Mbiz Galang Pendanaan Seri B 278 Miliar Rupiah

Platform e-procurement untuk B2B, Mbiz, tengah menggalang pendanaan seri B senilai $20 juta atau setara 278 miliar Rupiah. Ini kali pertama Mbiz mencari pendanaan baru setelah terakhir memperoleh investasi seri A dari Tokyo Century Corporation di 2017.

Menurut CEO Mbiz Rizal Paramarta, pihaknya saat ini masih melakukan penjajakan dengan sejumlah investor. “Kami dapat mandat dari shareholder untuk membuka peluang terhadap investor-investor baru. Jadi investor lama nanti hanya ‘top up‘ saja,” katanya.

Dari penjajakan tersebut, ia mengaku juga mengincar strategic partnership yang beneficial bagi kedua belah pihak. Misalnya, bersinergi dengan pihak yang memiliki ekosistem e-commerce lain.

“Ini useful buat kami karena dapat bersinergi dan mengangkat valuasi kedua belah pihak. Kalau venture fund itu terbatas di capital saja,” papar Rizal ditemui usai Media Briefing di Jakarta.

Skema lain yang diincar Mbiz adalah co-branding. Dengan bersinergi dengan pihak yang sudah memiliki brand awareness lebih besar, ini akan mengakselerasi bisnis ke depannya.

Sementara itu, Co-founder dan COO Mbiz Ryn Hermawan mengungkap bahwa sudah ada beberapa investor lokal yang secara spesifik berminat investasi di pasar B2B.

“Sudah ada advisor yang engage dengan kami untuk bawa investor yang interested ke B2B. Intinya kami masih penjajakan, mudah-mudahan finalisasinya bisa di kuartal kedua tahun ini,” ujarnya kepada DailySocial.

Di segmen serupa, Mbiz saat ini berkompetisi dengan beberapa pemain lokal seperti Bhinneka Bisnis dan Bizzy. Pemain marketplace C2C Bukalapak juga mulai menjajaki segmen B2B dengan meluncurkan layanan e-procurement BukaPengadaan.

Salah satu keunggulan layanan B2B Commerce seperti yang disajikan Mbiz adalah digitalisasi sistem pengadaan untuk bisnis (e-procurement). Seperti diketahui, dalam perusahaan skala besar, pembelian atau pengadaan barang harus dilakukan melalui serangkaian proses, bahkan harus melakukan tender terlebih dulu. Belum lagi saat berbicara soal pelaporan terkait potongan pajak, pembukuan dan lain-lain. Hal-hal seperti itu yang coba diselesaikan para pemain di B2B Commerce.

Menurut laporan dari McKinsey & Co, potensi e-procurement di Indonesia mencapai $125 miliar pada 2025. Estimasi ini gabungan dari global corporate services ($18 miliar), b2b marketplace ($76 miliar) dan b2b services ($36 miliar).

Tingkat brand awareness pemain di segmen ini, memang tidak sekencang dengan produk konsumer. Kendati begitu, menurut riset DSResearch pada 2018, mengungkapkan beberapa pemain yang sering didengar responden adalah Bhinneka Bisnis, Bizzy dan Mbiz.

Pertimbangan ekspansi ke pasar regional

Lebih lanjut, Rizal mengungkap bahwa pihaknya mendapat tawaran dari investor untuk ekspansi ke pasar regional. Menurutnya, investor tersebut sudah memiliki jaringan B2B yang kuat meskipun bukan di bidang e-procurement.

Akan tetapi, ekspansi di Asia Tenggara belum menjadi prioritas perusahaan saat ini karena ruang pertumbuhan di Indonesia masih sangat besar. Terutama jika melihat masih rendahnya awareness terhadap solusi e-procurement.

“Nah, [rencana] pendanaan baru ini untuk dua tahun ke depan karena saat ini kami masih fokus di Indonesia. Tapi, dalam tiga tahun ke depan, kami bisa fokus ke mancanegara mengingat potensi pasarnya sangat besar,” tuturnya.

Sementara itu, Ryn menyebutkan sejumlah tantangan yang dihadapi di bisnis e-procurement. Selain awareness dan engagement yang masih rendah, ia menyebut pasar marketplace B2B di Indonesia juga belum siap dalam melihat e-procurement sebagai solusi untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi.

“B2C itu distimulus oleh promo atau diskon. Artinya startup harus bakar uang untuk akuisisi pelanggan. B2B tidak demikian, pendekatannya berbeda. Kita tidak punya benchmark untuk [model bisnis] ini. Untuk akuisisi pembeli juga tidak mudah. Ada perusahaan yang, misalnya, ketergantungan dengan vendor lama. Ini jadi challenge juga bagi kami untuk engage dengan mereka,” jelasnya.

Menuju profitabilitas dan pengembangan super ecosystem

Dari sisi bisnis, Rizal mengungkap pendanaan baru akan digunakan untuk mengembangkan platform dan timnya. Rencana pengembangan ini untuk menuju target pertumbuhan sebesar empat kali lipat di 2020.

Di samping itu, perusahaan telah memprediksi dapat mengantongi keuntungan hingga 2021 karena konsisten untuk tidak melakukan strategi ‘bakar uang’ untuk mengakuisisi pelanggan.

“Selama tiga tahun terakhir, kami tidak raising dana baru karena bisnis kami efisien. Kami tidak ‘bakar uang’ atau subsidi. Profitabilitas kami jelas makanya kami optimistis di 2021 positif. Kemungkinan ini equity terakhir sampai 2021 untuk mencapai profitabilitas positif,” papar Rizal.

Adapun pengembangan platform ini, ujar Rizal, adalah bagian dari strategi Mbiz untuk menjadi super ecosystem di masa depan. Dalam hal ini, Mbiz berupaya memperkuat ekosistem platform dengan mengajak pihak-pihak terkait ke dalam transaksi e-procurement.

“Ke depan kami tidak ingin hanya buyer dan seller saja yang terlibat dalam transaksi, tetapi juga pihak-pihak lainnya, seperti fintech, asuransi, dan logistik,” tambahnya.

Berdasarkan data perusahaan, kategori jasa dan solusi berkontribusi lebih dari 50 persen dibandingkan kategori layanan. Dari segmen pembeli, kontributor transaksi terbesar berasal dari FMCG dan retail (50%), property and real estate (25%), pharmaceutical (15%), dan startup atau perusahaan teknologi (5%).

Kemudian, Gross Merchandise Value (GMV) pada 2019 tercatat tumbuh empat kali lipat (Year-on-Year/YoY). Jumlah mitra vendor yang tergabung sebesar 4.000 dengan 100.000 SKU produk.

Memahami Peluang Bisnis Korporasi Melalui E-Procurement

Meskipun jumlahnya masih belum terlalu besar dibandingkan negara mature seperti Tiongkok atau Korea Selatan, ketika dibandingkan dengan bisnis ritel (B2C), namun kenaikan jumlah kebutuhan e-procurement antar bisnis (B2B) di Indonesia mulai menunjukkan jumlah yang signifikan. Salah satu alasan mengapa e-procurement semakin popular di kalangan bisnis adalah keinginan perusahaan untuk mengadopsi teknologi dalam merapihkan sistem procurement mereka.

Startup B2B e-commerce milik Lippo Group, Mbiz, menegaskan posisinya tak sekadar layanan e-procurement biasa. Mereka juga memberikan layanan jasa terpadu yang bisa dimanfaatkan korporasi.

“Berdasarkan survei yang kami lakukan, bisnis B2B di Tiongkok jumlahnya mencapai 37 kali lipat dibandingkan dengan B2C. Sementara di Korea Selatan mencapai 52 kali lipat. Meskipun di Indonesia tercatat baru sekitar dua kali lipat namun saya melihat ke depannya lebih banyak lagi jumlah tersebut mengalami peningkatan,” kata Co-Founder dan COO Mbiz Ryn Hermawan saat sesi #SelasaStartup.

Alasan lain mengapa e-procurement saat ini makin familiar adalah prosesnya diklaim bisa memangkas waktu pemesanan dan budget demi memenuhi kebutuhan perusahaan. Ryn menegaskan, kebutuhan procurement perusahaan tidak lagi terbatas hanya kebutuhan alat kantor, namun juga termasuk keperluan pengadaan kendaraan.

“Mbiz sendiri pernah menyediakan kebutuhan mobil Mercedes untuk kebutuhan perusahaan. Artinya kebutuhan procurement saat ini makin beragam,” kata Ryn.

Ekosistem e-procurement terpadu

Kehadiran platform seperti Mbiz diklaim tidak hanya memudahkan bisnis memenuhi kebutuhan, tetapi juga sudah menciptakan proses transparansi. Proses teratur dan tertata menjadikan procurement bersifat pasti dan jelas, mulai dari awal hingga akhir. Untuk itu dibutuhkan ekosistem yang lengkap dan saling mendukung demi kelancaran proses tersebut.

Ryn mengatakan, “Karena sifatnya masih harus didukung secara manual, teknologi yang dihadirkan oleh e-procurement tetap harus dilampiri dengan materai hingga kontrak yang masih banyak diminta oleh bisnis. Artinya proses tersebut masih sarat dengan penggabungan online dan offline.”

“Bukan hanya men-disrupt, e-procurement juga memungkinkan bisnis untuk memproses sistem secara otomatis didukung dengan teknologi sesuai dengan kebutuhan bisnis,” tutupnya.

Perkuat Bisnis Servis, Layanan E-commerce B2B Mbiz Bidik Pasar UKM di Tahun 2019

Untuk melanjutkan tren raihan laba bersihnya, startup B2B e-commerce milik Lippo Group, Mbiz, akan memperkuat bisnis pengadaaan jasa (service) pada tahun depan yang menjadi lini bisnis utama Mbiz sebagai marketplace e-procurement untuk business-to-business (B2B) dan business-to-goverment (B2G).

Co-Founder dan COO Mbiz Ryn Hermawan mengungkapkan, pihaknya akan menambah sejumlah layanan baru pengadaan jasa yang saat ini sudah memiliki 11 kategori. Penambahan ini dilakukan karena pasar pengadaan jasa sangat besar, di mana sebanyak 80 persen belanja perusahaan di Indonesia berasal dari pengadaan jasa.

“Kami akan enhancing solusi-solusi kami di kategori service. Kemudian dari segi kontrak, kami akan tingkatkan karena kami lihat, pengadaan klien kami besar, tapi mereka membeli dalam kontrak terbatas atau jangka pendek dua tahun ke depan,” ungkap Ryn ditemui DailySocial beberapa waktu lalu.

Menurut Ryn, bisnis pengadaan jasa berpeluang besar di Indonesia karena selama ini belum pernah ada pengadaan yang dilakukan melalui jalur online. Dengan masuk ke bisnis ini, ekosistem akan lebih tercipta dan membuat keterikatan bisnis antara perusahaan dengan pelanggan dan vendor.

“Secara ekosistem jadi bagus, (pengadaan jasa melalui online) akan membuat keterikatan, terhadap vendor dan customer. Demikian juga keterikatan terhadap kualitas dan harga yang diberikan,” tambah Ryn.

Mbiz dapat dikatakan sebagai layanan e-commerce yang masuk ke pasar niche, karena layanan jasa yang disediakan antara lain customize items, media outdoor placement, event organizer, civil mechanical engineering, gimmick marketing, hingga leasing.

Adapun, pelanggan yang menggunakan jasa Mbiz berasal dari segmen large enterprise dan blue chip company. Ke depan, perusahaan akan menyasar ke segmen small medium enterprise (SME) yang mana kebutuhannya semakin kompleks karena bisnisnya semakin berkembang. Ada lebih dari 500 klien Mbiz, dengan 200 perusahaan dan 300 vendor.

“Pasar bisnis pengadaan untuk B2B sangat menjanjikan di Indonesia, tetapi kami belum rencana masuk ke segmen Usaha Kecil Menengah (UKM) karena kebutuhan bisnis mereka jauh berbeda dengan SME dan large enterprise.”

Cari pendanaan baru tahun depan

Diakui Ryn, saat ini dana untuk mendukung pengembangan bisnisnya masih cukup. Ia belum melihat kebutuhan mendesak untuk mencari pendanaan baru dalam waktu dekat. Namun, ia menyebutkan pihaknya akan kembali mencari pendanaan baru untuk seri B di tahun depan.

Adapun, sebagian besar pendanaan perusahaan dialokasikan untuk working capital. “Secara kebutuhan dana, kami belum urgent saat ini. Tapi kami ada rencana ke sana mungkin di akhir tahun ini atau di awal 2019,“ ujar Ryn.

Mbiz menerima pendanaan seri A dari Tokyo Century Corporation (TCC) dengan nilai yang tidak bisa disebutkan pada 2017. Suntikan dana mengangkat valuasi perusahaan menjadi Rp1,3 triliun. Saat ini, Lippo Group masih menguasai mayoritas saham di Mbiz.

Tips Mencari Sosok Co-Founder Ideal Menurut Modalku, Mbiz, dan Bang Joni

Ibarat mencari pasangan hidup, mencari co-founder itu susah susah gampang. Sebab, merekalah orang yang akan membantu Anda mewujudkan perusahaan impian. Ada yang mengatakan orang terdekat Anda lah yang tepat menjadi co-founder, namun cari apakah ini selalu tepat?

DailySocial mencoba untuk merangkum berbagai tips dari penggiat startup Indonesia, di antaranya dari petinggi Modalku, Bang Joni, dan Mbiz. Berikut rangkumannya:

Harus memiliki keahlian berbeda

Co-Founder dan CEO Modalku Reynold Wijaya mengatakan banyak orang yang terjebak saat mencari co-founder dengan lebih memilih orang yang sudah mereka kenal sebelumnya. Ini berbahaya karena secara natural biasanya orang berteman dengan orang-orang dengan latar belakang yang mirip, sehingga tanpa sadar memiliki keahlian yang sama.

Padahal dalam memulai bisnis, pertama-tama harus tentukan terlebih dahulu kapabilitas yang dibutuhkan untuk sukses. Dari sana, kita assess diri sendiri dan/atau calon founders apakah bila digabung kapabilitas ini bisa terpenuhi.

“Secara technical, founders idealnya memiliki skillset yang berbeda sehingga saling melengkapi, bukan saling bersaing. Kalau sama-sama jago di bidang sales, pasti dua-duanya ingin kontrol sales,” terang Reynold.

Yang terpenting, sambungnya, setiap founder harus memiliki keahlian, wewenang, dan tanggung jawab yang harus di atur terlebih dahulu agar jelas. Tujuannya agar tidak terjadi deadlock atau infighting.

Dia mengakui, untuk mencari founder dengan keahlian yang saling melengkapi itu sangat sulit. Biasanya baru ditemukan di luar lingkungan pertemanan, meski terkadang ada juga dari sana.

“Terakhir, yang tak kalah penting adalah memiliki values. Walaupun skillset berbeda, values harus serupa sehingga perusahaan akan selalu didahului dan membelakangkan ego. Bila Anda mendapatkan sosok tersebut, artinya Anda telah mendapatkan founder yang ideal.”

Lihat keahlian yang “dibutuhkan” perusahaan

Sementara itu, menurut CEO Mbiz Ryn Hermawan, Anda harus memperhatikan keahlian yang dibutuhkan oleh perusahaan itu sendiri, termasuk investor. Dengan mengombinasikan kebutuhan perusahaan, baik itu dari segi jaringan, pengalaman bekerja sebelumnya, beserta pencapaiannya yang bakal digunakan perusahaan untuk mendukung bisnis ke depannya.

In reality biasanya investor atau perusahaan cari founder itu based on kesamaan visi dahulu, founder perlu percaya dengan ide dan goal akhirnya. Sebab itu yang akan initiate the excitement dan fondasi dasar untuk di bawa ke tahapan eksekusi,” kata Ryn.

Harus punya “chemistry”

Senada dengan Ryn, CEO Bang Joni Diatche G Harahap menuturkan bahwa memiliki chemistry adalah hal utama yang harus dicari saat mencari founder. Chemistry menjadi penting demi melihat kecocokan dari masing-masing founder baik secara personal maupun bisnis, serta dengan bisnis perusahaan itu sendiri. Bila itu tidak ada, bisa dipastikan hubungan antar rekan kerja akan sulit harmonis.

Ache, panggilan akrab Diatche, menambahkan, dia juga memilih perlunya founder untuk memiliki kesamaan visi dan mental yang kuat.

“Karena mental yang itu, menurut saya adalah salah satu variabel utama untuk kesuksesan suatu perusahaan. Kalau ketiga unsur tersebut tidak pas, tidak akan gabung,” kata Ache.

Raih Laba, Mbiz Pasang Target Ambisius dan Mulai Wacanakan IPO

Mbiz, marketplace e-procurement untuk B2B dan B2G dari Group Lippo, memasang target yang sangat ambisius untuk menjadi pemain e-commerce niche terdepan di Indonesia. Target ini dibuat berdasarkan hasil kinerja perusahaan yang diklaim sudah mencetak laba, meski Mbiz belum genap dua tahun berdiri. Ditambah pemain yang bergerak di sektor tersebut masih dapat dihitung jari.

Kendati tidak disebutkan jumlah perolehan labanya, Mbiz menargetkan pada tahun ini penjualan bersih (Net Merchandise Value) dapat tumbuh hampir 2x lipat menjadi Rp3,5 triliun dari perolehan di tahun lalu sebesar Rp1,3 triliun. Untuk 2018, penjualan bersih ditargetkan dapat naik hingga 4x lipat menjadi Rp20 triliun.

Untuk merealisasikan target tersebut, ada sejumlah strategi yang bakal dilakukan perusahaan. Kepada DailySocial, Co-Founder dan COO Mbiz Ryn Hermawan menjelaskan pada tahun ini perusahaan akan fokus mengembangkan kategori layanan yang bergerak di bidang jasa.

Layanan ini diklaim sebagai ladang subur bagi perusahaan karena dapat mencetak keuntungan hingga double digit, dibandingkan dengan layanan pengadaan barang. Pasalnya berdasarkan temuan perusahaan, dari total belanja perusahaan sekitar 90%-95% lari ke arah pengadaan jasa. Besarnya alokasi, membuat perusahaan jadi tergiur untuk menggarap sektor tersebut.

“Tahun lalu kami banyak belajar dari pelanggan yang kebanyakan dari level blue chip company. Dari situ, kami mendapat masukan bahwa ada opportunity lain di luar layanan pengadaan barang, yakni bidang jasa. Makanya sekarang kami siapkan ekosistem, agar tahun depan bisnis mulai fokus ke skalabilitas,” terang Ryn.

Adapun layanan jasa yang akan disediakan Mbiz di antaranya customize items, media outdoor placement, event organizer, civil mechanical engineering, gimmick marketing, leasing, dan lainnya.

Strategi ini dinilai Ryn lebih efektif ketimbang mengembangkan jumlah Stock Keeping Unit (SKU), lantaran SKU lebih identik dengan unsur transaksional. Sementara, Mbiz ingin mendorong ke arah procurement solution yang dinilai dapat mendorong terhadap bisnis sebenarnya.

“Sebab penawaran solusi ini lebih mengarah ke arah pemecahan masalah yang dihadapi klien, ada banyak sekali solusi yang bisa kami sasar.”

Siap cari dana segar tambahan

Untuk mendukung seluruh rencana di atas, Ryn mengungkapkan pihaknya berencana untuk kembali menggalang putaran dana seri B pada tahun ini. Kendati, dia bilang perusahaan tidak begitu terburu-buru untuk melaksanakan rencana tersebut, mengingat ada sejumlah kerja sama strategis yang dapat dikembangkan bersama investor Mbiz.

“Mbiz tidak mau terlalu buru-buru cari funding, memang ada rencana raise funding ke seri B, tapi belum diputuskan apakah tahun ini atau tidak. Meski secara angka kami pasang target yang ambisius di 2018, dengan kata lain itu surely need new funding.”

Sebagai informasi, Mbiz pada awal tahun ini baru menerima pendanaan seri A dari Tokyo Century Corporation (TCC) dengan nilai yang tidak disebutkan. Pendanaan tersebut membuat nilai valuasi perusahaan mencapai Rp1,3 triliun.

Masuknya TCC menjadi partner strategis Mbiz karena perusahaan tersebut adalah perusahaan pembiayaan untuk berbagai solusi. Saat ini kepemilikan saham perusahaan tetap mayoritas dikuasai oleh Group Lippo.

Sejauh ini, Mbiz mengklaim bisnisnya tidak mengandalkan captive dari Group Lippo. Malah hampir 99% pemesanan berasal dari luar grup. Mbiz berencana untuk ekspansi ke kota tier 1 seperti Surabaya, Makassar, Medan, Yogyakarta, Palembang, Manado, dan lainnya. Tak hanya itu, perusahaan juga berencana untuk menambah jumlah talenta menjadi sekitar 450 orang dari posisi saat ini 240 orang.

Dari segi pencapaian bisnis, Mbiz telah mencetak nilai rata-rata kontrak transaksi sebesar Rp312 juta dengan lebih dari 100 ribu SKU yang terdiri dari 11 kategori barang dan jasa dengan lebih dari 4 ribu sub kategori.

Total mitra Mbiz diklaim lebih dari 600 perusahaan di seluruh Indonesia. Beberapa mitra diantaranya HM Sampoerna, Toyota Astra Motor, AirAsia, Bank Danamon, Combiphar, BRI, dan lainnya.

Mulai wacanakan IPO

Pencapaian Mbiz yang diklaim berhasil mencetak laba di tahun kedua sejak didirikan, membuktikan perusahaan mampu tumbuh positif tanpa harus melakukan subsidi dalam penjualan produk. Ryn meyakini pencapaian ini dapat kembali dilakukan, bila strategi dan eksekusi dilakukan dengan benar dan tepat.

Dia pun kembali berharap agar tahun ini perusahaan akan kembali melaba, meski dia tidak menyebutkan persentase pertumbuhan laba yang ditargetkan.

“Kami berharap pertumbuhan laba akan sejalan dengan pertumbuhan bisnis, meski kami melihat ke depannya untuk membangun ekosistem butuh sejumlah alokasi investasi yang harus dikucurkan dari perolehan laba.”

Ryn mengungkapkan sejumlah resep yang dilakukan perusahaan agar dapat melaba, diantaranya tidak melakukan subsidi dengan menurunkan harga di luar batas kewajaran, selektif dalam akusisi, pembukuan yang tepat, menekankan produktivitas dengan memperhatikan ongkos operasional, dan lainnya.

“Konsep kami adalah tidak melakukan strategi yang tidak profitable bagi Mbiz. Sebab dari awal kami ingin ciptakan ekosistem bisnis yang positif dan ingin bersaing secara sehat.”

Melaba adalah salah satu unsur yang harus dicapai oleh suatu perusahaan sebelum melantai di bursa. Ketika ditanya mengenai hal tersebut, Ryn menjelaskan Mbiz memiliki kemungkinan yang terbuka untuk melaksanakan exit strategy tersebut. Hanya saja, tidak dilakukan dalam waktu dekat.

“Mbiz memiliki forecast positif di 2017, the road [untuk IPO] will be obviously terbuka. Namun tahun pelaksanaannya belum tahu, mungkin 3-4 tahun mendatang, that will be another story. Kami memang ada arah ke sana,” pungkas Ryn.

Grup Lippo Luncurkan Platform E-Commerce Korporasi Mbiz

Grup Lippo kembali memperluas segmen bisnis digitalnya secara agresif. Hari ini (22/3) Grup Lippo mengumumkan kehadiran layanan e-commerce Business to Business (B2B) dan Business to Government (B2G) bernama Mbiz di Jakarta. Mbiz sendiri saat ini masih dalam tahap beta meski sudah bisa diakses oleh publik.

Mbiz didirikan Grup Lippo sebagai solusi proses pengadaan barang secara online bagi perusahaan dan instansi pemerintah dengan layanan yang dapat disesuaikan menurut kebutuhan masing-masing.

Mbiz adalah layanan berbasis e-commerce kedua dari Grup Lippo yang sebelumnya telah meluncurkan layanan e-commerce B2C MatahariMall pada September 2015 silam. Pun begitu, jumlah investasi yang dikeluarkan Grup Lippo untuk Mbiz tidak diungkapkan.

CEO Lippo Digital Group Adrian Suherman mengatakan, “Sejak kuartal tiga 2015, Mbiz telah mulai memberikan layanan untuk unit bisnis Lippo. Dengan inisiatif ini, Lippo turut membangun ekosistem digital di mana para mitra tidak hanya menjual ke konsumen ritel tetapi juga perusahaan dan instansi pemerintah.”

Operasional Mbiz sendiri saat ini dipimpin oleh dua orang co-founder, yakni Ryn Hermawan dan Andrew Mawikere. Sementara itu Adrian Suherman dan Arnold Sebastian Egg berperan sebagai Supervisory Board Mbiz.

Sebelum bergabung dengan Mbiz, Ryn sendiri telah mengecap pengalaman berkecimpung di industri digital bersama DHL Express Indonesia dan FedEx. Sedangkan Andrew memiliki latar belakang karier di finansial bersama J.P Morgan.

Andrew menyebutkan bahwa saat ini dalam platform Mbiz sudah tersedia sepuluh kategori, di antaranya adalah IT, peralatan tulis, peralatan industri, hingga groceries.

Sehubungan dengan kondisi Mbiz yang masih berada dalam tahap beta, untuk tahun 2016 ini fokus Mbiz adalah pengembangan sistem dan juga menambah jumlah produk dan kategori yang disediakan. Selain itu, Mbiz juga dalam proses penjajakan sebagai vendor untuk proyek e-katalog pemerintah Indonesia untuk institusi pemerintah.

“Kami memberikan kemudahan [untuk perusahaan dan pemerintah] di antaranya, transaksi dapat dilakukan kapan dan di mana saja, digital approval melalu email [untuk supervisor], e-invoice dan faktur pajak elektronik yang keseluruhan transaksinya tersimpan di web untuk audit dan keperluan lainnya. Kami berharap […] dapat membangun proses procurement yang transparan, nyaman, serta bisnis yang berkelaanjutan dengan berbagai pihak,” tutup Ryn.