitansi digital di Indonesia
Pemain remitansi digital di Indonesia

Target di 2021

Pada awalnya, Transfree memang ditujukan untuk membantu para pelajar asing, terutama di Inggris agar bisa lebih mudah dan murah dalam proses transfer antar negara. Seiring perjalanan, ternyata timnya menemukan bahwa masalah terbesar ada pada para PMI (Pekerja Migran Indonesia). Dalam proses mengirim hasil jerih payah yang mereka dapat di negara orang ke Indonesia mereka harus merogoh kocek yang tidak sedikit untuk biaya tambahan.

Data yang dihimpun dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa remitansi atau kiriman devisa dari TKI yang mengadu nasib ke luar negeri sepanjang 2018 mencapai US$10,971 miliar atau setara Rp153,6 triliun. Dari jumlah remitansi yang masuk ini telah menciptakan potensi bisnis yang besar.

Dalam waktu kurang lebih dua tahun, startup ini telah melayani transaksi antara Indonesia, Eropa dan Australia. Sebagian besar pelanggan datang dari relasi, namun tidak sedikit juga yang melalui rekomendasi. Jumlah tersebut kemudian digunakan perusahaan untuk memvalidasi permintaan (demand).

Secara teknis, Transfree belum resmi meluncurkan layanan untuk PMI ini. Hal ini menjadi salah satu target mereka di Q2 2021. Target lainnya datang dari sisi pendanaan, saat ini Transfree masih berstatus bootstrapping. Timnya masih berupaya untuk mendapat tambahan modal demi mewujudkan visi perusahaan membuat proses transfer uang internasional terasa seperti transfer lokal.

“Saat ini kita sedang mengusahakan untuk bisa launching di Q2 tahun ini. Fokus layanan kita masih akan di Asia Tenggara. Untuk target customer dan volume transaksi kita masih belum bisa disclose. Tapi bisa dibilang traksinya cukup baik. Saat ini kita sedang lari kencang agar tidak ketinggalan momentum,” ujar Crisman.

Aplikasi Remitansi Zendmoney Fokus Jembatani Pekerja Migran

Masih besarnya peluang untuk menghadirkan layanan remitansi kepada Pekerja Migran Indonesia (PMI), menjadi salah satu alasan Zendmoney diluncurkan. Didirikan oleh Bong Defendy, layanan ini telah mengantongi izin beroperasi dari Bank Indonesia. Selain PMI, mereka juga targetkan sektor UKM dalam usaha ekspor/impor. Pada dasarnya layanan remitansi memungkinkan pengguna memanfaatkan jasa pengiriman uang antarnegara secara  aman, cepat, dan terjangkau.

“Secara khusus negara yang kami sasar adalah negara di mana banyak PMI bekerja. Mulai dari Tiongkok, Malaysia, Singapura, hingga Hong Kong. Untuk negara seperti Malaysia dan Hong Kong kebanyakan yang menggunakan Zendmoney adalah para pekerja migran. Sementara untuk negara seperti Tiongkok dan Singapura banyak pelaku UKM yang melakukan transaksi,” kata CEO Zendmoney Bong Defendy.

Memiliki Zmart Store


Cara kerja yang diterapkan oleh Zendmoney serupa dengan layanan remitansi lainnya. Namun yang membedakan, semua mitra atau agen yang bergabung diberikan perangkat khusus. Sementara untuk pemain lainnya kebanyakan memanfaatkan perangkat pribadi milik agen. Saat ini Zendmoney juga telah menjalin kemitraan dengan POS Indonesia.

“Kami memiliki Toko Semar (Zmart Store) yang dikelola oleh para agen di 4 negara. Kebanyakan transaksi yang dilakukan oleh para pekerja migran di luar negeri adalah langsung melalui agen atau yang biasa kami sebut teller. Saat ini Zendmoney memiliki sekitar 100 ribu pengguna aktif,” kata Defendy.

Disinggung apakah penggunaan aplikasi pengguna sudah maksimal, Defendy menyebutkan aplikasi untuk pengguna sudah meluncur sejak tahun 2019 lalu. Namun karena adanya penambahan fitur dan pengembangan sistem, aplikasi sempat ditunda penggunaan dan hanya digunakan oleh kalangan terbatas. Saat ini menurut informasi di Play Store, aplikasi ZMART milik Zendmoney baru diunduh sekitar 50 ribu pengguna.

“Tahun ini kami akan memaksimalkan penggunaan fitur yang tersedia di aplikasi, mulai dari pembelian pulsa, pembayaran PLN, hingga pembayaran uang sekolah. Harapannya semua pengguna bisa mengontrol uang yang dikirimkan ke keluarga melalui aplikasi setelah proses konversi diterapkan,” kata Defendy.

Disinggung seperti apa behavior pengguna Zendmoney yang melakukan pengiriman uang, disebutkan untuk pengiriman uang dalam skala waktu yang cukup rutin banyak dilakukan oleh pekerja migran dengan nominal yang tidak terlalu besar jumlahnya. Sementara untuk pelaku UKM yang banyak melakukan kegiatan bisnis dengan negara seperti Tiongkok dan Singapura, kebanyakan lebih sedikit jumlah pengiriman uang, namun nominal uang yang dikirimkan cukup besar jumlahnya per pengiriman.

“Secara keseluruhan kami tidak melakukan grading masing-masing penggunaan. Namun sesuai dengan fokus Zendmoney dari awal adalah pekerja migran, yang masih mendominasi penggunaan remitansi di platform Zendmoney,” kata Defendy.

Menambah produk untuk traveller

Saat ini Zendmoney telah tersedia di 50 lokasi di 4 negara. Sementara itu transaksi remitansi yang berhasil dibukukan setiap bulannya berkisar Rp40 miliar.

Masih dalam proses pengembangan, Zendmoney akan meluncurkan kartu Zmart Trip, yang bisa digunakan para traveller saat melakukan perjalanan wisata ke luar negeri. Untuk produk tersebut rencananya akan diluncurkan segera tahun ini.

“Konsep kerjanya serupa dengan kartu kredit. Pengguna bisa mengisi uang sesuai dengan jumlah yang diinginkan, nantinya kartu tersebut bisa digunakan untuk transaksi semua produk menyesuaikan konversi yang berlaku,” kata Defendy.

Persyaratan yang dikenakan kepada pengguna adalah, cukup mengisi e-formulir dan menyertakan data diri paspor. Jika dinyatakan lulus proses kurasi, pengguna bisa memanfaatkan kartu Smart Trip di mancanegara.

Application Information Will Show Up Here

Perkaya Fitur, OY! Indonesia Luncurkan Layanan Remitansi

OY! Indonesia adalah salah satu perusahaan fintech yang terus mencoba memperkaya fitur demi memuaskan pelanggannya. Bermula sejak tahun 2016 degan konsep aplikasi chat, kini mereka menjelma sebagai aplikasi keuangan yang memiliki fokus untuk memudahkan kehidupan finansial secara menyeluruh.

OY! Indonesia mengklaim diri sebagai wallet aggregator, sebuah layanan yang memungkinkan pengguna untuk menghubungkan berbagai macam kartu debit yang dimiliki untuk bisa langsung bertransaksi atau melakukan transfer. Sederhananya mereka berusaha menjadi sebuah aplikasi mobile banking yang menghubungkan banyak akun perbankan di satu kanal.

Kini startup yang digawangi Jesayas Ferdinandus, Jan Kristanto dan Hilfi Alkaff baru saja merilis fitur baru, yakni remitansi. Memungkinkan pengguna mengirim dan menerima uang dari luar negeri.

“Mulai tahun ini, fitur transfer uang dalam aplikasi OY! Indonesia tidak hanya antar-bank di dalam negeri namun juga ke luar negeri, dan pastinya dengan biaya transfer yang paling terjangkau. Beberapa negara yang dapat menjadi penerima adalah Singapura, Malaysia, Thailand, India, Korea Selatan dan China,” jelas Head of Marketing Sarah Azzahra Rilyad.

Remitansi mulai banyak diinisiasi perusahaan fintech dalam negeri

Di Indonesia sendiri layanan remitansi ini sudah diterapkan oleh beberapa perusahaan fintech, di antaranya adalah Transfez, per akhir Januari 2020 layanan remitansi mereka sudah bisa menjangkau 37 negara, baik Asia dan Eropa. Uang yang dikirim pun sudah mencapai Rp220 miliar.

Ada juga TrueMoney, yang pada pertengahan 2019 sudah mulai merencanakan fitur remitansi untuk pengiriman ke Malaysia, Singaura, Filipina, Nigeria, dan Pantai Gading. RemitPro, Top Remit juga tak mau ketinggalan. Layanan terbaru dari Digiasia Bios ini bermitra dengan Western Union.

Selain perusahaan fintech dalam negeri penyedia layanan remitansi dari luar negeri juga sudah mulai memasuki pasar Indonesia. Di 2018 silam, Wallex Asia resmi masuk ke Indonesia pasca mendapatkan investasi yang dipimpin oleh Beenxt dan diikuti oleh Central Capital Ventura dan Indonusa Dwitama.

Kendati bukan menjadi yang pertama OY! Indonesia merasa peluang mereka masih cukup besar untuk tumbuh. Selain karena potensi transfer uang dari dan ke luar negeri masih cukup tinggi OY! Indonesia juga cukup yakin bahwa fitur remitansi mereka lebih sederhana dan mudah digunakan.

Saat ini perusahaan juga sudah mendapatkan izin dari Bank Indonesia sebagai penyelenggara transfer dana. Seperti diketahui, beberapa layanan finansial berbasis pembayaran dan pinjaman diregulasi ketat oleh otoritas, sehingga konsumen pun harus selalu memastikan layanan yang digunakan sudah berizin.

Kehadiran fitur remitansi di aplikasi finansial merupakan bentuk dari inovasi lanjutan teknologi finansial di Indonesia. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir inovasi di sektor finansial terus diupayakan berbagai pihak. E-money sekarang sudah menjadi gaya hidup bagi masyarakat, dan yang dibutuhkan sekarang adalah fungsionalitas yang lebih tinggi dari sebuah layanan teknologi finansial.

Remitansi dan ambisi OY! Indonesia jadi aplikasi finansial paling lengkap

Di luar remitansi, mereka juga memiliki fitur untuk transfer antar bank dan top up tanpa dikenakan biaya. Selain itu mereka juga memiliki fitur personal finance management, sebuah fitur yang memugkinkan pengguna melakukan pelacakan pengeluaran dan pemasukan yang dapat dikategorikan sesuai dengan peruntukannya.

Per awa tahun 2020 ini mereka mengklaim sudah memiliki 500 ribu basis pengguna. Pertumbuhan ini juga bakal digenjot seiring dengan banyaknya fitur dan juga promosi yang dilakukan.

“[Tahun ini kami berharap] Semakin luas dalam melakukan penetrasi pasar, mengembangkan basis pengguna untuk transfer dari dan ke luar negeri sekaligus menambah negara-negara yang dapat menerima layanan International Remittance. Selain itu, kami juga terus mengembangkan kemitraan dengan produk-produk finansial untuk menambah pelayanan referral produk finansial dalam aplikasi OY!,” pungkas Sarah.

Application Information Will Show Up Here