Cara Mengatasi SIM Card yang Tidak Terbaca

Permasalahan terhadap smartphone sering kali kita temui dalam kehidupan sehari-hari, baik dari device tersebut yang bermasalah ataupun komponen lainnya. Permasalahan seperti kartu SIM yang tidak terbaca juga mungkin pernah menimpa anda dan siapapun di sekeliling anda, hal ini tentu saja merugikan karena akan menyulitkan anda untuk berkomunikasi maupun menggunakan internet. 

Ada berbagai alasan permasalahan tidak terdeteksinya Kartu SIM (SIM Card) seperti masalah kebersihan sehingga dengan membaca artikel ini juga akan memberikan informasi terkait cara membersihkan SIM Card untuk perangkat anda.

Permasalahan Kartu SIM yang tidak terbaca juga sering kali bisa jadi pertanda bahwa kartu SIM yang anda gunakan telah rusak dan mengakibatkan nomor yang anda gunakan tidak bisa digunakan kembali. Tapi anda tidak perlu khawatir, berikut ini ada berbagai cara untuk membantu anda dalam mengatasi kartu SIM yang tidak terbaca :

Cara Mengatasi Sim Card Tidak Terbaca di Samsung

  • Buka dan bersihkanlah Kartu SIM anda

cara mengatasi kartu sim tidak terbaca di xiaomi

Langkah awal ini bisa dilakukan anda untuk melihat apakah kartu yang anda gunakan sudah bersih dari debu-debu yang bisa mengganggu kerja dari kartu tersebut, kemudian setelah dibersihkan, coba untuk memasukan kembali kartu SIM anda dan aktifkan kembali smartphone anda hingga Kartu SIM anda terlihat bisa kembali terhubung pada jaringan komunikasi. 

  • Perbarui OS Android Anda

cara mengatasi kartu sim tidak terbaca di hp oppo

Apabila langkah diatas tadi tidak bisa untuk mengatasi kerusakan pada kartu SIM anda, coba untuk perbarui update OS Android anda, karena langkah ini biasanya bisa mengatasi semua masalah bug dan juga kerusakan pada sistem smartphone anda. 

  • Gunakan Ponsel Lain Apabila Merasa Kartu SIM Rusak

Langkah kedua yang bisa anda ikuti apabila kartu SIM anda masih tidak bisa terbaca adalah dengan mencoba kartu SIM anda pada smartphone lain untuk memastikan apakah kartu SIM anda benar-benar rusak atau kesalahan ada pada perangkat anda. 

  • Pergilah Ke Customer Service untuk Konsultasi 

Opsi ini bisa dibilang adalah opsi terakhir untuk anda apabila cara-cara diatas tidak membuahkan hasil, yaitu dengan pergi ke pelayanan smartphone anda untuk mengetahui sumber masalah yang terdapat pada smartphone anda. Jangan lupa untuk membawa Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang biasanya sering kali digunakan untuk syarat dalam mencetak ulang kartu SIM anda apabila dirasa rusak.

Langkah-langkah diatas adalah cara mengatasi kartu SIM yang tidak bisa terbaca oleh smartphone anda, jangan lupa untuk tetap menjaga kebersihan perangkat anda dan berhati-hati ketika ingin mengeluarkan maupun memasukan kartu SIM anda. 

Gambar Header pixabay

Samsung Ungkap Fitur Canggih dari Sensor Gambar 200MP ISOCELL HP1

Sebelumnya pada awal bulan September, Samsung telah memperkenalkan sensor gambar flagship ISOCELL HP1 yang menawarkan resolusi mencapai 200MP. Padahal 108MP saja sudah tergolong sangat tinggi dan kini Samsung telah mengungkap lebih detail fitur-fitur canggih dari sensor tersebut.

Keunggulan sensor ISOCELL HP1 ini adalah dapat menghasilkan output gambar yang berbeda sesuai kondisi pencahayaan. Hal itu berkat algoritme remosaicing yang berbasis deep learning.

Dalam kondisi minim cahaya, ia akan menggunakan metode pixel binning 4×4 yang menggabungkan 16 piksel menjadi satu piksel untuk mencapai foto 12,5MP dengan piksel besar 2,56 μm. Sebaliknya saat memotret di kondisi cahaya yang ideal, ia akan menggunakan 2×2 untuk foto50 MP dengan piksel 1,28 μm.

Pada mode 50MP, ia dapat merekam video 8K (7.680×4.320 piksel) pada frame rate 30 fps dengan crop minimum. Pengguna juga diizinkan menggunakan resolusi native 200MP dengan piksel 0,64 μm.

Proses pengambilan gambarnya didukung teknologi Smart-ISO Pro yang dapat meningkatkan kualitas foto di kondisi pencahayaan dengan kontras tinggi dengan menggabungkan bidikan ISO rendah dan tinggi menjadi satu. Juga dapat meningkatkan kualitas video HDR yang lebih tajam dan artefak gerak yang lebih sedikit.

Kemudian ada Staggered HDR yang menawarkan dynamic range lebar hingga 100dB, caranya dengan mengambil frame pada short, middle, dan long exposure untuk mengekspos shadow dan highlight secara akurat. Serta, mendukung teknologi multisampling untuk mengurangi noise dengan menganalisis beberapa pembacaan setiap piksel dan meratakannya menjadi satu.

Selain itu, untuk memastikan kinerja sistem autofocus yang cepat dan akurat, Samsung melengkapi ISOCELL HP1 dengan teknologi phase detection Double Super PD. Dengan piksel autofocus dua kali lebih banyak dari Super PD sehingga dapat menangkap subjek yang bergerak cepat.

Sumber: GSMArena

[Review] Samsung Galaxy Buds2, Ringan Tetapi Bisa Diandalkan

Seperti yang sudah-sudah, kalau Samsung mengadakan acara Galaxy Unpacked dan ada perangkat audio yang dirilis, perhatian saya biasanya lebih tertuju pada perangkat audio itu. Begitu pula dengan acara perkenalan Samsung Galaxy Z Fold3 dan Flip3, yang dalam promonya ada juga diperkenalkan Galaxy Buds2.

Saya kenal dengan earbuds buatan Samsung sejak era Gear IconX. Kala itu belum seperti sekarang ketika hampir semua pabrikan smartphone mengeluarkan TWS mereka. Sejak itu, hampir semua perangkat earphone wireless milik Samsung saya coba, mulai dari Galaxy Buds (generasi 1), Buds+, Buds Live, Buds Pro dan kini Buds2.

Galaxy Buds2 saat pertama kali muncul sudah memikat mata saya. Salah satunya adalah karena desain warna yang dual tone yang cukup kontras. Selain itu Buds2 ini juga menjadi seperti versi hemat dari Buds Pro, yang premisnya memiliki fitur mirip dengan TWS segmen paling atas Samsung tersebut tetapi dengan beberapa hal yang dipangkas. Mungkin analoginya bisa dibuat mirip seperti versi lite dan versi plus pada smartphone.

Beruntung Samsung mengontak saya dan memberikan perangkat Buds2 untuk saya uji. Tanpa berlama-lama, mari kita membahas Galaxy Buds2 secara mendalam.

Desain

Dari sisi desain sebenarnya ada sedikit rasa tidak puas, karena desain dari TWS samsung kini hampir seragam dari sisi case. Namun saya memaklumi pilihan Samsung ini salah satunya adalah karena keselarasan desain. Dengan hanya memiliki 1 model bentuk case saja yang sama antara semua lini Buds terbaru mereka, samsung bisa dengan lebih mudah untuk mengkomunikasikan produknya ke pengguna.

Memang akan berbeda ketika kita melihat desain earpiece-nya, masing TWS dari Samsung memiliki desain yang berbeda, Buds Live dengan desain experimental berbentuk seperti kacang, Buds Pro dengan desain yang premium dan kini Buds2 dengan desain yang mungil tetapi masuk memiliki nuansa Buds Pro pada desain earpiece-nya.

Untuk warna sendiri, seperti yang telah disebutkan di atas, komposisi dual tone dari Buds2 memang sangat menarik. Ada 4 pilihan warna yang disediakan Samsung, saya memilih yang berwarna hijau atau dalam bahasa desainnya adalah Olive. Alasan dari pemilihan warna ini adalah untuk melengkapi pengalaman penggunaan TWS, karena dua Buds lain yang ada di studio memiliki warna Lavender untuk Buds Pro dan Mystic Bronze untuk Buds Live.

Semua varian Buds2 memang memiliki warna case luar putih tetapi ketika dibuka akan ada warna utama lain yang menutupi bagian dalam. Warna ini juga akan bisa terlihat dari samping ketika case ditutup. Keren.

Untuk rasa bahannya sendiri, Samsung memilih menghadirkan versi glossy yang bagi saya seperti memberikan label bahwa ini adalah produk kasta paling bawah dari semua TWS terbaru Samsung. Sangat berbeda dengan dua TWS lain, baik Buds Live dan Buds Pro memiliki kesan doff.

Perbedaan desain juga akan tampak ketika Anda membuka case. Bagian detail keterangan tuning suara oleh AKG tidak muncul di bagian depan case tetapi di bagian dalam. Penempatannya cukup manis dan memberikan kesan tersendiri.

Untuk earpiece-nya sendiri, kesan glossy masih nampak di bagian luar TWS. Sedangkan untuk desainnya agak mirip dengan Buds Pro tetapi di sederhanakan. Karena Buds2 adalah TWS entry level untuk seri Buds, maka tidak ada air vent seperti Buds Pro. Earpiece terlihat polos dan dari sisi warna senada dengan bagian dalam case serta tampil dengan finishing glossy juga.

Bagian doff memang tidak lepas dari Buds2. Bagian dalam casing dengan warna sama dengan earpiece hadir dengan tampilan doff. Ini memberikan kesan yang menarik. Doff biasanya dikesankan sebagai kenyamanan, dan penempatan bahan ini di casing (yang dalam artian rumah earpiece) bisa memberikan kesan itu.

Kesan keseluruhan desain dari Buds2 bagi saya adalah baik. Meski bahan glossy tampil di sebagian besar perangkat luar tetapi eksekusinya masih cukup bisa diterima dan masih memberikan kesan highend.

Salah satu yang memang menjadi keunggulan dari Buds2 adalah desainnya yang kecil serta berat perangkat yang cukup ringan. Jauh lebih ringan dari Buds Pro dan bentuk earpiece-nya pun jauh lebih kecil.

Kalau melihat angka dari situs resmi, berat dari Buds2 adalah untuk earpiece-nya 5.0g sedangkan case 41.2g. Untuk Buds Pro adalah earpiece-nya 6.3g dan case 44.9g. Perbedaan beratnya cukup jauh terutama untuk earpiece. Salah satu sebabnya tentu saja karena di Buds Pro disematkan beberapa fitur tambahan seperti air vent.

Kesain mungil yang ada di earpiece Buds2 memang dilihat bukan secara negatif. Samsung malah cukup menjual kesan mungil ini sebagai salah satu keunggulan dari Buds2. Jika Anda telah menonton atau membaca review perangkat ini dan reviewer-nya menyebutkan bahwa ketika menggunakan Buds2 hampir serata tidak menggunakan earphone, maka kurang lebih pendapat itu benar. Earpiece Buds2 memang cukup jauh lebih ringan dari Buds Pro dan juga jauh lebih ringan dari Buds+.

Salah satu perbedaan paling mencolok antara Buds2 dengan desain Buds+ adalah absennya wing tip yang menjadi desain khas TWS era waktu itu. Wing tip ini berfungsi sebagai penahan agar earpiece bisa kokoh pada posisinya dan tidak jatuh ketiga digunakan dalam kegiatan aktif.

Dalam sebuah sesi QnA yang diadakan Samsung, saya bertanya pada perwakilan Samsung yaitu Taufiq Furqan, Product Marketing Manager Samsung Mobile, Samsung Electronics Indonesia tentang alasan Samsung melepas ciri khas Buds+ ini. Taufiq menjelaskan bahwa perubahan desain ini mengikuti keinginan konsumen. Desain Buds2 lebih simple dan lebih trendy. Samsung juga meningkatkan kemampuan kenyamanan dari earpiece Galaxy Buds mereka sehingga tanpa wing tip pun bisa tetap fit pas di telinga. Selain itu tersedia juga fitur fit test agar bisa disesuaikan dengan telinga pengguna.

Alasan ini cukup masuk akal pertama karena desain earpiece kekinian memang sudah agak meningalkan tambahan wing tips dan beralih ke cara-cara lain agar earpiece bisa kokoh di telinga. Dan Samsung telah bisa mengenbangkan cara lain sehingga bisa menggantikan peran wing tip di perangkat earphone mereka.

Dari sisi desain juga sebenarnya dengan absennya wing tip maka bisa terlihat keselarasan bentuk yang mirip dengan Buds Pro sehingga jika SAmsung ingin memposisikan earbuds ini menjadi entry level-nya seri Galaxy Buds maka konsumen tidak akan bingung.

Untuk kesan ringan yang didapat dari Buds2 tidak hanya hadir dari casing, atau earpiece saja tetapi hadir dari keseluruhan desain, termasuk pemilihan kesan glossy dan doff yang tampil di luar dan di dalam perangkat serta menurut saya, penggunaan dual tone di seri ini juga sedikit banyak memberikan kesan ringan karena dua warna membuat kesan desain jadi terpecah tidak mengumpul di satu area. Sehingga tercipta kesan ringan.

Spesifikasi

Untuk spesifikasi perangkat, mari kita bahas apa yang tertera di atas kertas terlebih dahulu. Beberapa keunggulan yang ditampilkan Samsung untuk Buds2 antara lain:

  • Two way dynamic speaker
  • 3 microphone yang terdiri dari 2 outer mic dan 1 inner mic serta ada pula VPU atau voice pickup unit
  • Lalu ada ANC dan ambient sound yang levelnya bisa diatur
  • Baterai 61mAh dan case 473mAh
  • Playtime di klaom up to 5 jam dan 20 jam dengan ANC menyala lalu up to 7.5 jam dan total 19 jam dengan ANC off
  • Charging 1 jam play time dan 5 menit quick charging
  • Wireless charging dengan sertifikasi Qi
  • Konektivitas bluetooth 5.2
  • Codecnya Scalable (Samsung proprietary(, AAC dan SBC
  • Dan yang tidak kalah penting malah dijagokan adalah fit test via aplikasi

Beberapa highlight untuk perangkat Buds2 dari sisi spesifikasi adalah 3 microphone untuk penggunaan panggilan suara yang lebih baik. Kemudian dilengkapi pula dengan voice pickup unit. Lalu yang menjadi andalan di segmen harganya adalah sudah memiliki ANC serta ambient sound yang bisa diatur. Galaxy Buds dijual dengan harga normal 1.699.000 rupiah.

Fitur ANC-nya memang tidak sekelas Buds Pro karena memang berbeda dari sisi segmen dan harga tetapi sudah cukup baik untuk kelas TWS entry level merek Samsung. Salah satu kelebihan lain adalah ambient sound yang membantu penggunaan ketika di tempat umum atau aktivitas yang masih memerlukan suara lingkungan sekitar. Buds2 memang tidak memiliki voice detect yang bisa secara otomatis mengatur perubahan dari mode ANC ke ambient sound yang dimiliki Buds Pro. ANC di Buds2 disebutkan Samsung telah ditingkatkan dari Buds+ sehingga kini bisa mengurangi noise dari luar sampai 98%.

Sedangkan ambient sound latency juga mengalami peningkatan dari 3.2 ms di Buds+ menjadi 0.5 ms di Buds2. Untuk wireless Qi charger mendukung untuk perangkat Samsung yang memiliki fitur wireless charging. Sedangkan koneksi Bluetooth 5.2 juga menjadi kelebihan lain karena sudah yang terbaru. Dari sisi codec. Buds2 menggunakan bawaan dari Samsung yaitu Samsung Scalable Codec. Dijelaskan Samsung bahwa codec ini cocok digunakan untuk smartphone samsung, sudah frekuensi tinggi tapi belum setinggi lossless. Fokus Samsung lebih pada kestabilan suara yang hadir ke penggunanya daripada lossless. Tetapi samsung menjamin kalau sumbernya lossless tetep akan baik di TWS buds dan lebih stabil.

Aplikasi pelengkap (Wear apps dari Samsung)

Saya adalah salah satu yang merasa aplikasi Wear – khususnya untuk perangkat Buds dari Samsung kini menjadi terlalu sederhana. Kurang bisa dieksplorasi dan cenderung ditujukan bagi pengguna yang terbiasa plug and play. Padahal pilihan pengaturan yang lengkap dibutuhkan untuk menemukan pengaturan yang pas untuk audio.

Namun memang jenis pengguna seperti yang saya sebutkan di atas bisa jadi tidak sebanyak konsumen umum atau konsumen kebanyakan. Dan saya mengerti alasan Samsung untuk mengubah aplikasi ini menjadi lebih sederhana untuk bisa digunakan lebih mudah bagi konsumen umum. Yang bisa jadi jarang mengulik atau mengutak atik pengaturan audio secara rutin atau berbeda-beda untuk genre lagu tertentu.

Samsung juga sepertinya kini memfokuskan pada fitur fit test, yang memungkinkan pengguna untuk melakukan uji apakah earbuds yang digunakan sudah pas atau belum untuk dipakai rutin. Aplikasi ini mendeteksi apakah earpiece yang Anda gunakan sudah tepat atau harus diganti dengan pilihan ukuran lain. Buds2 menyediakan 3 pilihan ukuran earpiece termasuk yang menempel pada earbud.

Pengalaman menggunakan

Nah, sekarang bagian utama tulisan kali ini yaitu pengalaman menggunakan Galaxy Buds2 termasuk review mendalam tentang eksperiens lagu-lagu yang saya dengarkan menggunakan Buds2.

Sebelum memulai, seperti biasa karena produknya TWS saya akan menguji dengan perangkat smartphone sebagai alat pemutar musik, kali ini saya menggunakan Samsung Galaxy S20 Plus. Lagu yang dimainkan via aplikasi Spotify rata kanan alias pengaturan kualitas audio very high.

Pengaturan yang digunakan sebagian besar dengan ANC aktif dengan beberapa kali mencoba untuk membedakan kualitas suara dengan ANC atau dengan fitur ambient sound. Untuk equalizer hampir seluruhnya saya dengarkan dalam menu pengaturan Dynamic, karena saya merasa pengaturan ini yang cukup seimbang meski pada awalnya saya tergoda untuk mencoba pilihan bass boost. Namun karena tidak semua lagu yang saya coba menonjolkan bass saja, maka saya memilih pengaturan dynamic.

Pengalaman secara makro (keseluruhan)

Dengan bentuknya yang mungil, suara Buds2 memang menarik untuk disimak. Bass cukup terasa nendang tapi tidak bikin sakit, punchy-nya tidak berlebihan tetapi terasa cukup deep. Kita juga bisa mendengarkan dengan nyaman untuk high note. Namun bagi saya, separasi di Buds2 terasa kurang. Suara yang dihasilkan ketika mendengarkan lagu terasa padat. Elemen-elemen lagu memang tidak saling bertumpuk tetapi terasa dalam satu ruangan yang cukup sempit. Beberapa suara vokal terasa di depan tetapi ada kalanya juga di belakang atau posisinya terdengar agak di atas dari elemen suara lain.

Saya memang lebih sering membandingkan dengan pengalaman menggunakan Buds Pro, meski ini agak kurang pas. Karena seharusnya disandingkan dengan Buds+ karena ini adalah versi terbaru produk yang sama. Namun saya mendapatkan kendala karena Buds+ yang ada di studio saya tidak bisa terkoneksi sampai dengan tulisan ini dibuat (tidak bisa reset koneksi) jadi apa boleh buat saya membandingkannya dengan Buds Pro. Keduanya memiliki ANC dan fitur ambient sound meski secara kualitas dan fitur Buds Pro berada jauh di atas.

Jika dari sisi desain atau pengalaman menggunakan perangkat di luar suara adalah kesan mungil dan compact, maka untuk hasil suara dari Buds2 adalah kenyamanan dengan bass yang agak menonjol.

Untuk pengalaman penggunaan lain seperti meeting via Zoom atau Gmeet serta pengalaman hiburan, Buds2 dua juga bisa digunakan dengan cukup baik. Selama dua minggu ke belakang saya cukup sering menggunakan Buds2 untuk meeting dan tidak menemukan keluhan yang cukup berarti. Fitur ambient sound-nya juga cukup membantu saat meeting/call, karena terkadang harus mengecek ke depan rumah karena ada suara panggilan rutin yang sudah menjadi ciri khas saat WFH, ‘misi paket…’.

Untuk pengalaman spesifik atas lagu tertentu, adalah sebagai berikut:

Pearl Jam – Given to Fly

Suara Eddie Vedder terasa berada di depan dan keseluruhan lagu terasa padat. Saya bisa mendengarkan detail elemen-elemen yang ada di lagu seperti petikan gitar, atau suara rhythm gitar tipis yang muncul di tengah. Tujuan saya mendengarkan lagu ini karena di bagian depan lagu ada petikan gitar yang khas. Dan saya ingin coba merasakan detail petikan gitar tersebut.

Di departemen bass juga cukup terasa namun tidak berlebihan. Lagu dengan dua gitar seperti Given to Fly bagi saya sangat cocok untuk menguji bagaimana earbud merespons atas keharmonisan yang dihadirkan band. Dan Buds2 cukup nyaman untuk mendengarkan tipe-tipe lagu band dengan dua gitar.

Laruku – Mirai

Mendengarkan dengan Buds2 bisa mendapatkan suara detail dari piano atau beberapa elemen lain. Bass yang melaju juga bisa direspon dengan baik karena bagi saya, Laruku adalah tentang bas yang melaju seperti asik sendiri. Selain itu vokal terasa clear dan terasa menonjol di depan.

Sayang memang karena TWS ini memiliki sound stage yang menurut saya kurang luas, kemegahan dari lagu ini, yang memiliki elemen orchestra, jadi terasa kurang. Bisa jadi memang karena karakter TWS ini adalah menghasilkan suara yang padat.

Silk Sonic/Bruno Mars – Leave the Door Open

Lagu ini dipilih bukan hanya untuk mencoba tipe lagu RnB slow yang sedang tren tetapi saya juga ingin menguji respon TWS pada beberapa elemen permainan detail di lagu ini. Seperti yang muncul awal lagu, atau di beberapa bagian ada suara seperti triangle atau tambourine yang berulang kali muncul. Semua bisa direspon dengan baik oleh Buds2.

Untuk vokal, Buds2 juga bisa merespon dengan sangat baik, bahkan saya bisa mendengar detail suara Bruno dengan clear. Bass dan elemen lagu yang lainnya juga terasa cukup baik dan menjadikan Buds2 ini cukup nyaman untuk mendengarkan lagu di genre ini, bahkan dengan volume yang tidak besar.

Yuna – Langit

Lagu favorit saya untuk menguji earbud atau perangkat audio. Terutama untuk menguji bagian vokal, karena lagu ini memang menonjolkan vokal Yuna yang magical.

Buds2 bisa merespon dengan baik dan menghadirkan bagian vokal yang clear. Gabungan berbagai elemen di lagu ini yang keluar dari Buds2 juga memberikan kesan menyenangkan untuk didengarkan dan tidak saling berebut.

Jealousy remastered – Queen

Dengan menggunakan mode dynamic, bass di lagu ini yang dimainkan di Buds2 ternyata cukup menonjol dan terasa agak di depan. Tapi tetap nyaman, apalagi di lagu ini Bass cukup berlari alias bermain layaknya melodi.

Paling menyenangkan menggunakan lagu Queen untuk menguji perangkat audio terutama earphone adalah mendengarkan Freddie menyanyi. Karena cara bercakap Freedie yang khas maka di bagian vokal tertentu akan ada suara khas ketika Freddy bernyanyi dan Buds2 bisa menangkap itu.

Overall lagu ini terasa nyaman terutama bagi Anda penikmat permainan bass yang menari.

Adele – Skyfall

Meski terasa nyaman mendengarkan lagu ini dengan Buds2, tetapi saya merasa lagu jenis seperti Adele ini kurang cocok untuk didengarkan menggunakan Buds2. Lagu Skyfall yang cukup megah terasa biasa saja.

Meski demikian, detail vokal dan keharmonisan lagu tetap bisa dinikmati dengan nyaman sebagai satu lagu utuh.

Bruce Springsteen – Born in the USA

Anda akan merasa tenggorokan Anda serak ketika mendengar lagu ini, karena Buds2 bisa cukup menghadirkan suara Bruce dengan detail.

Meski demikian posisi vokal di lagu ini terasa di belakang dan bass-nya cukup terasa menonjol di depan. Detail lain bisa didengarkan secara jelas terutama piano elektrik yang juga mendominasi dari awal lagu.

Queen – Bohemian Rhapsody remastered 2011

Lagu wajib untuk mencoba TWS.

Keharmonisan vokal di awal lagu adalah kesan yang khas setiap mendengarkan lagu ini, dan Buds2 bisa merespon dengan baik. Petikan gitar bisa dihadirkan dengan baik juga, tone tinggi tidak membuat sakit telinga.

Struktur lagu yang terasa bagi saya adalah, vokal utama terasa ada di atas agak ke dalam dengan elemen lagu lain hadir melengkapi dan membentuk pondasi segitiga ke atas, dengan puncaknya adalah suara Freddie.

Beberapa lagu lain yang saya coba dengarkan: Stuck with you (Ariana Grande – Justin Bieber) lalu lagu old school untuk melihat respon TWS atas aransemen lagi lama lewat Sesaat Kau Hadir – Utha likumahua. Kemudian lagu More than Word – Extreme.

Semua dilahap dengan cukup baik oleh Buds2, lagu populer Ariana yang RnB atau package rekaman jadul dari Utha Likumahua atau lagu wajib no 2 untuk mengetes TWS yaitu More Than Word.

 

Verdict

Samsung Galaxy Buds2 adalah perangkat TWS atau wireless earphone yang cukup menarik. Baik dari desain dan terutama dari hasil suara yang dihasilkan. Di-tuning oleh AKG yang juga men-tuning earphone bawaan smartphone Samsung serta TWS atau Galaxy Buds lainnya.

Untuk hasil suara dari pengalaman saya, keluhannya hanya satu yaitu berbagai elemen suara yang hadir (terutama ketika mendengarkan lagu) terasa penuh dan padat. Meski kualitasnya baik tapi saya lebih memilih Buds Pro jika harus membandingkan.

Galaxy Buds2 akan saya rekomendasikan bagi mereka yang ingin menggunakan TWS untuk kegiatan sehari-hari sampai dengan traveling. Untuk olahraga saya hanya menyarankan untuk olahraga ringan. Bobotnya yang ringan membuat TWS ini bisa menjadi pilihan untuk kegiatan sehari-hari apalagi dengan kualitas suara yang baik serta fitur ANC dan ambient sound.

Untuk desain eartips memang tidak lonjong seperti Buds Pro, yang bagi saya adalah salah satu desain eartips yang paling menyenangkan, terutama bagi pengguna yang terbiasa menggunakan earphone jenis earbud seperti saya. Namun karena bobotnya yang ringan dan desainnya yang ciamik, Buds2 tetap bisa memberikan keunggulan tersendiri.

Menjadi Galaxy Buds entry level alias paling murah dibanding Galaxy Buds terbaru lainnya milik Samsung, Buds2 bisa menjadi pilihan bagi mereka yang baru ingin memiliki TWS dan ingin memiliki TWS keluaran Samsung.

Sparks

  • Kualitas suara baik
  • Ringan
  • Telah tersedia fitur ANC
  • Desain menarik

Slacks

  • Fitur Ambient Sound terasa kurang natural
  • Sound stage kurang luas
  • Meski paling murah di antara Buds terbaru Samsung tetapi harga di pasaran cukup premium.

Perangkat Samsung Galaxy A52s 5G Resmi Diperkenalkan, Bawa Spesifikasi Mumpuni

Tiada hari tanpa rilis smartphone terbaru. Sepertinya jargon tersebut cocok untuk disematkan pada Samsung. Belum lama saya mencoba seri M32 dan M62, lalu ketersediaan resmi seri atas Fold3 dan Flip3 atau juga belum lama seri A03s meluncur kini Samsung memperkenalkan seri Galaxy A52s 5G. 

Dalam acara media session secara online, Samsung mengenalkan beberapa keunggulan dan kelebihan dari perangkat menengah atas ini yang nantinya juga akan bisa digunakan untuk mengakses jaringan 5G. Galaxy A52s 5G hadir tidak hanya dukungan 5G tetapi berbagai spesifikasi lain yang cukup mencuri perhatian seperti refresh rate sampai dengan 120Hz serta prosesor menengah tertinggi Qualcomm SD 778G. 

Samsung menyebutkan bahwa perangkat ini ditujukan untuk generasi muda pecinta teknologi terdepan. Harga perangkat ini memang cukup atas namun masih di bawah segmen premium. Galaxy A52s dijual dengan harga 6.499.000 tanpa promo. 

Dengan desain seri A terbaru, perangkat ini memang memberikan nuansa modern dan trendi, Apalagi warna yang dihadirkan cukup beragam. Tapi yang paling mencuri perhatian tentu saja spesifikasi. Seperti yang disebutkan di atas, yaitu refresh rate 120Hz yang hadir di ukuran layar 6.5-inch. Kualitas layarnya sudah FHD+ Super AMOLED Infinity-O Display (1080 x 2400) dan 407ppi. 

Dari spesifikasi ini saja sudah bisa dipastikan bahwa layar yang dibawa A52s 5G akan nyaman digunakan. Baterai yang disematkan cukup besar yaitu 4.500mAh didukung oleh 25W fast charging. Untuk prosesor hadir SD 778G yang disebutkan merupakan seri SD kepala 7 yang paling mentok alias paling tinggi dan sudah mendapatkan upgrade yang signifikan dari seri SD 720G. Prosesor ini mendukung berbagai kegiatan yang ditujukan untuk segmen perangkat ini, yaitu gaming, foto, produktivitas dan hiburan. Kurang lebih all around activities yang memang biasanya menjadi aktivitas segmen menengah atas. Satu perangkat untuk semua aktivitas. 

Departemen kamera diisi oleh 4 kamera belakang dan 1 kamera depan. Kamera belakang sendiri hadir dengan spesifiksi kamera utama 64MP, lensa Ultra Wide 12MP, lensa Depth 5MP, dan lensa Macro 5MP sedangkan kamera depan 32MP yang tampil dengan mode notch tipe punch hole

Dari namanya saja sudah bisa terlihat bahwa perngkat ini akan mendukung 5G. Untuk prosesnya, pilihan koneksi nantinya akan hadir lewat pembaruan via OTA. Untuk spesifikasi lain yang cukup penting adalah RAM 8GB dan ROM 256GB, telah mendukung NFC juga sertifikasi IP67. 

Dalam kesempatan QnA dalam acara perkenalan perangkat, saya mencoba menanyakan perihal salah satu fitur yang menarik karena disematkan di seri A, yaitu refresh rate 120Hz. Alasan saya bertanya adalah, apakah segmen yang disasar sudah membutuhkan refresh rate ini yang biasa hadir di perangkat premium atau high end, biasanya untuk segmen menengah-atas refresh rate yang dihadirkan 90Hz saja. 

Samsung lewat Irfan Rinaldi, Product Marketing Manager Samsung Mobile, Samsung Electronics Indonesia, memberikan penjelasan bahwa selain dukungan spesifikasi yang cukup tinggi di A52s 5G ini, seperti kualitas layar, prosesor dan yang lainnya, maka kehadiran refresh rate menjadi lengkap. Selain itu Samsung juga ingin menyasar pasar gamer. Pasar ini memang kini mencari refresh rate tinggi untuk kenyamanan bermain. 

Sebagai informasi tambahan, Samsung dengan seri A juga ikut mensponsori salah satu pergelaran turnamen paling bergengsi di game Mobile Legends Bang Bang yaitu MPL yang saat ini memasuki season ke 8. 

Nara sumber lain di acara yaitu perwakilan dari Qualcomm, Dominikus Susanto, Senior Manager, Business Development at Qualcomm Indonesia, memberikan penjelasan tambahan, bahwa tidak hanya gamer yang membutuhkan refresh rate tinggi untuk kenyamanan, tetapi juga untuk hiburan seperti video lalu untuk memberikan kenyamanan saat browsing internet. 

Saya sendiri adalah salah satu penggemar refresh rate tinggi minimal 90Hz. Dan beranggapan bahwa seharusnya perangkat modern alias yang baru dirilis harusnya sudah menyertakan refresh rate di atas 60Hz. Saya setuju, kenyamanan scrolling adalah pengalaman penggunaan yang selalu saya cari. 

Selain beberapa fitur yang telah disebutkan di atas, A52s 5G juga masih menyimpan fitur tambahan yaitu RAM expansion atau yang Samsung sebut sebagai RAM plus. Fitur ini memungkinkan pemilik perangkat untuk mendapatkan tambahan hingga 4GB RAM yang diambil atau dialokasikan dari ROM yang tersedia. 

Perangkat Galaxy A52s 5G dijual dengan harga normal 6.499.000 rupiah. Tetapi pada masa pre order dijual dengan harga 5.999.000 rupiah alias ada potongan 500rb rupiah. Pre order perangkat dimulai tanggal 16 – 18 September 2021. Informasi pemesanan bisa cek tautan ini

Kalau melihat di atas kertas, perangkat ini memang cukup menarik, harganya memang akan bersaing dengan smartphone lain di segmen dan spesifikasi yang mirip dengan harga yang lebih rendah. 

Semoga redaksi DailySocial/Gadget berkesempatan untuk mencoba perangkat ini untuk review sehingga bisa memberikan penilaian yang lengkap atas perangkat. 

Samsung Galaxy Z Fold3 dan Z Flip3 Resmi Tersedia di Indonesia, Laris Manis Selama Masa Pre-Order

Per tanggal artikel ini dipublikasikan (10 September 2021), duo ponsel foldable terbaru Samsung, Galaxy Z Fold3 dan Z Flip3, akhirnya sudah tersedia secara resmi di pasar Indonesia. Keduanya tentu bukan barang murah; Z Fold3 ditawarkan dengan harga mulai Rp24.999.000, sementara Z Flip3 mulai Rp14.999.000. Namun ternyata, keduanya begitu laris dipesan oleh konsumen tanah air.

Dalam acara peluncuran resmi yang digelar secara online, Bernard Ang selaku Vice President Samsung Electronics Indonesia mengungkapkan bahwa jumlah pemesanan Z Fold3 dan Z Flip3 yang mereka terima selama masa pre-order mulai 11 Agustus lalu tercatat delapan kali lebih banyak daripada di generasi sebelumnya. Bayangkan saja, ponsel harganya 25 juta dan 15 juta, tapi laku keras bahkan sebelum stoknya tersedia.

Samsung memang tidak bilang, tapi saya cukup yakin salah satu alasan mengapa keduanya bisa laris adalah karena harganya memang lebih murah daripada generasi sebelumnya. Ini menarik karena dari sisi hardware, Z Fold3 dan Z Flip3 masih sepenuhnya merupakan barang impor. Keduanya memang tercatat memiliki TKDN sebesar 49%, tapi itu cuma dari sisi software.

Bernard Ang, Vice President Samsung Electronics Indonesia / Samsung

Masih opini saya pribadi, alasan lainnya mungkin juga karena pembaruan dari segi ketahanan fisik yang Samsung terapkan. Saya masih ingat ketika Z Fold generasi pertama dirilis, tidak sedikit pemberitaan mengenai bagaimana ponsel tersebut harus digunakan dengan ekstra hati-hati demi menghindari kerusakan.

Sekarang, Samsung justru tidak segan mempromosikan ketahanan fisik Z Fold3 dan Z Flip3. Di acara peluncurannya, Samsung bersama sejumlah aktor dan aktris yang diundang beberapa kali menyinggung soal rangka “Armor Aluminium” yang terdapat pada kedua ponsel. Keduanya pun sekarang tahan air dengan sertifikasi IPX8, dan Samsung tidak lupa menyelipkan sesi demonstrasi singkat yang mempertontonkan Z Fold3 dan Z Flip3 tengah ketumpahan air.

Sesi-sesi demonstrasi yang dilangsungkan Pevita Pearce, Reza Rahadian, Darius Sinathrya, dan Dian Sastrowardoyo ini menarik karena dikaitkan langsung dengan skenario penggunaan mereka sehari-harinya. Masing-masing kebagian jatah mencontohkan penggunaan fitur Flex Mode (layar perangkat hanya terbuka sebagian), baik untuk Z Fold3 ataupun Z Flip3.

Pevita mendemonstrasikan kegunaan fitur tersebut saat hendak membuat konten olahraga di rumah. Menggunakan Z Flip3, ia meletakkan ponselnya di lantai dalam posisi layarnya tertekuk separuh, lalu mulai merekam video selagi beraktivitas, tidak perlu bantuan tripod ataupun menyetel timer terlebih dulu.

Reza mendemonstrasikan kegunaan fitur ini untuk menelepon (video call) sembari membaca naskah. Jadi separuh layarnya menampilkan sesi video call, separuh sisanya (yang datar dengan meja) menampilkan naskah film yang hendak dijadikan proyek berikutnya.

Baik Pevita maupun Reza juga sempat memamerkan betapa ringkasnya Z Flip3. Pevita melipatnya lalu menyimpannya di dalam tas micro bag yang begitu mungil, sementara Reza dengan santai melipat dan menyelipkannya ke kantong kemeja.

Beralih ke Z Fold3, ada Darius yang mendemonstrasikan fitur Flex Mode untuk mendapatkan pengalaman ala laptop. Ponsel ia berdirikan di atas meja dengan layar tertekuk separuh (seperti sebuah buku), lalu ia mengetik menggunakan aksesori Multi Bluetooth Keyboard. “Lebih praktis daripada laptop,” katanya.

Selanjutnya, ada Dian yang mendemonstrasikan fitur ini di Z Fold3 untuk keperluan meeting. Jadi separuh layarnya menampilkan sesi video call, sedangkan separuh sisanya ia corat-coret menggunakan S Pen untuk bahan diskusi. Skenario-skenario penggunaan unik tapi relatable seperti inilah yang pada akhirnya memberi nilai jual tambah pada Z Fold3 dan Z Flip3.

Semua skenario di atas sebenarnya bisa saja kita jalani tanpa melibatkan perangkat foldable, tapi mungkin eksekusinya agak sedikit merepotkan. Z Fold3 dan Z Flip3 pada dasarnya ingin menyederhanakan prosesnya dengan memaksimalkan form factor unik masing-masing.

Berikutnya, saya akan membahas beberapa poin menarik yang saya tangkap dari acara peluncuran Z Fold3 dan Z Flip3. Yang pertama adalah penekanan terhadap kegunaan dari sisi multimedia untuk Z Fold3. Selama sesi demonstrasi dan sesi tanya-jawab, saya mencatat Dian Sastro menyinggung tentang speaker milik Z Fold3 sebanyak tiga kali. “Rasanya kayak benaran pakai sound system di TV,” tuturnya saat menjelaskan tentang fitur-fitur Z Fold3 yang paling difavoritkannya.

Kedua adalah mengenai App Continuity di Z Fold3, fitur yang memungkinkan supaya aplikasi yang dibuka di cover screen bisa otomatis berpindah ke layar utama (dengan tampilan yang dioptimalkan tentu saja) ketika perangkat dibuka. Fitur tersebut sekarang juga berlaku untuk beberapa aplikasi lokal. Sejauh ini memang baru ada empat, yakni Tokopedia, Blibli, Viu, dan Vidio, tapi ke depannya dipastikan bakal ada banyak yang menyusul.

Ketiga, Samsung seperti ingin mempromosikan asisten virtualnya, Bixby, lebih jauh lagi. Dalam sesi demonstrasinya, Pevita sempat menginstruksikan Bixby untuk mengambil foto. Reza di sisi lain meminta Bixby untuk mengirim pesan ke rekan kerjanya. Perlu dicatat, semuanya menggunakan bahasa Inggris ketimbang Indonesia.

Terakhir, di sepanjang acara yang berdurasi dua jam, saya tidak mendengar satu pun pembahasan mengenai baterai Z Fold3 dan Z Flip3. Bisa jadi karena memang tidak ada yang istimewa dari baterainya. Di atas kertas, Z Fold3 tercatat memiliki baterai 4.400 mAh, sementara Z Flip3 mengemas baterai 3.300 mAh.

Angka-angka tersebut tentu tergolong standar atau bahkan kecil di tahun 2021 ini, apalagi mengingat kedua ponsel sama-sama mengandalkan layar dengan refresh rate 120 Hz. Namun kembali lagi, saya rasa tidak ada satu pun konsumen yang membeli Z Fold3 dan Z Flip3 karena mendambakan baterai yang awet atau dukungan fast charging yang kencang. Setidaknya untuk sekarang, baterai masih belum jadi prioritas di kategori foldable, dan saya yakin hampir semua konsumennya dapat memakluminya.

Samsung Ungkap ISOCELL HP1, Sensor Kamera Smartphone dengan Resolusi 200 Megapiksel

Samsung mengumumkan sensor kamera smartphone baru yang sangat istimewa, yaitu ISOCELL HP1. Istimewa karena ia merupakan sensor beresolusi 200 megapiksel dengan ukuran piksel individual 0,64 µm.

200 megapiksel memang masih jauh dari target 600 megapiksel yang ingin Samsung kejar, tapi tetap saja jauh lebih tinggi daripada resolusi kamera yang tertanam di smartphone kita sekarang. Samsung pun tidak lupa mengembangkan teknologi pixel-binning baru untuk ISOCELL HP1. Setelah TetraCell dan NonaCell, kali ini Samsung memilih nama ChameleonCell.

Kenapa bunglon (chameleon)? Mungkin karena sifat teknologinya yang mampu beradaptasi sesuai kebutuhan. Saat hendak mengambil gambar di kondisi minim cahaya, ChameleonCell bakal menggabungkan 16 piksel (4 x 4) menjadi satu piksel berukuran 2,56 µm.

Sesuai hukum fisika, piksel berukuran besar ini mampu menyerap lebih banyak cahaya, sehingga pada akhirnya foto yang dihasilkan di tempat gelap bisa kelihatan lebih terang sekaligus lebih bersih (minim noise). Dalam skenario ini, resolusi fotonya cuma 12,5 megapiksel. 200 megapiksel adalah resolusi foto yang diambil di lokasi dengan pencahayaan yang melimpah.

Kemudian saat hendak merekam video 8K, yang disatukan jadi cuma 4 piksel (2 x 2) saja, sehingga menghasilkan resolusi 50 megapiksel (8192 x 6144), cukup untuk mengambil video 8K (7680 x 4320) dalam kecepatan 30 fps tanpa crop factor.

Dalam kesempatan yang sama, Samsung turut menyingkap ISOCELL GN5. Ini merupakan sensor pertama yang memadukan teknologi Dual Pixel Pro dengan ukuran piksel individual 1,0 µm. Sepintas ini membuatnya kedengaran seperti versi lebih kecil dari ISOCELL GN2, sensor dengan ukuran piksel 1,4 µm yang digunakan oleh Xiaomi Mi 11 Ultra, yang juga dibekali teknologi Dual Pixel Pro demi menyuguhkan kinerja autofocus yang sangat cepat.

Namun yang unik dari GN5 adalah bagaimana teknologi Dual Pixel tersebut telah dikawinkan dengan teknologi FDTI (Front Deep Trench Isolation), sehingga tiap-tiap fotodiode berukuran mikroskopisnya mampu menyerap dan menyimpan lebih banyak cahaya, dan pada akhirnya dapat semakin mengoptimalkan performa autofocus beserta kualitas gambar.

Sejauh ini belum ada informasi kapan kedua sensor tersebut akan diproduksi secara massal, akan tetapi Samsung sekarang sudah mulai menawarkan sampelnya ke pabrikan-pabrikan smartphone yang tertarik.

Sumber: PetaPixel dan Samsung.

Samsung Galaxy M32 Pas Banget untuk Mendorong Produktivitas Selama di Rumah

Riset menunjukkan bahwa smartphone tidak semata-mata berguna sebagai alat komunikasi, tapi juga bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas penggunanya. Apalagi di masa-masa pembatasan mobilitas di sejumlah daerah sekarang ini, kehadiran smartphone yang tepat dapat membantu kita mempertahankan produktivitas.

Continue reading Samsung Galaxy M32 Pas Banget untuk Mendorong Produktivitas Selama di Rumah

Mengapa Harga Seri Samsung Galaxy Z Fold3 Lebih Murah dan Berbagai Info Lainnya

Ketika tulisan ini dipublikasi, para penikmat gadget mungkin sudah berulang kali melihat hands on untuk perangkat terbaru Samsung kasta tertinggi Galaxy Fold3 dan Z Flip3 5G. Berbagai informasi seputar perangkat ini juga telah disebargak baik oleh Samsung sendiri atau para reviewer.

Sayangnya kami tidak diberi kesempatan untuk mencoba perangkat ini untuk pertama kali selama masa pre-order oleh Samsung, tetapi bukan berarti tidak ada informasi yang menarik yang bisa kami bahas. Termasuk beberapa pertanyaan yang mengganjal yang mungkin terpikirkan oleh para penikmat gadget. Mari kita simak.

Duo ponsel kasta tertinggi Samsung ini sendiri saat ini belum dijual secara umum, prosesnya masih dalam bentuk pre-order sampai dengan tanggal 29 Agustus 2021. Untuk harga sendiri keduanya dijual lebih murah dari harga awal seri Fold dan Flip sebelumnya yakni Galaxy Z Fold3 dijual dengan banderol mulai Rp24.999.000, dan Z Flip3 mulai dari Rp14.999.000. Bandingkan dengan harga Z Fold2 saat pertama kali dirilis yaitu Rp33.888.000. Z Fold3 yang termahal harganya hanya Rp26.999.000.

Kok harga lebih murah, strateginya bagaimana?

Nah, salah satu pertanyaan yang tersirat saat membaca harga dari perangkat ini adalah tentang harga. Mengapa harganya bisa lebih murah dari seri sebelumnya. Untuk menjawab pertanyaan ini sebenarnya bisa juga agak sedikit jalan-jalan tentang bagaimana Samsung ingin memposisikan seri ponsel lipat mereka untuk tahun ini. Tapi sebelum kesana kita masuk ke jawaban singkatnya dulu.

Harga lebih murah salah satunya dikarenakan Samsung memesan kuantitas yang lebih banyak untuk produksi Fold3 dan Z Flip3 jadi cost secara totalnya bisa ditekan dan berimbas pada harga akhir perangkat yang jadinya lebih murah. Penjelasan ini adalah jawaban dari pertanyaan saya dan beberapa media saat seti QnA yang pernah dijalankan beberapa waktu lalu.

Itu jawaban singkatnya, kalau jawaban memutarnya adalah, Samsung ingin memperkenalkan lebih banyak perangkat foldable ke konsumen mereka, dan cara yang paling mudah salah satunya adalah dengan menurunkan harga, sehingga semakin terjangkau dan premisnya adalah semakin banyak yang bisa membeli.

Keputusan ini sepertinya memang sudah dipikirkan matang oleh Samsung. Salah satunya karena tahun ini Samsung tidak merilis seri Note generasi lanjutan. Hanya mempromosikan Note 20 Ultra 5G sebagai varian dari seri Note terbaru terakhir yang mereka rilis.

Dengan tidak ada seri Note terbaru tahun ini, tentu saja mereka yang ingin merasakan perangkat paling atas paling update dari semua seri Samsung akan memilih Galaxy Z Fold3. Apalagi dengan dukungan S Pen di perangkat lipat ini yang menegaskan bahwa Samsung ‘tidak butuh’ untuk merilis seri Note tahun ini.

Untuk mereka yang ingin menikmati fitur fotografi bisa memiliki seri S terbaru (S21 series yang dirilis awal tahun) atau mereka yang membutuhkan perangkat mobile multi fungsi dan untuk produktivitas, bukan lagi ke seri Note tetapi langsung ke seri Z Fold3 yang belum lama ini dirilis.

Dengan kekosongan spot untuk Note, serta harga yang lebih terjangkau dibanding seri sebelumnya, Samsung akan leluasa mempromosikan Z Fold3 dan bisa fokus untuk memperlebar atau menambah luas market share untuk perangkat lipat.

Sebagai catatan saya tidak menyebutkan secara gamblang Galaxy Flip 3 karena bagi saya, meski smartphone ini, meski memiliki spesifikasi yang tinggi sebagai flagship, tetapi kehadirannya tearasa sebagai pelengkap dari seri Z Flip. Segmen yang disasarnya bisa jadi lebih niche dari Z Flip. Selain itu jika dihadapkan dengan seri Note, jadinya kurang relevan karena pangsa pasarnya bisa jauh berbeda, Z Flip untuk high end user yang ingin memiliki perangkat simple kekinian tetapi tetap high end, sedangkan Z Fold adalah untuk high end power user.

Jawaban dari Samsung tentang alasan harga yang lebih murah dan analisis sederhana di atas ternyata diperkuat oleh rilis yang baru-baru ini saya terima. Rilis tersebut menyebutkan bahwa proses pemesanan untuk dua seri smartphone lipat dari Samsung mendapatkan animo yang cukup baik untuk pasar Indonesia. Angkanya tembus 8 kali lipat dari total pemesanan dari seri Fold pendahulunya.

Dalam rilisnya Samsung mengatakan bahwa form factor dan desain yang unik dan fitur yang inovatif yang menjadikan perangkat ini menarik bagi konsumen. Tapi kalau saya sih akan mengatakan karena harganya yang lebih terjangkau dari seri sebelumnya serta tidak ada seri Note terbaru di tahun ini.

Fitur dan keunggulan paling atas

Dalam sebuah acara bersama rekan media lain perwakilan dari Samsung menjelaskan tentang berbagai keunggulan dari duo flip terbaru mereka. Memang kalau dilihat dari spesifikasi, Z Fold3 membawa berbagai penyegaran serta spesifikasi tertinggi dari semua jajaran perangkat Samsung.

Kita bisa melihat mulai dari prosesor yang menggunakan Snapdragon 5nm SD 888 (sama seperti S21 Ultra memang tetapi untuk pasar Indonesia ini menjadi hal baru karena biasanya yang dirilis di sini adalah versi Exynos). Atau spesifikasi lain adalah 120Hz untuk layar depan ketika ponsel dilipat (naik dari seri sebelumnya). Serta yang cukup menarik adalah fitur tahan air IPX8 untuk Z Fold3.

Seperti yang disebutkan di atas, dukungan Z Fold3 atas S Pen juga memberikan kelebihan lain pada perangkat ini. Meski tentunya berbeda dengan pengalaman seri Note yang S Pen menyatu dalam pengalaman penggunaan, karena bawaan perangkat, di Z Fold3 Samsung juga memberikan dukungan pada S Pen, termasuk S Pen Fold Edition serta S Pen Pro yang semuanya dijual terpisah.

Kalau untuk kamera dan spesifikasi layar, Z Fold3 sudah pasti ada di kasta tertinggi, bahkan untuk kelas Super Amoled-nya, layar bagian dalam sudah Super Amoled 2X. Selain IPX8 adala hal menarik lain yang mungkin agak luput dari pandangan karena beberapa bahasa tentang Z Fold3 berfokus pada peningkatan kualitas layar lipatnya. Fitur itu adalah under display camera (yang terletak di layar bagian dalam alias layar utama). Ini juga termasuk hal baru yang menjadikan tampilan layar dalam atau layar utama Z Fold3 jadi benar-benar tampak tidak terganggu dan full sreeen.

Dalam sesi perbincangan dengan media juga dijelaskan Samsung bahwa mereka memastikan untuk hasil kamera yang akan tetap baik meski menggunakan under display camera. Spesifikasi untuk kamera depan di layar utama ini adalah 4 megapixel.

Kamera bawah layar ini memang yang pertama untuk perangkat Samsung. Beberapa pabrikan juga sudah mulai merilis teaser tentang tampilan kamera depan seperti ini. Dan sepertinya ini akan menjadi tren selanjutnya untuk menggoda penikmat gadget sebagai salah satu value tambahan di perangkat.

Indonesia pasar yang spesial untuk Seri Flip terbaru

Berbicara tentang pasar, untuk rilis Z Fold3 dan Z Flip3, Indonesia cukup menjadi anak emas. Alasannya antara lain beberapa hal. Yang pertama seperti yang disebutkan di atas, pre-order tumbuh cukup signifikan dari pre-order yang sama untuk seri Fold sebelumnya. Yang kedua, Samsung menjelaskan bahwa pasar Indonesia termasuk top country untuk penjualan seri Fold. Dan yang ketiga, seri edisi spesial alias versi Galaxy Z Fold3 Thom Browne hadir secara resmi di Indonesia.

Untuk keterangan, edisi spesial ini tidak tersedia di semua pasar tempat Samsung berjualan, Indonesia tidak mendapatkan stok untuk versi Thom Browne pada seri Z Fold2. Namun akhirnya Indonesia kedapatan stok meski terbatas. Ini membuktikan bahwa Indonesia adalah pasar penting bagi seri Fold buatan Samsung.

Informasi menarik lain tentang Z Fold3 dan Z Flip3 adalah tentang 5G. Semua edisi yang dijual di Indonesia sudah mendukung 5G namun aksesnya nanti akan lewat update OTA. Ini tentu saja mengikuti peraturan perangkat yang mendukung 5G di Indonesia. Untuk perangkat sendiri, Samsung mengimpor untuk di Indonesia, jadi perangkat yang akan dijual di sini akan sama secara global.

Proses pre-order untuk perangkat Galaxy Z Fold3 dan Z Flip3 oleh Samsung akan mendekati akhir. Setelah proses pemesanan tentu saja perangkat ini akan dijual perdana secara umum dan pengguna bisa membeli langsung. Tentu saja tanpa bonus-bonus yang biasa diberikan saat periode pre-order.

Dari rilis seri ponsel lipat ini bagi saya yang menarik adalah keputusan untuk menghilangkan seri Note di tahun ini serta penurunan harga. Sebagai pengguna Note yang sangat puas dengan kualitas dan performa perangkat ini, tentunya ada sedikit rasa gamang dan tanda tanya, apakah strategi ini akan berhasil bagi Samsung?

Namun jika memang niat Samsung ingin bermain di ranah blue ocean yaitu smartphone lipat untuk pasar high end, dengan mendorong kepemilikan yang lebih banyak untuk pengguna seri Z Fold dan Z Flip, salah satunya dengan menggoda lewat harga yang lebih terjangkau (dari seri sebelumnya), maka sebagai penikmat gadget, ini adalah salah satu momen terbaik untuk memantau strategi Samsung. Apakah keputusan ini akan membawa merek ini kembali menjadi raja di ranah smartphone yang sangat keras persaingannya, atau sebaliknya.

Menarik untuk disimak.

Oh ya, untuk yang ingin melihat informasi lengkap spesifikasi duo perangkat lipat Samsung terbaru, bisa cek tautan ini.

*Header image dan lainnya: Semua foto dari rilis resmi. 

Samsung Galaxy Watch4 dan Watch4 Classic Resmi Hadir di Indonesia, Ada Versi LTE

Samsung resmi memperkenalkan Galaxy Watch4 dan Watch4 Classic pada tanggal 11 Agustus kemarin, dan kedua smartwatch itu pun sudah bisa dipesan di Indonesia sejak beberapa hari yang lalu. Menurut Taufiq Furqan selaku Product Marketing Manager Samsung Mobile di Indonesia, antusiasme konsumen tanah air rupanya cukup besar terhadap kedua perangkat ini.

Hal itu bisa dimengerti mengingat Watch4 dan Watch4 Classic adalah smartwatch pertama Samsung yang menjalankan sistem operasi Wear OS. Namun agar tetap terasa familier di mata konsumen, Samsung tidak lupa menyematkan tampilan antarmuka One UI. Jadi meski fondasi dasarnya berbeda, Samsung berani memastikan pengguna tidak akan perlu waktu lama untuk beradaptasi dengan Wear OS di Watch4 dan Watch4 Classic.

Lalu bagaimana nasib smartwatch Samsung yang masih menjalankan OS Tizen? Apakah ke depannya Samsung juga bakal merilis update Wear OS? Sayang sekali tidak. Meski begitu, Taufiq menjamin bahwa konsumen tidak perlu khawatir karena Samsung masih akan terus memberikan support terhadap Tizen. Namun kalau mereka memang menginginkan lebih, Watch4 dan Watch4 Classic tentu bisa jadi pilihan.

Seperti yang sudah saya jelaskan secara merinci di artikel sebelumnya, baik Watch4 maupun Watch4 Classic sama-sama hadir dalam dua ukuran. Kalau dilihat secara keseluruhan, Watch4 terkesan sangat sporty, sedangkan Watch4 Classic terkesan lebih elegan dan classy. Ini wajar mengingat Watch4 sejatinya merupakan suksesor dari Watch Active2, sedangkan Watch4 Classic adalah penerus langsung dari Watch3. Itu juga yang menjadi alasan mengapa cuma Watch4 Classic yang dilengkapi rotating bezel.

Kalau dibandingkan dengan Watch Active2, bodi Watch4 rupanya lebih tipis sekitar 1,1 mm. Watch4 Classic pun juga demikian; jika disejajarkan dengan Watch3, kita bisa melihat bodi Watch4 Classic yang lebih tipis 1,2 mm. Bobotnya pun lebih enteng sekitar 1,8 gram. Fisik yang lebih ringkas ini akan terdengar semakin mengesankan setelah mengetahui peningkatan dari sisi hardware yang Samsung terapkan pada Watch4 dan Watch4 Classic.

Yang paling utama adalah prosesor Exynos W920, yang tak hanya menawarkan performa lebih kencang, tapi juga konsumsi daya yang lebih irit berkat proses pabrikasi 5 nm. Tidak kalah penting adalah sensor baru yang memungkinkan pengguna untuk memantau atribut kesehatan secara lebih lengkap; mulai dari pengecekan detak jantung, tekanan darah, kadar oksigen dalam darah, elektrokardiogram (EKG), dan untuk pertama kalinya, pemantauan komposisi tubuh.

Bagi pengguna yang membutuhkan penyemangat ekstra selagi berolahraga, mereka bisa memanfaatkan fitur Group Challenges di aplikasi Samsung Health untuk saling memotivasi satu sama lain. Di luar jam olahraga, Watch4 dan Watch4 Classic juga siap memantau kualitas tidur secara lebih akurat, sekaligus mendeteksi berapa lama pengguna mendengkur selama terlelap.

Ada varian LTE

Untuk pertama kalinya di pasar tanah air, Samsung menghadirkan varian smartwatch yang dibekali konektivitas LTE di samping varian yang hanya dibekali koneksi Bluetooth. Secara fitur dan spesifikasi, varian Bluetooth-only dan LTE ini sebenarnya sama, hanya saja varian LTE lebih fleksibel karena dapat beroperasi secara mandiri dan tidak selalu harus bergantung pada smartphone.

Varian LTE ini hanya tersedia untuk Watch4 Classic, akan tetapi Taufiq bilang ada kemungkinan ke depannya Samsung Indonesia bakal menghadirkan varian LTE dari Watch4 apabila terbukti respon konsumen begitu positif. Varian LTE ini mengandalkan teknologi eSIM, dan sejauh ini baru mendukung operator Smartfren. Meski begitu, Samsung terbuka untuk bekerja sama dengan operator lain seandainya mereka juga menawarkan produk eSIM.

Samsung masih membuka pre-order Galaxy Watch4 dan Watch4 Classic sampai tanggal 29 Agustus 2021. Watch4 ukuran 40 mm dihargai Rp2.999.000 dan tersedia dalam warna Black serta Pink Gold, sedangkan Watch4 ukuran 44 mm dibanderol Rp3.499.000 dan ditawarkan dalam pilihan warna Black, Silver, serta Green.

Untuk Watch4 Classic, Samsung mematok harga mulai Rp4.499.000 untuk versi 42 mm Bluetooth, Rp4.999.000 untuk versi 46 mm Bluetooth, dan Rp5.999.000 untuk versi LTE. Versi Bluetooth-nya tersedia dalam opsi warna Black dan Silver, sementara versi LTE hanya dalam warna Black saja.

Selama masa pre-order, pembeli berhak mendapatkan bonus dengan nilai total Rp1.029.000. Bonusnya mencakup Extreme Sports strap untuk semua varian, dan kesempatan memperoleh cashback dari sejumlah bank. Khusus untuk Watch4 Classic varian LTE, ada bonus eSIM Smartfren dengan total kuoat 90 GB dan masa aktif 360 hari.

Samsung Singkap Eco² OLED, Lebih Irit Daya daripada OLED Tradisional Sekaligus Lebih Ramah Lingkungan

Terlepas dari segala penyempurnaan yang Samsung terapkan pada Galaxy Z Fold3, salah satu hal yang paling mencuri perhatian mungkin adalah fakta bahwa ponsel tersebut merupakan ponsel pertama Samsung yang dilengkapi teknologi kamera di balik layar. Guna mewujudkannya, Samsung rupanya harus mengembangkan panel display jenis baru.

Panel anyar tersebut Samsung juluki Eco² OLED. Sesuai dugaan, label “Eco” pada namanya merujuk pada karakteristiknya yang lebih irit daya daripada panel OLED tradisional, sedangkan “²” melambangkan fungsi gandanya, dan semua ini Samsung realisasikan dengan mengeliminasi lapisan polarizer dari struktur layar OLED.

Secara umum, produsen menempatkan lapisan polarizer di antara panel OLED dan kaca layar demi mengurangi pantulan cahaya dari luar sekaligus meningkatkan kontras. Lapisan polarizer ini sering kali berwarna agak buram (opaque), sehingga panel OLED-nya harus memancarkan cahaya yang lebih terang. Alhasil, ada daya ekstra yang harus dikonsumsi.

Eco² OLED di sisi lain memanfaatkan struktur pixel yang unik untuk meminimalkan refleksi cahaya, sehingga lapisan polarizer pun tidak lagi dibutuhkan. Berhubung tidak ada polarizer, panel OLED-nya jadi tidak perlu bekerja lebih keras, dan Samsung percaya teknik ini mampu menghemat konsumsi daya hingga sebesar 25%.

Lalu apa hubungannya konsumsi daya yang lebih irit dengan teknologi kamera di bawah layar? Well, absennya lapisan polarizer ini rupanya juga meningkatkan transmisi cahaya hingga 33%. Secara teori, ini berarti cahaya bisa masuk ke sensor kamera di balik layarnya dalam jumlah yang lebih banyak, yang pada akhirnya dapat diterjemahkan menjadi hasil foto atau video yang lebih baik.

Fungsi keduanya, teknologi Eco² OLED juga dapat membantu mengurangi penggunaan plastik — yang terkandung dalam lapisan polarizer tadi — dan pada akhirnya membantu melestarikan Bumi. Sejauh ini Eco² OLED baru bisa ditemukan di Galaxy Z Fold3, namun Samsung sudah punya rencana untuk menggunakannya di lebih banyak produk ke depannya.

Sumber: SlashGear dan Samsung.