Insight Pola Perilaku Pengguna Android di Indonesia

Penetrasi intensif yang dilakukan MoboMarket di industri mobile Indonesia sejak tahun 2014 membuahkan hasil yang cukup menarik untuk disimak. Dalam riset di kuartal keempat tahun lalu, MoboMarket memaparkan data seputar perilaku pengguna gadget berbasis Android di tanah air. Salah satu temuannya adalah kepopuleran mobile game masih menjadi raja di Indonesia, ukuran layar empat inci adalah primadona, dan aplikasi media sosial tetap memegang peranan penting.

Sebagai marketplace aplikasi yang fokus menyasar hasil tangan-tangan kreatif pengembang lokal, MoboMarket kerap mengorbitkan karya-karya para pengembang lokal untuk diperkenalkan dalam skala nasional. Setelah menghelat kompetisi aplikasi Android terbaik dalam tajuk “Find Top 50 Local Apps” beberapa waktu lalu, kini mereka memaparkan insight unik yang dapat dimanfaatkan para pengembang lokal untuk mempelajari konsumennya.

Riset ini dirangkum berdasarkan 517.000 aplikasi terdaftar dalam MoboMarket. Seribu di antaranya merupakan milik pengembang lokal. Berdasarkan angka tersebut, MoboMarket mencatat 265 juta distribusi aplikasi yang dilakukan para penggunanya selama kuartal keempat tahun 2014. Komitmen MoboMarket untuk memajukan ekosistem mobile di Indonesia akan berlanjut dengan merilis laporan ini secara rutin setiap kuartal.

Menurut MoboMarket, aplikasi permainan masih mendominasi total unduhan keseluruhan, ketimbang aplikasi media sosial, tools, produktivitas, dan lain sebagainya. Hal ini seharusnya menumbuhkan semangat saing para pengembang mobile game lokal untuk menghadirkan produk berkualitas. CEO Touchten Anton Soeharyo nampaknya seirama bahwa potensi ekosistemmobile game di Indonesia bakalan bertumbuh lebih baik tahun ini.

Lebih lanjut, hasil riset MoboMarket memaparkan bahwa ternyata di antara banyak pilihan layargadget yang tersedia di pasar, masyarakat cenderung nyaman dengan memiliki gadget berukuran empat inci dengan resolusi layar 800×480 piksel. Di tengah keberagaman ukuran layar, paramobile developer sebaiknya mengoptimasi tingkat responsivitas di ukuran tersebut.

Media sosial tetap memegang peranan penting dalam perkembangan perangkat mobile di Indonesia. Argumen tersebut juga diperkuat bahwa kebanyakan pengguna memasang tiga hingga empat aplikasi media sosial dalam ponsel mereka. Aplikasi-aplikasi tersebut justru memiliki tingkat pembaruan yang lebih sering ketimbang aplikasi game. Data tersebut mencerminkan mayoritas pengguna membutuhkan aplikasi media sosial untuk jangka waktu yang panjang.

Perihal waktu akses, MoboMarket menuturkan pukul 17.00 sebagai awal mula keaktifan pengguna menggunakan gadgetnya dan mencapai waktu puncak akses pertama pada pukul 20.00, yaitu saat mereka beristirahat sepulang bekerja. Di luar dugaan, justru antara 23.00 hingga 24.00 menjadi puncak akses tertinggi. Bisa diasumsikan bahwa para pengguna terbiasa menggunakan gadget mereka sebelum tidur. Mempelajari jam-jam tersebut, kesempatan untuk monetisasi aplikasi tentunya dapat lebih terarah dan efektif memanfaatkan waktu akses tertinggi.

[Header: Shutterstock]

Artikel sindikasi ini pertama kali dimuat di DailySocial dan ditulis oleh Michael Erlangga.

Insight Pola Perilaku Pengguna Android di Indonesia

Ilustrasi Pemanfaatan Gadget / Shutterstock

Penetrasi intensif yang dilakukan MoboMarket di industri mobile Indonesia sejak tahun 2014 membuahkan hasil yang cukup menarik untuk disimak. Dalam riset di kuartal keempat tahun lalu, MoboMarket memaparkan data seputar perilaku pengguna gadget berbasis Android di tanah air. Salah satu temuannya adalah kepopuleran mobile game masih menjadi raja di Indonesia, ukuran layar empat inci adalah primadona, dan aplikasi media sosial tetap memegang peranan penting.

Continue reading Insight Pola Perilaku Pengguna Android di Indonesia

Lamudi: Jakarta Termasuk Kota di Dunia yang Paling Menjanjikan untuk Memulai Startup

ilustrasi jakarta

Layanan marketplace properti Lamudi mengungkapkan lima kota di dunia, yang terletak di negara berkembang, yang dianggap menjanjikan sebagai Silicon Valley berikutnya dalam hal memulai startup. Jakarta secara mengejutkan terpilih menjadi satu di antara lima kota tersebut. Kota-kota lain di daftar tersebut adalah Medellin (Kolombia), Amman (Yordania), Lahore (Pakistan), dan Lagos (Nigeria).

Continue reading Lamudi: Jakarta Termasuk Kota di Dunia yang Paling Menjanjikan untuk Memulai Startup

Pengguna Aplikasi Messaging Populer di Indonesia Gemar Berbelanja Online

GlobalWebIndex (GWI) kembali mengeluarkan riset terbarunya mengenai penggunaan aplikasi mobile messaging. Penelitian tersebut mengungkap bahwa telah terjadi peningkatan pengguna aplikasi messaging di Indonesia hingga 45 persen sejak tahun 2013 hingga tahun 2014. Data yang paling menarik bagi para pelaku e-commerce adalah lebih dari 50 persen pengguna tiga besar aplikasi messaging di Indonesia ternyata aktif berbelanja online.

Peningkatan pesat pengguna aplikasi messaging ini disebabkan perubahan pola komunikasi publik secara online. Media sosial masih tetap primadona, tetapi belakangan orang lebih sering menjadi pengguna pasif, dalam artian mereka tetap membuka media sosial tetapi sudah tidak terlalu sering lagi menggunakannya sebagai alat komunikasi, misalnya ngobrol di wall Facebook, berbalas Twitter, dan lain-lain. Komunikasi mulai berpindah ke aplikasimessaging yang sifatnya lebih pribadi.

Menurut hasil penelitian GWI, ada tiga alasan utama mengapa layanan pesan instan berbasis mobile menjadi begitu populer. Pertama menurut 45 persen responden, layanan ini bebas biaya. Di urutan kedua, layanan pesan lebih cepat ketimbang SMS untuk berkomunikasi dengan orang-orang terdekat mereka. Terakhir, layanan ini banyak digunakan kawan-kawan mereka.

“Aplikasi pesan mobile telah menjadi tingkat pertumbuhan yang utama di kalangan generasi muda, karena orang yang menggunakan social networkinglebih pasif menjadikan layanan pesan sebagai cara cepat berkomunikasi,” ujar Head of Trends di GlobalWebIndex Jason Mander.

Data GWI mengatakan bahwa 86 persen pengguna Internet di Indonesia memiliki smartphone. Uniknya 46 persen, atau hampir setengah dari mereka, mengaku merasa lebih nyaman tidak membawa dompet ketimbang tidak membawa ponsel.

Banyak hal yang bisa dilakukan individu di ponselnya, sebagian besar untuk berkomunikasi dengan orang terdekat dan di dunia luar. Meski masih mengaku tetap mengunjungi akun media sosial miliknya, seperti Facebook, Twitter, Google+, Instagram, dan YouTube, kebanyakan dari mereka hanya berperan sebagai pengguna pasif. Tidak mem-posting sesuatu, berkomentar, ataupun melakukan percakapan melalui media sosial yang mereka miliki.

Saat ini orang lebih memilih untuk aktif di layanan pesan mobile. GWI juga mengeluarkan data bahwa pada Q3 2014, sebanyak 78 persen pengguna Internet berselancar melalui perangkat ponsel mereka.

Di Indonesia sendiri, Whatsapp masih menjadi yang paling populer dengan meraup 34 persen dari total pengguna, disusul Facebook Messenger sebanyak 28 persen, WeChat 18 persen, Skype 18 persen, dan Line 16 persen. Menariknya BlackBerry Messenger (BBM) yang dulu populer malah tidak lagi masuk di dalam daftar.

GWI data 3

WeChat adalah aplikasi dengan pertumbuhan pengguna terbesar sepanjang 2013-2014 denngan capaian 895 persen, dikuti WhatsApp 113 persen dan Facebook Messenger sebanyak 112 persen.

WeChat menjadi layanan paling populer dan paling banyak digunakan oleh anak muda usia 16 hingga 24, sedangkan Facebook Messenger paling banyak digunakan dewasa muda usia 25 hingga 34 tahun. WhatsApp sendiri digunakan oleh mayoritas pengguna di rentang usia 35 hingga 44 tahun.

GWI Data 2

Nah, riset ini juga mengukur tingkat keaktifan para pengguna aplikasi messaging untuk melakukan belanja online. Hasilnya, pengguna WeChat adalah yang paling tinggi dan data mengatakan 62 persen pengguna WeChat gemar berbelanja online.

Di posisi dua ada Facebook Messenger yang sekitar 60 persennya mengaku berbelanja online. Di tempat ketiga ada WhatsApp, yang 55% penggunanya adalah pembelanja online.

GWI Data 1

Artikel sindikasi ini pertama kali dimuat di DailySocial dan ditulis oleh Hesti Pratiwi. Ada perubahan judul dari artikel asli tanpa mengubah maksud dan diti tulisan. 

Pengguna Internet di Indonesia Diperkirakan Masuk Jajaran Lima Besar Dunia Tahun 2017

eMarketer memprediksikan tahun depan total pengguna Internet di seluruh dunia akan mencapai 3 miliar, artinya 42,4% dari total populasi sudah memiliki akses terhadap Internet. Angka tersebut diperkirakan mencapai 50% di tahun 2018. Di tahun 2017, pengguna Internet di Indonesia diperkirakan akan melewati Jepang untuk menjadi negara pengakses Internet terbesar kelima di dunia.

Model yang dibangun eMarketer memperkirakan bahwa pertumbuhan pengguna Internet dunia akan terus turun hingga mencapai angka 5% sepanjang tahun 2016-2018. Angka ini jauh lebih rendah ketimbang pertumbuhan pengguna Internet di tahun 2013 yang mencapai di atas 10%. Penurunan ini dipicu oleh penurunan pertumbuhan pengguna Internet di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat dan Jepang, karena sudah mencapai titik penetrasi hampir 100%. Meskipun demikian, sejumlah negara berkembang masih menunjukkan pertumbuhan yang pesat.

Senior Forecasting Analyst eMarketer Monica Peart menyebutkan, “Meskipun pertumbuhan pengguna Internet di negara maju sudah mendekati titik jenuh, ada ruang signifikan bagi pertumbuhan di negara-negara berkembang. India dan Indonesia misalnya, akan mencatat pertumbuhan dua digit di antara sekarang hingga 2018.”

Data eMarketer menunjukkan bahwa tahun 2014 ini pengguna Internet di Indonesia mencapai 83,7 juta. Jumlah terus menanjak dan melewati milestone 100 juta di tahun 2016. Diperkirakan tahun 2017 terdapat 112,6 juta pengguna Internet di tanah air, lebih tinggi ketimbang Jepang yang hampir mencapai titik kulminasi dan pada tahun tersebut diprediksikan memiliki 105 juta pengguna.

Screen Shot 2014-11-21 at 12.26.50 PM

Jika pertumbuhan pengguna Internet di Indonesia berikutnya terus sepesat pertumbuhannya sepanjang 2014-2018, bukan tidak mungkin di tahun 2019 atau 2020 Indonesia sudah melewati Brazil untuk menjadi pengguna Internet terbesar keempat, setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat yang memang memiliki jumlah populasi lebih besar.

Angka ini lebih realistis ketimbang harapan pemerintah.

Sebelumnya pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika, dalam hal ini Direktur Jenderal Aplikasi dan Teknologi Informatika Bambang Heru Tjahjono, berharap di akhir tahun 2015 jumlah pengguna Internet di Indonesia telah mencapai angka 150 juta orang, atau sekitar 61% dari total penduduk.

Millennium Development Goals mensyaratkan akses Internet di negara berkembang mencapai angka 50% dari total penduduk di tahun 2015. Menurut standar tersebut, pengguna Internet di Indonesia seharusnya mencapai angka 107 juta di akhir tahun 2014 dan 139 juta pengguna di akhir tahun 2015. Angka realistis versi eMarketer bahkan belum mencatatkan angka 139 juta di tahun 2018.

[Ilustrasi: Shutterstock]

Artikel sindikasi ini pertama kali dimuat di DailySocial dan ditulis oleh Amir Karimuddin. 

Freelancer Ungkap Profesi Pemasaran Media Sosial Saat Ini Paling Diminati di Indonesia

Platform marketplace global untuk freelancing dan crowdsourcing, Freelancer baru-baru ini telah merilis laporan terbaru yang bertajuk Pekerjaan bagi para“Entrepreneurs of the Future”: Pekerjaan Online yang Paling Pesat Perkembangannya untuk para generasi Millennial Indonesia.

Laporan tersebut mengungkap data yang bermuara pada satu pertanyaan, yakni pekerjaan online apa yang diminati oleh sebagian besar generasi muda Indonesia saat ini?

Dalam data yang dirangkum sepanjang kuartal ketiga 2014 ini, Freelancer mengumpulkannya dalam data Fast 50, di mana dalam data ini dijabarkan sebanyak 50 jenis pekerjaan yang dianggap paling tren di ranah online. Sebagai info, data Fast 50 dirangkum dari hasil review para ahli data Freelancer terhadap 295.259 pekerjaan online dari seluruh dunia.

Dalam laporannya disebutkan, di kuartal ketiga tahun ini, data Fast 50 menunjukkan tren pekerjaan yang sedang meningkat sebagian besar didominasi oleh pekerjaan yang berkaitan dengan media sosial, atau disetarakan meningkat sebesar 63% dibanding kuartal kedua 2014.

Dalam laporan ini disebutkan, media sosial Pinterest memegang peranan yang cukup besar dari hasil kajian tersebut, meski belum bisa melewati Facebook. Dianggap pula, banyak pelaku bisnis e-commerce meraih peningkatan performa penjualan dari upaya pemasarannya di Pinterest – yang akhirnya lahan pekerjaan di bidang media sosial berhasil diminati oleh banyak orang selama beberapa kurun waktu terakhir.

Melihat relevansinya dengan pasar Indonesia, pemanfaatan Pinterest sendiri tidaklah sekencang Facebook, Twitter, dan bahkan Instagram oleh para pebisnis e-commerce. Namun setidaknya, dari situasi yang dibeberkan Freelancer ini, mungkin bisa menjadi gambaran bagi bisnis e-commerce lokal di masa mendatang.

Sebagai pokok kajiannya, Freelancer menjabarkan seperti apa peningkatan signifikan dari minat kerja sebagian besar orang terhadap pekerjaan yang mengurusi konten pemasaran media sosial. Dijabarkan satu per satu, platform Google+ dikatakan telah meningkat secara apik dengan 532% dari 269 pekerjaan menjadi 1699 pekerjaan di kuartal ketiga, dan Google AdWords mengalami sedikit peningkatan yang juga cukup signifikan yakni sebanyak 22% atau menjadi 1238 pekerjaan.

Selain itu, profesi Social Media Marketing dinyatakan juga mengalami peningkatan yang juga luar biasa signifikan yakni mencapai 96% menjadi 3755 pekerjaan. Sementara lahan marketing di platform Twitter juga naik sebesar 56% menjadi 3662 pekerjaan dan Facebook Marketing naik 20% menjadi 8571 pekerjaan. Peningkatan signifikan dari pemasaran melalui media sosial ini juga diikuti oleh berbagai minat profesi yang juga mengalami peningkatan yang signifikan.

Pengaruh media sosial untuk kepentingan bisnis saat ini memang menjadi hal yang tak diragukan dan seakan menjadi “kewajiban” bagi setiap perusahaan untuk setidaknya, minimal memiliki satu kanal media sosial sebagai wujudonline presence-nya di masyarakat.

Tentunya hal ini juga bertujuan untuk dapat menjangkau pasar dengan lebih mudah. Melihat tren yang mesti dihadapi tentu tak aneh jika melihat laporan Freelancer ini menyatakan profesi yang berkaitan dengan pemasaran melalui media sosial saat ini menjadi profesi yang paling diinginkan oleh sebagian besar pencari kerja, hal ini juga semestinya bisa menjadi perhatian bahwa bagi para pelaku bisnis saat ini sepertinya sudah harus mulai menggenjot lagi kemampuan pemasaran media sosialnya.

[ilustrasi foto: Shutterstock]

Artikel sindikasi ini pertama kali dimuat di DailySocial dan ditulis oleh Avi Tejo Bhaskoro. 

Effective Measure: Portal Liputan6 Jadi Yang Paling Populer di Ranah Mobile

Dalam industri online di Indonesia, portal berita online tentu juga memiliki porsi yang besar di masyakarat. Seperti yang tertuang dalam sebuah laporan terbaru dari Effective Measure (EM), pada bulan September 2014 kemarin, EM mengambil satu fokus laporan terhadap pergerakan situs portal berita Indonesia yang hasilnya menempatkan beberapa portal populer menjadi yang teratas di Indonesia saat ini berdasarkan jumlah unique browser.

Tak dipungkiri, saat ini situs portal berita memang memiliki tempat tersendiri dalam konsumsi konten berita di masyarakat – dan mungkin saja bakal bisa melampaui jauh konten berita konvensional dalam waktu mendatang. Beberapa waktu lalu bahkan kami sempat menyinggung soal portal berita online yang “malah” menjadi pemenang sesungguhnya dalam perhelatan pemilu presiden kemarin. Dengan memiliki efek yang sampai sejauh itu, laporan terbaru EM mengenai situs portal berita menyimpulkan beberapa kesimpulan menarik seperti situs portal berita mana saja yang paling sering dikunjungi oleh pengguna Indonesia, dan seperti apa demografis pengunjungnya?

Menurut laporan yang bertajuk “Effective Measure Monthly Snapshot Report Indonesia” itu, portal Liputan6 ternyata berhasil menjadi situs berita lokal yang paling sering dikunjungi oleh pengguna melalui perangkat mobile. Berdasarkan hitungan yang dirangkum, pada September 2014 kemarin, Liputan6 berhasil mengantongi 11,9 juta unique browser, diikuti oleh Kompas.com yang mengantongi jumlah unique browser sebanyak 11,4 juta, dan situs TribunNews sebanyak 8,8 juta.

Menyusul tiga peringkat teratas tadi, portal lainnya seperti Okezone, Viva, Tempo, dan Republika juga masuk menjadi situs portal berita yang paling populer di masyarakat selama bulan September kemarin. Republika sendiri menjadi peringkat juru kunci dengan meraih jumlah unique browser sebanyak 2,7 juta. Menariknya, seperti chart yang dapat dilihat di bawah ini, beberapa situs di luar portal berita seperti Kompasiana dan bahkan Lazada juga masuk sebagai situs yang paling sering dikunjungi pengguna melalui perangkat mobile, di samping itu hal menarik lainnya menurut laporan EM, portal Detik justru tidak masuk sama sekali dalam kajian ini.

Bagaimana dengan kajian demografis pengunjung situs portal berita yang juga menjadi inti dari laporan ini? Tak banyak hal menarik yang bisa disimpulkan. Menurut laporan yang dirangkum, situs portal berita dipercaya menjadi sarana andalan konsumsi konten berita sebesar 35,46% oleh pengunjung yang berada dalam rentang usia produktif yakni 25-34 tahun. Berdasarkan gender, tentu dalam kajian ini, pengunjung berjenis kelamin laki-laki mendominasi dengan 63% data pengunjung, di samping itu sebanyak 34,5% pengunjung yang berpenghasilan di bawah $500 per bulan juga menjadi fakta penunjang lain dalam kajian EM.

Ungkapan data EM di atas tadi, jelas menyimpulkan bahwa adopsi pengunjung situs portal berita di Indonesia sudah mulai menunjukkan tren yang positif ke ranah mobile, dan hal ini otomatis bakal menjadi fokus yang mungkin tak akan diabaikan oleh para pelakunya. Dalam paparan ini, Liputan6 menjadi portal yang paling sukses, diikuti oleh beberapa portal besar lain yang juga mengantongi jutaan pengunjung dari ranah mobile. Maka, tak akan aneh jika di masa mendatang, portal berita online lokal akan semakin gencar meningkatkan porsi layanannya dalam ranah mobile demi memenangkan persaingan yang kian ketat.

[grafik: Effective Measure]

Artikel sindikasi ini pertama kali dimuat di DailySocial dan ditulis oleh Avi Tejo Bhaskoro. 

GfK: Pertumbuhan Penjualan Smartphone di Indonesia Tertinggi di Kawasan Asia Tenggara

Penggunaan perangkat mobile dianggap telah menjadi hal yang lumrah bagi banyak orang di masa kini. Namun hal tersebut ternyata tidak menyusutkan penjualan smartphone yang justru semakin meningkat setiap tahunnya. Data terbaru GfK menyatakan nilai penjualan smartphone di negara Asia Tenggara mencapai $16.4 Miliar (sekitar Rp 198 Triliun), meningkat 33 persen dari tahun sebelumnya. Jumlah unit yang terjual pun mengalami peningkatan sebesar 44 persen setiap tahunnya. Pertumbuhan penjualan smartphone di Indonesia mencapai 70% dalam 12 bulan terakhir, tertinggi di antara negara-negara di kawasan.

Sebanyak 120 juta smartphone dan phablet terjual pada bulan Agustus 2014 di kawasan Asia Tenggara. Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Indonesia, Vietnam, dan Kamboja menjadi penggerak utama dari pertumbuhan ini.

Di Asia Tenggara sendiri, ada sekitar 345 smartphone bermerk asal Tiongkok yang mampu menjual dengan harga 58% lebih murah dari smartphone merk internasional lain. Menurut Account Director for Digital World GfK Asia Gerard Tan, low budget smartphone melakukan penetrasi ke pasar dengan sangat baik. Merk raksasa yang mendunia kerap kalah saing dengan merk Tiongkok dalam kompetisi harga. Sementara smartphone merk internasional berkisar $253 (sekitar Rp 3 juta), merk Tiongkok menawarkan harga rata-rata sekitar $159 (sekitar Rp 2 juta).

Geliat vendor Tiongkok menawarkan model low-end terbaru mereka membuatsmartphone menjadi semakin terjangkau dan kompetisi menjadi semakin intensif.

“Kondisi di negara berkembang menjadi alasan utama di balik pengadopsian smartphone. Pasalnya banyak orang yang berada di luar kota-kota besar di negara tersebut baru memiliki smartphone setelah konsep ponsel ‘pintar’ walau telah diperkenalkan sejak lama,” ungkap Tan.

Indonesia memimpin sebagai negara dengan pertumbuhan penjualan paling tinggi hingga 70%, disusul Vietnam 56%, dan Thailand 44%. Sementara dalam segi valuasi, Vietnam berada di posisi puncak dengan pertumbuhan valuasi hingga 52%, Indonesia 32%, dan Thailand 31%.

Tak kalah pentingnya adalah catatan bahwa Indonesia menjadi satu-satunya pasar di wilayah Asia Tenggara di mana merk lokal mampu bersaing secara ketat dengan merk asing, mengingat merk-merk tersebut berkontribusi terhadap 16 persen total volume dan 7 persen total valuasi pasar nasional.

[Ilustrasi Foto: Shutterstock]

Artikel sindikasi ini pertama kali dimuat di DailySocial dan ditulis oleh Michael Erlangga. 

Riset aCommerce Temukan Perubahan Pola Perilaku Pebelanja Online Selama Bulan Ramadhan

Aktifnya pebelanja online di Indonesia membuat salah satu layanan e-commerce enabler aCommerce baru-baru ini merilis sebuah studi yang mempelajari tentang bagaimana bulan puasa, yang baru saja berlalu, dapat mempengaruhi perilaku belanja masyarakat Indonesia. Beberapa kajian di dalamnya menjelaskan seperti barang apa saja yang paling banyak dicari, kapan waktu yang tepat berbelanja, hingga seberapa banyak mereka berbelanja selama bulan puasa.

Dalam riset yang dihimpun sepanjang bulan Ramadhan 2014 (7-20 Juni dan 28 Juni-11 Juli), aCommerce mengambil sampel data melalui lima layanan klien yang memiliki lima ragam produk, yaitu produk kecantikan, pakaian muslim, umum, olahraga, dan fashion. Dari data yang diperoleh, kunjungan ke situs-situse-commerce tidak banyak mengalami perubahan, tetapi waktu berbelanja justru berubah menjadi lebih awal.

Dalam riset dikatakan bahwa tingkat kunjungan ke berbagai situs e-commercemeningkat sebesar 400% pada pukul empat dini hari dan terjadi peningkatan hingga tujuh kali lipat pada pemesanan di kategori pakaian muslim. Untuk kategori olahraga, kunjungan meningkat hingga 189% lebih besar, sementara penjualan meningkat hingga 26% pada periode waktu yang sama. Mayoritas peningkatan penjualan kategori olahraga datang dari penjualan sepatu.

Ketimbang makan di saat jam makan siang, pebelanja yang menjalankan ibadah puasa justru memanfaatkan waktu luangnya untuk mengakses situs e-commerce. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan kunjungan di situs e-commerce saat jam 11 siang yang meningkat 12% dari biasanya. Titik terendah kunjungan terjadi di sekitar waktu jam tutup kantor dengan tingkat penurunan sebesar 19%.

Aktivitas berbelanja tetap tinggi di antara pukul 11 hingga 2 siang. Meskipun begitu, kebiasaan berbelanja di malam hari justru bergeser ke waktu dini hari yang berbarengan dengan santap sahur masyarakat muslim Indonesia. Transaksi pakaian muslim sendiri meningkat hingga 96% dengan keuntungan yang didapat melonjak 84% sejak awal bulan Ramadhan.

Dalam laporannya, aCommerce juga mencatat peningkatan kisaran nominal yang dikeluarkan oleh para pelanggan selama  bulan Ramadhan. aCommerce mencatat pembelanjaan rata-rata keranjang pembelian meningkat sebesar 67% atau jika dinominalkan mencapai  $10,3 atau setara dengan sekitar Rp 120 ribu. Peningkatan ini bisa saja terkait dengan peningkatan daya beli masyarakat yang terbantu dengan bonus tunjangan hari raya (THR).

Melalui riset ini, aCommerce menyimpulkan perubahan kegiatan berbelanja terjadi dalam musim tertentu, seperti halnya bulan puasa dan Lebaran ini. Perubahan yang dimaksud adalah pergeseran prime time kegiatan e-commerce yang biasanya di sekitar pukul 6 hingga 8 malam, menjadi pukul 3 pagi. aCommerce menilai penyesuaian konten foto tertentu yang berkaitan dengan tema Lebaran (atau tema lain yang sedang berlangsung) harus menjadi perhatian untuk menjamin performa bisnis.

[Ilustrasi foto: Shutterstock]

Artikel sindikasi ini pertama kali dimuat di DailySocial dan ditulis oleh Michael Erlangga. 

Riset aCommerce Temukan Perubahan Pola Perilaku Pebelanja Online Selama Bulan Ramadhan

Aktifnya pebelanja online di Indonesia membuat salah satu layanan e-commerce enabler aCommerce baru-baru ini merilis sebuah studi yang mempelajari tentang bagaimana bulan puasa, yang baru saja berlalu, dapat mempengaruhi perilaku belanja masyarakat Indonesia. Beberapa kajian di dalamnya menjelaskan seperti barang apa saja yang paling banyak dicari, kapan waktu yang tepat berbelanja, hingga seberapa banyak mereka berbelanja selama bulan puasa.

Continue reading Riset aCommerce Temukan Perubahan Pola Perilaku Pebelanja Online Selama Bulan Ramadhan