Dagangan Dapat Pendanaan dari Kejora-SBI Orbit Fund

Startup rural commerce Dagangan baru mendapatkan pendanaan tambahan dari Kejora-SBI Orbit Fund. Hal ini seperti yang disampaikan Billy Boen selaku salah satu Partner Kejora Capital. Turut disampaikan dalam pernyataannya bahwa ini adalah portofolio ke-10 sekaligus terakhir dari dana kelolaan tersebut.

Sejak diresmikan pada Juni 2020, Orbit Fund yang merupakan joint venture Kejora Capital dan SBI Holdings, telah berinvestasi ke sejumlah startup Indonesia, termasuk platform point of sales Olsera dan pengembang infrastruktur baterai motor listrik SWAP.

Setelah Orbit Fund tidak lagi berlanjut, menurut informasi yang kami dapat, tim Kejora akan memfokuskan dana kelolaan bersama SBI ke Maven Asia Capital. Selain SBI, dana kelolaan yang akan segera ditutup untuk tahap pertamanya ini turut didukung LP individu ternama seperti Toto Sugiri, Andy Zain, Dharsono Hartono, dan sejumlah lainnya. Dikabarkan mereka menargetkan dana $150 juta untuk diinvestasikan ke startup early dan growth stage.

Pendanaan Dagangan

Saat ini Dagangan memang tengah menggalang pendanaan lanjutan setelah sebelumnya menutup putaran pra-seri B didukung BPTN Syariah Ventura dan Monk’s Hill Ventures senilai $6,6 juta.

Dikonfirmasi terpisah, Co-Founder & CEO Dagangan Ryan Manafe menyampaikan bahwa pendanaan dari Orbit Fund ini masih di putaran yang sama dengan perolehan terakhir dari W Inc, pemodal asal Jepang.

Sebagai rural commerce, Dagangan berfokus melayani pengguna di kota tier-3 dan 4. Dagangan menyuplai berbagai bahan jualan untuk ritel kecil-menengah. Baru fokus di pulau Jawa, Dagangan saat ini telah melayani 75 ribu+ warung/toko dengan 5 ribu+ SKU produk.

Menawarkan supply-chain yang lebih efisien, Dagangan mengklaim harga jual mereka 20% lebih rendah dan menghasilkan revenue 2x lipat bagi para peritel.

Dengan model operasional berupa hub & spoke untuk last-mile delivery melalui 50+ micro-hub di lokasi strategis, Dagangan mengklaim berbeda dengan startup social commerce pada umumnya. Diketahui sejumlah pemain serupa saat ini kesulitan (bahkan tidak lagi beroperasi), termasuk di antaranya Ula dan RateS.

Application Information Will Show Up Here

Dagangan Tengah Rampungkan Pendanaan Seri B, Sebuah Korporasi Lokal akan Turut Berpartisipasi

Sebagai platform social commerce yang mendukung pemilik warung di kota lapis 3 dan lapis 4, sejauh ini Dagangan telah mendapatkan pendanaan dari sejumlah investor. Salah satu investasi strategis yang telah diperoleh melalui pendanaan pra-seri B senilai $6,6 juta (lebih dari 95 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh BPTN Syariah Ventura.

Dari pendanaan strategis tersebut telah dilahirkan aplikasi “Warung Tepat” melalui integrasi API bersama BTPN Syariah. Selain integrasi API dan paylater, kemitraan antara kedua perusahaan juga dilakukan untuk pemberian akses pembiayaan pada mitra Dagangan dan perluasan akses pasar.

Sebelumnya Dagangan juga telah didanai oleh perusahaan tambang asal Kalimantan yaitu MMS Group, dalam putaran pendanaan seri A senilai $11, 5 juta atau setara 163,7 miliar Rupiah. Dalam pendanaan pra-seri A, Bluebird Group juga sempat berinvestasi kepada startup yang berdiri sejak tahun 2019 tersebut.

Segera rampungkan pendanaan terbaru

Akhir tahun 2022 ini Dagangan sedang dalam proses diskusi dan finalisasi dengan salah satu investor strategis dari kalangan korporasi. Co-Founder & CEO Dagangan Ryan Manafe menyebutkan, jika semua berjalan lancar mereka akan merampungkan pendanaan seri B akhir tahun ini. Disinggung siapa korporasi yang kemungkinan akan memimpin putaran pendanaan kali ini, Ryan enggan untuk menjawab lebih lanjut.

“Jika kita perhatikan sejak awal ada beberapa investor non-VC yang kemudian tertarik untuk memberikan investasi kepada kami. Artinya mereka melihat ada ekonomi yang berbeda di Dagangan. Saat melakukan perbincangan dengan investor kalangan korporasi juga sangat berbeda dengan VC. Mereka pada umumnya langsung menanyakan apakah kami sudah untung atau EBITDA positif,” kata Ryan.

Tiga tahun sejak berdiri, Dagangan mengklaim telah mengalami pertumbuhan signifikan, di semester pertama tahun 2022 mengalami peningkatan 5x dari periode sama tahun lalu. Selain itu, tercatat 60% kenaikan pendapatan untuk pelaku UMKM di desa jangkauan Dagangan. Saat ini Dagangan telah memiliki 30.000+ pengguna aktif dengan lebih dari 500.000+ transaksi belanja bulanan melalui aplikasi dan situs web.

Pembayaran COD masih menjadi pilihan utama

Menyadari masih rendahnya penggunaan rekening bank di kalangan pemilik warung di lokasi yang disasar Dagangan, sejak awal mereka telah memberikan pilihan pembayaran Cash on delivery (COD) kepada pemilik warung. Hal ini dilakukan juga melihat dari kebiasaan para pemilik warung saat mereka melakukan pembelian di pasar hingga toko grosir sekitar menggunakan pembayaran tunai.

Saat ini pembayaran COD masih menjadi pilihan utama para pemilik warung, dan masih sulit untuk kemudian mengajak mereka untuk melakukan adopsi kepada pembayaran non tunai.

Menurut Co-Founder & President Dagangan Wilson Yanaprasetya, ke depannya mereka juga memiliki rencana untuk menambah pilihan pembayaran kepada penjual dan pembeli hingga menambahkan fitur pembiayaan, bermitra dengan pihak terkait. Namun untuk saat ini pembayaran COD masih menjadi fitur yang kemudian banyak digunakan oleh sebagian besar pemilik warung di kota lapis 3 dan 4.

Sebagai langkah awal, Dagangan kemudian meluncurkan layanan pembayaran terbaru dari BRI Virtual Account, dengan tujuan untuk menambah performa dari platform Dagangan dalam mempercepat digitalisasi pembayaran bagi masyarakat rural Indonesia.

Saat ini Dagangan telah melakukan percobaan di dua lokasi hub milik mereka yaitu di Sleman dan Magelang. Nantinya jika ada pertumbuhan dan respons positif dari dua lokasi tersebut terkait dengan pilihan pembayaran secara nontunai, akan diaplikasikan ke lokasi hub milik Dagangan lainnya. Layanan pembayaran terbaru dari BRI Virtual Account Dagangan ini sebelumnya sudah masuk dalam roadmap dari perusahaan.

Luncurkan kampanye #DimanapunJadiMudah

Model bisnis Dagangan sejak awal adalah fokus memberikan kemudahan bagi pengguna untuk berbelanja melalui berbagai channel. Mulai dari platform Dagangan ataupun dari jaringan reseller dan mitra dengan memanfaatkan digitalisasi serta analisa big data.

“Kami membangun jaringan gudang mikro (hub-and-spoke) di kota-kota tier 3-4 dan wilayah pedesaan untuk memberikan penetrasi paling dalam bagi produsen besar menjangkau desa-desa serta mendekatkan masyarakat di desa tersebut dengan akses kebutuhan sehari-hari sehingga biaya logistik menjadi lebih efisien dengan harga terjangkau,” kata Ryan.

Terkait hal ini, Dagangan pun meluncurkan kampanye terbaru #DimanapunJadiMudah untuk memaksimalkan digitalisasi rural commerce sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan kualitas hidup, serta menciptakan ekosistem ekonomi inklusif di wilayah rural Indonesia.

“Ke depannya kami ingin menargetkan 75.000 desa di seluruh pelosok Indonesia akan terjangkau oleh platform Dagangan. Selain itu, kami ingin terus mengembangkan setiap fitur dan layanan platform kami dengan pemanfaatan big data yang kami miliki. Sehingga kami bisa membantu mencari solusi tepat atas masalah yang dihadapi masyarakat di pedesaan,” kata Wilson.

Saat ini Dagangan termasuk startup social commerce yang terus mengalami pertumbuhan positif. Sejak 2019, layanan Dagangan telah membangun lebih dari 40 hub untuk menjangkau 17.000 desa di Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur.

Terkait dengan ekspansi di luar pulau Jawa, Ryan menegaskan tidak akan mudah untuk menerapkan model yang sama di kota lapis 3 dan 4 di luar pulau Jawa. Jika nantinya mereka akan melakukan ekspansi di lokasi tersebut, target audience dan operasi pun kemungkinan besar akan berbeda. Idealnya jika memang Dagangan akan melakukan ekspansi, lokasi yang relevan untuk mereka garap di antaranya adalah Sulawesi, Kalimantan hingga Bali.

“Saat melakukan ekspansi kami juga akan melakukan konsultasi dengan produsen besar kita. Artinya akan dilakukan diskusi dengan penjual dan pembeli untuk penentuan ekspansi pasar,” kata Ryan.

Application Information Will Show Up Here

Menyimak Potensi Platform Social Commerce di Indonesia

Dalam laporan yang dirilis oleh DailySocial.id membahas perkembangan ekosistem social commerce di Indonesia, terungkap selama satu dekade terakhir e-commerce telah berhasil menjadi lokomotif industri yang mendorong berbagai inovasi digital di berbagai sektor. Namun demikian masih ada gap yang belum terselesaikan, khususnya terkait pemerataan jangkauan layanan.

Gap tersebut dilandasi berbagai faktor, misalnya terkait distribusi layanan di kota tier 3 atau 4. Sampai dengan literasi digital masyarakat rural yang belum maksimal. Dari kondisi tersebut kemudian muncul inovasi baru berjuluk “Social Commerce”.

Dalam sesi #Selasastartup kali ini, CEO Dagangan Ryan Manafe mengungkapkan tantangan dan peranan Dagangan untuk bisa merangkul lebih banyak mitra dari kalangan perusahaan multinasional, agar bisa memberikan layanan terpadu kepada masyarakat Indonesia.

Pendekatan teknologi yang relevan

Tidak dapat dimungkiri, teknologi memiliki peranan penting untuk bisa membantu mempercepat layanan dan pengiriman barang kepada mereka yang tinggal di daerah tertentu hingga pedesaan. Namun demikian dalam penerapannya, idealnya tidak disamakan pemahaman teknologi mereka yang tinggal di pedesaan atau daerah tertentu hingga pedesaan, dengan mereka yang tinggal di kota-kota besar.

Jika memang dibutuhkan, bisa ditawarkan penggunaan aplikasi, microsite, hingga pemesanan melalui WhatsApp. Namun untuk membantu proses lebih mudah lagi, perlu memberikan juga penjelasan yang lebih akurat dan langsung oleh tim di lapagan.

“Dalam hal ini Dagangan menawarkan tim penyuluh di masing-masing daerah untuk membantu mereka melakukan pemesanan, mengelola, dan mengumpulkan pemesanan hingga akhirnya dapat disalurkan kepada masing-masing pembeli,” kata Ryan.

Untuk mempercepat pengiriman dan menekan biaya ongkos kirim yang kebanyakan cukup tinggi di daerah tertentu, Dagangan melakukan kerja sama strategis dengan logistik pihak ketiga. Mereka juga menerapkan model Hub and Spoke untuk mempercepat proses distribusi barang.

Seperti yang disebutkan dalam laporan sebelumnya, konsep yang ditawarkan oleh platform social commerce saat ini lebih menekankan kepada memberdayakan komunitas sebagai perwakilan setiap transaksi yang ada. Selain konsumen yang merupakan target dari semua platform social commerce, komunitas dalam hal ini berfungsi sebagai mitra strategis dari social commerce.

Saat ini selain Dagangan sudah banyak platform social commerce di Indonesia. Di antaranya adalah Super, Evermos, Mapan, RateS, Woobiz dan lainnya.

Tantangan platform social commerce

Salah satu tantangan yang masih ditemui oleh platform social commerce saat ini adalah, bagaimana mereka bisa meyakinkan produsen dan principal untuk bisa bersama memberikan layanan kepada kota-kota di lapis 2 dan 3.

“Masih menerapkan kearifan lokal, sekarang saya bawa ke level berbeda yaitu meyakinkan principal yang merupakan multinasional company yang sudah memiliki pengalaman untuk bisa bermitra dengan Dagangan,” kata Ryan.

Minat dari investor lokal hingga asing untuk memberikan pendanaan kepada platform social commerce juga terlihat semakin meningkat. Meskipun tidak selalu fokus kepada pengembangan teknologi atau berbasis teknologi, namun jika platform social commerce memiliki visi yang baik yaitu menjangkau lebih banyak area di kota tier 2 dan 3, ternyata mampu menarik perhatian dari investor untuk memberikan kepercayaan.

Dalam laporan juga disebutkan, GMV (Gross Merchandise Value) untuk industri e-commerce di Indonesia diprediksi mencapai $104 miliar pada tahun 2025. Terlepas dari platform e-commerce yang sudah banyak digunakan oleh pengguna, masih ada potensi pasar yang besar dari masyarakat terfragmentasi di media sosial.

Bagi platform social commerce yang saat ini perlu diperhatikan adalah, bagaimana model bisnis yang berkelanjutan, unit ekonomi dan visi yang mereka tawarkan bisa membantu masyarakat untuk mendapatkan barang dengan cepat dan harga terjangkau lebih baik lagi.

Dagangan Berdayakan Ekonomi Digital Pedesaan Lewat Berdagang

Semestinya pertumbuhan digital harus merata dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Hanya saja fakta ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Setidaknya kondisi seperti itulah yang dirasakan Ryan Manafe bersama dua temannya, Willy Chandra dan Adi Wismaya, sebelum mantap merintis startup social commerce Dagangan.

Awalnya, Ryan sempat bercita-cita ingin menjadi seorang abdi negara, impian yang sama seperti teman-temannya dan kebanyakan orang Magelang. Di kota tersebut ada sekolah polisi yang selalu banjir peminat dari seluruh Indonesia. Akhirnya, impian tersebut hanya sebatas angan-angan. Ia justru mengawali kariernya bekerja di perusahaan energi terbarukan, masuk ke desa-desa yang belum dialiri listrik. Di sanalah ia bertemu Willy dan Wismaya.

“Saya lihat rupanya ketika listrik sudah nyala di desa, bukan artinya listrik jadi game changer, ekonomi di desa tersebut langsung meningkat. Ada faktor lain, yang sekalipun di daerah yang sudah berlistrik belum tentu langsung maju [ekonominya]. Ternyata masalahnya pada akses dan bentuk aksesnya itu macam-macam,” ucap Ryan kepada DailySocial.id.

Ryan melanjutkan, salah satu akses yang paling mendasar sebelum masuk ke kesehatan dan pendidikan adalah kebutuhan pokok. Mereka harus menempuh waktu yang tidak sebentar untuk belanja ke pasar yang rata-rata terletak di kota. Pun ketika ingin dijual kembali di lingkungannya, harga jualnya jadi mahal sehingga jadi sulit bersaing. Isu inilah yang akhirnya menjadi cikal bakal lahirnya Dagangan pada 2019.

“Idenya simpel saja, karena di kota besar banyak startup yang lahir, namun saya merasa masalah yang tidak terlalu painful bahkan sampai dibuat app-nya. Sementara di desa tidak ada yang memerhatikan. Kami pun bersemangat untuk merintis Dagangan. Dari kami bertiga, bertambah Estrada [Andhika Estrada] dan Willy [Willy Chandra] untuk team up.”

Masing-masing co-founder memiliki latar belakang yang saling mendukung satu sama lain di Dagangan. Ryan (CEO) sebelumnya bekerja di Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP/UKP4), kemudian ikut mendirikan salah satu perusahaan tenaga surya SUN Energy. Wilson Yanaprasetya (President) pernah bekerja di perusahaan firma ekuitas swasta dan turut menjadi salah satu pendiri di Qerja.

Sementara, Willy Chandra (COO) sebelumnya bekerja di perusahaan FMCG P&G, hingga akhirnya meneruskan ke SUN Energy dan bertemu dengan Ryan. Lalu, Andhika Estrada (CTO) pernah bergabung di Agate sebagai co-founder dan Adi Wismaya (VP of Business Development) memulai kariernya di perusahaan konsultan, kemudian melanjutkan ke SUN Energy.

Solusi Dagangan

Sumber: Dagangan

Sedari awal Dagangan konsisten dengan misinya yang ingin memberdayakan ekonomi desa dengan solusi digital. Pergerakan ekonomi di daerah luar biasa besar, tapi kehidupan masyarakatnya masih sangat konvensional. Dagangan menganut konsep social commerce yang menyediakan berbagai kebutuhan rumah tangga dengan layanan pengantaran di hari yang sama dan esok hari.

Yang membuat Dagangan berbeda dari platform sejenis adalah memanfaatkan model hub-and-spoke. Maksudnya ialah, Dagangan membangun pusat pengadaan kebutuhan pokok atau micro fulfillment center (hub) di kota lapis dua, tiga, dan pedesaan. Tujuannya untuk meringankan biaya logistik. Konsumen bisa memperoleh akses barang lebih mudah, produsen juga mampu menjangkau area yang sebelumnya sulit diraih akibat keterbatasan logistik.

“Dalam ilmu rantai supply chain, hub-and-spoke itu konsep distribusi yang ideal. Tapi untuk mengerjakannya dari teori tidak mudah. Masalahnya konsep distribusi di Indonesia itu eksklusif. Misal, Unilever, untuk distribusi ke jaringannya tidak bisa bawa merek lain.”

Ryan melanjutkan, karena eksklusif, distributor dari merek tersebut langsung menyalurkannya ke grosir, warung, bekerja secara sporadis. Hasilnya pun amburadul karena tidak tersistem, penetrasi produk dari merek tersebut akhirnya tidak sampai ke warung kelontong di pedesaan. Dagangan berusaha mengisi kekosongan tersebut, justru membuat sistem distribusi jadi lebih rapi dan tertata.

Dari gudang Dagangan yang terletak di pedalaman akan jadi hub untuk distribusi produk-produk yang dipesan pemilik warung, agen, atau reseller. Baik di mata pemegang merek ataupun Dagangan sendiri, model bisnis seperti ini bisa dikatakan lebih nyaman bagi kedua belah pihak. Beda halnya, kalau Dagangan bermain di kota besar yang lebih rawan konflik, dikhawatirkan terjadi kanibalisasi.

“Dagangan hanya cover tier 3 dan 4 di area yang belum di-cover oleh distributor. Makanya, positioning kami lebih nyaman buat produsen lebih terbuka kepada kita.”

Adapun, untuk pengirimannya karena harus ke desa, tak banyak pihak ketiga yang masuk ke area tersebut. Alhasil, Dagangan pun bangun jaringannya secara perlahan-lahan dengan merekrut tim lokal dan terus menerus dilatih agar siap. Meski terbilang lambat, Ryan meyakini membangun bisnis berkelanjutan itu lebih penting dan tidak ada jalan pintasnya.

Konsep ini pertama kali diperkenalkan di kampung halaman Ryan, di Magelang. Ia memilih lokasi ini karena ia punya pemahaman mendalam terkait budaya dan kebiasaan masyarakat setempat. Kemudian, masuk ke Sleman, Grabag, Temanggung, Salatiga, Ambarawa. “Tapi pertumbuhan di Sleman paling cepat, makanya kami taruh kantor pusatnya di sini. Untuk area Jawa Barat, baru kita cover di Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis, kalau Jawa Timur baru di Madiun.”

Strategi yang diambil Dagangan untuk keseluruhan bisnisnya, berbeda dengan kebanyakan startup lainnya yang berfokus pada digitalisasi baru. Salah satu solusi yang ramai ditawarkan oleh startup adalah pencatatan keuangan (bookkeping). Mengenai hal tersebut, Ryan berpendapat bahwa di daerah solusi yang paling dibutuhkan saat ini adalah suplai barang kebutuhan dengan harga murah dan bervariasi, tidak melulu soal akses logistik yang sulit saja.

“Pilihan yang bervariasi, itu juga jadi isunya, selama ini pilihan belanja mereka itu-itu saja. Misal, untuk rasa mie instan saja, mereka susah mendapatkannya. Kalau di kota mungkin isunya sudah beda, barang-barang sudah terpenuhi makanya yang lain masuk ke tahap berikutnya, yakni bookkeping. Jadi mungkin ada kebutuhan itu.”

Disebutkan, Dagangan memiliki lebih dari 40 hub yang tersebar di berbagai area di Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Produk dan layanan Dagangan telah menjangkau hampir 15 ribu desa di 40 kota/kabupaten. Lalu, terdapat lebih dari 4 ribu SKU dan lebih dari 17 ribu pengguna aktif dari total 100 ribu pengguna terdaftar yang memanfaatkan solusi Dagangan.

Relasi dengan BTPN Syariah

Hal menarik lainnya dari Dagangan adalah relasi yang sudah dibangun sejak awal 2020 antara perusahaan dengan BTPN Syariah, sampai akhirnya menjadi investor strategis di Dagangan melalui arm CVC-nya BTPN Syariah Ventura. Ryan menuturkan, saat itu Dagangan melakukan pilot project untuk mendukung para debitur BTPN Syariah untuk mengembangkan bisnis melalui pinjaman yang mereka terima.

Dagangan menyediakan stok barang kelontong dalam bentuk paket-paket hemat yang bisa dibeli untuk nantinya dijual kembali oleh para mitra di lingkungan rumahnya. Karena berjualan barang kelontong, maka perputaran uangnya jauh lebih cepat hanya sekitar satu hingga dua hari saja. “Sebab enggak semua mitra BTPN Syariah ini punya bisnis untuk mutar uangnya. Di daerah itu bisnis yang paling gampang untuk memutar uang adalah berdagang.”

Kemitraan kedua perusahaan berlanjut ke integrasi API, aplikasi Dagangan terhubung dengan aplikasi Warung Tepat, yang ditujukan untuk agen Laku Pandai (disebut Agen Tepat). Dalam salah satu fiturnya, aplikasi ini memungkinkan agen bisa belanja produk satuan dengan harga grosir, baik untuk kebutuhan pribadi ataupun untuk dijual kembali.

“Ketika sudah masuk integrasi API artinya dua-duanya saling buka dapur. Yang menariknya, ini yang dibicarakan bukan peluang tapi yang sudah terjadi dan sedang terjadi [karena integrasi API], jadi investasi inni hanya sekadar menegaskan sekaligus mengonfirmasi saja.”

Ke depannya, bersama dengan BTPN Syariah, Dagangan akan mengeskalasi bisnis yang sudah terbukti berhasil sejak pilot project dan melipatgandakan jumlah lokasi baru ke area di mana BTPN Syariah beroperasi. Sebagai catatan, BTPN Syariah memiliki basis 6 juta nasabah yang terlayani dan 4,1 juta di antaranya adalah nasabah aktif. Nasabah kredit perbankan yang digarap ini berada di kelompok pra-sejahtera.

Application Information Will Show Up Here

Dagangan Discloses Pre Series B Funding Worth of 95 Billion Rupiah

Dagangan social commerce announced pre-series B funding of $6.6 million (over 95 billion Rupiah) led by BPTN Syariah Ventura. Other investors participated in this round, including Monk’s Hill Ventures and Hendra Kwik (Payfazz) participated.

This investment also marks BPTN Syariah Ventura‘s debut after officially announcing its business today (3/6).

Dagangan will use the fresh capital to continue business expansion, increase team capabilities, and product development. Dagangan will soon to collaborate with other financial institutions in developing financial services.

In an official statement, Dagangan’s Co-founder & CEO, Ryan Manafe breaks down the team’s aspirations for the community in remote areas to lift up the economy in the village significantly. “This funding led by BTPN Syariah Ventura is not just an investment, it is the beginning of a joint effort to strengthen an inclusive digital ecosystem for Indonesian people in the future.”

He continued, “We have partnered with BTPN Syariah since 2020 and held the same passion for improving the living standards of Indonesian people in remote areas. Through this funding, BPTN Syariah Ventura provides us access to its ecosystem, hence giving us the opportunity to expand our business, including opportunities for users to gain access and the best financial services.”

Dagangan is a social commerce platform that provides a variety of household needs, ranging from basic necessities, fresh/frozen food ingredients, and fashion products, with same-day and next-day delivery services. The business model used is direct shopping through the Dagangan platform, resellers, and third parties who work with the company.

The Yogyakarta-based startup uses a hub-and-spoke model in its operations. In a sense, building a basic needs procurement center or micro fulfillment center (hub) for second-and third-tier cities, also rural areas. It is resulting in the logistics costs become more efficient. Consumers also have easier access to goods, large producers are also able to reach areas that were previously difficult to reach due to logistical limitations.

“Our main goal is to build the largest integrated retail and e-commerce company in Indonesia that is able to reach 90,000 tier 3-4 villages and cities, where 80% of the total Indonesian population lives,” added Dagangan Wilson Co-founder & President. Yanaprasetya.

Source: Dagangan

He also said, “Therefore, we are very focused on mapping the right business by creating an efficient organization, creating consistent growth, accompanied by the development of innovative technologies for our products. Currently, every transaction on the Dagangan application is able to provide a growing profit, which is rarely happen to the new startups.”

After obtaining series A funding of $11.5 million in September 2021, Dagangan is said to succeed in scoring business growth of up to five times. Currently, the company has over 40 hubs spread across various areas in Yogyakarta, Central Java, and West Java. Dagangan’s products and services have reached nearly 15,000 villages in 40 cities/districts.

BTPN Syariah Ventura

On a separate occasion, this strategic act marked the debut of BPTN Syariah Ventura obtaining Rp300 billion in capital from BPTN Syariah. In a disclosure on the Indonesia Stock Exchange, this venture has an authorized capital of Rp500 billion.

As the core capital authorized, issued and paid-up by the subsidiaries, the composition of BPTN Syariah Ventura becomes Bank BPTN Syariah with a total of 2.97 billion shares with a nominal value of Rp297 billion or 99% of the total issued/paid-up shares in the subsidiary.

Moreover, Bank BTPN has as many as 30 million shares with a nominal value of Rp3 billion or 1% of the total issued/paid-up shares in the subsidiary.

“Referring to the copy of the Decree of the Member of the Board of Commissioners of the Financial Services Authority Number KEP-23/D.05/2022 dated May 20, 2022, which was received by the Company on May 30, 2022 regarding the Granting of a Sharia Venture Capital Company Business License to PT BTPN Syariah Ventura, then The Company’s subsidiaries have effectively run their business as a sharia venture capital company,” the management stated in the announcement.

This formation is a strategic move from BPTN Syariah to chip in to the digital banking competition. One way is to support business activities and create a digital ecosystem for the segments it serves.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Dagangan Umumkan Pendanaan Pra-Seri B Senilai 95 Miliar Rupiah

Startup social commerce Dagangan mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri B senilai $6,6 juta (lebih dari 95 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh BPTN Syariah Ventura. Dalam putaran ini turut berpartisipasi investor lainnya, seperti Monk’s Hill Ventures dan Hendra Kwik (Payfazz).

Investasi ini menandai debut perdana BPTN Syariah Ventura setelah diumumkan secara resmi beroperasi yang bertepatan pada hari ini (3/6).

Dana segar akan dimanfaatkan Dagangan untuk meneruskan ekspansi bisnis, meningkatkan kapabilitas tim, dan pengembangan produk. Dagangan juga akan bekerja sama dengan institusi keuangan lainnya untuk mengembangkan layanan finansial.

Dalam keterangan resmi, Co-founder & CEO Dagangan Ryan Manafe menjelaskan pihaknya memiliki aspirasi agar dapat melayani masyarakat hingga ke pelosok, sehingga perekonomian di desa dapat tumbuh secara signifikan. “Pendanaan yang dipimpin BTPN Syariah Ventura ini bukan sekadar investasi semata, namun ini adalah permulaan dari ikhtiar bersama untuk memperkuat ekosistem digital yang inklusif bagi masyarakat Indonesia ke depannya.”

Ia melanjutkan, “Kami telah bermitra dengan BTPN Syariah sejak 2020 dan kami melihat semangat yang sama dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia di pelosok. Melalui pendanaan ini, BPTN Syariah Ventura memberikan kami akses terhadap ekosistem yang mereka miliki, sehingga memberi kami kesempatan memperluas bisnis, termasuk memberikan kesempatan bagi para pengguna untuk mendapatkan akses dan layanan keuangan terbaik.”

Dagangan merupakan platform social commerce yang menyediakan berbagai kebutuhan rumah tangga, mulai dari sembako, bahan makanan segar/beku, hingga produk fesyen, dengan layanan pengantaran di hari yang sama dan esok hari. Model bisnis yang dipakai adalah berbelanja langsung melalui platform Dagangan, reseller, dan pihak ketiga yang bekerja sama dengan perusahaan.

Startup yang berbasis di Yogyakarta ini menggunakan model hub-and-spoke dalam operasionalnya. Dalam artian, membangun pusat pengadaan kebutuhan pokok atau micro fulfillment center (hub) ke kota lapis dua dan tiga dan pedesaan. Alhasil, biaya logistik jadi lebih efisien. Konsumen pun memperoleh akses barang secara lebih mudah, produsen besar juga mampu menjangkau area yang sebelumnya sulit diraih akibat keterbatasan logistik.

“Tujuan utama kami adalah membangun perusahaan ritel dan e-commerce terintegrasi terbesar di Indonesia yang mampu menjangkau 90 ribu desa dan kota-kota tier 3-4, di mana 80% dari total penduduk Indonesia tinggal,” tambah Co-founder & President Dagangan Wilson Yanaprasetya.

Sumber: Dagangan

Ia melanjutkan, “Oleh karena itu, kami sangat fokus pada pemetaan bisnis yang tepat dengan membuat organisasi yang efisien, menciptakan pertumbuhan yang konsisten, dan tentunya disertai dengan pengembangan teknologi yang inovatif untuk produk kami. Saat ini, setiap transaksi pada aplikasi Dagangan mampu memberikan profit yang bertumbuh, yang mana hal ini jarang terjadi pada
startup yang baru berdiri.”

Pasca menerima pendanaan seri A sebesar $11,5 juta pada September 2021, diklaim Dagangan berhasil mencetak pertumbuhan bisnis hingga lima kali lipat. Saat ini, Dagangan telah memiliki lebih dari 40 hub yang tersebar di berbagai area di Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Produk dan layanan Dagangan telah menjangkau hampir 15.000 desa di 40 kota/kabupaten.

BPTN Syariah Ventura

Secara terpisah, menandai mulai beroperasinya BPTN Syariah Ventura memperoleh modal ditempatkan sebesar Rp300 miliar dari BPTN Syariah. Dalam keterbukaan di Bursa Efek Indonesia, entitas ventura ini memiliki modal dasar sebesar Rp500 miliar.

Dengan efektifnya penambahan modal dasar serta modal ditempatkan dan disetor entitas anak perseroan, maka susunan di BPTN Syariah Ventura menjadi Bank BPTN Syariah sebanyak 2,97 miliar saham dengan nominal Rp297 miliar atau senilai 99% dari jumlah seluruh saham yang telah ditempatkan/disetor dalam entitas anak.

Kemudian, Bank BTPN sebanyak 30 juta saham dengan nominal Rp3 miliar atau 1% dari jumlah seluruh saham yang telah ditempatkan/disetor dalam entitas anak.

“Merujuk kepada salinan Surat Keputusan Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor KEP-23/D.05/2022 tertanggal 20 Mei 2022, yang diterima Perseroan pada tanggal 30 Mei 2022 tentang Pemberian Izin Usaha Perusahaan Modal Ventura Syariah kepada PT BTPN Syariah Ventura, maka entitas anak Perseroan telah efektif menjalankan bidang usaha sebagai perusahaan modal ventura syariah,” tulis manajemen dalam pengumumannya.

Pembentukan ini merupakan langkah BPTN Syariah dalam bertarung dalam perbankan digital. Salah satu caranya dengan menunjang kegiatan usaha dan mewujudkan ekosistem digital bagi segmen yang mereka layani.

Application Information Will Show Up Here

Mendalami Potensi Bisnis Social Commerce di Daerah

Sementara geliat perusahaan-perusahaan e-commerce di Indonesia kian menanjak, penetrasi layanan ini terhadap pedagang masih terhitung belum maksimal. Ada banyak pedagang yang masih enggan masuk ke ranah e-commerce oleh karena berbagai keterbatasan atau dengan alasan kenyamanan dan preferensi. Social commerce hadir salah satunya sebagai strategi untuk bisa mengonversi para pedagang offline menjadi online (O2O).

Selama pandemi, terjadi pertumbuhan signifikan pada jumlah transaksi online di Indonesia. Hal ini berdampak terhadap angka pertumbuhan pedagang online di Indonesia. Sampai Agustus tahun ini, terdapat lebih dari 14 juta UMKM atau 22% dari total UMKM yang sudah bergabung dengan aplikasi perdagangan elektronik.

Namun, pada kenyataannya, angka pertumbuhan ini masih belum merata terjadi di seluruh Indonesia. Kebanyakan, yang menggunakan e-commerce adalah orang-orang di kota besar dengan berbagai kemudahannya. Sementara, masyarakat yang tinggal di desa yang lebih terpencil atau rural, masih berjibaku dengan keterbatasan teknologi.

Dalam kaitannya dengan industri digital, pada dasarnya semua inisiatif e-commerce memiliki tujuan untuk mengangkat barriers yang ada di masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dagangan, salah satu pemain yang ikut berkecimpung dalam kolam social commerce ingin mencoba menjembatani daerah-daerah terpencil ini dengan ekosistem digital yang kian bertumbuh di kota-kota besar.

Potensi daerah rural

Sebelum menjadi seorang founder platform social commerce Dagangan, Ryan Manafe sempat bercita-cita menjadi tentara. Namun, saat ini ia memiliki kesempatan untuk mengabdi pada negara lewat jalan lain, yaitu perkembangan ekonomi digital. Salah satu cara konkret adalah dengan menjembatani masyarakat yang berada di daerah dengan solusi digital untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Faktanya, ekonomi Indonesia sebagian besar juga ditopang oleh sumber daya alamnya yang kaya dan kebanyakan berlokasi di daerah terpencil. Uang berputar di daerah, sementara masyarakatnya masih sangat konvensional. Dagangan melihat hal ini sebagai peluang di mana mereka bisa masuk dan berharap bisa memberi manfaat serta menggandakan ekonomi daerah.

Ryan juga mengungkapkan fakta yang cukup tragis, Indonesia sebagai pencetak unicorn dan decacorn, masih memiliki banyak sekali rakyat yang belum tersentuh digital. Ia berharap, dengan berperan sebagai social commerce, Dagangan bukan dianggap sebagai kompetitor melainkan bisa menjadi enabler atau support system untuk pemain yang sudah besar.

Pendekatan kontekstual

Di luar sana, konsep social commerce sudah sangat populer. Indonesia saat ini sedang mengikuti tren global, namun tidak bisa menggunakan satu pendekatan untuk penetrasi seluruh pasar, harus ada pendekatan spesifik untuk segmen tertentu. Satu kata yang menurut Ryan bisa mewakili hal ini adalah “kontekstual”.

Ketika diimplementasi di lapangan, tidak semua masyarakat bisa mengadopsi konsep ini sepenuhnya. Maka dari itu, pendekatan kontekstualisasi dibutuhkan untuk meminimalkan miskomunikasi atau deviasi informasi. Setiap orang punya cara sendiri dan pendekatan yang pas. Contohnya, memasukkan pemimpin lokal di dalam bisnis model atau bekerja sama dengan institusi tertentu. 

Dagangan memulai bisnis dari Magelang bukan tanpa alasan. Ryan memiliki pemahaman mendalam terkait kultur dan kebiasaan masyarakat setempat. Selain itu, sebagai warga Magelang, ia juga akrab dengan komunitas yang berperan penting dalam keberlanjutan bisnis social commerce. Tantangan datang ketika akan memutuskan untuk ekspansi. Namun hal itu bisa dikondisikan selama tetap menjalankan proses kontekstualisasi dalam bisnis model sebelum memulai penetrasi untuk spesifik area. 

“Saya memanfaatkan latar belakang untuk memulai hal ini, karena sangat penting untuk kita memiliki pemahaman mendalam terkait budaya masyarakat setempat. Namun, ketika nanti kita diizinkan untuk ekspansi, saya juga belum tahu seperti apa. Kita bisa bekerja sama dengan putra daerah atau startup yang sudah beroperasi lama di sana,” ujar Ryan.

Memberi dampak nyata

Melihat banyak perusahaan e-commerce yang telah menjadi unicorn, bukan berarti Dagangan tidak memiliki ambisi untuk hal itu. Hanya saja, Ryan mengungkapkan, saat ini bukan itu yang menjadi fokus mereka. “Banyak konteks di daerah/rural yang bukan menjadi suatu hal yang seksi dari kacamata investasi, tapi kita harus bisa menghadapi hal itu. Semua adalah tentang menemukan keseimbangan antara keduanya,” tambah Ryan.

Terkait kompetisi, Indonesia memiliki potensi pasar sebesar $131 miliar. Ryan percaya hal ini tidak bisa dipenuhi oleh satu atau dua startup saja. Selama perusahaan memiliki visi yang jelas terkait segmen pasar, masalah yang ingin diselesaikan, dan memiliki pendekatan kontekstual. Akan sulit untuk bisa berkompetisi dengan e-commerce yang sudah besar, justru bagaimana caranya bisa mendukung mereka masuk ke daerah. Itulah yang berpotensi menjadi pangsa pasar.

Ia percaya bahwa ada 3 kunci untuk social commerce bisa menjadi the next big thing. Pertama, bagaimana bisa mengakomodasi kearifan lokal. Kedua, validasi produk yang dipengaruhi oleh komunitas. Terakhir, harus bisa menghadapi tantangan dari sisi geografis. Lalu, saat ini kita berada di jaman kolaborasi bukan kompetisi. “Setiap orang punya keterbatasan, tidak ada startup ilahi. “Mari memosisikan diri untuk saling melengkapi daripada berkompetisi,” ujar Ryan.

Dagangan Secures 163.7 Billion Rupiah Series A Funding, Intensifying Penetration to Tier 3 & 4 Cities

Social commerce startup Dagangan announced its series A funding worth of $11.5 million or equivalent to 163.7 billion Rupiah. The round was led by Monk’s Hill Ventures with the participation of MMS Group, K3 Ventures, Spiral Ventures, and Plug and Play.

Previously, the startup that was founded in 2019 announced a pre-series A funding with an undisclosed value from CyberAgent Capital, Spiral Ventures, 500 Startups, and Bluebird Group in June 2021.

Dagangan’s Co-Founder & CEO, Ryan Manafe revealed to DailySocial, the company has achieved revenue record in mid-2020, the trend continues today. It is suspected that various restrictions during the pandemic has resulted in the demand for daily needs online are rising.

Unlike in urban areas, people in rural areas have their own challenges in getting their daily needs online. “The situation is getting worse as accessibility issues that persist in rural areas, where retailers have to bear the cost of inefficient logistics for commuting to and from the city. Dagangan aims to address these issues and is now on the right track,” Ryan said.

He continued, “Our vision is to enable 100 million people in underserved rural areas to have easy access to quality daily necessities at affordable prices.”

The fresh money is to be used to develop private-label local products such as frozen foods, groceries, and household appliances. In addition, they will continue product development and add new features including paylater. Access to logistics services will also be sharpened, while talent acquisition efforts and partnership expansion will be enhanced.

Dagangan will intensify expansion in tier 3-4 cities and villages in Java, Sumatra, and Kalimantan.

Business challenges

To date, there are some challenges remain by the company as it started to reach tier 3-4 cities and villages. Among them is user acquisition with low technology adaptation. Education is highly needed, therefore, they are accustomed to using applications and making purchases online. The next effort was to intensify user acquisition activities offline.

“However, we are indirectly helped by social distancing awareness and user willingness to learn and adapt [to digital services]. In the future we plan to reduce the offline acquisitions by gradually switching to digital acquisitions,” Ryan said.

Another challenge is the dependence on local approaches. Therefore, companies need to build strong local teams in each area and establish partnerships.

Problem also arise on the limited logistics infrastructure. With limited infrastructure in rural areas, both suppliers and consumers face the challenge of selling and buying products. Even as e-commerce services increase, the magnitude of logistics costs is difficult to avoid. Dagangan implements Hub-and-Spoke to help solve this problem.

“This also gives us a challenge as we have to keep opening new hubs in various regions. We plan to expand our business not only to other regions, but also to other channels, such as selling our private-label products through e-commerce and export services,” Ryan added.

One of the Dagangan’s focus this year is to develop private-label products. There are many local products with great potential, but only available for the area or focused on tourists (eg bakpia in Yogyakarta). Some of these products are getting exported, but are not widely available even in Java. For people in big cities, they may be able to easily buy these products through e-commerce services, but rural markets remain underserved due to expensive logistics costs.

“This is where Dagangan comes in handy. We want to empower these products, especially those in high demand and most of the not-widely-recognized products (eg honey, brown sugar, local snacks) through our private-label products. beneficial for stakeholders, but can also increase profitability,” Ryan said.

Social commerce outsite big cities

Various social commerce startups focus on markets in rural areas. The concept offered is considered more relevant, because in general, social commerce helps empower the surrounding community as part of the business, for example becoming a reseller.

Another startup in the vertical is Super. Recently received its series B funding of IDR 405 billion in April 2021, they have operated in 17 koa in East Java. The company utilizes a hyperlocal logistics platform to distribute consumer goods to agents in less than 24 hours after ordering. Super works with thousands of agents to distribute thousands to millions of necessities every month. Most of these agents are women.

In addition, there are RateS, Evermos, KitaBeli, and others. The size of the market is tempting. According to Bain & Co. data, in 2020 the total GMV for online trading businesses in Indonesia has reached $47 billion. Although the majority come from e-commerce or online marketplaces, social commerce services have no small contribution, which is around $12 billion.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Dagangan Kantongi Pendanaan Seri A 163,7 Miliar Rupiah, Gencarkan Penetrasi ke Kota Tier-3 dan 4

Startup social commerce Dagangan mengumumkan telah mendapatkan pendanaan seri A senilai $11, 5 juta atau setara 163,7 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Monk’s Hill Ventures dengan keterlibatan MMS Group, K3 Ventures, Spiral Ventures, dan Plug and Play.

Sebelumnya, startup yang berdiri sejak tahun 2019 tersebut mengumumkan pendanaan pra-seri A dengan nilai dirahasiakan dari CyberAgent Capital, Spiral Ventures, 500 Startups, dan Bluebird Group pada Juni 2021 lalu.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Dagangan Ryan Manafe mengungkapkan, perusahaan mencatatkan rekor pendapatan pada pertengahan tahun 2020, trennya berlanjut sampai saat ini. Hal ini ditengarai adanya berbagai pembatasan selama pandemi, menjadikan opsi pemenuhan kebutuhan sehar-hari secara online makin diminati.

Berbeda dengan orang yang tinggal di perkotaan, masyarakat di pedesaan memiliki tantangan tersendiri untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan sehari-hari secara online. “Kondisi tersebut diperburuk dengan masalah aksesibilitas yang berlangsung di daerah pedesaan, di mana pengecer harus menanggung biaya logistik yang tidak efisien untuk perjalanan pulang-pergi ke kota. Dagangan mencoba mengatasi persoalan tersebut dan saat ini telah berada di lintasan yang benar,” ujar Ryan.

Ia melanjutkan, “Visi kami menjadikan 100 juta orang di pedesaan yang kurang terlayani bisa memiliki akses mudah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari berkualitas dengan harga terjangkau.”

Dana segar yang didapat rencananya juga akan digunakan untuk mengembangkan produk lokal private-label seperti makanan beku, bahan makanan, dan peralatan rumah tangga. Selain itu mereka akan melanjutkan pengembangan produk dan menambah fitur baru termasuk paylater. Akses ke layanan logistik juga akan dipertajam, sembari upaya akuisisi talenta dan perluasan kemitraan.

Dagangan akan memperluas  ekspansi di kota dan desa tier 3-4 di wilayah Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.

Tantangan bisnis

Hingga saat ini masih ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh perusahaan saat mulai menjangkau kota dan desa tier 3-4. Di antaranya adalah akuisisi pengguna dengan adaptasi teknologi yang rendah. Dibutuhkan edukasi agar mereka terbiasa untuk menggunakan aplikasi dan melakukan pembelian secara online. Upaya yang kemudian dilakukan adalah menggencarkan kegiatan akuisisi pengguna secara offline.

“Namun secara tidak langsung kami terbantu social distancing awareness serta kemauan pengguna untuk belajar dan beradaptasi [dengan layanan digital]. Ke depannya kami berencana untuk mengurangi porsi akuisisi offline dengan secara bertahap beralih untuk akuisisi secara digital,” kata Ryan.

Tantangan lainnya yang juga masih dihadapi adalah ketergantungan pada pendekatan lokal. Oleh karena itu, perusahaan perlu membangun tim lokal yang kuat di setiap area dan menjalin kemitraan.

Persoalan lain adalah terbatasnya infrastruktur logistik. Dengan infrastruktur yang terbatas di daerah pedesaan, baik pemasok dan konsumen menghadapi tantangan menjual dan membeli produk. Bahkan ketika layanan e-commerce meningkat, besarnya biaya logistik sulit untuk dihindari. Dagangan mengimplementasikan Hub-and-Spoke untuk membantu memecahkan masalah ini.

“Ini juga memberi kami tantangan karena kami harus tetap membuka hub baru di berbagai daerah. Kami berencana untuk memperluas bisnis kami tidak hanya ke daerah lain, tetapi juga ke kanal lain, seperti menjual produk private-label kami melalui layanan e-commerce dan ekspor,” kata Ryan.

Salah satu fokus bisnis Dagangan tahun ini yang ingin dikembangkan adalah produk private-label. Terdapat banyak produk lokal dengan potensi besar, tetapi biasanya hanya tersedia untuk kawasan tersebut atau terfokus untuk wisatawan (misalnya bakpia di Yogyakarta). Beberapa dari produk tersebut ada yang kemudian diekspor, tetapi tidak tersedia secara luas bahkan di pulau Jawa. Bagi masyarakat di kota besar, mereka mungkin dapat dengan mudah membeli produk tersebut melalui layanan e-commerce, namun pasar pedesaan tetap kurang terlayani karena biaya logistik yang mahal.

“Di sinilah Dagangan datang untuk membantu. Kami ingin memberdayakan produk-produk ini, terutama yang memiliki permintaan tinggi dan kebanyakan produk yang belum dikenali secara luas (misalnya madu, gula merah, makanan ringan lokal) melalui produk private-label kami. Ini tidak hanya bermanfaat bagi para stakeholder, tetapi juga dapat meningkatkan profitabilitas,” kata Ryan.

Social commerce di luar kota besar

Berbagai startup social commerce fokus menggarap pasar di pedesaan. Konsep yang ditawarkan dinilai lebih relevan, karena pada umumnya social commerce turut memberdayakan masyarakat sekitar sebagai bagian dari bisnis, misalnya menjadi reseller.

Startup lain yang turut bermain di vertikal tersebut adalah Super. Baru mendapatkan pendanaan seri B 405 miliar Rupiah pada April 2021 lalu, mereka telah beroperasi di 17 koa di Jawa Timur. Perusahaan memanfaatkan platform logistik hyperlocal untuk mendistribusikan barang kebutuhan konsumen ke agen-agen dalam waktu kurang dari 24 jam setelah pemesanan. Super bekerja sama dengan ribuan agen untuk mendistribusikan ribuan sampai jutaan barang kebutuhan setiap bulannya. Kebanyakan para agen tersebut adalah perempuan.

Selain itu masih ada RateS, Evermos, KitaBeli, dan lain-lain. Ukuran pasarnya memang menggiurkan. Menurut data Bain & Co., pada tahun 2020 total GMV untuk bisnis perdagangan online di Indonesia telah mencapai angka $47 miliar. Kendati mayoritas datang dari e-commerce atau online marketplace, layanan social commerce memiliki sumbangsih yang tidak kecil, yakni sekitar $12 miliar.

Application Information Will Show Up Here