EarDial Ialah Earplug Pintar ‘Tak Kasatmata’ Untuk Melindungi Pendengaran Anda

Banyak pecinta musik berargumen bahwa bass merupakan salah satu elemen penting dalam lagu, berfungsi memengaruhi pendengar secara fisik, dan itu alasannya bass sangat ditonjolkan di konser-konser musik. Efeknya, kita biasa mendengar dering yang memusingkan sepulang dari konser. Kondisi ini dinamai tinnitus dan ia semakin sering ditemui di kalangan usia muda.

Berdasarkan studi WHO, hampir 40 persen remaja dan orang dewasa muda terancam ‘noise induced hearing loss‘ akibat sering berkunjung ke lokasi-lokasi hiburan. Dan sekali sudah rusak, pendengaran tidak bisa diperbaiki. Hal ini memotivasi tim developer London menggarap solusi, penjelmaannya berupa aksesori yang diklaim sebagai ‘earplug pintar tak kasat mata’. Produk tersebut dinamai EarDial.

Lewat EarDial, developer menjanjikan hal sederhana namun begitu esensial bagi pecinta musik: keleluasaan menikmati lagu dalam kualitas high-fidelity tanpa perlu khawatir hobi mereka berdampak buruk untuk pendengaran. Tak seperti earplug (penyumbat telinga) biasa, device memungkinkan kita tetap mendengar lagu dan suara sembari memproteksi kesehatan telinga, bekerja dengan bantuan aplikasi mobile.

Ada dua faktor utama penyebab kerusakan telinga: yaitu volume yang terlalu besar dan durasi yang terlalu lama. Semua bunyi-bunyian di atas 85-desibel berbahaya untuk pendengaran, dan faktanya, suara di klub dan konser sudah melampaui 100-desibel. Waktu teraman buat berada di sana hanyalah sekitar 15 menit. Tapi tentu saja konser tidak berlangsung sesingkat itu, dan situasi ini bahkan harus dihadapi sehari-hari jika Anda adalah seorang DJ, musisi, serta bartender.

EarDial 1

EarDial terbuat dari bahan silikon hypoalergenic lembut, ukurannya mungil dengan warna transparan – itu mengapa developer menyebutnya sebagai invisible earplug. Di dalam, EarDial menyimpan filter high-fidelity – sehingga suara musik dan teman-teman dapat tetap terdengar jelas – dan juga mempunyai komponen earwax protection. Jika selesai dipakai, Anda tinggal melepasnya (ada grip mungil) dan memasukkan EarDial ke case aluminium berbentuk kapsul.

Via app, Anda bisa mengetahui level suara di sekitar. Ia akan menginformasikan berapa angkanya secara tepat, serta memberi tahu seberapa lama Anda disarankan berada di sana tanpa mengenakan EarDial. Dan saya melihat tidak ada salahnya memakai EarDial sebelum memasang headphone di kepala. Earplug sendiri sebetulnya tidak tersambung ke app via koneksi wireless, suara dideteksi oleh microphone di smartphone.

EarDial bisa Anda pesan di Kickstarter seharga £ 20 atau kisaran US$ 24, rencananya akan mulai dikirim di bulan Desember 2016.

Peneliti Columbia University Ciptakan Kamera Fleksibel Dari Lembaran Silikon

Bagi produsen ternama, rivalitas di ranah fotografi umumnya berkaitan dengan kualitas hasil jepretan serta kemudahan pemakaian produk. Namun tanpa adanya beban terhadap tuntutan itu, tim peneliti dari Columbia University bebas bereksperimen di bidang imaging, dan menjajal pendekatan radikal: mereka mencoba menciptakan kamera yang bisa ‘melapisi’ objek.

Hasilnya adalah perangkat fotografi yang belum pernah kita lihat sebelumnya. Bukannya mengusung konsep tadisional, di mana device meng-capture gambar dari satu titik, peneliti memanfaatkan lapisan fleksibel berisi rangkaian lensa. Menurut tim ilmuwan, penemuan mereka memungkinkan manusia mengabadikan momen di tempat yang tak bisa dijangkau kamera biasa.

Di situs resmi, peneliti menjelaskan cara kerja kamera secara umum. Lensa-lensa ditempatkan dan diselaraskan ke lapisan lentur. Dari sana, field of view dapat diubah cukup dengan menekuknya ke luar atau ke dalam. Namun hal ini tak semudah teorinya, karena masalah pada lensa fleksibel ialah terciptanya jarak pada gambar, membuat informasi antar pixel jadi hilang.

Awalnya, solusi ilmuwan adalah mencantumkan lensa kecil untuk masing-masing pixel, akan tetapi mereka menyadari metode ini tak dapat bekerja optimal. Direktur Computer Vision Lab Columbia University Dr. Shree Nayar menyampaikan pada Digital Trends, jika ada jutaan pixel, maka kamera mustahil dikendalikan. Kendala ini berhasil disingkirkan para ilmuwan menggunakan sifat dasar dari material penyusun lensa.

Kamera tersebut sekilas terlihat seperti solar panel. Saat ditekuk, ia tetap dapat menjepret gambar dalam kualitas tinggi, meski sedikit berubah. Untuk versi purwarupanya, lensa mengusung bahan silikon. Jarak focal antar lensa diramu agar berbeda sesuai tingkat kelengkungannya, memastikan tidak ada informasi yang hilang saat lensa berubah bentuk. Nayar menjelaskan, kuncinya ialah ketepatan pemilihan material dan membentuknya dengan presisi.

“Kami percaya ada banyak skenario penggunaan kamera-kamera dengan format besar tapi berukuran tipis serta lentur. Rangkaian lensa adaptif yang kami kembangkan merupakan langkah penting dalam merealisasikan konsep kamera berwujud lembaran,” kata Dr. Shree Nayar.

Bayangkan suatu hari nanti mobil Anda dilengkapi kamera 360 derajat yang ditaruh di bumper, atau tersedia kamera mungil nan lentur sebesar kartu kredit. Namun tentunya tidak dalam waktu dekat, peneliti masih harus menemukan cara memproduksi kamera fleksibel tersebut secara ekonomis.

Oh kira-kira setahun silam, Nayar dan kawan-kawannya juga sukses menciptakan kamera yang tidak memerlukan baterai.

Sumber: Columbia.edu & Digital Trends.

Microsoft: Prosesor Generasi Baru Tak Lagi Kompatibel Dengan Windows 7

Berkat penyajian secara gratis dalam jangka waktu setahun, beragam fitur menjanjikan, serta API DirectX 12, adopsi penggunaan Windows 10 menunjukkan angka positif. Microsoft juga tampaknya pelan-pelan menghilangkan dukungan terhadap platform lawas (termasuk Windows 8). Padahal berdasarkan data statistik, Windows 7 masih menjadi OS favorit gamer.

Bagi yang masih bertahan untuk tetap menggunakan sistem operasi lawas nan handal tersebut, akan tiba suatu masa ketika Anda ‘dipaksa’ beralih ke Windows 10. Lewat blog berjudul ‘Windows 10 Embracing Silicon Innovation’ Terry Myerson selaku Windows and Devices Group Executive Vice President mengungkap kabar kurang baik. Pada intinya, prosesor jenis baru tak lagi dikompatibel dengan Windows 7.

Di awal blog, Myerson menjelaskan keuntungan menggunakan prosesor Intel Core generasi ke-6 ‘Skylake’ di Windows 10 dibandingkan Windows 7. Berkat kombinasi dua aspek tersebut, performa GPU integrated melonjak 30 kali lipat, lalu daya tahan baterai meningkat sampai tiga kali, ditambah sistem keamanan Credential Guard. Ia mengetahui bahwa masih banyak orang memanfaatkan Windows versi lawas. Dan di ranah enterprise, transisi menuntut waktu.

Namun hitungan mundur sudah dimulai. Myerson menyampaikan, waktu buat beralih ke OS baru akan tiba. Alasan secara lebih teknisnya: Windows 7 didesain hampir 10 tahun lalu sebelum SOC x86/x64 terlahir. Supaya Windows 7 bisa berjalan di prosesor modern, driver dan firmware perlu mengemulasikan ekspektasi sistem operasi dalam menyela proses, mendukung bus (sistem komunikasi antar komponen), dan pengelolaan tenaga; yang cukup kompleks saat diterapkan ke Wi-Fi, grafis, security, dan lain sebagainya.

“Ketika para partner membuat kustomisasi ke setting layanan, driver dan firmware legacy, konsumen kemungkinan besar akan melihat sendiri kemunduran [update] servis Windows 7,” tuturnya. Microsoft berencana mempublikasi daftar device Skylake lengkap yang masih serasi dengan Windows 7 dan Windows 8.1 minggu depan.

Windows 7 telah memasuki periode extended support. Microsoft tetap menjamin reliabilitas, keamanan, serta kompatibilitas sampai tanggal 14 Januari 2020. Dukungan serupa didapat oleh Windows 8.1 hingga 10 Januari 2023. Tapi dengan diperkenalkannya prosesor generasi baru, konsumen memerlukan platform Windows teranyar saat itu.

List Skylake yang tadi dibahas akan menjadi acuan sampai 17 Juli 2017, setelah Microsoft melepas update-update keamanan paling penting untuk Windows 7 dan 8.1. Mereka turut berjanji buat mempermudah konsumen dalam ‘merangkul inovasi CPU baru dikombinasi dengan Windows 10’.

Via PC Gamer. Sumber: Blog Microsoft.

The Dash Ialah Earphone, MP3 Player dan Perangkat Pintar Jadi Satu

Berkat jerih payah para pionir, wearable device kini telah menjadi komoditas yang mudah dijangkau. Tugas produsen berikutnya adalah memoles, memperluas fitur dan kegunaan, serta membuatnya dapat bekerja lebih mandiri. Wearable menjelma dalam beragam bentuk, tapi mungkin evolusi selanjutnya malah dimulai dengan memadukan beberapa konsep perangkat. Continue reading The Dash Ialah Earphone, MP3 Player dan Perangkat Pintar Jadi Satu