Mencoba Headphone Sennheiser HD 800 dan HD 600 serta HD 650

Hari itu terasa cukup menyenangkan, Jakarta yang masih pagi jadi tidak terasa (belum) panas dan perjalanan naik kereta dari Bandung juga terasa asik. Rencana yang saya hadapi hari itu adalah memenuhi undangan untuk mendengarkan dan menikmati, tidak satu tapi tiga headphone dari Sennheiser dengan format listening yang eksklusif, karena hanya akan ada saya sendiri ditemani perwakilan dari Sennheiser.

Adalah Sennheiser HD 600, HD 650 dan HD 800, headphone yang saya coba selama kurang lebih 3 jam secara intens. Selain headphone yang di atas kertas cukup mumpuni ini,  file flac serta satu hal yang tidak kalah penting, amplifier dari Sennheiser, Sennheiser HDV 800 menemani sesi listening tersebut.

Listening eksklusif memberikan ruang yang cukup luas untuk menikmati karakter headphone yang telah disediakan Sennheiser. Meski mencoba headphone secara maksimal tidak bisa dalam waktu singkat, namun dengan listening eksklusif, saya bisa menikmati lebih banyak lagu dengan waktu dengar yang juga lebih lama.

Metode yang dihadirkan oleh Sennheiser adalah mendengarkan lagu dari genre tertentu yang sama dengan ketiga headphone yang tersedia. Salah satu tujuannya adalah untuk mengetahui secara runut perbedaan pengalaman apa yang dirasakan dari ketiga headphone tersebut. Di sesi akhir, saya juga diberi kesempatan untuk mencoba headphone manapun dengan lagu pilihan saya sendiri.

sennheiser

Pengalaman mendengarkan secara general

Secara general, karakter suara yang dihasilkan dari HD 600 cenderung lebih terasa raw, sesuai apa adanya saat rekaman dan terasa tanpa layer. Saya merasakan kombinasi audio yang lebih detail dari lagi yang didengarkan. Sedangkan HD 650 memberikan suara bass yang lebih terasa, keseluruhan suara lebih lembut dibandingkan HD 600 dan suara 3 dimensi lebih terasa, dengan perbedaan lain yang cukup tipis dibanding HD 600.

Sedangkan HD 800 memberikan pengalaman yang cukup berbeda dari kedua headphone lainnya. Power yang pertama kali saya rasakan berbeda dari headphone yang lain, terasa lebih kuat. Saat mendengarkan lagu, saya merasa bahwa HD 800 ini seperti gabungan pengalaman dari HD 600 dan HD 650. Sound stage terasa lebih realistis dan suara yang dihasilkan juga lebih luas, bass, detail lagu, terasa lebih baik. Suara rendah pun tetap terasa nyaman.

Desain

Sennheiser HD 600 dan HD 650 memiliki desain serupa dengan pad yang tidak bulat tetapi oval. Bentuk seperti ini bagi saya lebih baik karena bisa menutupi bentuk kuping secara keseluruhan, karena bentuk kuping pun tidak bulat. Keduanya hadir dengan tipe over the ear dengan bahan pad yang empuk dan nyaman, baik yang ditelinga atau bantalan kepala.

Bagian desain lainnya sebenarnya tidak istimewa, ada elemen plastik dan ada elemen logam untuk bagian luar pad. Headphone HD 600 dan HD 650 memang bukan headphone dengan desain yang menakjubkan, namun tetap memberi ciri tersendiri.

Sedangkan HD 800 memiliki cukup banyak perbedaan dari sisi tampilan. Tipe over the ear dan open headphone ini tetap menghadirkan bentuk pad yang oval namun agak melebar ke samping, Jadi ruang untuk menempatkan telinga lebih luas sehingga memberikan kenyamanan tersendiri. Untuk bahan busa pad sendiri hadir dengan elemen cukup premium dan bahan headphone gabungan antara metal dan plastik.

Desain tampak luar HD 800 memang agak terkesan tidak biasa, mungkin bisa dibilang terlalu tampilannya terlalu geeky. Namun ketika Anda mulai menyentuh dan menggunakan headphone ini maka imaji itu akan berubah. Beberapa detail kombinasi antara bahan dalam dan luar serta tentu saja bagian pad headphone terasa modern dan nyaman untuk digunakan. HD 800 memiliki pad lebih lebar, dan bagi saya ini terasa lebih nyaman untuk digunakan.

sennheiser

Mendengarkan secara berurutan dengan lagu tertentu

Seperti yang saya tuliskan sebelumnya. sesi mendengarkan secara intens kali ini menggunakan metode satu lagu untuk ketiga headphone sebelum beralih ke lagu berikutnya. Nah, kini saya akan mencoba menuliskan pengalaman mendengarkan masing-masing lagu dan masing-masing headphone secara sederhana.

Meski tidak terlalu detail, tetapi semoga tetap bisa memberikan gambaran, seperti apa pengalaman mendengarkan yang saya nikmati.

Adele – Skyfall

Sennheiser HD 600

Lagu yang terjasi terasa ‘kasar’ (raw) tapi detail dari vokal dan musik cukup terasa. Karakter vokal Adele sangat terasa, gabungan bermacam instrumen agak terasa campur tanpa pemisahan tapi bisa mengetahui masing-masing instrumen itu seperti apa aslinya.

Mendengarkan Adele dengan headphone ini memberikan pengalaman baru bagi saya karena suara Adele yang keluar dari HD 600 tidak seperti suara Adele yang saya kenal. Karakter headphone-nya yang raw seperti menghadirkan karakter suara Adele yang lain (atau yang sebenarnya, seperti saat rekaman).

Sennheiser HD 650

Karakter suara yang terasa oleh saya adalah lebih soft dari yang HD 600. Bisa jadi ini masalah selera namun bagi saya, karakter HD 650 terasa lebih nyaman terutama jika membayangkan untuk penggunaan sehari-hari. Selain itu, bass lebih terasa, dan seperti ada layer tambahan yg membuat suara yang keluar jadi terasa lebih halus, minimal dari HD 600.

Untuk karakter lain, detail dari lagi cukup terasa tidak sedetail HD 600. Suara juga terasa lebih bulat untuk bulet vokalnya, dan high agak kurang.

Sennheiser HD 800

Vokal dari lagu yang didengarkan terasa lebih luas, gabungan suaranya terasa lebh nyaman karena ada cukup banyak campuran bunyi. Bass yang dihasilkan terasa cukup dalam. Dan yang paling saya suka adalah, deepness vokal Adele terasa. Layer tambahan yang saya rasakan di HD 650 seperti dilepas, jadi hasilnya terasa lebih jernih dan lebih baik. Meski demikian lagu yang terdengar tidak se-raw HD 600. Untuk detail lagi juga terasa, high, mid, dan low kombinasinya pas.

Queen – Bohemian Rhapsody

Sennheiser HD 600

Vokal Freddie Mercury terasa sekali dengan headphone ini. Semacam mendengarkan versi asli pas rekamannya. Agak terkesan flat meski detail tetap bisa dinikmati. Gabungan musik juga terasa flat namun bagian-bagian dari lagunya tetap bisa dinikmati.

Sennheiser HD 650

Jika mendengarkan dengan HD 600 seperti mendapatkan karakter lain dari vokal lagu yang saya dengar, beda dengan HD 650. Pengalaman lagu yang saya dengar vokalnya seperti yang biasa dikenal dan sering saya dengarkan. Pemisahan suaranya agak lebih terasa jadi seperti tidak menyatu. Bass lebih terasa dan surround-nya juga, jadi secara keseluruhan terasa lebih lembut.

Dengan karakter yang ada, HD 650 rasanya akan lebih nyaman untuk digunakan sehari-hari. Meski demikian, saya merasakan pengalaman yang sangat menyenangkan ketika mendengarkan karakter vokal Freddie dengan HD 600 alih-alih HD 650.

Sennheiser HD 800

Seperti pengalaman dua headphone sebelumnya, suara yang terasa dengan headphone ini leih luas. Vokalnya mirip dengan apa yang dihadirkan oleh HD 600, jadi terasa karakter lagunya tanpa ada semacam masking.

Kenyamanan saat mendengarkan lagu yang dihadirkan lebih tinggi dari HD 600 da HD 650. Detail juga lebih terasa, termasuk bisa mendengarkan detail gitar yang lebih jelas di beberapa bagian lagi dibandingkan dengan dua headphone yang lain.

Lainnya

Saya juga mencoba headphone Sennheiser HD 800 untuk beberapa lagu selain yang disebutkan di atas. Semua lagu yang ada di daftar ini saya dengarkan menggunakan headphone HD 800. Berikut pengalamannya.

Adele – Hello

Mendengarkan lagu Hello dengan headphone ini terasa nyaman banget untuk bagian vokalnya, cocok sama jenis lagu yang memang untuk menonjolkan vokal. High di vokalnya cukup terasa tetapi tidak menusuk.

RATM – Killing in The Name

Ternyata cukup enak juga menggunakan headphone ini dalam mendengarkan lagu rock, vokal kerasa, bass juga, serta detail juga terasa. Hanya saja lagu rock di headphone ini terasa agak soft, namun masih cukup nyaman.

Norah Jones – Come Away With Me

Lagu tipe swing jazz seperti ini menghadirkan detail vokalnya yang terasa, bass, detail suara lain pun cukup terasa. Kombinasi atau perpaduan alunan musik menjadi nyaman ketika mendengarkan dengan HD 800.

Ray Charles/Natalie Cole – Fever

Pengalaman yang menyenangkan menggunakan HD 800 untuk mendengarkan lagu klasik seperti ini, sangat nyaman, detail masing-masing instrumen juga terasa, vokal juga menyenangkan untuk didengar.

sennheiser amplifier

Untuk mendapatkan pengalamanan yang penuh dari sebuah headphone memang diperlukan beberapa faktor. Waktu yang singkat memang terkadang hanya memberikan kesan atau impresi singkat, kita bisa mendapatkan pengalaman penuh dengan mendengarkan secara intens. Selain itu jenis file lagu dan amplifier juga akan berpengaruh.

Meski waktu yang saya dapatkan cukup singkat, hanya beberapa jam, namun pengalaman mendengarkan secara intens memberikan kesan tersendiri, bisa menikmati satu lagu dengan beberapa karakter headphone. Amplifier yang digunakan juga tentunya membantu menghadirkan kualitas audio yang baik.

Dari ketika model yang saya coba, dari sisi desain HD 600 dan HD 650 memang terkesan polos dan biasa-biasa saja namun dari segi kenyamanan dan kualitas audio memberikan beberapa pengelaman unik tersendiri. Sedangkan HD 800, dari sisi desain, memang agak tidak biasa, namun pemilihan bahan serta model pad memberikan kenyamanan tersendiri.

Meski bukan ditujukan sebagai review lengkap, semoga pengalaman yang saya ceritakan di atas bisa memberikan gambaran singkat tentang karakter suara yang dihasilkan ketiga headphone dari Sennheiser: Sennheiser HD 600, HD 650 dan HD 800.

*) Koreksi: Mohon maaf ada beberapa kesalahan penulisan nama penyanyi dan judul lagu. Telah diperbaiki.

Sennheiser Luncurkan Dua Earphone Wireless Baru dan Penerus IE 80

IFA 2017 menjadi saksi atas ledakan tren truly wireless earbud, termasuk halnya debut Sony dan Bang & Olufsen di kategori ini. Sennheiser di sisi lain masih memilih untuk bermain di zona yang lebih ‘aman’ dengan memperkenalkan tiga earphone baru – dua di antaranya bertipe wireless.

Yang pertama adalah Sennheiser Momentum HD1 Free (gambar atas). Menjadi bagian dari lini Momentum, sudah semestinya ia menawarkan keseimbangan antara estetika dan performa. Ia juga bisa disebut sebagai penerus dari HD1 In-Ear Wireless, neckband pertama Sennheiser yang diperkenalkan bulan Januari lalu.

Pun demikian, HD1 Free tidak mengadopsi gaya desain neckband. Wujudnya mirip seperti earphone wireless tradisional, dengan seuntai kabel yang menghubungkan masing-masing earpiece. Di belakang, Sennheiser tak lupa menyertakan semacam penjepit kecil sehingga pengguna dapat menyesuaikan panjang kabelnya.

Kedua earpiece-nya juga dilengkapi panel magnetik sehingga dapat ditempelkan dan membentuk seperti kalung ketika sedang tidak digunakan. Di bawah setiap earpiece berbahan stainless steel ini, terdapat plastik kecil yang menjadi rumah untuk mikrofon dan remote control tiga tombol.

HD1 Free dibekali konektivitas Bluetooth 4.2, serta mendukung codec Qualcomm aptX dan AAC. Baterainya bisa bertahan selama 6 jam, dan ia datang bersama sebuah carrying case mewah dari kulit.

Sennheiser CX 7.00BT / Sennheiser
Sennheiser CX 7.00BT / Sennheiser

Earphone wireless yang kedua adalah CX 7.00BT, yang mengadopsi gaya desain neckband dan diproyeksikan sebagai varian yang terjangkau. Model ini datang dengan Bluetooth 4.1 serta NFC untuk memudahkan pairing. Mikrofon sekaligus remote control-nya tertanam di bagian neckband.

Baterainya diperkirakan bisa bertahan selama 10 jam, dan dapat di-charge via USB dalam waktu 1,5 jam saja. Yang menarik, CX 7.00BT rupanya juga bisa berfungsi sebagai headset USB ketika diperlukan.

Sennheiser IE 80 S / Sennheiser
Sennheiser IE 80 S / Sennheiser

Earphone yang terakhir adalah IE 80 S, yang merupakan penerus dari salah satu earphone kelas atas Sennheiser, IE 80. Pembaruannya tidak terlalu banyak, hanya dari segi desain yang lebih terpoles dan kontur yang lebih pas di telinga, membuatnya lebih nyaman dikenakan sekaligus meningkatkan kualitas suaranya.

Ketiganya dijadwalkan masuk ke pasaran mulai bulan Oktober, namun sayang sejauh ini belum ada rincian harga yang diberikan.

Sumber: The Verge dan Sennheiser.

Sennheiser Luncurkan Mikrofon Khusus untuk Action Cam GoPro Hero4

Aksi-aksi menakjubkan yang diabadikan dengan GoPro seringkali jadi kurang berkesan karena kualitas audionya buruk, atau yang terdengar hanya desiran angin saja. Spesialis audio asal Jerman, Sennheiser, ingin mengubah hal itu lewat produk terbarunya, MKE 2 Elements.

Sennheiser MKE 2 Elements merupakan mikrofon yang dirancang secara khusus untuk lini action cam GoPro Hero4. Perangkat ini sejatinya merupakan aksesori BacPac yang dapat dipasangkan dengan mudah ke bagian belakang casing anti-air bawaan GoPro, sehingga kinerjanya dipastikan bisa selalu optimal dalam segala kondisi.

Berwujud BacPac, Sennheiser MKE 2 Elements dapat dipasangkan dengan mudah ke belakang casing anti-air bawaan GoPro / Sennheiser
Berwujud BacPac, Sennheiser MKE 2 Elements dapat dipasangkan dengan mudah ke belakang casing anti-air bawaan GoPro / Sennheiser

Sennheiser tidak sekadar membual soal ini, MKE 2 dapat terus beroperasi meski terendam air, asalkan tidak lebih dalam dari 1 meter dan tidak lebih lama dari 30 menit. Gampangnya, surfing tidak akan menjadi masalah besar buatnya. Lebih lanjut, kinerjanya juga dipastikan tidak akan menurun di tempat bersuhu dingin atau bahkan bersalju sekalipun.

Memang performanya sebagus apa? Biar video yang berbicara. Anda bisa melihat perbandingan kualitas suara yang dihasilkan MKE 2 Elements dan mikrofon internal GoPro dalam video di bawah ini.

Satu-satunya kelemahan MKE 2 Elements adalah menyangkut kompatibilitas; ia tidak bisa digunakan bersama GoPro Hero5 yang notabene merupakan model terbaru. Mungkin saja Sennheiser sempat melakukan survei dan hasilnya menunjukkan bahwa pengguna Hero4 masih lebih banyak.

Terlepas dari itu, Sennheiser MKE 2 Elements saat ini sudah tersedia dengan banderol harga $200.

Sumber: DPReview.

[Review] Headset Sennheiser GSP 300, Pilihan Gamer yang Mengutamakan Performa Ketimbang Rupa

Ranah gaming yang kian populer dan memperoleh banyak perhatian terlalu menarik untuk diabaikan. Kini semakin banyak produsen consumer electronic dari berbagai bidang turut berkecimpung di sana, termasuk perusahaan spesialis audio asal Jerman, Sennheiser. Sudah lama mereka berkompetisi dalam penyediaan gaming gear dengan brand-brand terkenal.

Diperkenalkan perdana di acara Gamescom 2016, Gaming Series GSP 300 adalah salah satu headset gaming terbaru Sennheiser. Sang produsen bilang mereka meraciknya sedemikan rupa agar dapat menyuguhkan depth of field mendetail serta bas membahana. Selain itu, GSP 300 juga didesain agar nyaman dikenakan di waktu lama, ringan, serta mudah didesesuaikan ke beragam tipe kepala. Ketika GSP 350 dikhususkan untuk gamer di PC, GSP 300 siap mendukung para console gamer berkat konektivitas fisik berupa colokan 3,5mm.

GSP 300 20

Beberapa minggu lalu, saya diberi kesempatan oleh Sennheiser untuk mencoba sendiri performa GSP 300. Berpedoman pada temanya, mayoritas waktu saya habiskan bersama headphone buat ber-gaming. Dan lewat artikel ulasan ini, saya bermaksud mengungkapkan pengalaman selama memakainya. Ayo silakan disimak.

Design

Perangkat-perangkat untuk gaming umumnya terkenal dengan desain yang ‘berlebihan’. Kadang hal itu membuat kita berpikir, apakah arahan tersebut sebetulnya benar-benar bermanfaat atau diusung hanya supaya terlihat menarik atau sekedar gimmick? Konsep Sennheiser GSP 300 cukup bertolak belakang dengan produk-produk rivalnya. Walaupun lekukan-lekukan khas gaming gear bisa Anda temukan di tubuhnya, kesan simpel tetap sangat menonjol di sana.

GSP 300 2

Tubuh GSP 300 tersusun dari material plastik, dan ini alasannya headphone terasa ringan saat dikenakan, bobotnya hanya sekitar 290-gram. Menariknya, material tersebut tidak membuatnya tampak murahan berkat sambungan-sambungan yang rapi dan penggunaan warna plastik berbeda – kombinasi hitam dan abu-abu gelap. Selanjutnya, permukaan matte mempertegas kesan profesional, sekaligus bisa meminimalisir baretan akibat benturan.

GSP 300 18

GSP 300 18

GSP 300 memiliki rancangan identik dengan varian GSP 350 di mana earcup over-ear-nya menyelubungi seluruh permukaan telinga. Perbedaan keduanya hanya terletak pada warna striping di mic, di area dalam earcup dan bantalan di headband. GSP 300 dibumbui warna biru, sedangkan GSP 350 berwarna merah. Tak seperti SteelSeries atau Razer, Sennheiser tidak menyediakan pilihan warna lain.

GSP 300 17

GSP 300 16

Saya pribadi cukup menyukai penampilan ergonomis Sennheiser GSP 300. Ia tidak memiliki sudut yang terlampau tajam, dan semua komponen di sana punya fungsi. Ukuran headband bisa Anda panjangkan dengan menarik earcup, kemudian silakan tarik lengan boom mic ke bawah ketika ingin berkomunikasi dengan rekan tim dan kembalikan lagi ke atas buat menyalakan fungsi mute, lalu Anda juga dapat mengatur volume dengan memutar kenop di area bawah earcup kanan.

GSP 300 12

Headphone tidak mempunyai pencahayaan LED, namun saya rasa, gamer pro tidak membutuhkan warna-warni lampu LED sewaktu mereka sedang sibuk membidikkan crosshair ke wajah musuh dari tempat berlindung.

GSP 300 6

GSP 300 5

Kendala yang saya temui pada desain ada pada penyajian kabelnya. Kabel 2,5-meter di sana memang cukup panjang sehingga Anda leluasa dalam bergerak, tapi bagian ini tidak bisa dilepas. Kabel juga hanya berlapis karet dan bahannya lembut; jadi Anda harus memberikan perhatian ekstra saat memakai ataupun membawa headphone, serta pastikan kabel tidak terinjak atau tersangkut roda kursi gaming/kerja Anda.

Comfort

Sennheiser GSP 300 telah menemani saya menikmati Titanfall 2, Ghost Recon Wildlands dan Mass Effect: Andromeda, dan sejauh ini, headset mampu menunaikan tugasnya dengan sangat baik. Di beberapa kesempatan, saya memakainya selama kurang lebih 12 jam non-stop (bermain, bekerja, dan kembali bermain). GSP 300 tidak membebani dan menekan kepala secara berlebihan, tapi tetap bisa mencengkeram mantap – walaupun gerakan menggeleng cepat dapat membuatnya terlepas.

GSP 300 3

Rahasia mengapa GSP 300 tidak membebani kepala terletak pada penggunaan konstruksi split di headband. Bukannya memanfaatkan satu struktur melengkung, headband GSP 300 terbelah di tengahnya. Hal ini dimaksudkan buat menyebar titik tumpu di atas kepala, lalu tekanan diminimalisir lagi dengan bantalan berisi memory foam. Sewaktu dipakai, headphone seolah-olah hanya menempel di sisi atas kepala saya.

GSP 300 4

GSP 300 13

Bahan memory foam serupa Sennheiser gunakan mengisi pad di earcup. Namun bukan kain biru, bantalan tersebut berlapis kulit sintetis. Material ini sangat lembut, dan lebih kuat terhadap keringat dari kulit asli. Faktor sirkulasi udaranya cukup baik, namun di ruang tanpa pendingin, telinga yang tertutup rapat tentu lama-kelamaan terasa panas.

GSP 300 15

Tekanan earcup di kepala terdistribusi dengan baik, dan tidak ada area yang menekan terlalu keras. Sedikit adaptasi dibutuhkan khusus bagi para gamer berkacamata karena bagian tangkai awalnya akan mengganjal. Namun karena GSP 300 mempunyai padding memory foam, ia akan mengikuti konturnya setelah dikenakan beberapa saat.

GSP 300 9

GSP 300 11

Terlepas dari kekurangan di kabel, saya mengapresiasi keputusan Sennheiser buat membenamkan modul kendali volume ke headphone – tidak terpisah seperti SteelSeries Siberia V2. Dengan begini, setting suara jadi lebih mudah dan kabel tak gampang tersangkut.

Audio performance

Ada banyak headphone gaming ditawarkan lebih murah dari produk Sennheiser ini, tapi soal kualitas suara, rasio performa dan harga GSP 300 ialah salah satu yang terbaik di kelas gaming. Sesuai janji mereka, nada-nada rendah tersaji ciamik. Bass terdengar tajam, padahal awalnya saya khawatir fokus pada kekuatan bass menyebabkannya jadi kehilangan detail.

GSP 300 1

Berkatnya, audio terdengar kaya, entah itu suara hantaman artileri serta proyektil senapan mesin helikopter yang mendarat di tanah dalam Ghost Recon Wildlands, hingga gemuruh anomali badai ion dan momen ketika peluru Concussive Shot mengenai badan musuh di Mass Effect: Andromeda.

GSP 300 24

GSP 300 23

Buat permainan yang lebih kompetitif seperti Titanfall 2, tentu saja Sennheiser GSP 300 sangat membantu. Detailnya memungkinkan saya membedakan suara lari AI dan pilot lawan, sehingga mereka tidak bisa seenaknya mengendap dan menyerang dari belakang. Derap langkah kaki titan juga terasa lebih meyakinkan (dan mengerikan, terutama saat Anda sedang diburu oleh Ronin musuh).

GSP 300 25

Ada sedikit kompresi di nada-nada menengah yang memengaruhi suara vokal, lalu sejumlah rincian di nada tinggi juga tidak muncul. Tapi secara keseluruhan, hal ini bukanlah masalah besar karena GSP 300 memang dispesialisasikan buat menunjang kegiatan gaming, bukan untuk menangani musik-musik akustik dengan format lossless. GSP 300 tidak mempunyai kemampuan active noise cancelling, tapi struktur earcup tertutup berperan sebagai solusi pasif dan sangat efektif membungkam bunyi-bunyian eksternal.

GSP 300 22

Berkaitan dengan Titanfall 2, aspek soundstaging merupakan salah satu senjata andalan GSP 300. Faktor ini memungkinkan headphone menyajikan arah datang bunyi secara akurat, sangat menguntungkan sewaktu Anda menggunakannya di permainan-permainan multiplayer yang menuntut akurasi. Umumnya, perhatian seksama terhadap soundstaging baru ditemukan di headphone-headphone premium.

GSP 300 10

Lalu bagaimana soal mutu penyuguhan musik? Bagi saya, kinerjanya boleh dibilang setara dengan headset reguler di kisaran satu jutaan. Output tidak sejernih produk mainstream Sennheiser, tapi kekurangan itu diisi dengan aspek depth tadi.

Mic

Komunikasi adalah hal penting dalam ber-gaming, dan dengan gembira saya menyatakan bahwa performa boom microphone GSP 300 sesuai ekspektasi. Mic menyimpan fitur noise cancelling untuk menyaring suara-suara yang tidak Anda inginkan, sehingga mereka tidak didengar oleh lawan bicara – misalnya bunyi kipas atau ketikan keyboard mekanik.

GSP 300 7

GSP 300 8

Ukuran lengan mic berpotensi menjadi masalah. Saya mengerti jika Sennheiser meminimalisir panjangnya agar tidak mengganggu, namun hal tersebut juga menyebabkan perkataan Anda lebih sulit tertangkap, apalagi microphone hanya bergerak di satu poros dan tidak bisa ditekuk agar mendekati mulut.

Verdict

Berdasarkan bayangan saya pribadi, Sennhesier GSP 300 adalah headphone gaming ideal bagi mereka yang jauh mementingkan fungsi dibanding rupa, yang menginginkan keunggulan dalam berkompetisi, kenyamanan, serta konsumen yang rela mengorbankan uang sedikit lebih mahal demi memperoleh performa teroptimal di kelasnya. Headphone juga kompatibel ke berbagai platform game: PC, Xbox, PlayStation bahkan perangkat mobile.

GSP 300 juga cukup fleksibel untuk menghidangkan konten hiburan non-game, meski jika ditakar dengan faktor tersebut, ia tidak sebaik produk yang dikhususkan buat musik atau film. Andai performa penyajian musiknya lebih baik lagi, saya tidak keberatan untuk merekomendasikan headphone ini ke semua orang.

Kendalanya, di Indonesia penawaran kompetitor terlihat lebih menggoda – harga mereka lebih murah, rancangan ‘ala gaming-nya’ mencolok, lalu headphone sudah dilengkapi kelap-kelip LED.

Sennheiser Gaming Series GSP 300 dijual di harga Rp 1,66 juta.

[Review] Sennheiser HD 579, Headphone Over the Ear dengan Earpad dan Suara yang Nyaman

Ada banyak alasan untuk membeli headphone, kualitas suara, model, desain, brand dan satu lagi adalah kenyamanan penggunaan. Sennheiser 579 bagi saya kuat di unsur yang terakir, yaitu kenyamanan. Seperti apa pengalaman dalam mencoba headphone over (around) the ear dari Sennheiser ini? Simak artikel berikut.

Sennheiser HD 579

Desain

Tampilan desain earpad dari Sennheiser 579 adalah favorit saya. Ouval dan menutup keseluruhan telinga. Bahan yang disematkan pada earpad juga menjadi satu hal yang mencuri perhatian saya, dan jadi salah satu hal yang paling diingat. Bahan kain seperti yang dipilih Sennheiser di HD 579 menguatkan jenis suara yang dihasilkan, nyaman. Kelembutan bahan yang non kulit (atau imitasi kulit) ini menjadikan sentuhan earpad ke kulit terasa lembut. Untuk penggunaan waktu yang lama, headphone ini bisa jadi andalan.

Sennheiser HD 579

Headband atau gagang headphone hadir dengan kombinasi dua warna yang masih senada, yaitu abu-abu. Bahan yang dihadirkan juga cukup nyaman meski saya sendiri lebih memilih kalau bahannya disamakan dengan bahan earpad, yaitu dari bahan non leather. Meski demikian, kombinasi dua warna turunan, masih abu-abu namun ada perbedaan gradasi, memberikan kesan yang cukup baik untuk desain, apalagi senada dengan keseluruhan warna tampilan dari HD 579.

Untuk bagian luar dari earpad sendiri Sennheiser menghadirkan elemen logam dengan motif seperti tampilan speakser eksternal. Elemen logam utama berwarna hitam dengan aksen abu-abu termasuk ikom logo Sennheiser.

Sennheiser HD 579

Kombinasi tampilan ini menurus saya meski memberikan kesan sederhana namun tetap menonjolkan beberapa detail desain, seperti busa dan bentuk earpad ouval khas beberapa seri Sennheiser.

Suara

Dalam mencoba headphone ini, saya mendengarkan audio langsung serta dengan tambahan amplifier dari FiiO seri Fujiyama dengan lagu dari layanan Spotify (premium) kualitas maksimal.

Sennheiser HD 579

Pengalaman mendengarkan musik dengan HD 579 bagi saya adalah hasil suara yang cukup balance dengan pemisahan suara atau soundstage yang cukup terasa. Dengan suara low atau bass yang cukup terasa, seperti biasa ini menjadi khas dari Sennheiser. High terasa cukup namun bagi saya masih kurang maksimal. Sedangkan mid terasa cukup baik.

Suara audio terasa lembut, suara gitar yang cukup tajam saat musik rock sama sekali tidak menusuk. Saya mencoba beberapa lagu Queen, dan suara vokal terasa jelas, baik artikulasi atau ciri khas vokalis saat mengucapkan kata, bass juga cukup terasa. Pengalaman mendengarkan lagu pop seperti lagu Tak pernah padam – Sandhy Sandhoro jura terasa nyaman.

Sennheiser HD 579

Satu hal yang paling saya ingat saat mencoba headphone ini adalah kenyamanan. Ada dua hal yang memberikan kesan nyaman, yang pertama adalah audio-nya dan yang kedua adalah earpad. Kombinasi kedua hal ini menjadi satu kesatuan yang lengkap dan seperti menegaskan bahwa kenyamanan adalah satu benang merah yang ingin dihadirkan oleh HD 579.

Suara yang dihasilkan dari headphone ini agak terdengar ke luar, karena menurut situs resmi memang termasuk tipe open headphone. Namun suara yang keluar ini menurut pengalaman sama tidak sekeras open headphone lain yang pernah saya coba.

Saya juga mencoba bermain game dengan menggunakan HD 579, lebih tepatnya bermain Dota 2. Pengalaman audio yang dihasilkan menyenangkan dan menambah seru permainan dengan suara bass yang cukup terasa. Meski tentu saja headphone ini memang bukan diperuntukkan bagi game jadi tidak ada input mic.

Satu keluhan saya atas headphone ini hanya urusan jack, meski dalam kotak sudah tersedia converter untuk mencolokkan ke smartphone atau laptop namun jadinya cukup berat dan sering tidak sengaja terjatuh yang menyebabkan ujung jack terbentur benda atau lantai.

Sennheiser HD 579

Untuk siapa Sennheiser HD 579

Dengan harga yang ‘tidak terlalu’ mahal, masih di bawah 4 juta, headphone HD 579 dari Sennheiser ini menurut saya bisa menjadi salah satu pilihan bagi mereka yang ingin mencari kenyamanan dalam menggunakan headphone untuk mendengarkan musik.

Earpad yang nyaman berbadu dengan suara yang dihasilkan, yang memberi kenyamanan juga, adalah dua kombinasi yang menurut saya menjadi unggulan. Beberapa ciri khas Sennheiser juga tetap melekat di HD 579, baik dari sisi desain atau audio, berupa bass.

Sennheiser HD 579

Sennheiser HD 579 dijual dengan harga 3.4 jutaan dan sedang diskon jika Anda membeli di Bhinneka.com (diskon 17% saat tulisan ini dipublikasikan).

Earphone Sennheiser Ambeo Smart Surround Sanggup Merekam 3D Audio

Seberapa penting peran audio dalam virtual reality? Kalau Anda menjawab tidak penting, saya yakin Anda belum pernah merasakan yang namanya 3D audio, dimana Anda pada dasarnya bisa mereka-reka apa saja yang ada di sekitar hanya dengan berbekal indera pendengaran.

Selama ini, menciptakan konten dengan 3D audio membutuhkan perangkat yang cukup kompleks. Namun tidak demikian di mata Sennheiser. Salah satu pabrikan audio paling tersohor tersebut baru-baru ini memperkenalkan sebuah earphone unik bernama Ambeo Smart Surround.

Tidak seperti earphone lain, keistimewaan Ambeo Smart Surround terletak pada kemampuannya merekam 3D audio itu tadi. Cukup sambungkan ia ke port Lightning milik perangkat iOS, maka audio yang immersive sekaligus realistis siap Anda rekam dengan mudahnya.

Sennheiser Ambeo Smart Surround mematahkan anggapan bahwa Anda perlu sederet perangkat yang kompleks untuk bisa menciptakan konten dengan 3D audio / Sennheiser
Sennheiser Ambeo Smart Surround mematahkan anggapan bahwa Anda perlu sederet perangkat yang kompleks untuk bisa menciptakan konten dengan 3D audio / Sennheiser

Ambeo Smart Surround mengadopsi desain in-ear dengan masing-masing earpiece mengitari daun telinga. Pada sisi luarnya, tertanam mikrofon yang amat sensitif dan sanggup menangkap detail-detail kecil di sekitar pengguna.

3D audio memang lebih pantas disandingkan dengan video 360 derajat, akan tetapi Anda tetap akan merasakan bedanya dengan video full-HD atau 4K biasa yang direkam menggunakan ponsel. Anda pun juga tidak memerlukan headphone atau earphone surround untuk bisa menikmati 3D audio yang direkam dengan Ambeo Smart Surround – satu earphone untuk merekam sekaligus menikmati 3D audio.

Sennheiser Ambeo Smart Surround rencananya akan dipasarkan mulai pertengahan tahun 2017. Sayang belum ada informasi mengenai banderol harganya.

Sumber: The Verge dan Sennheiser.

Gaming Sampai Audiophile ‘Pemula’, Sennheiser Punya Headset yang Tepat Untuk Anda

Mampu memengaruhi manusia memaknai lingkungan di sekitarnya, bagi Sennheiser, suara memainkan peranan penting di berbagai konten hiburan. Sang spesialis audio asal Jerman itu tanpa lelah memperluas jajaran produk, menawarkannya ke lebih banyak segmen konsumen. Dan di triwulan terakhir tahun ini, Sennheiser membawa banyak sekali headphone baru ke Indonesia.

Sennheiser 2016 6

Hal paling menarik di event peluncuran pada tanggal 20 Oktober kemarin ialah, produk-produk di sana bukanlah hidangan eksklusif audiophile. Lalu siapa target pasarnya? Perangkat-perangkat ini ditujukan untuk pecinta musik casual, gamer, dan seperti kata marketing manager Wee Hong, konsumen yang ingin mencoba jadi audiophile tanpa perlu ‘membakar isi kantong’. Headphone-headphone tersebut terdiri atas varian HD 500 Series, HD 2 serta HD 4 yang stylish, headset gaming serta terdapat pula sepasang amplifier.

Sennheiser 2016 9

 

HD 2 Series

Sennheiser 2016 2

Terdiri dari tiga model, yaitu HD 2.10, HD 2.20s dan HD 2.30 i/G, penampilan anggota keluarga HD 2 Series memang berbeda, tapi masih mempunyai benang merah di sisi desain: stylish, ramping, dan foldable. Masing-masing punya karakteristik berbeda: HD 2.10 lebih all-rounder, menjanjikan proyeksi dan respons suara stereo dinamis; HD 2.20s fokus pada vokal dan soundstage tanpa mengorbankan bass; lalu HD 2.30 i/G merupakan varian paling seimbang dan mumpuni di antara ketiga HD 2 Series.

Sennheiser 2016 10

 

HD 4 Series

Masih tetap mengusung struktur foldable, HD 4.20s dan HD 4.30 i/G mempunyai earcup lebih besar, berperan sebagai pembaruan dari HD 461 dan HD 471. Di keluarga 4 Series, HD 4.20s memberikan Anda output seimbang, respons akustik detail serta bass bertenaga. Soundstage HD 4.30 i/G sendiri diklaim ‘lebih hidup’, suara akustiknya bersih dipadu bass ‘dinamis yang kaya’. Sennheiser meng-upgrade beberapa aspek seperti mengganti komposisi material sehingga lebih kuat, juga membubuhkan bantalan yang lebih empuk.

Sennheiser 2016 1

Wee Hong bilang, kehadiran HD 2 dan 4 Series membuat pengalaman mendengarkan musik di perjalanan berubah dari ‘good to go’ menjadi ‘great to go’.

Sennheiser 2016 5

 

HD 500 Series

Keluarga HD 500 Series menjadi primadona di acara kali ini, diramu untuk menghidangkan home entertainment jempolan dan terbaik di kelasnya. Sang marketing manager bilang, headphone-headphone ini sangat pas buat audiophile pemula. Penampilan mereka hampir serupa, perbedaanya hanya terletak pada komposisi warna.

Sennheiser 2016 11

HD 559

Diracik untuk ‘membuka potensi’ home audio, karakter suaranya hangat dengan nada menengah dan tinggi yang jernih. Kapabilitas bass-nya lebih kuat dibandingkan saudara-saudarinya, ditopang transducer 38mm 50-ohm, memanfaatkan desain open around ear. Earpad lembutnya dapat Anda ganti.

HD 569

Sennheiser 2016 16

Rupa dan pemilihan warnanya hampir mirip HD 559, termasuk kehadiran kabel dettachable sepanjang 3m (ada bonus kabel lebih pendek dengan colokan 3,5mm juga) dengan jack 6,3mm, bass ialah spesialisasi HD 569: jangkauannya tinggi, jernih, dentumannya menonjol, lalu headphone mampu memisahkan suara vokal dan bass secara optimal.

HD 579

Sennheiser 2016 15

Warna keperakan HD 579 mewakilkan sejumlah kapabilitas premium. Ditopang driver besutan Sennheiser sendiri, headphone mampu menghasilkan audio seimbang di mana nada mengenah dan tinggi terdengar sangat detail. Bass-nya juga tidak berlebihan, terasa halus karena sengaja dikontrol secara optimal. Oh, HD 579 juga sudah dibekali kemampuan soundstage 3D.

HD 599

Sennheiser 2016 14

Namun untuk menikmati musik-musik binaural recording secara memuaskan, saya pribadi sangat merekomendasikan HD 599. Performa open headset ini dalam menyajikan audio tiga dimensi tak kalah jempolan dari produk-produk yang lebih mahal. Kemampuannya mensimulasikan jarak antara telinga dengan sumber suara sangat luar biasa.

 

Gaming

Enggannya Sennheiser berkompromi pada mutu menjadi penghalang bagi gamer untuk meminang headset-headset terdahulu. Namun belakangan, mereka mulai mengubah strategi. GSP 300, sebuah headphone gaming terjangkau diperkenalkan bersama sepasang amplifier – GSX 1000 dan GSX 1200 Pro – di Gamescom 2016. Dan baru di bulan ini, GSP 350 menyusul, dipersenjatai audio surround 7.1. Anda tidak mau yang standar? Jangan cemas, Sennheiser turut membawa PC 373D ke tanah air.

GSP 300 & 350

Seperti yang pernah dibahas sebelumnya, perbedaan penampilan pada kedua headphone ini hanya terletak pada warna bantalan. GSP 300 mempunyai padding biru, dan GSP 350 warna merah. Sennheiser menjelaskan bahwa GSP 300 lebih pas dipergunakan oleh penikmat game di console karena hanya di PC kemampuan channel 7.1 milik GSP 350 bisa diakses. Keduanya dibekali boom mic ber-noise cancelling, sudah lulus uji ketahanan, dan Sennheiser berani memberikan garansi internasional selama dua tahun.

Sennheiser 2016 18

Sennheiser 2016 19

PC 373D

Meski sama-sama menyimpan teknologi Dobly 7.1 Surround Sound seperti GSP 350, PC 373D berada beberapa tingkatan di atasnya. Rancangannya premium dengan bantalan beludru mewah, diklaim sangat nyaman dipakai di waktu lama. Output suara dapat Anda konfigurasi lewat software, lalu Sennheiser tidak lupa mencantumkan teknologi noise-cancelling level profesional di mic-nya.

Sennheiser 2016 17

Sennheiser 2016 12

GSX 1000 & 1200 Pro

Via kedua amplifier ini, Anda bisa merasakan audio binaural serta ditawarkan keleluasaan pengaturan equalizier. Tak cuma game, GSX 1000 dan 1200 Pro dapat pula digunakan untuk mendongkrak kualitas penyajian musik sampai film. Anda bahkan dipersilakan mengatur volume sidetone (memungkinkan kita mendengar suara sendiri).

Sennheiser 2016 21

Sennheiser 2016 20

Daftar harga masing-masing produk bisa Anda lihat di bawah:

  • HD 2.10 – Rp 900 ribu
  • HD 22.0s – Rp 1,33 juta
  • HD 2.30 i/G – Rp 1,66 juta
  • HD 4.20s – Rp 1,49 juta
  • HD 4.30 i/G – Rp 1,82 juta
  • HD 569 – Rp 3 juta
  • HD 579 – Rp 3,4 juta
  • HD 599 – Rp 4,2 juta
  • GSP 300 – Rp 1,66 juta
  • GSP 350 – Rp 2,3 juta
  • PC 373D – Rp 4,95 juta
  • GSX 1000 – Rp 3,78 juta
  • GSX 1200 Pro – Rp 4,2 juta

Sennheiser 2016 3

Sennheiser 2016 8

Sennheiser 2016 4

Simpan Teknologi Akustik High-End, Sennheiser GSP 350 Siap Jadi Teman Setia Gamer

Butuh lebih dari dua dekade bagi Sennheiser buat memperkenalkan open headphone pertama mereka sejak didirikan beberapa minggu seusai Perang Dunia kedua. Puluhan tahun setelahnya, perusahaan Jerman spesialis produk audio hi-fidelity ini terus beradaptasi mengikuti perkembangan tren di ranah itu. Dan belakangan, gaming menjadi salah satu perhatian mereka.

Di acara Gamescom 2016 bulan Agustus silam, Sennheiser menyingkap sebuah headphone dan dua amplifier baru yang mereka racik khusus buat para gamer profesional. Sepertinya ekspansi sang produsen di tahun ini tidak berhenti sampai di sana karena belum lama Sennheiser mengumumkan headset GSP 350, yaitu versi lebih premium dari GSP 300. Senjata andalan mereka kali ini adalah teknologi akustik high-end dan sistem surround sound 7.1.

Sennheiser GSP 350 1

Dari sisi penampilan, GSP 350 hampir identik dengan GSP 300 – desainnya terinspirasi dari headset penerbang. Perangkat tersebut mudah disesuaikan ke telinga, seperti apapun bentuk kepala Anda. Sennheiser mengerti gamer mudah terbawa suasana dan sering kali ’emosional’. Oleh karena itu, headphone dibuat dari bahan yang kuat serta telah lulus uji ekstensif. Sennheiser juga memberikan garansi internasional selama dua tahun. Perbedaan utama dari GSP 300 hanya penggunaan warna merah – bukan biru – di sisi dalam tubuh hitamnya.

Headphone dilengkapi bantalan telinga ergonomis dengan memory foam. Fungsi utamanya tentu saja adalah untuk memastikan Anda mendapatkan kenyamanan maksimal saat harus ber-gaming di waktu lama. Kegunaan kedua dari bahan ini ialah sebagai sistem noise cancelling pasif.

Sennheiser GSP 350 2

Selain itu, GSP 350 turut dibekali Surround Dongle, dan di dalamnya-lah Sennheiser menyematkan teknologi akustik. Dongle berperan sebagai ‘jembatan’ antara headphone dan PC, tersambung via colokan audio dan USB. Dengannya, Anda bisa mengkatifkan mode stereo atau Dolby 7.1 Surround Sound. GSP 350 turut ditopang software yang memungkinkan Anda mengustomisasi setting sesuai game dan memilih preset equalizer: netral/normal, gaming, eSport, dan mode premium untuk menikmati musik.

Buat fungsi komunikasi, Sennheiser membubuhkan microphone noice-cancelling, mampu menyingkirkan gangguan suara-suara eksternal. Kemudian, ‘lengan’ mic boom pendek di sana dimaksudkan untuk meminimalisir suara nafas, sehingga obrolan jarak jauh bersama kawan jadi lebih jelas. Fungsi mute bisa diaktifkan cukup dengan mengangkat microphone ke atas.

Sennheiser GSP 350 3

Perlu Anda ketahui, Sennheiser GSP 350 kompatibel ke platform gaming berbeda, namun fitur Dolby 7.1 Surround Sound hanya bisa diakses dari PC. Sang produsen belum memberi tahu kapan GSP 350 akan meluncur, tapi mereka sudah menginformasikan harganya, yaitu US$ 140.

Sumber: Sennheiser.

[Review] Sennheiser HD 451, Tampilan Menarik dengan Suara Khas Sennheiser

Sennheiser HD 451 bisa jadi bukan headphone yang bisa memenuhi semua minat penyuka audio, bukan pula tipe headphone closed over ear Sennheiser yang tercantik. Namun headphone ini memiliki beberapa keunggulan.

Saya berkesempatan untuk mencobanya untuk beberapa waktu dan artikel ini adalah kesan dari pengalaman penggunaan saya tersebut. Mari kita simak.*)

Sennheiser HD 451 hadir dengan desain pad ouval
Sennheiser HD 451 hadir dengan desain pad ouval

Desain

Yang terlintas pertama kali di benak saya ketika menerima perangkat ini adalah modelnya. Mengingatkan saya pada headphone Sennheiser kelas atas yang pernah saya coba di salah satu acara yang digelar sound forum yang digelar Sennheiser beberapa waktu lalu. Bentuk earcup yang ouval (tidak bulat) mengingatkan pada Sennheiser HD 600 atau HD 800 S, meski dari sisi tampilan luarnya berbeda dan detailnya pun berbeda.

Bagian desain lain yang tampak keren dari headphone ini adalah elemen garis serta warna biru yang menjadi pemanis dari warna utama, hitam, yang hadir di keseluruhan headphone.

Bagian samping earcup dengan elemen warna biru
Bagian samping earcup dengan elemen warna biru

Saat memegang HD 541, memang ada sedikit perasaan kecewa karena hampir semua bahan yang ada terbuat dari plastik, berbeda dengan Sennheiser HD 429 yang ada elemen seperti karet yang membalut bagian luar earpad.

Meski demikian, bahan all plastic ini sedikit terbayar dengan fasilitas earcup yang bisa menyesuaikan bentuk tulang bagian pinggir telinga Anda. Anda bisa ‘menggoyangkan’ untuk membuatnya pas di sekitar telinga Anda.

Anda bisa mengatur untuk membuat pas earcup saat digunakan
Earcup bisa menyesuaikan bentuk sekitar telinga Anda

Dari sisi desain memang tidak banyak yang bisa dibahas selain dari model dari HD 451 yang cukup modern dan menarik untuk dilihat. Satu kelebihan lain adalah busa earpad yang tidak menggunakan bahan serupa leather. Meski bisa jadi ini faktor selera, tetapi saya sendiri lebih menyukai yang bahan seperti ini karena lebih tidak mudah sobek, selain itu earcup tidak akan memiliki bekas keringat. Bahan busa/kain juga terasa lebih nyaman di kulit.

Busa penahan juga tersedia di gagang headphone untuk menahan kepala bagian atas agar tidak langsung bersinggungan dengan gagang headphone.

HD 451 adalah headphone closed over ear, yang artinya akan menutup telinga secara penuh. Suara, baik dari dalam dan luar, akan terisolasi.

Tampilan kabel dan jack HD 451
Tampilan kabel dan jack plug HD 451

Kebel yang ada tidak bisa dilepas (berbeda dengan beberapa jenis headphone lain, misalnya Goldring DR50). Kabel yang tersedia tidak terlalu panjang kurang lebih 1.2 m dengan ujung jack plug 35mm yang bisa Anda colokan langsung ke smartphone, laptop atau pemutar audio Anda.

Bentuk ujung jack plug yang tidak lurus memang berbeda dengan selera saya. Meski demikian untuk penggunaan tertentu, ujung seperti ini terkadang lebih praktis dari yang lurus. Namun, karena saya biasanya menggunakan iPod dan laptop untuk mendengarkan audio, maka ujung bengkok seperti ini terkadang agak kurang nyaman.

Pengalaman menggunakan

Dari situs resmi disebutkan bahwa headphone ini telah dioptimasi untuk perangkat portable audio seperti MP3 atau CD player serta perangkat iOS dan smartphone. Hal ini cukup pas dengan cara saya menggunakan karena saya mendengarkan musik dengan HD 451 dengan aplikasi Spotify (baik di iPod/smartphone dan laptop) dengan kualitas lagu yang paling tinggi yang disediakan Spotify.

Saya juga menggunakan amplifier portable FiiO Fujiyama untuk menambah power dari suara yang dihasilkan player.

Tampilan HD 541 serta amplifier portable dari Fiio
Tampilan HD 541 serta amplifier portable dari FiiO

Pengalaman yang paling saya ingat saat menggunakan headphone ini untuk mendengarkan musik favorit adalah suara bass yang cukup terasa (khas Sennheiser), setidaknya jauh lebih terasa dari HD 429 yang memang memiliki tagline smooth bass.

Untuk elemen hasil suara lain memang tidak ada yang istimewa, namun bukan berarti jelek. Cukup cocok untuk pemakaian sehari-hari bagi mereka yang suka dengan musik yang perlu menampilkan bass secara menonjol.

Hal lain selain bass yang cukup memberikan impresi baik dari HD 451 satu adalah noice cancelling yang dihadirkan. Saya menggunakan headphone di kantor jadi fitur ini cukup menyenangkan karena bisa fokus dan mengisolasi suara dari luar dengan cukup baik.

Tampilan logo di Sennheiser HD 451
Tampilan logo di Sennheiser HD 451

Untuk harga yang ditawarkan oleh headphone ini, meski tidak terlalu murah, masih cocok untuk entry level.

Kalimat saya di atas ini memang membuka diskusi yang lebih luas. Tentu saja dengan harga jual yang serupa dengan HD 451 masih ada beberapa pilihan headphone yang bisa jadi lebih bagus atau lebih sesuai dengan selera musik yang Anda cari. Misalnya saja Goldring DR50 (meski ini masuk kategori headphone jadul) yang saya sebut di atas lebih memberikan kepuasan bagi selera musik saya, meski bass-nya kurang namun clearness dari audio lebih baik dari HD 451, harga yang ditawarkan juga jauh lebih murah.

Headphone lain yang sempat saya miliki dari brand Audio-Technica (maaf saya lupa model persisnya karena sudah saya berikan ke rekan) juga menghasilkan suara yang tidak jauh berbeda dengan harga setengah dari HD 451.

Beberapa pilihan headphone dari Sennheiser sendiri juga bisa jadi lebih kompetitif dari segi harga dan kualitas suara. Namun, seperti yang saya ulas di atas, model atau desain tampilan luar dari headphone ini, kualitas suara yang cukup baik serta busa pad yang nyaman adalah beberapa kelebihan yang bisa Anda miliki saat menggunakan HD 451.

Bisa jadi headpohone ini juga diperuntukkan bagi mereka penggemar Sennheiser yang ingin memiliki headphone tertutup over the ear yang hadir dengan desain modern dengan busa pad yang bukan dari bahan kulit imitasi.

Tampilan earcup Sennheiser HD 451
Tampilan earcup Sennheiser HD 451

Untuk siapa HD 451?

Anda penggemar headphone Sennheiser yang telah paham karakter brand ini terutama dari sisi bass. Headphone ini juga cocok bagi Anda yang memiliki perhatian pada tampilan desain tampak luar (bukan bahan) atas headphone yang digunakan. Anda penikmat headphone yang lebih suka bantalan pad dari kain dan bukan bahan kulit (imitasi) juga bisa memilih headphone ini.

Sennheiser HD 451 dijual, salah satunya, lewat Blibli.com dengan harga RP948.000.

*) Tentu saja selain masalah selera, mencoba headphone akan berpengaruh pada banyak faktor. Tidak hanya alat pemutar lagu, lama burn in, dukungan impedance dari perangkat pemutar lagu, perangkat tambahan seperti DAC atau amplifier sampai dengan file lagu yang digunakan untuk melakukan uji. Saya sendiri, seperti yang dituliskan di artikel, menggunakan alat pemutar musik ipod dan perangkat laptop dengan musik yang didengarkan dari Spotify (premium) dengan pengaturan lagu paling maksimal. Beberapa kali juga saya menggunakan amplifier portable sebagai alat tambahan untuk mendengarkan musik.

Sennheiser Perkenalkan Headset dan Sepasang Amplifier Baru Untuk Gamer Pro

Potensi gaming yang menggiurkan berhasil menggoda sejumlah nama tersohor di bidang audio untuk turut berkecimpung. Sennheiser sendiri bukanlah pemain baru di sana, berbekal pengalaman puluhan tahun, tak butuh waktu lama bagi mereka buat menyaingi brand-brand gaming populer. Dan Senheisser baru saja memperkuat lini tersebut dengan tiga device baru.

Di acara Gamescom 2016 minggu lalu, perusahaan perangkat audio asal Jerman itu memperkenalkan headphone bernama GSP 300 dan dua amplifier, GSX 1000 serta GSX 1200 Pro. Meski ditargetkan buat gamer, tidak mengherankan jika mereka turut menarik perhatian konsumen audio secara umum. Alasannya, device-device ini merupakan produk pertama yang ditopang algoritma Sennheiser 7.1.

Sennheiser GSP 300

Headphone ini diracik buat menyuguhkan depth of field detail serta bass membahana demi memastikan pengalaman gaming yang lebih realistis. Bagian ear cup dan extender dicengkram oleh engsel bulat, sehingga pengguna bisa mudah menyesuaikannya dengan kepala mereka. Device dibekali bantalan memory foam – selain membuat GSP 300 nyaman dikenakan, bahan ini juga efektif untuk mengisolasi suara. Headband mengusung wujud ‘split‘ demi meminimalisir tekanan ke bagian atas kepala Anda.

Sennheiser GSP 300 1

GSP 300 turut dilengkapi teknologi noise-cancelling di boom mic-nya, membantu mengurangi gangguan dari bunyi-bunyian di sekitar Anda. Bagian ini juga dirancang lebih pendek agar suara nafas tidak tertangkap microphone. Untuk mengaktifkan mute, cukup tarik mic ke atas.

Headset mewakilkan sebuah era baru dan juga sebuah cara memperlihatkan komitmen kami di bidang gaming,” kata product manager gaming Sennheiser Andreas Jessen. “Filosofi produk kami ialah berkonsentrasi buat mendukung gamer, mengombinasikan desain tangguh dengan fitur dan performa yang konsumen harapkan dari headset Sennheiser.”

Sennheiser GSX 1000 & GSX 1200 Pro

Dalam meramu kedua amplifier ini, Sennheiser mencoba menawarkan audio kelas profesional pada gamer. Perangkat dibuat agar ergonomis, ditopang bermacam-macam software dan hardware khusus, dari mulai sistem surround sound anyar sampai metode agar sistem kendali device tidak memecah konsentrasi Anda. Sesuai namanya, tipe GSX 1200 Pro sendiri tujukan bagi para atlet eSport.

Sennheiser GSX 1200

Kedua amplifier ditenagai chip digitalto-analog converter (DAC) yang tidak memerlukan driver tambahan. Beberapa elemen audio di kendaraan turut digunakan di sana, misalnya penempatan bagian display agar mudah dilihat, serta pemakaian panel touch LED berwarna merah di latar belakang hitam, dikelilingi kenop volume. Saat tidak dipakai, layar secara otomatis akan berubah lebih redup.

Sennheiser GSX 1200 1

Ketiga produk akan mulai tersedia di akhir bulan September 2016. Daftar harganya dapat Anda lihat di bawah:

  • Sennheiser GSP 300 – US$ 100
  • Sennheiser GSX 1000 – US$ 230
  • Sennheiser GSX 1200 Pro – US$ 250

Sumber: press release & Sennheiser.